Kriiiing.
“Halo Sayang, kok kamu tumben telpon Papah pada saat masih jam kantor seperti ini?” sapa Arachis sembari bertanya pada istrinya, Setaria.
“Pah, kamu sudah di hubungi oleh Caena apa belum?” tanya Setaria dengan suara yang terdengar khawatir dan gelisah.
“Belum Mah. Memangnya Caena kenapa?” Arachis mulai ikutan khawatir.
“Tadi Cidia telpon Mama, Pah. Katanya, ada seorang pria yang datang marah-marah ke kafe samping kantornya Caena. Dan di sana, terlihat pria itu sedang bertengkar dengan Caena dan juga Sema. Cidia bilang, Caena terlihat sangat ketakutan. Dan sekarang, handphone Caena tidak Aktif, Pah. Duh Pah, Mama khawatir banget sama anak kita, Caena. Mama takut Caena kenapa-napa Pah, hiks,” cerita Setaria sembari meneteskan air mata karena khawatir kepada anak tercinta.
“Siapa laki-laki yang di maksud itu? Apa mungkin... “ batin Arachis, tapi terpotong dengan suara khawatir Setaria di seberang telpon.
“Pah, jadi gimana nih?”
“Mama tenang dulu yah. Tarik napas, buang. Tarik napas, buang.” Arachis menginstruksikan istrinya agar tenang dan Setaria mengikuti instruksi suaminya dengan baik.
“Mama sudah telpon Sema, belum?” tanya Arachis untuk memastikan.
“Sudah Pah. Tapi, hp Sema juga enggak aktif. Apa mereka sedang bersama sekarang Pah?”
“Yah, tadi siang Sema mengirim pesan pada Calopogonium bahwa ia sedang makan bersama Caena di kafe. Dan sekarang, mungkin mereka sedang bersama Mah. Jadi Mama tenang saja yah. Siapa tahu kebersamaan mereka bisa mendatangkan kabar baik. Hehehehe,” tutur Arachis mencoba bercanda dengan istrinya yang sudah kelewat khawatir.
“Ih Papa apaan sih. Mama lagi serius juga.” Setaria mendelik kesal pada suaminya.
“Papa juga serius Mah. Udah Mama tenang saja, palingan mereka sedang bersama. Dan nanti akan pulang juga kok. Sudah dulu yah Sayang, Papa harus meeting sekarang,” ujar Arachis dan segera mengakhiri sambungan telponnya.
“Papa kebiasaan.” Setaria tambah kesal dengan tingkah Arachis, namun hatinya sedikit tenang ketika mendengar kabar bahwa Caena sedang di temani Sema saat ini. Setaria yakin, bahwa Sema akan menjaga anaknya itu dengan baik.
***“Aku sudah mengetahui beberapa hal yang kamu sukai. Lalu, apakah ada hal yang paling kamu benci?” Sema menatap penuh harap pada Caena, berharap agar Caena mengungkapkan hal yang paling ia benci.“Aku membenci diriku sendiri.”
Caena pun bangun dan berjalan menyusuri pantai. Sedangkam Sema terpaku dan tidak percaya dengan jawaban Caena.
Sema tidak menyangka, bahwa Caena akan memnbenci dirinya sendiri. Lalu bagaimana Caena hidup selama ini dengan dirinya yang ia benci? Sema tidak bisa berpikir banyak lagi lalu berlari kecil mengejar Caena yang sudah sedikit jauh dari pandangannya.
“Caena, tunggu aku,” teriak Sema lembut. Sedetik pun Sema tidak ingin menjauh dari wanita yang ada di depannya ini. Sema tidak tahu, apa yang akan terjadi padanya ketika Caena pergi lagi dari hidupnya. Ketika Caena memberikan penolakan lagi untuknya. Haruskah, Sema kembali hidup seperti orang yang mati? Sema tidak ingin kembali pada kehidupan yang seperti itu.Zrashhh
Wuushhh
Terpaan angin menebarkan harum laut yang tidak asing. Caena menghirup udara itu dengan sepenuh hati, seakan sedang berusaha untuk menabung oksigen agar tidak membuatnya sesak lagi. Angin yang terbang sepoi-sepoi ikut menerbangkan rambut hitam panjang Caena. Tangannya ia rentangkan, seakan benar-benar sedang menikmati momen ini.
Pluk.
Melihat pemandangan indah yang ada di depan matanya, Sema tidak ingin melewatkannya begitu saja. Ia pun memeluk Caena dari belakang dan meletakkan kepalanya di ceruk leher Caena. Membuat Caena merasa geli.
“Hhhh, geli Sem,” tutur Caena terdengar manja. Dan itu semakin membuat Sema bereaksi. Sema semakin mengeratkan pelukannya tanpa ada tanda-tanda untuk ia melepaskan pelukan itu. Dan Caena hanya membiarkan Sema memeluknya seperti itu, meskipun tubuhnya sedikit gemetar karena di peluk seorang pria.
Sungguh, masa lalu Caena benar-benar membuat Caena menjadi orang yang takut dengan sentuhan. Namun sentuhan yang sering di lancarkan oleh Sema selama ini tidak dapat ia cegah.
Caena berusaha menerima sentuhan itu karena memang sentuhan Sema membuat Caena nyaman, meski ia harus menahan rasa mualnya dan berbaur dengan keadaan. Belum saatnya untuk Sema mengetahui hal yang sebenarnya terjadi.
***Tok tok tok
Suara ketukan pintu rumah keluarga Arachis membuat Setaria secara langsung bangun dari sofa ruang tv. Setaria berharap itu adalah Caena yang pulang di antar Sema. Namun rupanya, bukan.
Cklek.
“Caen~” Ucapan Setaria terpotong karena bukan Caena yang ada di hadapannya melainkan Sesbania Grandiflora, sahabat dekat Caena.
“Halo tante,” sapa Nia ramah.
“Nia! Aduh sayang, Ayok masuk.” Setaria sangat senang karena kedatangan sahabat anaknya ini. Bagaimana tidak, Nia adalah orang yang paling berjasa dalam hidup Caena. Karena Nia selalu menemani setiap hari-hari pahit dan manis yang di jalani Caena dalam kesendiriannya.
Meskipun, Caena terkenal sebagai anak yang ceria dalam pergaulannya, namun tetap saja tidak semua orang bisa masuk dalam circle pertemanannya. Caena adalah orang yang paling selektif dalam memilih teman, dan Nia merupakan salah satu orang yang lolos dalam seleksi tersebut.
“Iya tante.” Nia pun ikut masuk ke dalam rumah Caena mengikuti Setaria.
Terlihat sekali bahwa Caena adalah orang kaya, interior rumahnya begitu mewah. Namun, selama Nia berteman dengan Caena. Caena sama sekali tidak pernah menunjukkan sikap sombong dan tetap rendah hati. Berpakaian dan hidup sederhana.
“Duduk, Sayang. Tunggu di sini yah. Tante pergi dulu ambilin minum di dapur,” ujar Setaria mempersilakan Nia untuk duduk. Nia pun hanya tersenyum membalas perlakuan ramah dari Setaria.
Beberapa saat kemudian. Setaria pun datang dengan membawa satu jus orange yang Setaria ketahui dari Caena bahwa Nia menyukainya.
“Wah, darimana tante tahu kalau Nia menyukai jus ini?” tanya Nia penasaran. Rasanya tidak mungkin jika Caena yang memberitahu Setaria.
“Dari Caena. Silakan di minum, Nak!” jawab Setaria singkat dan mempersilakan Nia untuk meminum jus yang telah ia sediakan.
“Apa tante? Masa dari Caena? Anak yang tidak suka curhat itu?” ujar Nia seakan tidak percaya.
“Benar Nia. Caena memang tidak terlalu suka curhat, tapi dia kadang-kadang akan cerita tentang sahabat dekatnya,” jelas Setaria sembari tersenyum hangat.
“Wow, amazing. Dia benar-benar kejutan yah.”
“Ada lagi yang lebih kejutan dari itu,” ungkap Setaria semakin membuat Nia berapi-api untuk mendengar apa yang ingin di ucapkan oleh Setaria.
“Apa itu tante?” tanya Nia antusias.
"Dia sudah mulai membuka hatinya dan menerima perjodohannya dengan Sema.”
“What?” Nia benar-benar kaget.
Bukankah, hal yang paling Caena takutkan adalah pernikahan tapi kenapa sekarang malah ceritanya Caena sudah membuka hati.
Apa yang terlewat selama ini. Belum lagi, dengan Sema? Sema yang itu kan? Nia terus kepikiran.Namun ia tidak ingin pusing sendirian dan memilih bertanya pada Setaria.
“Sema yang di maksud tante, apakah Centrosema Pubescens?” tebak Nia sedikit ragu.
“Right,” jawab Setaria cepat. Dan lagi-lagi hal itu membuat Nia kaget sampai rasanya ingin pingsan. Namun, rasa yang tidak lagi tertolong itu, dapat tertolong dengan datangnya Caena dan Sema dengan raut wajah yang telah berubah dibandingkan saat mereka pertama kali bertemu kembali di perjodohan.
"Ada apa sebenarnya dengan mu Leucaena Leucocephala ? Kenapa kamu tidak mau menerima lamaran dari pria baik seperti Calliandra callothyrsus! Pria seperti apalagi yang kamu inginkan!" ujar Arachis Pintoi ayah dari Caena.Sejujurnya, sebagai orang tua Arachis sangat lelah dengan sikap dingin anaknya terhadap pria manapun. Padahal, Caena adalah wanita yang terlihat sangat ceria dan terbuka pada siapapun dan dalam hal apapun, namun ketika membicarakan tentang pernikahan, Caena seperti mati rasa dan tidak ingin membahasnya."Maafkan Caena Papa. Caena hanya belum siap untuk menikah." Jawaban yang sama seperti beberapa minggu yang lalu. Bukan hanya sekali, tapi sudah berkali-kali Caena di lamar oleh banyak pria. Para pria yang melamarnya bukanlah berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Melainkan dari keluarga terhormat, orang kaya dan pebisnis-pebisnis sukses. Namun, tidak ada satupun yang dapat meyakinkan hatinya untuk menerima salah satu dari mereka.
“Rupanya kalian sudah saling kenal. Baguslah kalau seperti itu. Sepertinya perjodohan ini akan menjadi lebih mudah,” ujar Arachis dengan perasaan senang.“Iya. Syukurlah kalau seperti itu.” Seorang pria yang sepertinya ayah Sema menyambut senang perkataan Arachis.Ke empat orang itu saling ngobrol dengan gembira. Bertukar kabar dan membanggakan anaknya masing-masing. Sedangkan kedua insan itu hanya terdiam membisu tanpa mengatakan apapun. Caena membuang wajahnya, hatinya takut sekaligus senang bertemu kembali dengan Sema. Pria yang sebenarnya pernah ada di hati Caena, namun karena dirinya tidak siap maka lagi-lagi itu menjadi penghalangnya untuk maju dan bersikap dingin kepada pria itu.Sedangkan Sema sendiri, Sema terus menatap Caena, sungguh Sema rindu dengan wanita di hadapannya ini. Dua tahun berpisah membuat Sema tidak mampu untuk menahan dirinya lagi, apalagi sekarang ia tahu bahwa Caena adalah wanita yang akan di jodohkan dengannya
ZrasshhCaena melepas pelukannya dari Sema, dengan wajah memerah karena malu. Sudah terlalu lama keduanya berpelukan. Dan pertanyaan Sema tentang apakah Caena membencinya membuat Caena langsung melepas pelukan itu. Caena tidak ingin Sema mengetahui perasaannya terlalu dini. Apalagi, Caena sudah berusaha menutupi perasaan itu sejak lama.“Ayo turun, mereka pasti sudah menunggu kita,” ajak Caena dengan suara yang datar. Berjalan membelakangi Sema yang berdiri dengan perasaan yang campur aduk, antara bahagia, senang dan juga sedih. Sema masih berharap pelukan itu tidak segera di lepaskan oleh Caena. Tapi ini juga salahnya, kenapa juga ia harus bertanya hal yang aneh pada Caena.Huff, baiklah. Sema pun melangkah mengikuti Caena yang berjalan di depannya. Suasana begitu canggung tanpa seorang pun di antara mereka yang berusaha mencairkannya. Sampai mereka tiba di ruang makan.“Hei, calon pengantin. Kenapa lama sekali di atas?” god
“Kalau kamu belum yakin. Maka tolong beri aku kesempatan untuk mengenal mu lebih jauh lagi Caena. Jangan tutupi hatimu terhadap datangnya cinta. Aku tidak mau kamu tersiksa dan kesusahan.”Caena melepas pelukannya dari Sema, wajah Caena memerah karena malu. Caena langsung membuang wajahnya dan bangkit dari duduknya lalu berdiri menghadap ke arah luar jendela.“Kamu terlalu baik untuk orang sepertiku, Sem. Masih banyak wanita baik-baik yang menginginkanmu di luar sana. Biarkan aku dengan kesendirian ku.” Caena tetap kekeuh dengan keputusannya untuk mendorong Sema pergi.“Jika menurutmu aku terlalu baik, maka aku akan menjadi orang jahat untuk bisa bersamamu,” tekad Sema tidak pernah padam. Caena tertawa mendengar pernyataan Sema.“Hahahah. Kamu tidak akan pernah bisa menjadi orang jahat Sem. Aku tahu kamu,” ucap Caena yang langsung membuka peluang untuk Sema.“Berarti kamu mengaku kan, kalau sela
“Caena, kamu mau pesan menu apa?”Saat ini, Caena dan Sema telah berada di salah satu kafe yang ada di bawah samping kantor Caena. Setelah perbincangan yang sangat manis tadi, Caena memutuskan untuk mulai membuka hatinya. Jikapun suatu saat Sema ingin mundur, setidaknya Caena telah berusaha untuk menghindar terlebih dahulu agar ia memiliki alasan bahwa bukan diri Caena yang mengejar-ngejar Sema.“Ada nasi goreng mawut, enggak?” tanya Caena. Nasi goreng mawut spesial yang menjadi andalan Caena. Ia sangat suka menu ini. Tidak terhitung sudah berapa kali dalam seminggu ia terus memesan menu yang sama. Dan Sema pun ingat tentang kebiasaan Caena yang selalu memesan menu itu setiap Caena di kampus dulu. Namun kini Sema ragu, mungkin saja selera Caena telah berubah namun nyatanya tidak.“Kamu enggak berubah yah!” tutur Sema sembari tersenyum manis. Pria di hadapan Caena ini tampan sekali.“Berubah kok,&
“Aku tidak tahu, kamu memiliki hubungan apa dengan Caena di masa lalu. Tapi di masa ini dan di masa depan nanti. Caena adalah milik ku. Bagaimana pun masa lalunya,” desis Sema sarkastik namun tetap berusaha bersikap tenang.Setelah mengucapkan apa yang ingin ia katakan, Sema pun melangkah pergi ke dalam mobilnya dan membawa Caena pergi dari tempat tersebut.“Brengsek!!!”Chromolaena teriak sembari marah-marah. Meja-meja dan juga kursi yang ada di kafe tersebut tidak lepas dari amukannya. Baru kali ini Chromolaena merasa di tantang oleh pria yang dekat dengan Caena.Selama ini, setiap pria yang berusaha untuk datang mendekat pada Caena pasti akan selalu terkena masalah. Dan pria-pria lemah itu akan dengan liciknya mundur begitu saja. Hingga pada akhirnya, yang terkena sasaran pembatalan lamaran adalah Caena.Caena selalu menutupi semua itu dengan usahanya merendahkan dirinya sendiri. Semua itu Caena lakukan