Beranda / Romansa / Buka Hatimu, Untukku! / Hal yang Paling Caena Benci

Share

Hal yang Paling Caena Benci

Kriiiing.

“Halo Sayang, kok kamu tumben telpon Papah pada saat masih jam kantor seperti ini?” sapa Arachis sembari bertanya pada istrinya, Setaria.

“Pah, kamu sudah di hubungi oleh Caena apa belum?” tanya Setaria dengan suara yang terdengar khawatir dan gelisah.

“Belum Mah. Memangnya Caena kenapa?” Arachis mulai ikutan khawatir. 

“Tadi Cidia telpon Mama, Pah. Katanya, ada seorang pria yang datang marah-marah ke kafe samping kantornya Caena. Dan di sana, terlihat pria itu sedang bertengkar dengan Caena dan juga Sema. Cidia bilang, Caena terlihat sangat ketakutan. Dan sekarang, handphone Caena tidak Aktif, Pah. Duh Pah, Mama khawatir banget sama anak kita, Caena. Mama takut Caena kenapa-napa Pah, hiks,” cerita Setaria sembari meneteskan air mata karena khawatir kepada anak tercinta.

“Siapa laki-laki yang di maksud itu? Apa mungkin... “ batin Arachis, tapi terpotong dengan suara khawatir Setaria di seberang telpon.

“Pah, jadi gimana nih?”

“Mama tenang dulu yah. Tarik napas, buang. Tarik napas, buang.” Arachis menginstruksikan istrinya agar tenang dan Setaria mengikuti instruksi suaminya dengan baik.

“Mama sudah telpon Sema, belum?” tanya Arachis untuk memastikan. 

“Sudah Pah. Tapi, hp Sema juga enggak aktif. Apa mereka sedang bersama sekarang Pah?”

“Yah, tadi siang Sema mengirim pesan pada Calopogonium bahwa ia sedang makan bersama Caena di kafe. Dan sekarang, mungkin mereka sedang bersama Mah. Jadi Mama tenang saja yah. Siapa tahu kebersamaan mereka bisa mendatangkan kabar baik. Hehehehe,” tutur Arachis mencoba bercanda dengan istrinya yang sudah kelewat khawatir.

“Ih Papa apaan sih. Mama lagi serius juga.” Setaria mendelik kesal pada suaminya.

“Papa juga serius Mah. Udah Mama tenang saja, palingan mereka sedang bersama. Dan nanti akan pulang juga kok. Sudah dulu yah Sayang, Papa harus meeting sekarang,” ujar Arachis dan segera mengakhiri sambungan telponnya.

“Papa kebiasaan.” Setaria tambah kesal dengan tingkah Arachis, namun hatinya sedikit tenang ketika mendengar kabar bahwa Caena sedang di temani Sema saat ini. Setaria yakin, bahwa Sema akan menjaga anaknya itu dengan baik.

***

“Aku sudah mengetahui beberapa hal yang kamu sukai. Lalu, apakah ada hal yang paling kamu benci?” Sema menatap penuh harap pada Caena, berharap agar Caena mengungkapkan hal yang paling ia benci.

“Aku membenci diriku sendiri.”

Caena pun bangun dan berjalan menyusuri pantai. Sedangkam Sema terpaku dan tidak percaya dengan jawaban Caena.

Sema tidak menyangka, bahwa Caena akan memnbenci dirinya sendiri. Lalu bagaimana Caena hidup selama ini dengan dirinya yang ia benci? Sema tidak bisa berpikir banyak lagi lalu berlari kecil mengejar Caena yang sudah sedikit jauh dari pandangannya.

“Caena, tunggu aku,” teriak Sema lembut. Sedetik pun Sema tidak ingin menjauh dari wanita yang ada di depannya ini. Sema tidak tahu, apa yang akan terjadi padanya ketika Caena pergi lagi dari hidupnya. Ketika Caena memberikan penolakan lagi untuknya. Haruskah, Sema kembali hidup seperti orang yang mati? Sema tidak ingin kembali pada kehidupan yang seperti itu.

Zrashhh

Wuushhh

Terpaan angin menebarkan harum laut yang tidak asing. Caena menghirup udara itu dengan sepenuh hati, seakan sedang berusaha untuk menabung oksigen agar tidak membuatnya sesak lagi. Angin yang terbang sepoi-sepoi ikut menerbangkan rambut hitam panjang Caena. Tangannya ia rentangkan, seakan benar-benar sedang menikmati momen ini.

Pluk.

Melihat pemandangan indah yang ada di depan matanya, Sema tidak ingin melewatkannya begitu saja. Ia pun memeluk Caena dari belakang dan meletakkan kepalanya di ceruk leher Caena. Membuat Caena merasa geli.

“Hhhh, geli Sem,” tutur Caena terdengar manja. Dan itu semakin membuat Sema bereaksi. Sema semakin mengeratkan pelukannya tanpa ada tanda-tanda untuk ia melepaskan pelukan itu. Dan Caena hanya membiarkan Sema memeluknya seperti itu, meskipun tubuhnya sedikit gemetar karena di peluk seorang pria.

Sungguh, masa lalu Caena benar-benar membuat Caena menjadi orang yang takut dengan sentuhan. Namun sentuhan yang sering di lancarkan oleh Sema selama ini tidak dapat ia cegah.

Caena berusaha menerima sentuhan itu karena memang sentuhan Sema membuat Caena nyaman, meski ia harus menahan rasa mualnya dan berbaur dengan keadaan. Belum saatnya untuk Sema mengetahui hal yang sebenarnya terjadi.

***

Tok tok tok

Suara ketukan pintu rumah keluarga Arachis membuat Setaria secara langsung bangun dari sofa ruang tv. Setaria berharap itu adalah Caena yang pulang di antar Sema. Namun rupanya, bukan.

Cklek. 

“Caen~” Ucapan Setaria terpotong karena bukan Caena yang ada di hadapannya melainkan Sesbania Grandiflora, sahabat dekat Caena.

“Halo tante,” sapa Nia ramah.

“Nia! Aduh sayang, Ayok masuk.” Setaria sangat senang karena kedatangan sahabat anaknya ini. Bagaimana tidak, Nia adalah orang yang paling berjasa dalam hidup Caena. Karena Nia selalu menemani setiap hari-hari pahit dan manis yang di jalani Caena dalam kesendiriannya.

Meskipun, Caena terkenal sebagai anak yang ceria dalam pergaulannya, namun tetap saja tidak semua orang bisa masuk dalam circle pertemanannya. Caena adalah orang yang paling selektif dalam memilih teman, dan Nia merupakan salah satu orang yang lolos dalam seleksi tersebut.

“Iya tante.” Nia pun ikut masuk ke dalam rumah Caena mengikuti Setaria.

Terlihat sekali bahwa Caena adalah orang kaya, interior rumahnya begitu mewah. Namun, selama Nia berteman dengan Caena. Caena sama sekali tidak pernah menunjukkan sikap sombong dan tetap rendah hati. Berpakaian dan hidup sederhana.

“Duduk, Sayang. Tunggu di sini yah. Tante pergi dulu ambilin minum di dapur,” ujar Setaria mempersilakan Nia untuk duduk. Nia pun hanya tersenyum membalas perlakuan ramah dari Setaria.

Beberapa saat kemudian. Setaria pun datang dengan membawa satu jus orange yang Setaria ketahui dari Caena bahwa Nia menyukainya.

“Wah, darimana tante tahu kalau Nia menyukai jus ini?” tanya Nia penasaran. Rasanya tidak mungkin jika Caena yang memberitahu Setaria.

“Dari Caena. Silakan di minum, Nak!” jawab Setaria singkat dan mempersilakan Nia untuk meminum jus yang telah ia sediakan.

“Apa tante? Masa dari Caena? Anak yang tidak suka curhat itu?” ujar Nia seakan tidak percaya.

“Benar Nia. Caena memang tidak terlalu suka curhat, tapi dia kadang-kadang akan cerita tentang sahabat dekatnya,” jelas Setaria sembari tersenyum hangat.

“Wow, amazing. Dia benar-benar kejutan yah.”

“Ada lagi yang lebih kejutan dari itu,” ungkap Setaria semakin membuat Nia berapi-api untuk mendengar apa yang ingin di ucapkan oleh Setaria.

“Apa itu tante?” tanya Nia antusias.

"Dia sudah mulai membuka hatinya dan menerima perjodohannya dengan Sema.”

“What?” Nia benar-benar kaget.

Bukankah, hal yang paling Caena takutkan adalah pernikahan tapi kenapa sekarang malah ceritanya Caena sudah membuka hati.

Apa yang terlewat selama ini. Belum lagi, dengan Sema? Sema yang itu kan? Nia terus kepikiran.Namun ia tidak ingin pusing sendirian dan memilih bertanya pada Setaria.

“Sema yang di maksud tante, apakah Centrosema Pubescens?” tebak Nia sedikit ragu.

“Right,” jawab Setaria cepat. Dan lagi-lagi hal itu membuat Nia kaget sampai rasanya ingin pingsan. Namun, rasa yang tidak lagi tertolong itu, dapat tertolong dengan datangnya Caena dan Sema dengan raut wajah yang telah berubah dibandingkan saat mereka pertama kali bertemu kembali di perjodohan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status