"Apa maksudnya, Pa?" tanya Julian begitu Christian selesai berbicara.
Leon tidak mau kalah. Dia juga memberikan pertanyaan kepada Christian, "Di kantor cabang mana dia akan bekerja dan sebagai apa?"Ken yang sejak tadi hanya diam pun ikut bertanya, "Apa dia punya pengalaman?"Christian meletakkan alat makannya meskipun dia belum selesai. Dia menatap wajah anak-anaknya yang terlihat marah bercampur cemas.Christian melihat Cinta mengangguk kepadanya. "Dabin, panggil mereka!" perintah Christian."Ya, Tuan."Dabin menepuk tangannya tiga kali. Tidak lama kemudian, masuklah dua pria dan satu wanita ke ruang makan.Semua orang menatap ketiga orang asing tersebut dengan curiga."Siapa mereka?" tanya Julian tidak sabar.Dabin mengambil alih situasi. Dia membungkuk di hadapan Kevan. "Tuan Muda, perkenalkan," ujar Dabin memulai pembicaraan. "Pria bermata sipit keturunan Nexterra-Tionghoa ini bernama Ziyad Manantaーasisten Anda."Semua orang terkejut. Begitu juga dengan Kevan."Wanita di sebelahnya adalah Maudy Bonitaーsekretaris Anda dan pria keturunan Arab ini, Omar Danzaーbodyguard Anda.""Aーapa?!" Kevan menatap Cinta, lalu menatap Christian."Berikan salam untuk Tuan Muda!" perintah Dabin kepada tiga orang tersebut."Salam, Tuan Muda," ucap mereka kompak."Pertunjukan memuakkan apa ini?!"Leon melemparkan napkin ke atas meja. Dia geram. Dia berdiri, lalu melangkah pergi dari kursinya."Kita nggak tahu kemampuan si gembel. Bagaimana bisa Papa percaya padanya? Anda ingin membuat perusahaan keluarga bangkrut, hmm?"Kevan menggertakkan gigi. "Aku nggakー""Diam!" gertak Leon. Dia sudah berdiri di belakang kursi Christian. Dia memegangi kursi papanya.'Kurang ajar!' seru Kevan dalam hati. 'Sepertinya aku harus hati-hati dengan dia."Kevan melihat Leon mendekatkan mulutnya di telinga Christian. Dia berbisik dari belakang, "Apa Anda sudah nggak waras?"Leon kembali berdiri tegak menatap semua orang. Dia merasa Kevan akan menjadi saingan utamanya atau bahkan akan menggeser posisinya di perusahaan keluarga Hanindra."Anda memiliki banyak Cucu yang terdidik sempurna, Pa. Mengapa Anda mengambil gembel ini? Apa Jasmine yang memaksa Anda?""Ha! Ha! Ha!"Christian tertawa mendengar tuduhan Leon. Tingkah Christian tentu membuat Leon dan yang lainnya mengerutkan kening."Tingkahmu sungguh mencerminkan sifat aslimu, Leon," ujar Christian tegas. "Mana mungkin saya melakukan hal gila tanpa berpikir! Dabin, beritahu tentang Kevan kepada kecoak-kecoak ini!"Christian menunjuk semua anggota keluarga Hanindra. Dia menyandarkan tubuhnya yang terasa pegal.Dabin mengangguk. "Tuan Muda Kevan memiliki nilai akademik di atas rata-rata pada semua program study. Dia magang di Hanindra Orion Hotel cabang kota Baubau yang berada di pulau Pearl sebagai salah satu staf divisi perencanaan sesuai dengan keahliannya.""Apa dia berasal dari kota Baubau?" tanya Magenta Sapphireーanak kedua Julian."Mana mungkin dia berasal dari kota Baubau! Lihat aja penampilannya!" Gisele kembali berulah dengan merendahkan Kevan."Aku berasal dari kota Tango," ujar Kevan menimpali perkataan Gisele."Aku bilang apa, Magenta! Dia itu miskin. Dia hanya beruntung bisa melanjutkan kuliah." Gisele membersihkan mulutnya sambil menatap Kevan.Christian menyadari situasi yang tidak kondusif. Dia segera memberikan pengumuman bagi semua orang."Setelah hari kelulusan nanti, Kevan akan menjabat sebagai wakil komisaris Hanindra Holdings Company. Dan, saya tetap menjabat sebagai komisaris utama perusahaan.""Nggak bisa! Saya nggak setuju!" seru Leon semakin gusar."Oh, kenapa nggak bisa, Leon? Kamu takut posisimu terancam sebagai wakil komisaris perusahaan?" Cinta melemparkan pertanyaan menjebak. "Apa 10 tahun masa jabatanmu masih kurang? Atau kamu mau anak-anakmu yang menggantikan mu?"Leon menatap sepasang anak kembarnya. Dia juga menatap istrinya."Kafi bisa, Ma," jawab Donita Rawーistri Leon Hanindra. "Dia Cucu lelaki lulusan luar negeri dan sudah bekerja di perusahaan keluarga selama 3 tahun ini. Dia nggak punya track record buruk di perusahaan.""Bagaimana dengan Kafa? Meskipun dia perempuan, dia juga lulusan luar negeri. Kafa memiliki nilai fantastis di bidang bisnis." Leon mempromosikan sepasang anak kembarnya."Anak perempuan nggak becus memimpin," sela Ken Hanindra."Benar," sahut istrinya KenーJessy Wongso. "Anda bisa memilih salah satu anak kami, Pa. Ada Daniel, Berto, Gibran dan Azraf. Mereka semua memiliki prestasi yang nggak bisa diragukan."Julian tersinggung dengan ucapan Ken. Dia berkata, "Kamu tahu, Ken? Negara Inggris dipimpin oleh seorang Ratu. Kata siapa perempuan nggak becus memimpin?""Tapi Gisele dan Magenta nggak sepadan dengan Ratu Inggris, Julian. Kamu dan Istrimu nggak sadar? Kedua anakmu itu hanya unggul menghabiskan uang keluarga Hanindra aja."Leon tidak segan mempermalukan keluarga adiknya sendiri."Kamu dan Livy nggak bisa menolak fakta atau bersembunyi dari kenyataan," ujar Leon melanjutkan opininya."Kacau! Keluarga Hanindra sangat kacau," gumam Kevan pelan.Brak!"Diam kalian!" teriak Christian dengan wajah merah padam. "Nggak ada seorangpun yang bisa mengatur saya."Semua anggota keluarga Hanindra menundukkan kepala. Christian mengangguk saat Dabin menatapnya."Ziyad, bawa Tuan Muda ke kamarnya sekarang!" perintah Dabin.Pria berkulit putih itu segera melangkah mendekati Kevan. "Mari ikuti saya, Tuan Muda!" ajak Ziyad.Kevan berdiri, lalu membungkuk. Dia mengucapkan salam, "Selamat malam, Kakek. Selamat malam, Nenek."Kevan pergi menuju kamarnya bersama Ziyad, Maudy dan Omar.***"Tuan Muda, ini kamar Anda."Ziyad membukakan pintu untuk Kevan. Dia membiarkan Kevan berjalan melihat-lihat kamarnya."Kamar kami berada di sisi Barat bangunan mansion utama atau tepat berada di bawah kamar Anda, Tuan Muda."Ziyad mengikuti ke manapun Kevan melangkah. Sedangkan Maudy dan Omar menunggunya di dekat ranjang."Nona Maudy akan membantu pekerjaan Anda di kantor. Saya dan Omar akan selalu berada di sisi Anda."Kevan mendengarkan penjelasan Ziyad dengan seksama. Dia duduk di sudut kamar."Jelaskan saya tentang silsilah keluarga Hanindra!""Kamu bawa apa, Omar?" Pandangan Kevan menatap sesuatu di tangan Omar. "Ini adalah album foto keluarga Hanindra. Tuan Dabin sudah menyiapkannya untuk Anda," jawab Omar. Dia menyerahkan album foto tersebut kepada Kevan.Terpancar rasa penasaran dari kedua mata Kevan. Dia segera mengambilnya.Kevan membuka album foto perlahan. Namun tiba-tiba, dia mendongakkan kepala. "Maudy, kamu balik aja ke kamar sekarang dan istirahat!" perintahnya.Maudy gugup. "Baーbaiklah, Tuan Muda," ujarnya terbata. "Tapi, sebenarnya saya mau jelasin beberapa poin terkait pekerjaan Anda besok.""Ah, itu gampang. Besok pagi aja." Kevan merespon Maudy dengan santai. Dia melihat-lihat beberapa foto yang tersusun rapi di album. "Kalau gitu, saya permisi, Tuan Muda," ujar Maudy dengan sedikit membungkuk. "Ya, sana pergi!"Kevan mendengar pintu kamarnya tertutup. "Apa kalian semua sudah lama kerja di sini?" tanyanya. Omar dan Ziyad saling menatap satu sama lain. Kevan masih asyik melihat satu persatu foto di album
"Ha! Ha! Ha!Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung. "Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan. "Dasar kampungan!" cemooh Gisele. "Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih. Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad. "Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken.
"Apa?! Kamu panggil aku apa?!"Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang. "Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram. "Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati. "Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya. "Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran. "Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin bang
"Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan
"Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva
"Astaga, Tuan!" Ziyad berseru disertai wajah yang kebingungan. "Ya ampun, Tuan Kevan!" Omar pun berseru sama seperti Ziyad.Kevan membenarkan topi hitam dengan gambar elang kecil. Wajahnya yang tampan tetap terlihat tenang meskipun mendapatkan sorot mata tajam dari kedua orang kepercayaannya.Kini, mereka sedang berada di dalam mobil mewah keluarga Hanindra yang berhenti di bahu jalan. "Mau sampai kapan kalian tatap aku kayak gitu? Hmm? Santai aja, guys! Wehehehe" Kevan terkekeh. "Gimana? Aku udah rapi belum?""Tuan, Andaー"Kevan tidak membiarkan Ziyad berbicara. Dia memainkan kedua matanya ketika berbicara. "Tenang aja! Tuan kalian ini sedang cosplay jadi bodyguard seorang Nona cantik keluarga Darwin. Yup! Selama aku pergi, kalian bisa tinggal di apartemen dan lakukan kerjaan lain.""Nona Ciara Darwin, kan?" Omar memberikan tas ransel milik Kevan ke pemiliknya. Kevan membuka pintu mobil. Dia ke luar dari sana menenteng tasnya.Kevan tersenyum seraya memakai tasnya. "Yes, Nona Cia,
"Kakak ...."Suara lemah perempuan terdengar di telinga Kevan. Dia mencari-cari sumber suara tersebut. "Kamu di mana, Nona?"Kevan memutar bola matanya ke setiap sudut kamar Ciara. Tidak lama, dia melihat sepasang kaki terjulur. "Nona Cia!" panggil Kevan begitu melihat Ciara duduk di lantai menyandarkan tubuhnya pada ranjang. "Astaga, ya Tuhan!"Kevan bergegas mendekati Ciara. Dia berjongkok dan menatap wajah pucat anak majikannya."Kamu mimisan lagi?!" tanya Kevan yang dibalas dengan anggukan. Kevan panik. Kevan melihat banyaknya tisu bekas bernoda merah terang berserakan di lantai. Dia juga melihat obat-obatan Ciara berserakan. "Kakak, kepala aku ...."Suara Ciara mengagetkan Kevan yang sedang memperhatikan lantai. 'Benar-benar berantakan,' keluh Kevan di dalam hati. Dia menahan emosi. Dia juga menahan rasa bersalah. "Sebentar, aku hidupkan lampu," ujar Kevan. Dia berdiri dan segera menekan saklar.Pencahayaan yang semula redup, kini terang benderang. Kevan terbelalak saat me
"Kamu berani bantah perintah Kakek, Kevan?!" Kevan menghela napas berat. Kevan tahu Christian murka karena dia memberikan respon yang menentang. Tapi, apa dia akan membiarkan Christian salah paham padanya?"Kakek juga nggak sangka, kamu berani banget ambil keputusan di hari pertama kerja sampai buat orang-orang kesal."Kevan membiarkan Christian menumpahkan emosi padanya. Dia memilih untuk diam dan mencari celah untuk membela diri. "Sekarang temui Kakek dan jelasin alasan kamu memutuskan kerja sama dengan perusahaan Wijaya!"Lagi, Kevan menjawab, "Maaf, aku nggak bisa. Aku akan pulang saat pekerjaanku selesai.""Kevan, kamuー""Kakek, apa Anda ingat perjanjian diantara kita sebelum aku setuju ikut Anda dan Nenek?"Kevan mengungkit perjanjian yang dibuat oleh dirinya dan Christian. Hening. Christian diam membatu. "Kakek ingat, kan? Apa Kakek akan melanggarnya?"Sementara itu, Kevan mendengar sayup-sayup suara berisik dari dalam kamar Ciara. Dia mencoba mencari tahu. Kevan melihat s