Zrasshh
Caena melepas pelukannya dari Sema, dengan wajah memerah karena malu. Sudah terlalu lama keduanya berpelukan. Dan pertanyaan Sema tentang apakah Caena membencinya membuat Caena langsung melepas pelukan itu. Caena tidak ingin Sema mengetahui perasaannya terlalu dini. Apalagi, Caena sudah berusaha menutupi perasaan itu sejak lama.
“Ayo turun, mereka pasti sudah menunggu kita,” ajak Caena dengan suara yang datar. Berjalan membelakangi Sema yang berdiri dengan perasaan yang campur aduk, antara bahagia, senang dan juga sedih. Sema masih berharap pelukan itu tidak segera di lepaskan oleh Caena. Tapi ini juga salahnya, kenapa juga ia harus bertanya hal yang aneh pada Caena.
Huff, baiklah. Sema pun melangkah mengikuti Caena yang berjalan di depannya. Suasana begitu canggung tanpa seorang pun di antara mereka yang berusaha mencairkannya. Sampai mereka tiba di ruang makan.
“Hei, calon pengantin. Kenapa lama sekali di atas?” goda Setaria membuat Caena dan Sema tambah malu. Sedang orang tua mereka hanya tertawa.
“Belum tentu Mah.”
Ucapan Caena membuat ruangan tersebut menjadi tegang dan kikuk. Sungguh hal yang di luar dugaan. Apakah kali ini anak mereka Caena akan kembali menolak pernikahan tersebut? Jangan sampai itu terjadi.
“Hahahahh. “ Arachis pun berusaha tertawa untuk memecah keheningan di antara mereka. Padahal tidak ada yang lucu, kenapa Arachis malah tertawa. Setaria bingung dengan tingkah suaminya ini.
“Sudahlah, ayo kita mulai makan,” ajak Setaria dengan mencoba tersenyum. Hati Caena di penuhi perasaan bersalah, kenapa ia harus mengatakan hal seperti itu di saat seperti ini.
“Aku benar-benar bodoh,” batin Caena.
Suasana makan bersama pun kembali ceria. Meskipun masing-masing di antara mereka menyimpan perasaan yang bercampur aduk. Kegiatan makan bersama pun usai. Sema dan keluarganya izin untuk pulang. Tanpa mengatakan apapun lagi. Perpisahan itu di penuhi dengan kecanggungan.
***
“Sem, apa kamu masih ingin melanjutkan perjodohan ini?” tanya Calopogonium. Meskipun ini perjodohan yang memang sudah ia rencanakan sejak dulu bersama Arachis, namun tetap saja ia tidak ingin Sema menderita dengan pernikahan ini. Biar bagaimanapun, Sema adalah anak satu-satunya bersama Cilindrica. Perasaan Sema sangat penting bagi keduanya.
“Tolong tetap lanjutkan Pah. Beri aku kesempatan untuk membuktikan bahwa aku bisa membuat Caena jatuh cinta denganku,” tekad Sema dengan kuat. Sema tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa bersama dengan Caena. Lagipula, selama ini yang Sema tahu, Caena tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun. Jadi untuk apa Sema harus takut jika Caena memendam perasaan terhadap pria lain.
“Baiklah. Papa sama Mama akan memberikan kesempatan sama kamu. Kalau kamu tidak bisa meluluhkan perasaan Caena, maka kamu menyerah saja yah Sayang,” tawar Cilindrica. Sebenarnya ia cukup sedih jika Sema di perlakukan dengan dingin seperti itu oleh Caena. Tapi biar bagaiamanapun hanya Caena yang diinginkan oleh anaknya itu.
“Terima kasih Pah, Mah. Sema naik dulu ke atas,” ujar Sema sembari meminta izin untuk naik ke atas kamarnya yang ada di lantai dua.
“Iya sayang,” balas Cilindrica, dan Calopogonium hanya mengangguk.
Sesaat setelah kepergian Sema, Cilindrica mulai ngobrol bersama suaminya.
“Pah, apa Papa yakin kalau hati Caena akan luluh kepada anak kita? Kok aku ragu yah Pah,” ucap Cilindrica mengeluarkan unek-unek di hatinya.
“Kalau Mama tidak percaya dengan perasaan Caena. Maka Mama harus percaya dengan tekad kuat dari Sema. Kalau bukan kita yang mendukungnya, siapa lagi? Mah, jangan pernah memperlihatkan sisi keraguan kita di hadapan Sema. Papa takut ia akan down.” Calogonium menasihati istrinya.
“Baiklah Pah.”
“Sekarang kita masuk kamar yuk,” ajak Calopogonium pada istrinya dengan sikap yang nakal. Jemarinya sudah mulai menyentuh bagian sensitif istrinya.
“Ih, Pah. Udah tua juga,” ejek Cilindrica dengan nada manja dan mencoba menepikan tangan nakal suaminya.
“Walaupun sudah tua, tapi aku masih perkasa loh Mah.” Calopogonium semakin berani dan mulai menggendong Cilindrica dan membawanya ke kamar mereka. Cilindrica hanya tertawa dengan kelakuan suaminya ini.
***
Keesokan harinya.
Tok tok tok
“Masuk,” ujar Caena dari dalam ruangan kantornya.
“Bu Caena, ada seorang pria yang ingin bertemu dengan anda,” ucap Cidia setelah masuk ke ruangan Caena.
“Siapa?” tanya Caena penasaran namun tetap tatapannya mengarah ke berkas-berkas yang berisi laporan di hadapannya.
“Pak Centrosema Pubescens.”
Deg.
Caena seketika menghentikan aktifitasnya memeriksa berkas. Ia menatap Cidia dengan tatapan yang sulit di ungkapkan. Baru kali ini, Cidia melihat raut muka Caena yang berbeda dengan biasanya. Ini merupakan hal baru yang patut untuk di dokumentasikan. Tanpa sadar Caena melamun dan tidak menjawab pertanyaan dari Cidia, sehingga membuat Cidia kembali bertanya, apakah tamu di luar di suruh masuk ataukah tidak.
“Jadi bagaimana bu Caena?”
Tidak ada jawaban, Caena masih asyik dengan lamunannya.
“Bu Caena.”
“Ibu Leucaena Leucocephala.” Ketegasan Cidia dengan memanggil nama panjang Caena, membuat Caena seketika sadar dari lamunannya.
“I-iya Cidia,” jawab Caena menjadi gagap
“Apakah tamunya di suruh masuk atau~” ucapan Cidia terpotong oleh Caena yang langsung mengatakan iya.
“Suruh masuk.”
“Baik, saya permisi dulu bu,” ujar Cidia pamit. Dan Caena hanya menganggukkan kepalanya. Caena berusaha untuk memperbaiki penampilannya yang sudah acak-acakan karena banyaknya berkas yang harus ia periksa.
Tok tok tok
“Masuk,” perintah Caena dengan dingin. Caena tidak ingin memperlihatkan sisi hangatnya kepada Sema. Sema pun melangkah masuk. Ia berdiri di hadapan Caena, menunggu untuk di persilahkan duduk. Sedang Caena berpura-pura sibuk dengan berkas laporannya.
“Ehem, kamu sibuk banget yah!” seru Sema membuat Caena melirik sebentar ke arahnya. Namun setelah itu kembali berpura-pura fokus.
Tap tap tap
Sema melangkah mendekati Caena, seketika Caena gugup dan berkeringat dingin. Caena khawatir, Sema menghampirinya untuk memeluk dirinya, sama seperti kemarin saat di acara perjodohannya dengan Sema.
Caena mengangkat kepalanya dan rupanya ada Sema di hadapannya.
Dag dig dug
Suara jantung Caena langsung memburu. Debarannya sangat terasa dan mungkin akan terdengar oleh Sema.
“Maaf, jangan terlalu dekat. Silakan duduk di sofa. “ Caena berusaha untuk bersikap biasa namun sikap dinginnya mulai tidak terasa. Dan Caena menyingkirkan tangan Sema dari meja kerjanya.
Tap tap tap
Caena berjalan untuk menuntun Sema menuju ke sofa yang tersedia di ruangannya. Dan Sema pun mengikuti langkah Caena tanpa memberikan aksi protes sedikitpun.
“Duduklah," ujar Caena mempersilakan Sema untuk duduk, tanpa sedikitpun menatap wajah tampan Sema. Lalu Sema pun duduk dan di ikuti oleh Caena sendiri.
“Ada apa ke sini?” tanya Caena tidak ingin basa-basi. Masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan meskipun kehadiran Sema memberikan rasa nyaman di salah satu bagian hatinya.
“Tolong beri aku kesempatan, Caena. Aku akan membuktikan kepadamu bahwa aku bisa membuatmu bahagia. Aku akan menerima segala apapun yang ada pada dirimu. Baik dan burukmu,” tutur Sema mantap dengan pilihannya. Untuk kali ini, ia tidak ingin mundur begitu saja. Kesempatan yang datang padanya, tidak ingin Sema sia-siakan.
“Masalahnya bukan itu Sem. Kau lelaki baik-baik sedang aku... “ batin Caena lagi-lagi merendahkan dirinya. Rasanya Caena sangat tidak pantas jika di hadapkan dengan lelaki tampan dan mempesona serta baik seperti Centrosema Pubescens. Masih banyak wanita yang jauh lebih baik dari Caena yang menginginkan Sema.
“Aku bukan orang baik Sem. Aku tidak pantas untukmu.” Caena mulai jujur dengan perasaanya
“Aku juga bukan orang baik Caena. Tidak ada manusia yang sempurna. Tapi bukankah Tuhan menciptakan kita untuk saling menyempurnakan?” ujar Sema yang mulai membuat Caena sedikit luluh tapi tetap bertahan dengan prinsipnya.
“Kamu enggak ngerti Sem,” elak Caena dan terus mendorong Sema untuk pergi, dari hidupnya dan dari hatinya.
“Maka buat aku mengerti, Na. Aku memang bukan lelaki peka yang bisa membaca pikiran dan hati kamu. Tapi aku ingin berusaha bahwa kamu mau meluahkan perasaan mu padaku tanpa kamu bilang. Terserah kamu menganggapku lelaki yang seperti apa, tapi tolong jangan buang aku untuk ke sekian kalinya. Aku tahu kamu pasti merasakan sakit yang sama denganku. Aku tahu perasaan mu, Na.”
Tes tes tes
Caena menangis mendengar ungkapan manis yang sangat tulus menelisik masuk ke dalam hatinya. Baru kali ini, ada lelaki yang mencoba meyakinkan hatinya agar bisa bangkit dari keterpurukan ini. Sema menghampiri Caena, lalu membawa Caena dalam pelukannya. Menghantarkan wanita itu dengan sentuhan tulus darinya. Dan Caena hanya bisa menikmati sikap lembut Sema dan terus menangis dalam pelukan lelaki berdada bidang itu, sangat nyaman dan empuk.
“Kalau kamu belum yakin. Maka tolong beri aku kesempatan untuk mengenal mu lebih jauh lagi Caena. Jangan tutupi hatimu terhadap datangnya cinta. Aku tidak mau kamu tersiksa dan kesusahan.”
.. To be continued..
“Kalau kamu belum yakin. Maka tolong beri aku kesempatan untuk mengenal mu lebih jauh lagi Caena. Jangan tutupi hatimu terhadap datangnya cinta. Aku tidak mau kamu tersiksa dan kesusahan.”Caena melepas pelukannya dari Sema, wajah Caena memerah karena malu. Caena langsung membuang wajahnya dan bangkit dari duduknya lalu berdiri menghadap ke arah luar jendela.“Kamu terlalu baik untuk orang sepertiku, Sem. Masih banyak wanita baik-baik yang menginginkanmu di luar sana. Biarkan aku dengan kesendirian ku.” Caena tetap kekeuh dengan keputusannya untuk mendorong Sema pergi.“Jika menurutmu aku terlalu baik, maka aku akan menjadi orang jahat untuk bisa bersamamu,” tekad Sema tidak pernah padam. Caena tertawa mendengar pernyataan Sema.“Hahahah. Kamu tidak akan pernah bisa menjadi orang jahat Sem. Aku tahu kamu,” ucap Caena yang langsung membuka peluang untuk Sema.“Berarti kamu mengaku kan, kalau sela
“Caena, kamu mau pesan menu apa?”Saat ini, Caena dan Sema telah berada di salah satu kafe yang ada di bawah samping kantor Caena. Setelah perbincangan yang sangat manis tadi, Caena memutuskan untuk mulai membuka hatinya. Jikapun suatu saat Sema ingin mundur, setidaknya Caena telah berusaha untuk menghindar terlebih dahulu agar ia memiliki alasan bahwa bukan diri Caena yang mengejar-ngejar Sema.“Ada nasi goreng mawut, enggak?” tanya Caena. Nasi goreng mawut spesial yang menjadi andalan Caena. Ia sangat suka menu ini. Tidak terhitung sudah berapa kali dalam seminggu ia terus memesan menu yang sama. Dan Sema pun ingat tentang kebiasaan Caena yang selalu memesan menu itu setiap Caena di kampus dulu. Namun kini Sema ragu, mungkin saja selera Caena telah berubah namun nyatanya tidak.“Kamu enggak berubah yah!” tutur Sema sembari tersenyum manis. Pria di hadapan Caena ini tampan sekali.“Berubah kok,&
“Aku tidak tahu, kamu memiliki hubungan apa dengan Caena di masa lalu. Tapi di masa ini dan di masa depan nanti. Caena adalah milik ku. Bagaimana pun masa lalunya,” desis Sema sarkastik namun tetap berusaha bersikap tenang.Setelah mengucapkan apa yang ingin ia katakan, Sema pun melangkah pergi ke dalam mobilnya dan membawa Caena pergi dari tempat tersebut.“Brengsek!!!”Chromolaena teriak sembari marah-marah. Meja-meja dan juga kursi yang ada di kafe tersebut tidak lepas dari amukannya. Baru kali ini Chromolaena merasa di tantang oleh pria yang dekat dengan Caena.Selama ini, setiap pria yang berusaha untuk datang mendekat pada Caena pasti akan selalu terkena masalah. Dan pria-pria lemah itu akan dengan liciknya mundur begitu saja. Hingga pada akhirnya, yang terkena sasaran pembatalan lamaran adalah Caena.Caena selalu menutupi semua itu dengan usahanya merendahkan dirinya sendiri. Semua itu Caena lakukan
Kriiiing. “Halo Sayang, kok kamu tumben telpon Papah pada saat masih jam kantor seperti ini?” sapa Arachis sembari bertanya pada istrinya, Setaria. “Pah, kamu sudah di hubungi oleh Caena apa belum?” tanya Setaria dengan suara yang terdengar khawatir dan gelisah. “Belum Mah. Memangnya Caena kenapa?” Arachis mulai ikutan khawatir. “Tadi Cidia telpon Mama, Pah. Katanya, ada seorang pria yang datang marah-marah ke kafe samping kantornya Caena. Dan di sana, terlihat pria itu sedang bertengkar dengan Caena dan juga Sema. Cidia bilang, Caena terlihat sangat ketakutan. Dan sekarang, handphone Caena tidak Aktif, Pah. Duh Pah, Mama khawatir banget sama anak kita, Caena. Mama takut Caena kenapa-napa Pah, hiks,” cerita Setaria sembari meneteskan air mata karena khawatir kepada anak tercinta. “Siapa laki-laki yang di maksud itu? Apa mungkin... “ batin Arachis, tapi terpotong dengan suara khawatir Setaria di seberang telpon. “Pah, jadi gimana
"Ada apa sebenarnya dengan mu Leucaena Leucocephala ? Kenapa kamu tidak mau menerima lamaran dari pria baik seperti Calliandra callothyrsus! Pria seperti apalagi yang kamu inginkan!" ujar Arachis Pintoi ayah dari Caena.Sejujurnya, sebagai orang tua Arachis sangat lelah dengan sikap dingin anaknya terhadap pria manapun. Padahal, Caena adalah wanita yang terlihat sangat ceria dan terbuka pada siapapun dan dalam hal apapun, namun ketika membicarakan tentang pernikahan, Caena seperti mati rasa dan tidak ingin membahasnya."Maafkan Caena Papa. Caena hanya belum siap untuk menikah." Jawaban yang sama seperti beberapa minggu yang lalu. Bukan hanya sekali, tapi sudah berkali-kali Caena di lamar oleh banyak pria. Para pria yang melamarnya bukanlah berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Melainkan dari keluarga terhormat, orang kaya dan pebisnis-pebisnis sukses. Namun, tidak ada satupun yang dapat meyakinkan hatinya untuk menerima salah satu dari mereka.
“Rupanya kalian sudah saling kenal. Baguslah kalau seperti itu. Sepertinya perjodohan ini akan menjadi lebih mudah,” ujar Arachis dengan perasaan senang.“Iya. Syukurlah kalau seperti itu.” Seorang pria yang sepertinya ayah Sema menyambut senang perkataan Arachis.Ke empat orang itu saling ngobrol dengan gembira. Bertukar kabar dan membanggakan anaknya masing-masing. Sedangkan kedua insan itu hanya terdiam membisu tanpa mengatakan apapun. Caena membuang wajahnya, hatinya takut sekaligus senang bertemu kembali dengan Sema. Pria yang sebenarnya pernah ada di hati Caena, namun karena dirinya tidak siap maka lagi-lagi itu menjadi penghalangnya untuk maju dan bersikap dingin kepada pria itu.Sedangkan Sema sendiri, Sema terus menatap Caena, sungguh Sema rindu dengan wanita di hadapannya ini. Dua tahun berpisah membuat Sema tidak mampu untuk menahan dirinya lagi, apalagi sekarang ia tahu bahwa Caena adalah wanita yang akan di jodohkan dengannya