Share

4. Cucu yang Terbuang

'Rasanya nyaman sekali terbang dengan pesawat jet pribadi,' gumam Kevan dalam hati. 'Dan sekarang, aku nggak sangka bisa ngerasain duduk di dalam mobil Rolls-Royce Boat Tail berwarna hitam pekat. Sungguh beruntungnya aku!'

Kevan telah sampai di ibukota Paloma yang berada di pulau Orion. Dia dan Cinta duduk di kursi belakang. Sedangkan Christian duduk tepat di samping sopirーDabin Yu.

"Kita akan sampai sebentar lagi, Kevan," ujar Cinta memberitahu cucunya.

Cinta tidak berhenti tersenyum sejak bersama Kevan. Dia juga terus menerus menggenggam tangan Kevan seolah tidak ingin terpisahkan.

Mobil yang membawa Kevan berhenti di depan gerbang hitam tinggi. Begitu gerbang terbuka, mobil melaju bebas memasuki area mansion mewah bergaya Victorian.

Kevan ternganga melihat pemandangan di depannya. "Astaga! Pemandangan malam di sini sangat indah!" pekiknya.

"Ha! Ha! Ha!" Cinta tertawa. "Mansion ini akan menjadi tempat tinggal mu mulai sekarang."

Mobil berhenti di depan bangunan mansion utama. Beberapa pelayan pria dan wanita berbaris dengan rapi menggunakan seragam.

"Berapa banyak pelayan yang Nenek miliki?" tanya Kevan takjub.

"Nggak banyak, hanya 112 orang yang tersebar di 3 bangunan mansion ini."

"Apa?! Nenek bilang hanya?!" Kevan menggeleng.

"Silakan, Nyonya!" seorang pria membukakan pintu mobil untuk Cinta.

"Ayo, Kevan!"

Pria tersebut tersentak saat Cinta menyebutkan nama Kevan.

"Maaf, Nyonya," sela si pria. "Dia ... Tuan Muda Kevanーanak dari Nona Jasmine dan Tuan Theo?"

Cinta menggenggam tangan kanan Kevan sambil mengangguk. "Benar, Rafiq. Ucapkan salam padanya!"

"Ah, nggak perlu seformal itu, Nek!" Kevan menolak keinginan Cinta.

Cinta menatap Kevan dengan pandangan tidak suka. "Dia, Rafiq Anseloーkepala pelayan keluarga Hanindra. Mengucapkan salam padamu merupakan hal yang sangat perlu dilakukan, Kevan. Karena kedudukanmu di sini sebagai Cucu pertama keluarga Hanindra."

Kevan terdiam. "Baik, Nek. Ke depannya, aku akan lebih hati-hati."

Rafiq membungkuk, lalu mengucapkan salam, "Selamat datang, Tuan Muda Kevan."

Kevan mengangguk tanpa mengucapkan apapun. Dia melihat semua pelayan mengikuti gerakan Rafiq.

Cinta membawa Kevan masuk ke bangunan mansion utama. Mereka berjalan mengikuti langkah Christian, Dabin dan Rafiq.

"Selamat datang kembali, Papa dan Mamaku tercinta!"

Seruan itu berasal dari pria berjenggot yang mengenakan pakaian kasual. Rambutnya tersisir rapi dan berhasil memberikan kesan berwibawa. Pria itu merangkul pundak Christian.

"Lepaskan tanganmu, Julian!" Christian berseru seraya melepaskan tangan Julian.

Kevan memusatkan perhatiannya pada Cinta. Namun, pendengarannya terfokuskan pada nama pria yang baru saja disebut Christian.

'Julian? Siapa dia? Berapa banyak anggota keluarga Hanindra yang tinggal di sini?'

"Ayolah, Pa! Kami sudah menunda waktu makan malam demi menunggu Anda dan Mama. Setidaknya hargailah kami!"

"Menunda makan malam beberapa menit nggak akan buat kalian mati kelaparan," sahut Christian tegas.

Mendapatkan jawaban tidak menyenangkan seperti itu membuat Julian terdiam. Dia tidak berkata apapun lagi.

Mereka berjalan menuju ruang makan yang terletak di bagian timur mansion utama. Kevan diam-diam memperhatikan setiap ruangan yang dilewatinya.

"Oh, siapa pemuda ini?" tanya Julian begitu menyadari kehadiran Kevan.

"Jangan banyak tanya!" hardik Christian. "Di mana Leon dan Ken?"

"Mereka semua menunggu Anda di ruang makan, Pa," jawab Julian tanpa melepaskan pandangannya dari Kevan.

"Hati-hati di belakang Anda, Tuan Julian!" seru Dabin.

Julian menghentikan langkah. Dia hampir menjatuhkan guci antik kesayangan Cinta.

Cinta melotot. Dia melepaskan tangan Kevan. "Kamu tahu berapa harga guci itu, Julian?" tanya Cinta kesal. "Mama mendapatkan guci antik itu di Madrid saat acara pelelangan. Jika kamu berani menyentuh atau bahkan menghancurkannya, jangan harap bisa hidup tenang di rumah ini. Ayo, Kevan!"

Christian menggeleng. “Jangan membangunkan singa betina dari tidurnya, Julian!” serunya sambil berlalu.

“Apa yang kamu pikirkan, Kevan?” tanya Cinta. Dia menyadari Kevan sedang memikirkan sesuatu.

“Berapa luas mansion ini, Nek? 9.000 meter, kah?”

Cinta menatap Kevan. “Bagaimana kamu tahu?”

Kevan tersenyum. “Hanya perkiraanku aja, Nek.”

“Lebih tepatnya, 9.754 meter persegi,” jawab Cinta.

Setelah berbelok kanan, akhirnya mereka tiba di ruang makan. Jantung Kevan mulai berdegup tidak beraturan saat melihat seluruh anggota keluarga Hanindra sudah duduk di ruang makan.

“Siapa gembel yang Papa bawa?” tanya seorang pria yang duduk di jajaran kursi sebelah kiri. Dia adalah Leon Hanindra.

Semua mata memandangi Kevan. Tidak ada pandangan bersahabat yang Kevan dapatkan.

Suasana ruang makan berubah ramai.

"Ya, siapa dia?"

"Kenapa Kakek membawa orang asing ke mansion kita?"

"Bisa-bisanya Kakek dan Nenek membawa gembel pulang. Rumah kita bukan tempat penampungan gembel!"

Christian geram dibuatnya.

“Tutup mulut kalian!” Christian berteriak.

Kevan berdiri di sisi kiri Christian bersama Dabin. Sedangkan Cinta berdiri di sisi kanan Christian bersama Rafiq. Kevan menatap wajah anggota keluarga Hanindra satu persatu seraya menghapalnya.

“Gembel yang kalian tanyakan ini adalah Kevan Hanindra. Dia Cucu pertama keluarga Hanindra yang tumbuh besar di luar mansion. Mulai sekarang, dia akan tinggal bersama kita.”

Usai Christian berkata, Leon bertanya, “Apa dia anak Jasmine?!”

Leon berdiri dengan membuka mata lebar-lebar. Semua orang menunggu jawaban Christian.

“Ya, dia anak kandung Jasmine Hanindra dan Theo Walcott,” jawab Christian sambil menepuk bahu kanan Kevan. “Duduklah, Kevan!”

Dabin berjalan menuju Leon. Lalu, menarik kursinya. “Silakan duduk, Tuan Muda!” serunya mempersilakan Kevan untuk duduk di kursi yang sebelumnya ditempati Leon.

Baru saja Kevan hendak melangkah, Leon berteriak, “Nggak bisa! Ini kursiku.”

Leon mendorong Dabin agar menjauh dari kursinya. Namun, Dabin tidak kehilangan ide.

“Tuan Muda Kevan adalah Cucu pertama keluarga Hanindra,” ujar Dabin tenang. “Jika Nona Jasmine dan Tuan Theo berada di sini, maka dipastikan mereka akan duduk tepat di sisi kiri Tuan Christian.”

Leon menahan kesal. Sepertinya dia enggan menyerahkan kursi itu pada Kevan. Namun, tatapan Christian membuat nyalinya menciut.

“Oke, oke.”

Setelah kursi kosong, Kevan duduk di sana berseberangan dengan Cinta.

"Jadi, Cucu keluarga Hanindra yang terbuang sudah kembali ke tempat asalnya?"

Semua orang menoleh ke arah sumber suara. Dia adalah seorang gadis.

"Jaga bicaramu, Gisele!" teriak Cinta. "Dia adalah Kakak sepupumu yang tertua."

Gisele tersenyum sarkas. "Tetap saja dia berbeda dengan Cucu yang lain. Karena kedua orang tuanya nikah tanpa restu." Gisele menggigit potongan pizzanya.

Semua anggota keluarga Hanindra tersenyum sinis kepada Kevan saat mendengar celotehan Gisele.

Brak!

Christian menggebrak meja makan hingga membuat beberapa orang terkejut.

Christian berseru, "Diam dan makanlah dengan tenang!"

Meja makan yang panjang mampu menampung semua anggota keluarga Hanindra. Acara makan malam berlangsung dengan hening sejak kemarahan Christian.

Kevan celingukan. Cinta menyadarinya dan bertanya, "Apa Yang kamu cari, Kevan?"

Kevan melihat para pelayan yang berdiri di belakang kursi anggota keluarga Hanindra memegang water jug. "Air mineral," jawabnya.

Cinta lantas mengangguk saat pelayan wanita yang berdiri di belakang kursi Kevan menatapnya. Pelayan tersebut segera mengisi penuh gelas Kevan.

"Maaf atas keteledoran saya, Tuan Muda," ujar pelayan wanita tersebut.

"Nggak apa-apa," jawab Kevan tenang. Kevan meminum dengan perlahan hingga akhirnya tersedak saat mendengar suara Christian.

"Mulai besok, Kevan akan mulai bekerja di perusahaan keluarga Hanindra."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nathan Ryuu
gpp, van! tandai aja mereka! /devil smirk/
goodnovel comment avatar
Anisa Salsabila P
ayo semangat, kevaan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status