"Kabar burung berkata, Bu Nulla jadi wanita simpanan Bos,” ujar wanita tadi sambil celingukan.
"Ladies, berhentilah gosip!" tegur Kevan singkat. "Lagipula, Nulla nggak mungkin kayak gitu."Kevan merasa sangat mengenal Nulla. Dia tidak akan diam begitu saja mendengar beberapa orang menjelek-jelekannya.“Cih, Bu Nulla pasti lebih memilih Pak Miguel yang kaya raya daripada pria miskin kayak kamu," celetuk si wanita resepsionis. Dia melanjutkan kembali pekerjaannya. “Sana pergi!”Empat karyawan wanita di sana saling pandang. Mereka melihat Kevan melangkah pergi. Namun, salah seorang diantara mereka memberanikan diri mendekati Kevan.“Mas, tunggu!” Wanita berkemeja putih memanggil Kevan. "Mas, mau lihat?" tanyanya.Kevan ragu dan bertanya, "Apa ini?""Lihat aja dan kamu akan tahu kelakuan mantan pacarmu itu!"Dengan ditunggangi rasa ingin tahu yang tinggi, Kevan akhirnya mengambil ponsel wanita itu. Dia melihat sebuah video mengejutkan."Dia ... Nulla?!"Kevan menatap wanita di depannya dengan shock. Detik itu juga, si wanita mengangguk."Ya. Wanita di video syur itu Bu Nulla."***"Astaga! Aku masih kepikiran Nulla," ujar Kevan sedih. "Uhh … nggak masalah kalau Nulla putus dariku. Tapi, kenapa dia jadi begitu bitchy?"Setelah menempuh perjalanan selama 5 jam, Kevan sampai di kota Tangoーkota kelahirannya yang berada di pulau Pearl. Selain terkenal dengan keindahannya, Pulau Pearl memiliki tambang emas yang berlimpah.Kevan melangkah menelusuri jalanan berkerikil kumuh menuju gang rumahnya yang tidak jauh dari stasiun kereta api. Kota Tango terkenal dengan daerah kumuh yang penduduknya didominasi pemulung dan pekerja tambang.Kevan menatap layar ponselnya. Entah sudah berapa kali dia memutar video syur Nulla bersama seorang pria yang wajahnya tidak jelas. Dia memandangi Nulla dengan jijik."Aku nggak peduli mereka dapat video ini dari mana! Tapi, aku yakin pria di video ini Miguel."Kevan kembali mengingat sosok Miguel yang telah menghinanya. Dia mengembuskan napas dengan kasar."Aku akan tunjukkan video ini kepada Tuan Rudi Darwin dan Nyonya Felicia Darwin," ujar Kevan sembari tersenyum sarkas. "Tuan dan Nyonya Darwin harus tahu kelakuan calon menantu mereka."Kevan memiliki dua pekerjaan paruh waktu sekaligus. Yaitu menjadi bodyguard dan menjadi anak buah rentenir di kota Tango.Kevan sangat menikmati pekerjaannya sebagai salah satu bodyguard anak tunggal keluarga Darwin sejak 18 bulan lalu. Karena selain gaji yang ditawarkan tinggi, waktu yang dibutuhkan pun fleksibel. Karena saat ini, Kevan masih berkuliah di Universitas Golden Baubau sebagai mahasiswa penerima beasiswa 50%."Eh, gembel!"Kevan sontak menoleh saat mendengar suara sopran wanita berseru padanya. Ekspresi wajah Kevan berubah sumringah melihat sosok wanita dengan make up tebal yang memanggilnya."Eh Bu Bos Gallon, ada apa?" tanya Kevan santai."Ikut aku ke stasiun Tango 2 sama Gauche dan Glen sekarang!" ajak si bos wanita sambil kipas-kipas.Kevan memutar bola matanya tanda bahwa dirinya jengah. "Sekarang? Mau nagih ke mana, Bos?"Kevan melihat dua pria di belakang Gallon. Mereka adalah Gauche dan Glen.“Mang Imron telat bayar utang 2 Minggu. Kamu harus bisa dapatkan uangnya. Paham?!” Gallon membenarkan rambutnya yang tergerai. “Glen dan Gauche jangan sampai ikut ke warung makan Mang Imron. Karena mereka berdua tergila-gila anaknya Mang Imron yang janda. Bisa kacau urusanku!""Oh, Neng Inura? Dia janda kembang, Bu Bos.”“Astaga! Kamu juga suka Inura, Kevan?” tanya Gallon mendadak membuat Kevan tersipu malu.“Nggak, Bu Bos. Eh, tapi, Bosー”Kevan segera menutup mulutnya saat melihat Gallon mengeluarkan dua lembar uang ratusan ribu rupiah dari gulungan uang kertas."Nih, uang buat udud. Aku tahu kamu belum udud, kan?"Wajah Kevan kembali sumringah. "Bu Bos memang paling tahu isi hati anak muda," ujar Kevan menggoda Gallon. Dia menerima uang 200.000 rupiah dari Gallon dengan senang hati."Terlihat jelas dari muka kamu yang kusut! Ayo jalan sekarang!" seru Gallon menunjuk wajah Kevan.‘Sialan! Padahal uang ini buat Mama beli beras dan gas di rumah, bukan buat aku,’ keluh Kevan di dalam hatinya. ‘Tapi, biarin aja. Yang penting tugas menagih utang kali ini harus berhasil.’Baru saja mereka akan melangkah, suara wanita terdengar memanggil nama Gallon."Lon! Gallon! Tunggu!"Datang seorang wanita menggunakan sepatu hak tinggi 7 cm. Dia mengangkat dress panjang merah agar dapat berjalan dengan leluasa."Kamu ke mana aja, Nyai Mustika? Aku mau pergi nagih ke stasiun."Gallon melangkah bersama Mustika menuju mobil yang terparkir tidak jauh hari mereka. Sedangkan, Kevan berjalan bersama Gauche dan Glen."Aku juga mau nagih Desi," jawab Mustika. "Tadi Mega bilang kalau Desi beli motor baru. Tapi, dia belum bayar utangnya ke aku. Panas hati ini!""Mega Bos pempek yang pelit itu? Dia bilang gitu ke kamu?" tanya Gallon memastikan. "Jadi, kamu tadi gibah sama Mega?""Iya. Dia bilang, Desiーsi juragan kepiting beli motor baru. Sialan!" Mustika menggerutu. "Kevan, setelah urusan Mang Imron selesai, kita langsung pergi ke restoran sea food Desi! Paham?""Oke, Nyai," jawab Kevan.Gallon dan Mustika masuk ke mobil. Glen sudah siap di kursi sopir. Sedangkan Kevan berada di atas motor bersama Gauche.Mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Kevan mengendarai motor sport dengan membonceng Gauche. Dia mengikuti mobil yang ditumpangi Gallon dan Mustika.***“Aaarrgghhh!”Bruk!Kevan mendorong seorang pria hingga tersungkur. "Mang Imron!" teriak Kevan memanggil nama pemilik warung makan Sunda sederhana. "Cepat bayar utang Bos Gallon! Hari ini udah jatuh tempo."Gallon dan Mustika duduk di dalam mobil yang terparkir tepat di depan warung makan Imron sambil kipas-kipas karena siang itu sangat terik. Mereka berdua memperhatikan cara Kevan menagih utang. Tidak lama, keluar seorang wanita dengan usia kira-kira 22 tahun."Aduh, Gusti! Kang Kevan jangan dorong Abah kayak gitu!" seru si wanita. Dia tampak marah dan ketakutan. Dia ikut terduduk di lantai memeluk Imron."Neng Inura geulis pisan!" puji Kevan sambil menyelipkan rokok di tengah-tengah bibirnya. Dia tersadar Gallon sedang menatapnya dari kejauhan. “Ayolah, Mang Imron, cepat bayar utang! Jangan bikin kerjaan saya jadi rumit, dong!” seru Kevan meninggikan nada suaranya disertai wajah memelas yang kontras dengan suaranya.“Aku nggak punya uang sekarang. Aku minta perpanjangan waktu,” ujar Imron. Dia memegangi dadanya yang terasa sesak.“Haduh, Mang! Kasihan dikit ke saya, napa? Kalo Mang Imron telat bayar, nanti Bos Gallon bakal mundurin gajian aku! Lah, aku mana bisa makan kalo nggak terima gaji. Kita sama-sama jangan saling merugikan, Mang!” Kevan berjongkok di hadapan Imron dan Inura. “Ngomong-ngomong ….” Kevan melirik Inura, lalu tersenyum sinis.Tangan kanan Kevan menarik kalung dari leher Inura. Seketika itu juga, Kevan berhasil mendapatkan kalung emas milik Inura. Dia berdiri sambil memperhatikan kalung di tangannya.“Jangan, Kang!” teriak Inura. “Itu peninggalan mantan Suamiku satu-satunya.”Kevan sedikit menundukkan badan. Dia bertanya, “Memang apa peduliku? Kamu kan banyak yang naksir, kawin lagi aja, Neng.”Kevan kembali tersenyum sinis. “Berikan semua cincin di jarimu dan anting yang kamu pakai!”Inura dan Imron saling menatap. “Jangan, Inura!” seru Imron.“Cepat, Inura, atau kamu mau aku sentil ginjalnya Mang Imron pake tang, nih?!” Kevan mengancam Inura dengan wajah menyeringai.Inura yang sedang ketakutan dengan cepat melepas semua perhiasan. Kemudian, memberikannya kepada Kevan."Bagus." Kevan mengantongi semua perhiasan yang didapatnya. "Semua perhiasan itu bahkan nggak cukup untuk bayar bunganya. Semua total utang mu 120 juta rupiah."Kevan mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam jaket. Dia kembali berjongkok. "Cepat tanda tangan!" perintahnya."Apa ini?" tanya Imron curiga."Ini adalah surat perjanjian. Bos Gallon akan menjadi pemilik sah atas tanah dan bangunan ini jika bulan depan kamu nggak bisa bayar utangnya."Kevan menarik pakaian Imron hingga pria 67 tahun itu tersungkur."Cepat tanda tangan!"Inura membelalakkan mata. "Akang Kevan nggak punya hati! Tega sekali terhadap orang miskin seperti kami. Aku bersumpah kamu nggak akan pernah bahagia."Kevan menelan saliva. 'Aku terpaksa menerima pekerjaan ini. Karena aku butuh uang. Tidak peduli sumpah serapah yang aku dapatkan dari orang-orang,' pikirnya."Bagus!" Kevan melipat dokumen tadi setelah Imron selesai tanda tangan. Dia menatap Imron dan Inura sebelum pergi meninggalkan mereka.***"Ughh! Rasanya lelah menjadi orang miskin," keluh Kevan tiba-tiba.Kevan baru saja selesai bekerja menagih utang. Dia berjalan kaki menuju gang rumahnya. Karena batal ke restoran sea food milik Desi, maka Kevan pulang lebih awal dari jadwal."Eh?!"Kevan terkejut. Dia menghentikan langkah. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya."Mobil mewah siapa yang parkir di depan gang rumah orang tuaku? Apa ini mobil keluarga Darwin? Tapi, untuk apa mereka datang mencari ku?""Aku harus cepat-cepat sampai di rumah," ujar Kevan. Kevan mempercepat langkah menuju rumahnya yang berada di dalam gang. Dia melihat pintu rumah terbuka. Dia lantas sedikit menundukkan kepala saat memasuki rumah sewa sederhana orang tuanya. “Kevan, kamu udah pulang?” tanya wanita bermata sayu dengan kantong mata menghitam. “Kemarilah!”Kevan melihat tiga orang asing di dalam rumahnya. Dua diantaranya adalah sepasang suami istri yang tua renta dan satunya pria muda dengan perkiraan usia awal 40 tahun.Semua mata tertuju pada sosok Kevan. Namun dengan santainya, Kevan berjalan menghampiri ibunya. “Ya, Ma,” jawab Kevan singkat. “Ehem,” si pria tua berdeham. Tingkahnya terlihat arogan. Berbeda dengan wanita tua yang tersenyum ramah ketika Kevan menatapnya.Pasangan tua renta itu duduk berhadapan dengan kedua orang tua Kevan. “Ma, siapa mereka?” tanya Kevan berbisik. Dia menunjuk pasangan tua renta dengan dagunya. “Dan, siapa pria berkumis yang berdiri di belakang mereka?”“Jasmine!”
'Rasanya nyaman sekali terbang dengan pesawat jet pribadi,' gumam Kevan dalam hati. 'Dan sekarang, aku nggak sangka bisa ngerasain duduk di dalam mobil Rolls-Royce Boat Tail berwarna hitam pekat. Sungguh beruntungnya aku!'Kevan telah sampai di ibukota Paloma yang berada di pulau Orion. Dia dan Cinta duduk di kursi belakang. Sedangkan Christian duduk tepat di samping sopirーDabin Yu."Kita akan sampai sebentar lagi, Kevan," ujar Cinta memberitahu cucunya. Cinta tidak berhenti tersenyum sejak bersama Kevan. Dia juga terus menerus menggenggam tangan Kevan seolah tidak ingin terpisahkan. Mobil yang membawa Kevan berhenti di depan gerbang hitam tinggi. Begitu gerbang terbuka, mobil melaju bebas memasuki area mansion mewah bergaya Victorian. Kevan ternganga melihat pemandangan di depannya. "Astaga! Pemandangan malam di sini sangat indah!" pekiknya."Ha! Ha! Ha!" Cinta tertawa. "Mansion ini akan menjadi tempat tinggal mu mulai sekarang."Mobil berhenti di depan bangunan mansion utama. Beb
"Apa maksudnya, Pa?" tanya Julian begitu Christian selesai berbicara. Leon tidak mau kalah. Dia juga memberikan pertanyaan kepada Christian, "Di kantor cabang mana dia akan bekerja dan sebagai apa?"Ken yang sejak tadi hanya diam pun ikut bertanya, "Apa dia punya pengalaman?" Christian meletakkan alat makannya meskipun dia belum selesai. Dia menatap wajah anak-anaknya yang terlihat marah bercampur cemas. Christian melihat Cinta mengangguk kepadanya. "Dabin, panggil mereka!" perintah Christian."Ya, Tuan." Dabin menepuk tangannya tiga kali. Tidak lama kemudian, masuklah dua pria dan satu wanita ke ruang makan. Semua orang menatap ketiga orang asing tersebut dengan curiga."Siapa mereka?" tanya Julian tidak sabar. Dabin mengambil alih situasi. Dia membungkuk di hadapan Kevan. "Tuan Muda, perkenalkan," ujar Dabin memulai pembicaraan. "Pria bermata sipit keturunan Nexterra-Tionghoa ini bernama Ziyad Manantaーasisten Anda."Semua orang terkejut. Begitu juga dengan Kevan. "Wanita di s
"Kamu bawa apa, Omar?" Pandangan Kevan menatap sesuatu di tangan Omar. "Ini adalah album foto keluarga Hanindra. Tuan Dabin sudah menyiapkannya untuk Anda," jawab Omar. Dia menyerahkan album foto tersebut kepada Kevan.Terpancar rasa penasaran dari kedua mata Kevan. Dia segera mengambilnya.Kevan membuka album foto perlahan. Namun tiba-tiba, dia mendongakkan kepala. "Maudy, kamu balik aja ke kamar sekarang dan istirahat!" perintahnya.Maudy gugup. "Baーbaiklah, Tuan Muda," ujarnya terbata. "Tapi, sebenarnya saya mau jelasin beberapa poin terkait pekerjaan Anda besok.""Ah, itu gampang. Besok pagi aja." Kevan merespon Maudy dengan santai. Dia melihat-lihat beberapa foto yang tersusun rapi di album. "Kalau gitu, saya permisi, Tuan Muda," ujar Maudy dengan sedikit membungkuk. "Ya, sana pergi!"Kevan mendengar pintu kamarnya tertutup. "Apa kalian semua sudah lama kerja di sini?" tanyanya. Omar dan Ziyad saling menatap satu sama lain. Kevan masih asyik melihat satu persatu foto di album
"Ha! Ha! Ha!Semua orang menertawakan Kevan. Beberapa pelayan bahkan terlihat menahan tawa agar tuan mereka tidak tersinggung. "Kamu pikir, di sini warung makan!" seru Kafa mengejek Kevan. "Dasar kampungan!" cemooh Gisele. "Kamu nggak pantas makan di sini. Tapi, lebih pantas makan di dapur sama pelayan!" Kali ini yang berbicara Gibran. Dia baru saja tiba di ruang makan.Semua orang menoleh melihat Gibran datang dengan jas coklatnya yang rapi. Dia tinggi seperti Kevan dan tentu saja kulitnya putih bersih. Kevan menoleh ke belakang. Dia menjentikkan jari memanggil Ziyad. "Ya, Tuan Muda?" tanya Ziyad berbisik."Siapa dia? Aku baru pertama kali lihat."Ziyad tahu siapa yang dimaksud oleh tuannya. Dia kembali berbisik, "Dia ... Tuan Gibran, anak dari tuan Ken Hanindra."Kevan mengangguk. "Oke," ucapnya."Tuan Gibran memang jarang pulang. Karena dia lebih banyak habiskan waktu di apartemen pribadi," ujar Ziyad kembali berbisik.Kevan mengangguk. Dia melihat Gibran duduk di samping Ken.
"Apa?! Kamu panggil aku apa?!"Gibran menarik rambut Kevan hingga pria itu terjungkal ke belakang. "Aku ini manajer perencanaan kantor pusat HHC. Kamu harus hormati aku!"Kevan menahan rasa sakit. Dia menatap Gibran geram. "Hei Gembel, kenapa tatapan kamu begitu? Nggak terima? Nggak suka posisiku lebih tinggi? Ha! Ha! Ha!"Gibran tertawa dengan bangga, begitu pula dengan Ken. Keduanya menatap Kevan dengan jijik.Ken berdiri seraya merapikan jasnya. Dia berseru, "Salahin Ibumu yang durhaka! Bisa-bisanya dia nikah sama gembel yang pengangguran!"'Pengangguran? Apa itu alasan Kakek menentang hubungan Mama dan Papa?' tanya Kevan di dalam hati. "Padahal kalau Jasmine mau nikah sama anak relasi Papa, dia nggak akan kelaparan!" seru Ken melanjutkan ucapannya. "Kalau gitu, si gembel ini nggak akan pernah lahir ke dunia, Pa," sela Gibran. "Ya nggak apa-apa, Gibran," sahut Ken. "Kita udah pasti nggak akan punya saudara miskin. Ya nggak, sih?"Gisele mengangguk. "Ya, Paman. Malu-maluin bang
"Eh?" Merasa gerak-geriknya diawasi, Nulla menoleh ke arah Kevan. Dia menyipitkan matanya. "Kamu?!"Nulla berdiri. Dia berjalan dengan angkuh menuju Kevan yang masih berdiri memperhatikannya. "Kamu ngapain di sini? Ngelamar kerja?"Nulla merasa ada yang aneh dengan kehadiran sang mantan pacar. "Akuー""Kamu ngelamar office boy?" Nulla menyunggingkan senyum. "Emm, kamu habis masuk gorong-gorong, ya? Kucel banget, sih!"Seperti biasa, Nulla tidak memberikan Kevan kesempatan untuk menjelaskan. Nulla mengangkat kedua bahunya sebagai tanda jijik. Dia juga menatap Kevan sinis. "Maaf, Bu Nulla. Janganー""Nggak apa-apa, Bu Maudy," sahut Kevan memotong kalimat Maudy. Dia terlihat begitu santai menanggapi Nulla. "Saya udah kenal sama Bu Nulla. Nggak ada masalah kok."Ziyad menepuk bahu Maudy seraya berbisik, "Ikuti aja permainan Tuan!"Maudy cepat tanggap. "Kalau begitu, tunggu sebentar ya, Bu Nulla! Nanti saya akan panggil saat meeting akan mulai." Maudy cepat-cepat mengalihkan pembicaraan
"Minum ini, Tuan!"Omar menyerahkan obat cair kepada Kevan. Tapi, Kevan diam saja."Obat? Ngaco! Aku nggak sakit."Omar menghela napas. "Ini obat anti mabuk di perjalanan," jawab Omar mencoba bersabar. "Apa Anda ingat, Tuan? Anda mabuk saat berada di dalam pesawat. Anda juga mabuk saat naik lift."Kevan melihat Ziyad sedang senyum-senyum. "Kamu kasih tahu Omar kalau aku phobia naik lift? Bagus banget, Ziyad!""Bukan gitu, Tuan," sangkal Ziyad buru-buru. "Omar bodyguard Anda. Jadi saya pikir, dia harus tahu kondisi Anda. Apa itu salah?"Kevan mengambil obat tersebut dari tangan Omar. "Nggak salah, tapi malu-maluin aku."Saat ini, Kevan berada di dalam helikopter bersama Ziyad dan Omar menuju kota Shipyard. Dia pun akhirnya meminum obat anti mabuk pemberian Omar. "Ngomong-ngomong, kenapa Anda lakukan ini, Tuan? Apa Tuan Christian nggak marah?" tanya Ziyad. Baik Ziyad maupun Omar, keduanya begitu penasaran dengan jawaban Kevan. Mereka menunggu Kevan berbicara. Tiba-tiba raut wajah Keva