"Akhirnya aku sampai di kota Peak pulau Bermuda,” ujar pria tampan berpenampilan sederhana. Jaket hijau lumut dengan topi berwarna senada, sepatu boots serta tatapan tajamnya menambah kesan dingin pada dirinya.
Kedua kaki si pria melangkah memasuki gedung pencakar langit perusahaan Wijaya Corp yang merupakan perusahaan terbesar nomor satu di pulau Bermuda. Dia meraih ponselnya yang bergetar dari saku celana.Pria itu tersenyum ketika membaca nama penelepon di layar ponsel. Dia lantas menyapa lawan bicaranya, "Halo, Nona Ciara Darwin!""Kamu di mana, Kevan Hanindra? Kenapa hari ini nggak datang ke rumahku? Kamu kuliah?"Kevan menyipitkan matanya menyesuaikan pencahayaan di dalam lobi. Dia menatap ke sekeliling sambil mengagumi interior kantor Wijaya Corp."Aku cuti bekerja selama dua hari, Nona," jawab Kevan lembut seperti biasanya. "Dan sekarang, aku sedang berada di pulau Bermuda.""Apa?! Pulau Bermuda?! Kamu menemui pacarmu?!" tanya Ciara dengan nada tinggi bercampur emosi.Kevan mengangguk dan menjawab, "Ya benar, Nona." Dia membenarkan dugaan Ciara.Terdengar desah napas panjang dari lawan bicaranya."Oke," ucap Ciara, lalu mengakhiri sambungan telepon begitu saja.Kevan menghela napas. "Hmm, semoga Cia baik-baik aja selama aku tinggal," ucapnya penuh harap.Kevan menyimpan ponselnya kembali. Dia menatap seorang wanita yang bertugas sebagai resepsionis Wijaya Corp."Permisi, Nona. Apa Nulla ada?"Si wanita menghentikan pekerjaannya. Kemudian, menatap Kevan dengan bingung."Kamu siapa? Berani sekali memanggil Bu Nulla hanya nama depannya."'Astaga! Ketus sekali wanita ini!' seru Kevan mengomel di dalam hati."Aku pacarnya Nulla Hanifah. Apa dia ada?"Bukannya menjawab dengan ramah, petugas resepsionis justru menatap Kevan sinis. Dia memandangi Kevan dari atas kepala hingga ujung kaki.Si wanita menunjuk-nunjuk Kevan sambil berseru, "Eh, Mas! Jangan halu! Lihat penampilan kamu!""Apa ada yang salah dengan penampilanku?"Si wanita tersenyum sinis. "Bu Nulla nggak mungkin pacaran sama gembel kayak kamu!""Gembel? Kamu bilang gembel hanya karena melihat penampilanku?"Suasana menjadi ramai karena si wanita berteriak. Beberapa karyawan datang dan menatap Kevan dengan keheranan. Mereka saling berbisik.Tidak lama kemudian, kedua telinga Kevan menangkap suara wanita yang sangat dikenalnya. “Itu pasti Nulla!” serunya.Kedua mata Kevan tertuju pada wanita berpakaian kemeja kuning gading dengan rok sebatas lutut yang ketat. Rambut panjang pirangnya dibiarkan tergerai sehingga menambah kesan seksi."Nulla!" panggil Kevan menyerukan nama si wanita. Dia melambaikan tangan ketika Nulla menatapnya.Langkah Nulla sontak terhenti, begitu juga dengan langkah pria di sampingnya. Nulla tersentak saat melihat sosok Kevan berdiri di depannya.Tatapan Kevan beralih ke pria di sisi kanan Nulla. ‘Siapa dia?’ tanyanya membatin.Kevan tersenyum saat Nulla menatapnya. Namun, tidak sebaliknya."Kevan, kamu? Kamu ngapain di sini?"Nulla berjalan mendekati Kevan. Dia salah tingkah karena banyak pasang mata yang memperhatikannya.Nulla melotot. Dia tampak tidak senang dengan kehadiran Kevan.Kedua bola mata hitam Kevan terlihat bahagia bertemu dengan pacarnya. "Iya, ini aku, Nulla Hanifah," sahut Kevan masih dengan senyumnya yang manis. "Kamu sudah selesai kerja, kan? Ayo kita pergi!" ajaknya kemudian.Nulla menoleh ke kanan dan kirinya. Dia menatap pria yang sejak tadi bersamanya."Nulla, siapa dia?" tanya pria itu. Wajah tampannya terlihat kebingungan sekaligus penasaran."Perkenalkan," ujar Kevan sembari mengulurkan tangan kanan kepada si pria. "Aku Kevanーpacar Nulla. Bukannya kamu tunangan Nonaー"Kevan belum selesai berbicara. Namun, pria beralis tebal dengan belahan dagu itu memotong pembicaraannya seraya mengerutkan kening."Nulla, benar dia pacar kamu? Bukannya kamu bilang, nggak ada pacar? Aku nggak menyangka, sekretarisku yang cantik dan seksi memiliki selera pria rendahan seperti dia!" seru si pria sambil menunjuk Kevan.Kevan melihat wajah Nulla berubah merah padam. Karena tidak ada tanggapan apapun dari si pria, Kevan terpaksa menarik tangannya lagi."Uhm, iーitu, Pak Miguel ...."Nulla yang kebingungan segera melemparkan tatapan penuh amarah kepada Kevan. Dia emosi dan malu karena Kevan muncul di kantornya mendadak."Nulla, kamu tahu? Pacarmu ini bahkan bekerja paruh waktu sebagai bodyguard tunangankuーCiara Darwin. Ha! Ha! Ha!"Miguel tertawa terpingkal-pingkal. Dia puas berhasil membuat Kevan merasa malu di depan Nulla.Kevan mengepalkan kedua tangan menahan amarah. Kevan melihat beberapa karyawan di sana tidak berhenti bergosip. Namun demi menjaga nama baik dan perasaan Nulla, Kevan tidak membalas perlakuan Miguel.“Kevan, kamu benar-benar membuatku malu!” tuding Nulla dengan nada tinggi.Miguel mengenakan jas hitam dan jam Rolley Alexander. Di tangannya, dia memegang kunci mobil Rolls-Royce keluaran terbaru.“Nulla, pacar kamu ini ….” Miguel memainkan kedua bola matanya ketika menatap sinis ke arah Kevan.Nulla memusatkan perhatiannya pada Kevan, begitu juga dengan semua orang.“Hmm, jika dilihat-lihat … penampilan pacarmu sangat sederhana. Tidak ada barang branded yang menempel di badannya. Apa dia berasal dari keluarga miskin? Kamu terlalu berharga untuk pria miskin seperti dia, Nulla!”Miguel tersenyum sarkas. Dia bertolak pinggang. Tidak lama kemudian, Miguel menyalakan rokoknya.Lagi, Kevan melihat perubahan pada wajah Nulla. Dia merasa tidak enak hati pada Nulla. Namun, dia juga tidak bisa menerima penghinaan yang dilontarkan Miguel.“Nulla, akuー”Nulla berteriak seketika, “Stop, Kevan!” Nulla memalingkan wajah ke arah lain bermaksud menghindari kontak mata dengan Kevan. “Apa yang dikatakan Pak Miguel memang benar. Apa kamu nggak sadar?”Miguel terlihat senang dengan respon Nulla yang memihaknya. Dia mengembuskan asap rokok ke udara dengan bebas sambil sesekali tersenyum.Kevan sangat risih dengan tingkah Miguel. ‘Astaga! Bukankah di ruangan ber-AC seperti ini dilarang merokok?’ pikirnya tiba-tiba.Kevan menatap Nulla dengan curiga. “Maksud kamu?” tanyanya kemudian. “Sadar akan hal apa? Aku nggak merasa sudah melakukan kesalahan.”Nulla menggigit bibir bawahnya. Dia berkata, “Pak Miguel benar. Kamu terlalu miskin dan nggak pantas jadi pacar aku, Kevan. Kamu bahkan nggak pernah berikan aku hadiah atau barang mewah seperti keinginanku.”“Aku sedang berusaha, Nulla. Nih, coba lihat!” Kevan menyodorkan sebuah goody bag hitam kepada Nulla. “Aku membawa hadiah anniversary kita yang ke-4. Bukalah!”Nulla mengambil goody bag dari tangan Kevan, lalu membukanya. Semua orang tidak sabar ingin melihat isinya, termasuk Miguel.“Nulla, apa kamu ingat? Hari ini adalah hari bersejarah kita.” Kevan berbicara dengan antusias, tetapi Nulla mengabaikannya.Nulla mengeluarkan sebuah tas berwarna hitam elegan favoritnya. Kedua matanya berkaca-kaca. ‘Ini … ini adalah tas Daisy Cool yang aku beritahu Kevan dua hari lalu. Dia benar-benar membelinya untukku,’ batin Nulla. Dia menatap Kevan tanpa bisa berkata-kata.“Nulla, kamu yakin pacarmu yang miskin ini mampu beli barang mahal? Jangan-jangan tas yang kamu pegang itu palsu!” sindir Miguel. Dia menginjak rokoknya hingga padam.“Jaga bicaramu!” tegur Kevan kesal.“Kamu yang seharusnya jaga bicaramu, Kevan!” teriak Nulla. “Pak Miguel Wijaya ini Bos aku. Dia benar. Seharusnya aku nggak percaya gitu aja sama kamu!”Nulla terhasut dengan perkataan Miguel. Dia mengembalikan tas tersebut dengan kasar hingga mengenai dada Kevan.Brak!“Nih, aku kembaliin tasnya. Aku malu pakai barang palsu.”“Ini bukan barang palsu, Nulla!” bantah Kevan tidak mau kalah. “Aku belinya di toko official Daisy Cool. Kalau kamu nggak percaya, aku bisaー”Nulla menutup kedua telinganya sambil menggeleng. Dia enggan mendengarkan penjelasan Kevan.Nulla mendongakkan wajahnya menatap pria yang sudah dipacarinya selama 4 tahun ini. “Stop, Kevan! Mulai detik ini, kita putus!” serunya. Dia berbalik menatap Miguel. “Ayo, Pak! Kita pergi sekarang.”Jantung Kevan berdegup kencang saat mendengar seruan Nulla barusan. Hatinya bertambah hancur melihat Nulla menggandeng tangan Miguel.“Tunggu, Nulla!” Kevan meraih tangan kanan Nulla, lalu menariknya.“Ahh!” teriak Nulla terkejut. “Lepasin aku, Kevan! Aku bilang, kita putus. Paham?”“Nggak. Aku nggak mau putus,” ucap Kevan menolak keinginan Nulla. “Atas dasar apa kamu mutusin aku? Bahkan kamu nggak beri aku kesempatan untuk jelasin hal yang sebenarnya. Kenapa kamu berubah, Nulla?”Nulla dan Kevan telah mengenal sejak sekolah menengah atas. Namun, mereka resmi berpacaran setelah lulus sekolah. Karena Nulla berasal dari keluarga menengah, dia berhasil lulus kuliah dan berkarir lebih dulu daripada Kevan.Nulla mencoba melepaskan tangannya dari Kevan. “Lepasin aku, Kevan! Aku nggak mau sama kamu yang miskin. Apa itu nggak cukup jelas?”“Aku sekarang memang miskin. Tapi, aku sedang berusaha, Nulla,” balas Kevan sambil melemparkan tatapan memohon. “Sabarlah sedikit!”“Sabar kata kamu?! Sabar sampai kapan, hah?!” Nulla menghempas tangan Kevan.Plak!Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Kevan. Semua orang yang berada di sana memekik tertahan dengan menutup mulut mereka. Namun, tidak dengan Miguel yang justru tertawa puas.“Ha! Ha! Ha! Kau pantas mendapatkannya, hei pria miskin!” ejek Miguel dengan tatapan merendahkan. "Jika kamu butuh pekerjaan tambahan, kamu bisa bekerja membersihkan sepatuku."Kevan terkejut dan sakit hati dengan perlakuan Miguel. Kevan menggertakkan gigi.“Nulla, kau?!”“Sekarang lebih baik kamu pergi dari kantorku dan jangan pernah datang lagi!”Selesai mengatakan kalimat barusan, Nulla pergi bersama Miguel. Kevan melihat keduanya masuk ke mobil mewah yang dipastikan milik Miguel.“Gembel kayak kamu memang pantas diperlakukan seperti tadi!” seru wanita resepsionis dengan senyum sinis.“Mas, kasihan banget sih! Lebih baik kamu mencari wanita lain, selain Bu Nulla,” ujar wanita rambut pendek.Karyawan lain pun ikut menimpali dengan berkata, “Benar. Sejak Bu Nulla diangkat menjadi kepala sekretaris, sikapnya menjadi sangat angkuh dan ….” Kalimatnya terjeda. Dia menoleh menatap teman-temannya.“Dan?” Kevan menjadi sangat penasaran dibuatnya. “Dan, apa?”"Kabar burung berkata, Bu Nulla jadi wanita simpanan Bos,” ujar wanita tadi sambil celingukan. "Ladies, berhentilah gosip!" tegur Kevan singkat. "Lagipula, Nulla nggak mungkin kayak gitu."Kevan merasa sangat mengenal Nulla. Dia tidak akan diam begitu saja mendengar beberapa orang menjelek-jelekannya. “Cih, Bu Nulla pasti lebih memilih Pak Miguel yang kaya raya daripada pria miskin kayak kamu," celetuk si wanita resepsionis. Dia melanjutkan kembali pekerjaannya. “Sana pergi!”Empat karyawan wanita di sana saling pandang. Mereka melihat Kevan melangkah pergi. Namun, salah seorang diantara mereka memberanikan diri mendekati Kevan.“Mas, tunggu!” Wanita berkemeja putih memanggil Kevan. "Mas, mau lihat?" tanyanya.Kevan ragu dan bertanya, "Apa ini?""Lihat aja dan kamu akan tahu kelakuan mantan pacarmu itu!"Dengan ditunggangi rasa ingin tahu yang tinggi, Kevan akhirnya mengambil ponsel wanita itu. Dia melihat sebuah video mengejutkan."Dia ... Nulla?!"Kevan menatap wanita di depannya
"Aku harus cepat-cepat sampai di rumah," ujar Kevan. Kevan mempercepat langkah menuju rumahnya yang berada di dalam gang. Dia melihat pintu rumah terbuka. Dia lantas sedikit menundukkan kepala saat memasuki rumah sewa sederhana orang tuanya. “Kevan, kamu udah pulang?” tanya wanita bermata sayu dengan kantong mata menghitam. “Kemarilah!”Kevan melihat tiga orang asing di dalam rumahnya. Dua diantaranya adalah sepasang suami istri yang tua renta dan satunya pria muda dengan perkiraan usia awal 40 tahun.Semua mata tertuju pada sosok Kevan. Namun dengan santainya, Kevan berjalan menghampiri ibunya. “Ya, Ma,” jawab Kevan singkat. “Ehem,” si pria tua berdeham. Tingkahnya terlihat arogan. Berbeda dengan wanita tua yang tersenyum ramah ketika Kevan menatapnya.Pasangan tua renta itu duduk berhadapan dengan kedua orang tua Kevan. “Ma, siapa mereka?” tanya Kevan berbisik. Dia menunjuk pasangan tua renta dengan dagunya. “Dan, siapa pria berkumis yang berdiri di belakang mereka?”“Jasmine!”
'Rasanya nyaman sekali terbang dengan pesawat jet pribadi,' gumam Kevan dalam hati. 'Dan sekarang, aku nggak sangka bisa ngerasain duduk di dalam mobil Rolls-Royce Boat Tail berwarna hitam pekat. Sungguh beruntungnya aku!'Kevan telah sampai di ibukota Paloma yang berada di pulau Orion. Dia dan Cinta duduk di kursi belakang. Sedangkan Christian duduk tepat di samping sopirーDabin Yu."Kita akan sampai sebentar lagi, Kevan," ujar Cinta memberitahu cucunya. Cinta tidak berhenti tersenyum sejak bersama Kevan. Dia juga terus menerus menggenggam tangan Kevan seolah tidak ingin terpisahkan. Mobil yang membawa Kevan berhenti di depan gerbang hitam tinggi. Begitu gerbang terbuka, mobil melaju bebas memasuki area mansion mewah bergaya Victorian. Kevan ternganga melihat pemandangan di depannya. "Astaga! Pemandangan malam di sini sangat indah!" pekiknya."Ha! Ha! Ha!" Cinta tertawa. "Mansion ini akan menjadi tempat tinggal mu mulai sekarang."Mobil berhenti di depan bangunan mansion utama. Beb
"Apa maksudnya, Pa?" tanya Julian begitu Christian selesai berbicara. Leon tidak mau kalah. Dia juga memberikan pertanyaan kepada Christian, "Di kantor cabang mana dia akan bekerja dan sebagai apa?"Ken yang sejak tadi hanya diam pun ikut bertanya, "Apa dia punya pengalaman?" Christian meletakkan alat makannya meskipun dia belum selesai. Dia menatap wajah anak-anaknya yang terlihat marah bercampur cemas. Christian melihat Cinta mengangguk kepadanya. "Dabin, panggil mereka!" perintah Christian."Ya, Tuan." Dabin menepuk tangannya tiga kali. Tidak lama kemudian, masuklah dua pria dan satu wanita ke ruang makan. Semua orang menatap ketiga orang asing tersebut dengan curiga."Siapa mereka?" tanya Julian tidak sabar. Dabin mengambil alih situasi. Dia membungkuk di hadapan Kevan. "Tuan Muda, perkenalkan," ujar Dabin memulai pembicaraan. "Pria bermata sipit keturunan Nexterra-Tionghoa ini bernama Ziyad Manantaーasisten Anda."Semua orang terkejut. Begitu juga dengan Kevan. "Wanita di s
"Kamu bawa apa, Omar?" Pandangan Kevan menatap sesuatu di tangan Omar. "Ini adalah album foto keluarga Hanindra. Tuan Dabin sudah menyiapkannya untuk Anda," jawab Omar. Dia menyerahkan album foto tersebut kepada Kevan.Terpancar rasa penasaran dari kedua mata Kevan. Dia segera mengambilnya.Kevan membuka album foto perlahan. Namun tiba-tiba, dia mendongakkan kepala. "Maudy, kamu balik aja ke kamar sekarang dan istirahat!" perintahnya.Maudy gugup. "Baーbaiklah, Tuan Muda," ujarnya terbata. "Tapi, sebenarnya saya mau jelasin beberapa poin terkait pekerjaan Anda besok.""Ah, itu gampang. Besok pagi aja." Kevan merespon Maudy dengan santai. Dia melihat-lihat beberapa foto yang tersusun rapi di album. "Kalau gitu, saya permisi, Tuan Muda," ujar Maudy dengan sedikit membungkuk. "Ya, sana pergi!"Kevan mendengar pintu kamarnya tertutup. "Apa kalian semua sudah lama kerja di sini?" tanyanya. Omar dan Ziyad saling menatap satu sama lain. Kevan masih asyik melihat satu persatu foto di album
"Ha! Ha! Ha!Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung. "Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan. "Dasar kampungan!" cemooh Gisele. "Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih. Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad. "Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken.
"Apa?! Kamu panggil aku apa?!"Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang. "Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram. "Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati. "Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya. "Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran. "Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin bang
"Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan