Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
"Akhirnya aku sampai di kota Peak pulau Bermuda,” ujar pria tampan berpenampilan sederhana. Jaket hijau lumut dengan topi berwarna senada, sepatu boots serta tatapan tajamnya menambah kesan dingin pada dirinya. Kedua kaki si pria melangkah memasuki gedung pencakar langit perusahaan Wijaya Corp yang merupakan perusahaan terbesar nomor satu di pulau Bermuda. Dia meraih ponselnya yang bergetar dari saku celana.Pria itu tersenyum ketika membaca nama penelepon di layar ponsel. Dia lantas menyapa lawan bicaranya, "Halo, Nona Ciara Darwin!""Kamu di mana, Kevan Hanindra? Kenapa hari ini nggak datang ke rumahku? Kamu kuliah?"Kevan menyipitkan matanya menyesuaikan pencahayaan di dalam lobi. Dia menatap ke sekeliling sambil mengagumi interior kantor Wijaya Corp."Aku cuti bekerja selama dua hari, Nona," jawab Kevan lembut seperti biasanya. "Dan sekarang, aku sedang berada di pulau Bermuda.""Apa?! Pulau Bermuda?! Kamu menemui pacarmu?!" tanya Ciara dengan nada tinggi bercampur emosi.Kevan m
"Kabar burung berkata, Bu Nulla jadi wanita simpanan Bos,” ujar wanita tadi sambil celingukan. "Ladies, berhentilah gosip!" tegur Kevan singkat. "Lagipula, Nulla nggak mungkin kayak gitu."Kevan merasa sangat mengenal Nulla. Dia tidak akan diam begitu saja mendengar beberapa orang menjelek-jelekannya. “Cih, Bu Nulla pasti lebih memilih Pak Miguel yang kaya raya daripada pria miskin kayak kamu," celetuk si wanita resepsionis. Dia melanjutkan kembali pekerjaannya. “Sana pergi!”Empat karyawan wanita di sana saling pandang. Mereka melihat Kevan melangkah pergi. Namun, salah seorang diantara mereka memberanikan diri mendekati Kevan.“Mas, tunggu!” Wanita berkemeja putih memanggil Kevan. "Mas, mau lihat?" tanyanya.Kevan ragu dan bertanya, "Apa ini?""Lihat aja dan kamu akan tahu kelakuan mantan pacarmu itu!"Dengan ditunggangi rasa ingin tahu yang tinggi, Kevan akhirnya mengambil ponsel wanita itu. Dia melihat sebuah video mengejutkan."Dia ... Nulla?!"Kevan menatap wanita di depannya
"Aku harus cepat-cepat sampai di rumah," ujar Kevan. Kevan mempercepat langkah menuju rumahnya yang berada di dalam gang. Dia melihat pintu rumah terbuka. Dia lantas sedikit menundukkan kepala saat memasuki rumah sewa sederhana orang tuanya. “Kevan, kamu udah pulang?” tanya wanita bermata sayu dengan kantong mata menghitam. “Kemarilah!”Kevan melihat tiga orang asing di dalam rumahnya. Dua diantaranya adalah sepasang suami istri yang tua renta dan satunya pria muda dengan perkiraan usia awal 40 tahun.Semua mata tertuju pada sosok Kevan. Namun dengan santainya, Kevan berjalan menghampiri ibunya. “Ya, Ma,” jawab Kevan singkat. “Ehem,” si pria tua berdeham. Tingkahnya terlihat arogan. Berbeda dengan wanita tua yang tersenyum ramah ketika Kevan menatapnya.Pasangan tua renta itu duduk berhadapan dengan kedua orang tua Kevan. “Ma, siapa mereka?” tanya Kevan berbisik. Dia menunjuk pasangan tua renta dengan dagunya. “Dan, siapa pria berkumis yang berdiri di belakang mereka?”“Jasmine!”
'Rasanya nyaman sekali terbang dengan pesawat jet pribadi,' gumam Kevan dalam hati. 'Dan sekarang, aku nggak sangka bisa ngerasain duduk di dalam mobil Rolls-Royce Boat Tail berwarna hitam pekat. Sungguh beruntungnya aku!'Kevan telah sampai di ibukota Paloma yang berada di pulau Orion. Dia dan Cinta duduk di kursi belakang. Sedangkan Christian duduk tepat di samping sopirーDabin Yu."Kita akan sampai sebentar lagi, Kevan," ujar Cinta memberitahu cucunya. Cinta tidak berhenti tersenyum sejak bersama Kevan. Dia juga terus menerus menggenggam tangan Kevan seolah tidak ingin terpisahkan. Mobil yang membawa Kevan berhenti di depan gerbang hitam tinggi. Begitu gerbang terbuka, mobil melaju bebas memasuki area mansion mewah bergaya Victorian. Kevan ternganga melihat pemandangan di depannya. "Astaga! Pemandangan malam di sini sangat indah!" pekiknya."Ha! Ha! Ha!" Cinta tertawa. "Mansion ini akan menjadi tempat tinggal mu mulai sekarang."Mobil berhenti di depan bangunan mansion utama. Beb
"Apa maksudnya, Pa?" tanya Julian begitu Christian selesai berbicara. Leon tidak mau kalah. Dia juga memberikan pertanyaan kepada Christian, "Di kantor cabang mana dia akan bekerja dan sebagai apa?"Ken yang sejak tadi hanya diam pun ikut bertanya, "Apa dia punya pengalaman?" Christian meletakkan alat makannya meskipun dia belum selesai. Dia menatap wajah anak-anaknya yang terlihat marah bercampur cemas. Christian melihat Cinta mengangguk kepadanya. "Dabin, panggil mereka!" perintah Christian."Ya, Tuan." Dabin menepuk tangannya tiga kali. Tidak lama kemudian, masuklah dua pria dan satu wanita ke ruang makan. Semua orang menatap ketiga orang asing tersebut dengan curiga."Siapa mereka?" tanya Julian tidak sabar. Dabin mengambil alih situasi. Dia membungkuk di hadapan Kevan. "Tuan Muda, perkenalkan," ujar Dabin memulai pembicaraan. "Pria bermata sipit keturunan Nexterra-Tionghoa ini bernama Ziyad Manantaーasisten Anda."Semua orang terkejut. Begitu juga dengan Kevan. "Wanita di s
"Kamu bawa apa, Omar?" Pandangan Kevan menatap sesuatu di tangan Omar. "Ini adalah album foto keluarga Hanindra. Tuan Dabin sudah menyiapkannya untuk Anda," jawab Omar. Dia menyerahkan album foto tersebut kepada Kevan.Terpancar rasa penasaran dari kedua mata Kevan. Dia segera mengambilnya.Kevan membuka album foto perlahan. Namun tiba-tiba, dia mendongakkan kepala. "Maudy, kamu balik aja ke kamar sekarang dan istirahat!" perintahnya.Maudy gugup. "Baーbaiklah, Tuan Muda," ujarnya terbata. "Tapi, sebenarnya saya mau jelasin beberapa poin terkait pekerjaan Anda besok.""Ah, itu gampang. Besok pagi aja." Kevan merespon Maudy dengan santai. Dia melihat-lihat beberapa foto yang tersusun rapi di album. "Kalau gitu, saya permisi, Tuan Muda," ujar Maudy dengan sedikit membungkuk. "Ya, sana pergi!"Kevan mendengar pintu kamarnya tertutup. "Apa kalian semua sudah lama kerja di sini?" tanyanya. Omar dan Ziyad saling menatap satu sama lain. Kevan masih asyik melihat satu persatu foto di album
"Ha! Ha! Ha!Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung. "Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan. "Dasar kampungan!" cemooh Gisele. "Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih. Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad. "Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken.
Donita menyadari ada yang tidak beres dengan suaminya. "Leon, kamu kenapa?" tanyanya, cemas. Donita bergegas lari ke arah Leon. Tangan Leon bergetar hebat. Setelah melototi dokumen kesehatan Christian di tangannya, sekarang Leon sedang menatap wajah ayahnya yang semakin memucat. Kemudian, dia segera membaca laporan keuangan keluarga.Melihat pemandangan itu, tidak ada seorang pun yang berbicara. Mereka menunggu reaksi Leon. Donita menarik paksa dokumen dari tangan Leon. Beberapa detik kemudian, mulutnya menganga lebar. "Ini nggak mungkin!" teriak Donita. "Ini pasti ada yang salah." Donita melirik Cinta yang duduk tenang memandanginya. "Iya kan, Mama mertua? Ini cuma halusinasi aku aja karena terlalu stres." Donita berkata dengan frustasi.Cinta menggeleng. Sedangkan Leon mematung di tempat. "Paman Leon sama Bibi Donita kaget, ya?" Suara Kevan memecahkan keheningan. "Di rumah ini, cuma keluarga kalian dan anak-anak Paman Ken aja yang belum tau."Hati Leon dan Donita semakin terir
Setelah kesalahpahaman dengan Ciara selesai, Kevan meminta tunangannya pergi ke Pink Beach Island lebih dulu bersama Felicia dan Quden untuk mempersiapkan pernikahan. Sedangkan Kevan kembali ke kota Paloma. Dia ingin menjemput keluarganya sebelum menyusul Ciara. Sehari sebelumnya, Ciara sudah mengetahui rencana pernikahan mereka. Karena keduanya melakukan fitting baju pengantin bersama. "Huhhh!" Kevan menghela napas panjang. Dia baru tiba di rumah besar keluarga Hanindra. Dia berjalan menuju ruang tengah di mana semua orang telah menunggunya."Tuan, Anda harus sabar!" Omar senantiasa mengingatkan Kevan. Kevan tidak menjawab. Dia terus berjalan tanpa menoleh.Setibanya di ruang tengah, semua orang sudah duduk bersama Christian dan Cinta. "Silakan duduk, Tuan!" Rofiq mempersilakan Kevan untuk duduk di sisi kanan Christian. "Malam, Kakek, Nenek," sapa Kevan. Lalu, dia menatap kedua Theo dan Jasmine yang duduk di sebelahnya. Rencana Kevan untuk menyusul Ciara tidak berjalan dengan
"Apa?! Anak kandung Kak Kevan?!"Ciara mengulangi kata-kata Nulla. Dia merasa hal itu sangat mustahil. Tapi jika dipikir-pikir, tidak ada hal mustahil di dunia ini kan? Bagaimana bisa, Kevan yang begitu bucin kepada Ciara menghamili wanita lain? Apalagi wanita itu adalah Nulla yang notabenenya mantan pacar sekaligus cinta pertama Kevan. Namun, jika sudah berurusan dengan nafsu, apapun bisa saja terjadi, kan?Kevan menghela napas kasar. Dia menatap Nulla yang sedang tersenyum lebar. Kevan beranjak pergi menghampiri Ciara. "Yang, jangan dengerin Nulla!"Ciara menghempas tangan Kevan. Dia memandangi Kevan dan Nulla bergantian. "Kamu belum bisa move on dari Cinta pertama kamu ya, Kak?" Wajah Ciara masam. "Kalo kamu belum selesai sama masa lalu, jangan berani-beraninya mulai sama orang baru."Usai mengatakan hal itu, Ciara pergi. Dia mengambil langkah cepat seolah tidak peduli dengan jantungnya yang terasa sakit. "Eh, Van! Kamu mau ke mana?" Nulla berteriak. Dia mencoba menghalangi Ke
"Masuk, Van!"Nulla membuka pintu kamar apartemen nomor 303. Namun, Kevan tidak langsung masuk. Merasa tidak ada pergerakan dari Kevan, Nulla menoleh ke belakang. "Kenapa? Ayo masuk!" ajaknya lagi. Nulla baru selesai mandi. Rambutnya basah dan dia masih memakai jubah mandi. Kevan tidak bodoh. Nulla pasti sedang merencanakan sesuatu. Bisa jadi firasat Omar tadi benar. Untuk sesaat, Nulla sibuk dengan ponselnya. Dia sedang mengetik pesan singkat untuk seseorang.Nulla: Nona Ciara, cepetan dateng ke Grand Hyeth Apartment nomor 303. Kamu pasti penasaran aku dan tunangan kamu ngapain aja, kan?Nulla tidak berniat menunggu pesan balasan Ciara. Dia kembali menatap Kevan. "Ada perlu apa?" tanya Kevan dengan tatapan sinis. "Di sini aja ngomongnya!"Kevan enggan masuk. Dia tidak ingin menimbulkan kecurigaan."Aku mau ngomongin tentang Miguel. Kamu yakin mau ngomong di depan pintu? Kamu nggak takut kalo ada yang nguping?"Nulla berdiri di ambang pintu, lalu celingukan. Sepi. Suasana di kori
Sesampainya di rumah, Kevan melihat Ciara murung. Ciara berbaring lesu di kamarnya. Dia bahkan tidak menyadari kehadiran Kevan dan Felicia. Felicia menghampiri anak satu-satunya. "Cia!" Ciara terkejut. Dia segera bangun. "Mama kapan pulang?" Sore hari yang redup ini sepertinya kota Baubau akan diguyur hujan. Suasana hati Kevan sedang tidak baik, sama seperti Ciara. Kevan mendekati Quden yang berdiri di dekat pintu. "Apa seharian ini Cia cuma tiduran aja?" tanyanya, penasaran. "Dia nggak bales chat aku sama sekali. Gimana nafsu makannya hari ini?"Quden adalah seorang yang jujur. Dia pun menjawab apa adanya. "Nona sama sekali nggak mau makan. Dia cuma minum susu aja, Bos." Kevan menatap Ciara yang sedang berbicara dengan Felicia. Wajah keduanya sedih. "Seharian ini, Nona Ciara habisin waktu di depan laptop baca-baca berita keluarga Darwin. Jadi, apa rencana Bos selanjutnya? Ngomong-ngomong, Pak Omar ke mana?""Omar masih di pengadilan. Aku balik sama Angga." Kevan terlihat benar-
"Huh!" Kevan melirik Felicia sedang menghela napas berat. Sejak tadi, Kevan berusaha menguatkan hati calon ibu mertuanya. Kevan memberikan botol air mineral kepada Felicia. "Ma, minum dulu!" Kevan lega. Karena setidaknya, Felicia masih mau minum di tengah ketegangan suasana ruang sidang. Dua hari lalu, Ciara sudah membereskan para pemegang saham yang ingin mundur dari Darwin Group. Ciara mentransfer uang sebanyak Rp 10 triliun sebagai ganti saham mereka. Tidak hanya itu, sehari sebelum sidang perdata digelar, keluarga Darwin sudah mengumumkan kebangkrutan mereka. Kini, Darwin Group telah diakuisisi oleh K.C Tobacco milik Kevan. Dengan cara itu, sudah sangat jelas bahwa K.C Tobacco ingin mengambil alih penuh tanpa melibatkan pemegang saham lama dalam struktur kepemilikan baru. Akuisisi ini memang menyakitkan bagi Ciara dan Felicia. Namun, mereka tidak memiliki cara lain. Selain itu, mereka berdua masih memiliki saham di K.C Tobacco. Tentu saja, Miguel tidak tahu hal itu. Denga
Pukul 9:00 malam waktu kota Baubau. Kevan dan Ciara sudah kembali ke rumah 1 jam yang lalu. Ciara tampak kelelahan. Mereka duduk di ruang tamu.Kevan duduk di sofa single menghadap ke pintu utama. Sedangkan Ciara dan Felicia duduk di sofa panjang bersama Arkan. Omar dan Angga berdiri di belakang Kevan. "Cia, kamu hebat. Kamu kuat menghadapi orang-orang. Aku salut sama keberanian kamu." Arkan tidak berhenti membanggakan Ciara. Namun, Kevan berwajah masam saat mendengarnya. Pintu pun terbuka. Quden berdiri di ambang pintu. Dia menatap Kevan. "Tuan, ada jajaran eksekutif di luar mau ketemu Anda dan Nona Ciara." Quden memberitahu. Sorot matanya tajam penuh dengan ancaman."Suruh masuk aja!" perintah Kevan. Kevan menatap Ciara dan Felicia. Lalu, mengangguk kepada Quden."Baik," sahut Quden. Tidak lama, dia menghilang di balik pintu. "Mama sama Cia inget kan rencana kita? Sekarang udah waktunya eksekusi."Kevan melihat Felicia tersenyum dengan paksa. Dia juga melihat sorot mata Felic
Rapat mendadak dengan jajaran eksekutif sudah selesai. Sekarang, Ciara sedang rapat bersama tim public relation dan tim kuasa hukum perusahaan di ruangan yang sama. Kevan tidak beranjak dari kursinya. Dia dengan setia menunggu Ciara menyelesaikan rapat. Di samping Kevan, Arkan duduk dengan tenang. Dia ingin melihat kepiawaian Ciara memimpin rapat.Di ruang rapat, Ciara berbicara. “Kita harus mengambil langkah-langkah yang sudah aku rencanakan untuk memulihkan kepercayaan dan memastikan Darwin Group tetap menjadi perusahaan yang dihormati,” katanya, antusias. Semua orang mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah tantangan besar, tapi dengan strategi yang tepat, mereka bisa mengatasi dampak negatif dan membangun kembali reputasi perusahaan."Siapa ketua tim public relation di sini?" tanya Ciara. Seorang wanita berambut pirang sebahu mengangkat tangan. "Saya, Nona. Nama saya Susan Arardjo.""Oke, Susan. Pertama-tama, aku mau hari ini kamu buat agenda transparansi dan komunikasi
Hari berikutnya, Ciara dan Kevan kembali ke pulau Pearl. Pagi ini, Ciara akan mengadakan rapat darurat dengan para eksekutif perusahaan Darwin Group. Kevan dan Ciara kembali bersama Arkan yang sekarang sedang rapat bersama pengacara yang dia bawa dan tim pengacara perusahaan di ruangan berbeda. Di ruang rapat Darwin Group, Ciara berbicara kepada tim manajemen. “Kita harus bekerja keras untuk memulihkan reputasi perusahaan. Aku tau, ini nggak akan mudah. Tapi dengan kerja sama dan dedikasi, aku yakin kita bisa mengatasi tantangan ini,” katanya dengan penuh semangat.Tim manajemen mengangguk setuju. Mereka tahu bahwa ini adalah saat yang sulit. Tapi, mereka bertekad untuk membawa Darwin Group kembali ke jalur yang benar. Mereka akan memastikan perusahaan ini tetap menjadi simbol integritas dan kepercayaan.Ciara menatap sekretarisnya. "Sarah, bagiin sekarang!""Baik, Nona." Sarah berdiri. Dia membagikan satu lembar kertas kepada tim manajemen. Kevan dan para jajaran direksi hanya te