'Rasanya nyaman sekali terbang dengan pesawat jet pribadi,' gumam Kevan dalam hati. 'Dan sekarang, aku nggak sangka bisa ngerasain duduk di dalam mobil Rolls-Royce Boat Tail berwarna hitam pekat. Sungguh beruntungnya aku!'
Kevan telah sampai di ibukota Paloma yang berada di pulau Orion. Dia dan Cinta duduk di kursi belakang. Sedangkan Christian duduk tepat di samping sopirーDabin Yu."Kita akan sampai sebentar lagi, Kevan," ujar Cinta memberitahu cucunya.Cinta tidak berhenti tersenyum sejak bersama Kevan. Dia juga terus menerus menggenggam tangan Kevan seolah tidak ingin terpisahkan.Mobil yang membawa Kevan berhenti di depan gerbang hitam tinggi. Begitu gerbang terbuka, mobil melaju bebas memasuki area mansion mewah bergaya Victorian.Kevan ternganga melihat pemandangan di depannya. "Astaga! Pemandangan malam di sini sangat indah!" pekiknya."Ha! Ha! Ha!" Cinta tertawa. "Mansion ini akan menjadi tempat tinggal mu mulai sekarang."Mobil berhenti di depan bangunan mansion utama. Beberapa pelayan pria dan wanita berbaris dengan rapi menggunakan seragam."Berapa banyak pelayan yang Nenek miliki?" tanya Kevan takjub."Nggak banyak, hanya 112 orang yang tersebar di 3 bangunan mansion ini.""Apa?! Nenek bilang hanya?!" Kevan menggeleng."Silakan, Nyonya!" seorang pria membukakan pintu mobil untuk Cinta."Ayo, Kevan!"Pria tersebut tersentak saat Cinta menyebutkan nama Kevan."Maaf, Nyonya," sela si pria. "Dia ... Tuan Muda Kevanーanak dari Nona Jasmine dan Tuan Theo?"Cinta menggenggam tangan kanan Kevan sambil mengangguk. "Benar, Rafiq. Ucapkan salam padanya!""Ah, nggak perlu seformal itu, Nek!" Kevan menolak keinginan Cinta.Cinta menatap Kevan dengan pandangan tidak suka. "Dia, Rafiq Anseloーkepala pelayan keluarga Hanindra. Mengucapkan salam padamu merupakan hal yang sangat perlu dilakukan, Kevan. Karena kedudukanmu di sini sebagai Cucu pertama keluarga Hanindra."Kevan terdiam. "Baik, Nek. Ke depannya, aku akan lebih hati-hati."Rafiq membungkuk, lalu mengucapkan salam, "Selamat datang, Tuan Muda Kevan."Kevan mengangguk tanpa mengucapkan apapun. Dia melihat semua pelayan mengikuti gerakan Rafiq.Cinta membawa Kevan masuk ke bangunan mansion utama. Mereka berjalan mengikuti langkah Christian, Dabin dan Rafiq."Selamat datang kembali, Papa dan Mamaku tercinta!"Seruan itu berasal dari pria berjenggot yang mengenakan pakaian kasual. Rambutnya tersisir rapi dan berhasil memberikan kesan berwibawa. Pria itu merangkul pundak Christian."Lepaskan tanganmu, Julian!" Christian berseru seraya melepaskan tangan Julian.Kevan memusatkan perhatiannya pada Cinta. Namun, pendengarannya terfokuskan pada nama pria yang baru saja disebut Christian.'Julian? Siapa dia? Berapa banyak anggota keluarga Hanindra yang tinggal di sini?'"Ayolah, Pa! Kami sudah menunda waktu makan malam demi menunggu Anda dan Mama. Setidaknya hargailah kami!""Menunda makan malam beberapa menit nggak akan buat kalian mati kelaparan," sahut Christian tegas.Mendapatkan jawaban tidak menyenangkan seperti itu membuat Julian terdiam. Dia tidak berkata apapun lagi.Mereka berjalan menuju ruang makan yang terletak di bagian timur mansion utama. Kevan diam-diam memperhatikan setiap ruangan yang dilewatinya."Oh, siapa pemuda ini?" tanya Julian begitu menyadari kehadiran Kevan."Jangan banyak tanya!" hardik Christian. "Di mana Leon dan Ken?""Mereka semua menunggu Anda di ruang makan, Pa," jawab Julian tanpa melepaskan pandangannya dari Kevan."Hati-hati di belakang Anda, Tuan Julian!" seru Dabin.Julian menghentikan langkah. Dia hampir menjatuhkan guci antik kesayangan Cinta.Cinta melotot. Dia melepaskan tangan Kevan. "Kamu tahu berapa harga guci itu, Julian?" tanya Cinta kesal. "Mama mendapatkan guci antik itu di Madrid saat acara pelelangan. Jika kamu berani menyentuh atau bahkan menghancurkannya, jangan harap bisa hidup tenang di rumah ini. Ayo, Kevan!"Christian menggeleng. “Jangan membangunkan singa betina dari tidurnya, Julian!” serunya sambil berlalu.“Apa yang kamu pikirkan, Kevan?” tanya Cinta. Dia menyadari Kevan sedang memikirkan sesuatu.“Berapa luas mansion ini, Nek? 9.000 meter, kah?”Cinta menatap Kevan. “Bagaimana kamu tahu?”Kevan tersenyum. “Hanya perkiraanku aja, Nek.”“Lebih tepatnya, 9.754 meter persegi,” jawab Cinta.Setelah berbelok kanan, akhirnya mereka tiba di ruang makan. Jantung Kevan mulai berdegup tidak beraturan saat melihat seluruh anggota keluarga Hanindra sudah duduk di ruang makan.“Siapa gembel yang Papa bawa?” tanya seorang pria yang duduk di jajaran kursi sebelah kiri. Dia adalah Leon Hanindra.Semua mata memandangi Kevan. Tidak ada pandangan bersahabat yang Kevan dapatkan.Suasana ruang makan berubah ramai."Ya, siapa dia?""Kenapa Kakek membawa orang asing ke mansion kita?""Bisa-bisanya Kakek dan Nenek membawa gembel pulang. Rumah kita bukan tempat penampungan gembel!"Christian geram dibuatnya.“Tutup mulut kalian!” Christian berteriak.Kevan berdiri di sisi kiri Christian bersama Dabin. Sedangkan Cinta berdiri di sisi kanan Christian bersama Rafiq. Kevan menatap wajah anggota keluarga Hanindra satu persatu seraya menghapalnya.“Gembel yang kalian tanyakan ini adalah Kevan Hanindra. Dia Cucu pertama keluarga Hanindra yang tumbuh besar di luar mansion. Mulai sekarang, dia akan tinggal bersama kita.”Usai Christian berkata, Leon bertanya, “Apa dia anak Jasmine?!”Leon berdiri dengan membuka mata lebar-lebar. Semua orang menunggu jawaban Christian.“Ya, dia anak kandung Jasmine Hanindra dan Theo Walcott,” jawab Christian sambil menepuk bahu kanan Kevan. “Duduklah, Kevan!”Dabin berjalan menuju Leon. Lalu, menarik kursinya. “Silakan duduk, Tuan Muda!” serunya mempersilakan Kevan untuk duduk di kursi yang sebelumnya ditempati Leon.Baru saja Kevan hendak melangkah, Leon berteriak, “Nggak bisa! Ini kursiku.”Leon mendorong Dabin agar menjauh dari kursinya. Namun, Dabin tidak kehilangan ide.“Tuan Muda Kevan adalah Cucu pertama keluarga Hanindra,” ujar Dabin tenang. “Jika Nona Jasmine dan Tuan Theo berada di sini, maka dipastikan mereka akan duduk tepat di sisi kiri Tuan Christian.”Leon menahan kesal. Sepertinya dia enggan menyerahkan kursi itu pada Kevan. Namun, tatapan Christian membuat nyalinya menciut.“Oke, oke.”Setelah kursi kosong, Kevan duduk di sana berseberangan dengan Cinta."Jadi, Cucu keluarga Hanindra yang terbuang sudah kembali ke tempat asalnya?"Semua orang menoleh ke arah sumber suara. Dia adalah seorang gadis."Jaga bicaramu, Gisele!" teriak Cinta. "Dia adalah Kakak sepupumu yang tertua."Gisele tersenyum sarkas. "Tetap saja dia berbeda dengan Cucu yang lain. Karena kedua orang tuanya nikah tanpa restu." Gisele menggigit potongan pizzanya.Semua anggota keluarga Hanindra tersenyum sinis kepada Kevan saat mendengar celotehan Gisele.Brak!Christian menggebrak meja makan hingga membuat beberapa orang terkejut.Christian berseru, "Diam dan makanlah dengan tenang!"Meja makan yang panjang mampu menampung semua anggota keluarga Hanindra. Acara makan malam berlangsung dengan hening sejak kemarahan Christian.Kevan celingukan. Cinta menyadarinya dan bertanya, "Apa Yang kamu cari, Kevan?"Kevan melihat para pelayan yang berdiri di belakang kursi anggota keluarga Hanindra memegang water jug. "Air mineral," jawabnya.Cinta lantas mengangguk saat pelayan wanita yang berdiri di belakang kursi Kevan menatapnya. Pelayan tersebut segera mengisi penuh gelas Kevan."Maaf atas keteledoran saya, Tuan Muda," ujar pelayan wanita tersebut."Nggak apa-apa," jawab Kevan tenang. Kevan meminum dengan perlahan hingga akhirnya tersedak saat mendengar suara Christian."Mulai besok, Kevan akan mulai bekerja di perusahaan keluarga Hanindra.""Apa maksudnya, Pa?" tanya Julian begitu Christian selesai berbicara. Leon tidak mau kalah. Dia juga memberikan pertanyaan kepada Christian, "Di kantor cabang mana dia akan bekerja dan sebagai apa?"Ken yang sejak tadi hanya diam pun ikut bertanya, "Apa dia punya pengalaman?" Christian meletakkan alat makannya meskipun dia belum selesai. Dia menatap wajah anak-anaknya yang terlihat marah bercampur cemas. Christian melihat Cinta mengangguk kepadanya. "Dabin, panggil mereka!" perintah Christian."Ya, Tuan." Dabin menepuk tangannya tiga kali. Tidak lama kemudian, masuklah dua pria dan satu wanita ke ruang makan. Semua orang menatap ketiga orang asing tersebut dengan curiga."Siapa mereka?" tanya Julian tidak sabar. Dabin mengambil alih situasi. Dia membungkuk di hadapan Kevan. "Tuan Muda, perkenalkan," ujar Dabin memulai pembicaraan. "Pria bermata sipit keturunan Nexterra-Tionghoa ini bernama Ziyad Manantaーasisten Anda."Semua orang terkejut. Begitu juga dengan Kevan. "Wanita di s
"Kamu bawa apa, Omar?" Pandangan Kevan menatap sesuatu di tangan Omar. "Ini adalah album foto keluarga Hanindra. Tuan Dabin sudah menyiapkannya untuk Anda," jawab Omar. Dia menyerahkan album foto tersebut kepada Kevan.Terpancar rasa penasaran dari kedua mata Kevan. Dia segera mengambilnya.Kevan membuka album foto perlahan. Namun tiba-tiba, dia mendongakkan kepala. "Maudy, kamu balik aja ke kamar sekarang dan istirahat!" perintahnya.Maudy gugup. "Baーbaiklah, Tuan Muda," ujarnya terbata. "Tapi, sebenarnya saya mau jelasin beberapa poin terkait pekerjaan Anda besok.""Ah, itu gampang. Besok pagi aja." Kevan merespon Maudy dengan santai. Dia melihat-lihat beberapa foto yang tersusun rapi di album. "Kalau gitu, saya permisi, Tuan Muda," ujar Maudy dengan sedikit membungkuk. "Ya, sana pergi!"Kevan mendengar pintu kamarnya tertutup. "Apa kalian semua sudah lama kerja di sini?" tanyanya. Omar dan Ziyad saling menatap satu sama lain. Kevan masih asyik melihat satu persatu foto di album
"Ha! Ha! Ha!Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung. "Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan. "Dasar kampungan!" cemooh Gisele. "Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih. Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad. "Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken.
"Apa?! Kamu panggil aku apa?!"Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang. "Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram. "Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati. "Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya. "Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran. "Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin bang
"Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan
"Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva
"Astaga, Tuan!" Ziyad berseru disertai wajah yang kebingungan. "Ya ampun, Tuan Kevan!" Omar pun berseru sama seperti Ziyad.Kevan membenarkan topi hitam dengan gambar elang kecil. Wajahnya yang tampan tetap terlihat tenang meskipun mendapatkan sorot mata tajam dari kedua orang kepercayaannya.Kini, mereka sedang berada di dalam mobil mewah keluarga Hanindra yang berhenti di bahu jalan. "Mau sampai kapan kalian tatap aku kayak gitu? Hmm? Santai aja, guys! Wehehehe" Kevan terkekeh. "Gimana? Aku udah rapi belum?""Tuan, Andaー"Kevan tidak membiarkan Ziyad berbicara. Dia memainkan kedua matanya ketika berbicara. "Tenang aja! Tuan kalian ini sedang cosplay jadi bodyguard seorang Nona cantik keluarga Darwin. Yup! Selama aku pergi, kalian bisa tinggal di apartemen dan lakukan kerjaan lain.""Nona Ciara Darwin, kan?" Omar memberikan tas ransel milik Kevan ke pemiliknya. Kevan membuka pintu mobil. Dia ke luar dari sana menenteng tasnya.Kevan tersenyum seraya memakai tasnya. "Yes, Nona Cia,
"Kakak ...."Suara lemah perempuan terdengar di telinga Kevan. Dia mencari-cari sumber suara tersebut. "Kamu di mana, Nona?"Kevan memutar bola matanya ke setiap sudut kamar Ciara. Tidak lama, dia melihat sepasang kaki terjulur. "Nona Cia!" panggil Kevan begitu melihat Ciara duduk di lantai menyandarkan tubuhnya pada ranjang. "Astaga, ya Tuhan!"Kevan bergegas mendekati Ciara. Dia berjongkok dan menatap wajah pucat anak majikannya."Kamu mimisan lagi?!" tanya Kevan yang dibalas dengan anggukan. Kevan panik. Kevan melihat banyaknya tisu bekas bernoda merah terang berserakan di lantai. Dia juga melihat obat-obatan Ciara berserakan. "Kakak, kepala aku ...."Suara Ciara mengagetkan Kevan yang sedang memperhatikan lantai. 'Benar-benar berantakan,' keluh Kevan di dalam hati. Dia menahan emosi. Dia juga menahan rasa bersalah. "Sebentar, aku hidupkan lampu," ujar Kevan. Dia berdiri dan segera menekan saklar.Pencahayaan yang semula redup, kini terang benderang. Kevan terbelalak saat me