Beranda / Romansa / Buka Hatimu, Untukku! / Beri Aku Kesempatan

Share

Beri Aku Kesempatan

Zrasshh

Caena melepas pelukannya dari Sema, dengan wajah memerah karena malu. Sudah terlalu lama keduanya berpelukan. Dan pertanyaan Sema tentang apakah Caena membencinya membuat Caena langsung melepas pelukan itu. Caena tidak ingin Sema mengetahui perasaannya terlalu dini. Apalagi, Caena sudah berusaha menutupi perasaan itu sejak lama.

“Ayo turun, mereka pasti sudah menunggu kita,” ajak Caena dengan suara yang datar. Berjalan membelakangi Sema yang berdiri dengan perasaan yang campur aduk, antara bahagia, senang dan juga sedih. Sema masih berharap pelukan itu tidak segera di lepaskan oleh Caena. Tapi ini juga salahnya, kenapa juga ia harus bertanya hal yang aneh pada Caena.

Huff, baiklah. Sema pun melangkah mengikuti Caena yang berjalan di depannya. Suasana begitu canggung tanpa seorang pun di antara mereka  yang berusaha mencairkannya. Sampai mereka tiba di ruang makan.

“Hei, calon pengantin. Kenapa lama sekali di atas?” goda Setaria membuat Caena dan Sema tambah malu. Sedang orang tua mereka hanya tertawa.

“Belum tentu Mah.”

Ucapan Caena membuat ruangan tersebut menjadi tegang dan kikuk. Sungguh hal yang di luar dugaan. Apakah kali ini anak mereka Caena akan kembali menolak pernikahan tersebut? Jangan sampai itu terjadi.

“Hahahahh. “ Arachis pun berusaha tertawa untuk memecah keheningan di antara mereka. Padahal tidak ada yang lucu, kenapa Arachis malah tertawa. Setaria bingung dengan tingkah suaminya ini.

“Sudahlah, ayo kita mulai makan,” ajak Setaria dengan mencoba tersenyum. Hati Caena di penuhi perasaan bersalah, kenapa ia harus mengatakan hal seperti itu di saat seperti ini.

“Aku benar-benar bodoh,” batin Caena.

Suasana makan bersama pun kembali ceria. Meskipun masing-masing di antara mereka menyimpan perasaan yang bercampur aduk. Kegiatan makan bersama pun usai. Sema dan keluarganya izin untuk pulang. Tanpa mengatakan apapun lagi. Perpisahan itu di penuhi dengan kecanggungan.

***

“Sem, apa kamu masih ingin melanjutkan perjodohan ini?” tanya Calopogonium. Meskipun ini perjodohan yang memang sudah ia rencanakan sejak dulu bersama Arachis, namun tetap saja ia tidak ingin Sema menderita dengan pernikahan ini. Biar bagaimanapun, Sema adalah anak satu-satunya bersama Cilindrica. Perasaan Sema sangat penting bagi keduanya.

“Tolong tetap lanjutkan Pah. Beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bisa membuat Caena jatuh cinta denganku,” tekad Sema dengan kuat. Sema tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa bersama dengan Caena. Lagipula, selama ini yang Sema tahu, Caena tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun. Jadi untuk apa Sema harus takut jika Caena memendam perasaan terhadap pria lain.

“Baiklah. Papa sama Mama akan memberikan kesempatan sama kamu. Kalau kamu tidak bisa meluluhkan perasaan Caena, maka kamu menyerah saja yah Sayang,” tawar Cilindrica. Sebenarnya ia cukup sedih jika Sema di perlakukan dengan dingin seperti itu oleh Caena. Tapi biar bagaiamanapun hanya Caena yang diinginkan oleh anaknya itu.

“Terima kasih Pah, Mah. Sema naik dulu ke atas,” ujar Sema sembari meminta izin untuk naik ke atas kamarnya yang ada di lantai dua.

“Iya sayang,” balas Cilindrica, dan Calopogonium hanya mengangguk.

Sesaat setelah kepergian Sema, Cilindrica mulai ngobrol bersama suaminya.

“Pah, apa Papa yakin kalau hati Caena akan luluh kepada anak kita? Kok aku ragu yah Pah,” ucap Cilindrica mengeluarkan unek-unek di hatinya.

“Kalau Mama tidak percaya dengan perasaan Caena. Maka Mama harus percaya dengan tekad kuat dari Sema. Kalau bukan kita yang mendukungnya, siapa lagi? Mah, jangan pernah memperlihatkan sisi keraguan kita di hadapan Sema. Papa takut ia akan down.” Calogonium menasihati istrinya.

“Baiklah Pah.”

“Sekarang kita masuk kamar yuk,” ajak Calopogonium pada istrinya dengan sikap yang nakal. Jemarinya sudah mulai menyentuh bagian sensitif istrinya.

“Ih, Pah. Udah tua juga,” ejek Cilindrica dengan nada manja dan mencoba menepikan tangan nakal suaminya.

“Walaupun sudah tua, tapi aku masih perkasa loh Mah.” Calopogonium semakin berani dan mulai menggendong Cilindrica dan membawanya ke kamar mereka. Cilindrica hanya tertawa dengan kelakuan suaminya ini.

***

Keesokan harinya. 

Tok tok tok 

“Masuk,” ujar Caena dari dalam ruangan kantornya. 

“Bu Caena, ada seorang pria yang ingin bertemu dengan anda,” ucap Cidia setelah masuk ke ruangan Caena.

“Siapa?” tanya Caena penasaran namun tetap tatapannya mengarah ke berkas-berkas yang berisi laporan di hadapannya.

“Pak Centrosema Pubescens.”

Deg.

Caena seketika menghentikan aktifitasnya memeriksa berkas. Ia menatap Cidia dengan tatapan yang sulit di ungkapkan. Baru kali ini, Cidia melihat raut muka Caena yang berbeda dengan biasanya. Ini merupakan hal baru yang patut untuk di dokumentasikan. Tanpa sadar Caena melamun dan tidak menjawab pertanyaan dari Cidia, sehingga membuat Cidia kembali bertanya, apakah tamu di luar di suruh masuk ataukah tidak. 

“Jadi bagaimana bu Caena?” 

Tidak ada jawaban, Caena masih asyik dengan lamunannya. 

“Bu Caena.”

“Ibu Leucaena Leucocephala.” Ketegasan Cidia dengan memanggil nama panjang Caena, membuat Caena seketika sadar dari lamunannya. 

“I-iya Cidia,” jawab Caena menjadi gagap

“Apakah tamunya di suruh masuk atau~” ucapan Cidia terpotong oleh Caena yang langsung mengatakan iya. 

“Suruh masuk.”

“Baik, saya permisi dulu bu,” ujar Cidia pamit. Dan Caena hanya menganggukkan kepalanya. Caena berusaha untuk memperbaiki penampilannya yang sudah acak-acakan karena banyaknya berkas yang harus ia periksa. 

Tok tok tok 

“Masuk,” perintah Caena dengan dingin. Caena tidak ingin memperlihatkan sisi hangatnya kepada Sema. Sema pun melangkah masuk. Ia berdiri di hadapan Caena, menunggu untuk di persilahkan duduk. Sedang Caena berpura-pura sibuk dengan berkas laporannya. 

“Ehem, kamu sibuk banget yah!” seru Sema membuat Caena melirik sebentar ke arahnya. Namun setelah itu kembali berpura-pura fokus. 

Tap tap tap 

Sema melangkah mendekati Caena, seketika Caena gugup dan berkeringat dingin. Caena khawatir, Sema menghampirinya untuk memeluk dirinya, sama seperti kemarin saat di acara perjodohannya dengan Sema.

Caena mengangkat kepalanya dan rupanya ada Sema di hadapannya. 

Dag dig dug

Suara jantung Caena langsung memburu. Debarannya sangat terasa dan mungkin akan terdengar oleh Sema. 

“Maaf, jangan terlalu dekat. Silakan duduk di sofa. “ Caena berusaha untuk bersikap biasa namun sikap dinginnya mulai tidak terasa. Dan Caena menyingkirkan tangan Sema dari meja kerjanya. 

Tap tap tap 

Caena berjalan untuk menuntun Sema menuju ke sofa yang tersedia di ruangannya. Dan Sema pun mengikuti langkah Caena tanpa memberikan aksi protes sedikitpun. 

“Duduklah," ujar Caena mempersilakan Sema untuk duduk, tanpa sedikitpun menatap wajah tampan Sema.  Lalu Sema pun duduk dan di ikuti oleh Caena sendiri. 

“Ada apa ke sini?” tanya Caena tidak ingin basa-basi. Masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan meskipun kehadiran Sema memberikan rasa nyaman di salah satu bagian hatinya. 

“Tolong beri aku kesempatan, Caena. Aku akan membuktikan kepadamu bahwa aku bisa membuatmu bahagia. Aku akan menerima segala apapun yang ada pada dirimu. Baik dan burukmu,” tutur Sema mantap dengan pilihannya. Untuk kali ini, ia tidak ingin mundur begitu saja. Kesempatan yang datang padanya, tidak ingin Sema sia-siakan.

“Masalahnya bukan itu Sem. Kau lelaki baik-baik sedang aku... “ batin Caena lagi-lagi merendahkan dirinya. Rasanya Caena sangat tidak pantas jika di hadapkan dengan lelaki tampan dan mempesona serta baik seperti Centrosema Pubescens. Masih banyak wanita yang jauh lebih baik dari Caena yang menginginkan Sema. 

“Aku bukan orang baik Sem. Aku tidak pantas untukmu.” Caena mulai jujur dengan perasaanya 

“Aku juga bukan orang baik Caena. Tidak ada manusia yang sempurna. Tapi bukankah Tuhan menciptakan kita untuk saling menyempurnakan?” ujar Sema yang mulai membuat Caena sedikit luluh tapi tetap bertahan dengan prinsipnya. 

“Kamu enggak ngerti Sem,” elak Caena dan terus mendorong Sema untuk pergi, dari hidupnya dan dari hatinya.

“Maka buat aku mengerti, Na. Aku memang bukan lelaki peka yang bisa membaca pikiran dan hati kamu. Tapi aku ingin berusaha bahwa kamu mau meluahkan perasaan mu padaku tanpa kamu bilang. Terserah kamu menganggapku lelaki yang seperti apa, tapi tolong jangan buang aku untuk ke sekian kalinya. Aku tahu kamu pasti merasakan sakit yang sama denganku. Aku tahu perasaan mu, Na.”

Tes tes tes

Caena menangis mendengar ungkapan manis yang sangat tulus menelisik masuk ke dalam hatinya. Baru kali ini, ada lelaki yang mencoba meyakinkan hatinya agar bisa bangkit dari keterpurukan ini. Sema menghampiri Caena, lalu membawa Caena dalam pelukannya. Menghantarkan wanita itu dengan sentuhan tulus darinya. Dan Caena hanya bisa menikmati sikap lembut Sema dan terus menangis dalam pelukan lelaki berdada bidang itu, sangat nyaman dan empuk.

“Kalau kamu belum yakin. Maka tolong beri aku kesempatan untuk mengenal mu lebih jauh lagi Caena. Jangan tutupi hatimu terhadap datangnya cinta. Aku tidak mau kamu tersiksa dan kesusahan.”

.. To be continued.. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status