"Aku harus cepat-cepat sampai di rumah," ujar Kevan.
Kevan mempercepat langkah menuju rumahnya yang berada di dalam gang. Dia melihat pintu rumah terbuka. Dia lantas sedikit menundukkan kepala saat memasuki rumah sewa sederhana orang tuanya.“Kevan, kamu udah pulang?” tanya wanita bermata sayu dengan kantong mata menghitam. “Kemarilah!”Kevan melihat tiga orang asing di dalam rumahnya. Dua diantaranya adalah sepasang suami istri yang tua renta dan satunya pria muda dengan perkiraan usia awal 40 tahun.Semua mata tertuju pada sosok Kevan. Namun dengan santainya, Kevan berjalan menghampiri ibunya.“Ya, Ma,” jawab Kevan singkat.“Ehem,” si pria tua berdeham. Tingkahnya terlihat arogan. Berbeda dengan wanita tua yang tersenyum ramah ketika Kevan menatapnya.Pasangan tua renta itu duduk berhadapan dengan kedua orang tua Kevan.“Ma, siapa mereka?” tanya Kevan berbisik. Dia menunjuk pasangan tua renta dengan dagunya. “Dan, siapa pria berkumis yang berdiri di belakang mereka?”“Jasmine!” panggil pria kurus yang duduk di samping kanan Jasmine. “Usia Kevan sudah 25 tahun. Sekarang, sudah saatnya dia tahu.”“Ya, Suamiku,” sahut Jasmine disertai anggukan. “Duduklah, Kevan! Mama akan mengenalkanmu pada Kakek dan Nenek!” perintah Jasmine tanpa senyum.“Ada apa ini, Pa? Ma? Apa Papa Theo dan Mama Jasmine sembunyikan sesuatu dariku?” tanya Kevan penasaran. Dia membuka topinya."Jasmine meraih tangan Kevan, lalu menggoyangkannya. “Ayo duduk!” perintahnya.Jasmine mendongakkan kepala menatap wajah anaknya. Dia terlihat begitu tenang.Sebagai anak penurut, Kevan duduk di sisi kiri Jasmine. Dia memandangi Jasmine dan Theo bergantian.Wajah Jasmine berubah serius. Dia menggenggam erat tangan kanan Kevan.“Perkenalkan, mereka berdua adalah Christian Hanindra dan Cinta Hanindra,” ujar Jasmine. “Mereka adalah kedua orang tua Mama yang berarti Kakek dan Nenekmu, Kevan.”Tunggu dulu, Ma!" seru Kevan. Dia memejamkan mata sesaat berusaha mengingat sesuatu. "Maksud Mama, mereka adalah keluarga Hanindra pemilik gurita bisnis di negara Nexterra yang berkuasa itu?"Kevan melihat Jasmine mengangguk. Kevan kembali bertanya, "Mereka ... pemilik perusahaan multinasional Hanindra Holdings Company? Lalu, pria berkumis itu?"Jasmine kembali mengangguk. Dia berkata, “Ya, Kevan. Mereka berasal dari kota Paloma, pulau Orion. Dan, pria berkumis itu Dabin Yuーasisten Kakek.”“Pulau Orion? Pulau terindah di negara Nexterra?” tanya Kevan dengan terkejut. “Aku baru tahu, Mama masih punya orang tua. Tapi, apa benar mereka Kakek dan Nenekku?”“Bukan hanya pulau terindah, melainkan juga pulau terkaya di Nexterra, Kevan,” ucap Cinta. Suaranya begitu lembut sama seperti Jasmine.“Anda … kenal saya?"Cinta tertawa kecil. Dia menutup mulutnya dengan tangan kanan. “Kamu anak yang manis, Kevan. Mulai sekarang, panggil saya Nenek!”Kevan terlihat enggan menimpali perkataan Cinta. Dia buru-buru memalingkan wajahnya ke arah Jasmine.“Katakan kalau ini nggak benar, Ma!” pinta Kevan dengan merendahkan suaranya.Jasmine menggeleng. “Inilah kenyataannya, Kevan. Kakek dan Nenek ke sini untuk menjemputmu,” ujarnya lagi.Kevan masih terdiam. Otaknya berusaha mencerna setiap kalimat yang diucapkan Jasmine."Nggak, Ma!" seru Kevan menolak. "Aku nggak akan pergi ke mana-mana. Lagipula, bagiku mereka hanyalah orang asing!""Kevan, dengar baik-baik!" pinta Jasmine. Dia menghela napas sejenak sebelum kembali berbicara. "Saat Mama seusiamu, Papa dan Mama nggak dapat restu dari Kakek juga Nenekmu. Kami berdua memilih untuk kabur dan menikah tanpa restu."Kevan memandangi Theo. Pria itu mengangguk membenarkan pernyataan sang istri."Mama pikir, nggak adil melibatkan kamu ke permasalahan kami, Kevan. Kamu berhak bahagia dan sekarang adalah saatnya."Jasmine berbicara sambil berlinang air mata. Kevan mengusap air mata yang mengalir di pipi sang ibu. Hatinya sedih setiap kali melihat Jasmine menangis."Dengarkan Papa, Kevan!" Theo menatap Christian tanpa ekspresi. "Bagaimana pun juga, kamu adalah Cucu pertama keluarga Hanindra, Kevan."Theo menatap Jasmine, lalu menatap anak tunggalnya."Ya, itu fakta yang nggak bisa terbantahkan," ujar Jasmine. "Kamu tahu, Kevan? 50% saham Universitas Golden Baubau dimiliki oleh keluarga Hanindra. Itulah sebabnya, kamu bisa berkuliah di sana dengan beasiswa 50%."Kedua mata Kevan melotot. "Benarkah? Jika memang begitu, kenapa Kakek nggak biarin aku kuliah gratis, Ma? Apa Kakek sepelit itu?""Ha! Ha! Ha!" Tawa Christina pecah. Semua orang terkejut, termasuk Cinta dan Dabin."Tuan, Anda tertawa? Apa pendengaran saya nggak salah?" tanya Dabin keheranan."Nggak. Saya dengar juga kok," jawab Cinta. "Kamu memang anak yang jujur, Kevan."Christian manggut-manggut. Dia berkata, "Jika Kakek biarin kamu kuliah gratis sedangkan nilai akademik mu biasa aja, apa kamu nggak curiga? Lagipula ... Kakek mau lihat seberapa hebatnya kamu mencari uang untuk biaya kuliah.""Kevan, ikutilah keinginan Mama!" seru Theo tiba-tiba."Haruskah?" tanya Kevan sedikit kesal. "Gimana kalau aku nggak mau?""Ya," jawab Theo. "Tempatmu bukan di sini, melainkan di mansion keluarga Hanindra."Suasana menjadi hening sesaat. Semua orang menunggu respon Kevan. Namun hingga kini, Kevan tidak berkata apapun."Nggak perlu basa-basi lagi," ujar Christian menghidupkan suasana. "Kami datang ke tempat kumuh ini untuk membawamu ke Paloma. Setelah hari wisuda nanti, kamu akan menjabat sebagai wakil komisaris perusahaan keluarga Hanindra."Kevan menggeleng dengan cepat. "Nggak!" serunya tegas. "Aku nggak akan pergi tinggalin orang tua. Persetan dengan jabatan apapun! Aku nggak peduli."Kevan memang keras kepala. Namun, pernyataan Kevan barusan justru membuat Cinta senyum-senyum."Lihatlah, Christian!" seru Cinta kepada suaminya. "Kevan keras kepala sama sepertimu. Dia benar-benar mencerminkan dirimu ketika masih muda dulu."Ada kebanggaan tersendiri bagi Christian melihat beberapa kesamaan sifatnya dengan Kevan. Namun, dia buru-buru menutupinya agar tidak terlihat buruk di mata orang lain."Kevan!" panggil Jasmine lembut. "Kami akan tetap di sini. Jika kamu bosan, datanglah kemari!""Anda tenang aja, Tuan Muda! Karena Tuan Besar Christian sudah membeli rumah besar di ujung jalan untuk kedua orang tua Anda," ujar Dabin, dia berjalan mendekati Theo."Hah?! Yang benar?!" tanya Kevan tidak percaya.Dabin menyerahkan dokumen di tangannya kepada Theo. "Ini sertifikat rumahnya. Anda dan Nyonya Jasmine akan menjadi Bos pengumpul barang bekas di kota Tango."Kevan melihat Christian duduk bersandar sambil tersenyum. Namun, dia tidak suka melihatnya.Kevan membuka mulutnya dan berkata, "Itu masih belum cukup." Tatapan Kevan dan Christian beradu."Apa maksudmu, Kevan?" tanya Jasmine kebingungan."Aku akan ikut mereka, tapi dengan satu syarat."Bagi Christian, pernyataan Kevan barusan begitu menantang. "Katakan!""Jangan ikut campur semua urusan saya karena yang saya butuhkan hanyalah dukungan Anda. Bagaimana, Kakek?"Semua orang menahan napas mendengar permintaan Kevan yang benar-benar di luar dugaan. Mereka menunggu jawaban Christian."Sepakat," sahut Christian begitu saja.Kevan tersenyum tipis. Dia menghela napas sebelum menjawab, "Oke. Aku akan ikut kalian."'Rasanya nyaman sekali terbang dengan pesawat jet pribadi,' gumam Kevan dalam hati. 'Dan sekarang, aku nggak sangka bisa ngerasain duduk di dalam mobil Rolls-Royce Boat Tail berwarna hitam pekat. Sungguh beruntungnya aku!'Kevan telah sampai di ibukota Paloma yang berada di pulau Orion. Dia dan Cinta duduk di kursi belakang. Sedangkan Christian duduk tepat di samping sopirーDabin Yu."Kita akan sampai sebentar lagi, Kevan," ujar Cinta memberitahu cucunya. Cinta tidak berhenti tersenyum sejak bersama Kevan. Dia juga terus menerus menggenggam tangan Kevan seolah tidak ingin terpisahkan. Mobil yang membawa Kevan berhenti di depan gerbang hitam tinggi. Begitu gerbang terbuka, mobil melaju bebas memasuki area mansion mewah bergaya Victorian. Kevan ternganga melihat pemandangan di depannya. "Astaga! Pemandangan malam di sini sangat indah!" pekiknya."Ha! Ha! Ha!" Cinta tertawa. "Mansion ini akan menjadi tempat tinggal mu mulai sekarang."Mobil berhenti di depan bangunan mansion utama. Beb
"Apa maksudnya, Pa?" tanya Julian begitu Christian selesai berbicara. Leon tidak mau kalah. Dia juga memberikan pertanyaan kepada Christian, "Di kantor cabang mana dia akan bekerja dan sebagai apa?"Ken yang sejak tadi hanya diam pun ikut bertanya, "Apa dia punya pengalaman?" Christian meletakkan alat makannya meskipun dia belum selesai. Dia menatap wajah anak-anaknya yang terlihat marah bercampur cemas. Christian melihat Cinta mengangguk kepadanya. "Dabin, panggil mereka!" perintah Christian."Ya, Tuan." Dabin menepuk tangannya tiga kali. Tidak lama kemudian, masuklah dua pria dan satu wanita ke ruang makan. Semua orang menatap ketiga orang asing tersebut dengan curiga."Siapa mereka?" tanya Julian tidak sabar. Dabin mengambil alih situasi. Dia membungkuk di hadapan Kevan. "Tuan Muda, perkenalkan," ujar Dabin memulai pembicaraan. "Pria bermata sipit keturunan Nexterra-Tionghoa ini bernama Ziyad Manantaーasisten Anda."Semua orang terkejut. Begitu juga dengan Kevan. "Wanita di s
"Kamu bawa apa, Omar?" Pandangan Kevan menatap sesuatu di tangan Omar. "Ini adalah album foto keluarga Hanindra. Tuan Dabin sudah menyiapkannya untuk Anda," jawab Omar. Dia menyerahkan album foto tersebut kepada Kevan.Terpancar rasa penasaran dari kedua mata Kevan. Dia segera mengambilnya.Kevan membuka album foto perlahan. Namun tiba-tiba, dia mendongakkan kepala. "Maudy, kamu balik aja ke kamar sekarang dan istirahat!" perintahnya.Maudy gugup. "Baーbaiklah, Tuan Muda," ujarnya terbata. "Tapi, sebenarnya saya mau jelasin beberapa poin terkait pekerjaan Anda besok.""Ah, itu gampang. Besok pagi aja." Kevan merespon Maudy dengan santai. Dia melihat-lihat beberapa foto yang tersusun rapi di album. "Kalau gitu, saya permisi, Tuan Muda," ujar Maudy dengan sedikit membungkuk. "Ya, sana pergi!"Kevan mendengar pintu kamarnya tertutup. "Apa kalian semua sudah lama kerja di sini?" tanyanya. Omar dan Ziyad saling menatap satu sama lain. Kevan masih asyik melihat satu persatu foto di album
"Ha! Ha! Ha!Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung. "Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan. "Dasar kampungan!" cemooh Gisele. "Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih. Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad. "Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken.
"Apa?! Kamu panggil aku apa?!"Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang. "Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram. "Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati. "Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya. "Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran. "Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin bang
"Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan
"Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva
"Astaga, Tuan!" Ziyad berseru disertai wajah yang kebingungan. "Ya ampun, Tuan Kevan!" Omar pun berseru sama seperti Ziyad.Kevan membenarkan topi hitam dengan gambar elang kecil. Wajahnya yang tampan tetap terlihat tenang meskipun mendapatkan sorot mata tajam dari kedua orang kepercayaannya.Kini, mereka sedang berada di dalam mobil mewah keluarga Hanindra yang berhenti di bahu jalan. "Mau sampai kapan kalian tatap aku kayak gitu? Hmm? Santai aja, guys! Wehehehe" Kevan terkekeh. "Gimana? Aku udah rapi belum?""Tuan, Andaー"Kevan tidak membiarkan Ziyad berbicara. Dia memainkan kedua matanya ketika berbicara. "Tenang aja! Tuan kalian ini sedang cosplay jadi bodyguard seorang Nona cantik keluarga Darwin. Yup! Selama aku pergi, kalian bisa tinggal di apartemen dan lakukan kerjaan lain.""Nona Ciara Darwin, kan?" Omar memberikan tas ransel milik Kevan ke pemiliknya. Kevan membuka pintu mobil. Dia ke luar dari sana menenteng tasnya.Kevan tersenyum seraya memakai tasnya. "Yes, Nona Cia,