Share

205. Penunggang Naga

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-16 09:01:32

Pendekar Rambut Emas mendatangi Kepala Perguruan di ruangannya. Dia langsung duduk hormat menghadapnya.

“Tuan Guru, apakah benar engkau hendak mengirimkan Bimantara ke pulau Suwarnadwipa?” tanya Pendekar Rambut Emas dengan heran.

Kepala Perguruan terkejut mendengarnya. Namun dia tidak ingin bertanya darimana pendekar perempuan itu tahu akan hal itu.

“Iya,” jawab Kepala Perguruan.

“Apakah itu tidak berbahaya untuk Bimantara? Meskipun dia berhasil mengalahkan Gajendra dan murid-muridnya, bukan berarti kita harus semena-mena menyuruhnya,” protes Pendekar Rambut Emas padanya. “Kenapa tidak meminta bantuan pihak istana saja untuk mengirimkan para prajuritnya ke sana? Aku kira itu akan lebih cepat untuk menemukan bunga raksasa merah itu.”

“Jika itu aku lakukan, itu sangat berlebihan. Itulah kenapa aku meminta Bimantara. Pertama dia sudah selai melaksanakan tugas terakhirnya mencari kitab sakti. Kedua

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Youe
waahh bucin nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   206. Pendekar Buruk Rupa

    Bimantara memasuki gua dengan tongkatnya. Obor api di tangannya. Raut wajahnya tampak sedih memandangi isi gua itu. Bimantara pun menyalakan obor-obor di dalam gua itu. Hingga isi gua tampak terang. Tak lama kemudian dia duduk di atas kasur jerami sambil mengitari pandangannya ke sekitar gua. Bayangan-bayangan saat latihan bersama Ki Walang terngiang. Bimantara berdiri, dia tampak sedih mengingat itu semua.“Ampun, Tuan Guru!”“Tidak ada ampun untukmu!”Bimantara meneteskan air mata mengingat itu.“Apakah aku sudah boleh istirahat?”“Kau tidak boleh istrirahat sampai menguasai satu jurus dariku!”Kini air mata Bimantara bercuruan.“Tuan Guru, sepertinya aku demam! Bolehkah aku pergi ke tempat Tabib untuk dirawat di sana?”“Aku tahu kau hanya berbohong padaku! Kau hanya ingin istirahat saja! Tidak boleh! Kau harus menguasai satu jurus lagi baru boleh istirahat!&rd

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-16
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   207. Surat Untuk Para Raja

    Siang itu, Raja Dawuh berdiri di atas bangunan tinggi di pinggir pantai. Laut yang terbentang di hadapannya adalah samudera luas. Nun jauh di sana adalah wilayah asing yang tidak termasuk wilayah Nusantara. Dia memandangi lautan luas di hadapannya dengan lekat. Para prajuritnya sudah berjaga di sepanjang garis pantai wilayah Kerajaan Nusantara Tengah. Seorang lelaki, Sang Panglima yang baru dilantiknya naik ke atas bangunan itu lalu menghadap Sang Raja Muda itu. Dia adalah Panglima Adhira.“Ampun yang mulia! Para prajurit sudah hamba kerahkan untuk menjaga di setiap titik garis pantai wilayah kerajaan,” ucapnya.Raja muda itu menoleh pada Adhira.“Bagus, kalian jangan sampai lengah! Jika kapal-kapal layar itu sudah berdatangan, siapkan penyerangan jika kedatangan mereka untuk memerangi kita,” pinta Raja Dawuh.“Baik yang mulia!” ucap Panglima Adhira. “Ampun yang mulia, apakah yang mulia benar-benar yakin kalau pasukan kerajaan dari Tala akan menuju ke sini? Bukankah yang mulia mendapa

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   208. Rahasia Penjinak Merpati

    Bimantara tengah berlatih jurus-jurusnya di dalam gua. Dia sedang melatih kembali teknik tendangan seribunya. Seketika tubuhnya berpindah dengan cepat. Melompat dengan kaki cahayanya menginjaki dinding gua. Tak berapa lama kemudian sesorang menarik tubuhnya dengan cepat lalu membawanya mendarat di atas dasar gua.Bimantara terbelalak ketika mendapati Pendekar Tangan Besi sudah berada di hadapannya sambil memegangi kedua lengannya.“Tuan Guru?” ucap Bimantara heran melihat Kepala Perguruan itu mampu menangkap tubuhnya disaat dia tengah melakukan teknik tendangan seribu.“Kau masih harus melatih konsentrasimu saat melakukan jurus tendangan seribu, jika tidak musuh akan menggunakan tekniknya untuk mengetahui keberadaanmu disaat tubuhmu bergerak cepat,” pinta Kepala Perguruan.“Baik, Tuan Guru,” ucap Bimantara. “Apakah Tuan Guru menjengukku kemari karena pengembaraanku sudah harus aku lakukan?” tanya Bimantara heran.Kepala Perguruan mengeluarkan pelakat perak dari balik pakaiannya lalu m

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   209. Pengembaraan Menuju Suwarnadwipa

    Esoknya, Bimantara berdiri dengan tongkatnya di hadapan Kepala Perguruan dan teman-temannya. Dahayu menatap Bimantara dengan sedih. Sementara Bimantara menatap wajah Kepala Perguruan dengan tatapan penuh semangat. Buntalan kain sudah di punggungnya.“Aku berangkat, Tuan Guru Besar. Aku pasti kembali membawa bunga raksasa merah itu,” ucap Bimantara.“Ingat semua pesanku agar kau bisa menempuh pulau itu dengan aman,” pinta Kepala Perguruan padanya.“Baik, Tuan Guru.”Bimantara pun menoleh pada Dahayu. “Aku pergi dulu,” ucap Bimantara.Dahayu pun mengangguk. Lalu Bimantara menoleh pada Kancil, Pangeran Sakai, Rajo, Wira, Welas dan Sanum sambil tersenyum.“Aku pasti akan merindukan bertualang bersama kalian lagi,” ucap Bimantara.Semua tersenyum padanya.“Jaga dirimu baik-baik,” pinta Kancil.Bimantara mengangguk. “Semoga kalian semuanya bisa berhasil melakukan tugas terakhir untuk mendapatkan kitab sakti masing-masing.”Bimantara pun berjalan menuju kapal layar milik perguruan. Kapal lay

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-17
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   210. Sajian Tamu Kerajaan

    Malam itu Raja Dawuh mengadakan jamuan makan malam bersama Panglima Susesa di istana. Hidangan lezat sudah tersaji di atas meja. Para pelayan berdiri mengelilingi mereka, bersiap diperintah untuk kelancaran jamuan makan malam itu. Maksud kedatangannya ke sana sudah dibicarakan sebelumnya. Raja Dawuh menyambut dengan baik niat kerjaan Tala untuk menyambungkan kembali persahabatan yang redup hampir seratus tahun lamanya.“Hamba sangat mengucapkan ribuan terima kasih kepada yang mulia telah menyambut hamba dengan baik,” ucap Panglima Susesa penuh hormat.“Selama niat kerjaan Tala mengunjungi kami dengan niat yang baik, tentu saya akan menyambutnya dengan baik,” sahut Raja Dawuh. “Saya juga mengucapkan terima kasih atas hadiah yang diberikan yang mulia rajamu kepada saya.Panglima Susesa angguk-angguk. Raja Dawuh kembali menikmati makan malamnya. Panglima Susesa melihat ke prajuritnya yang berdiri sebentar, memberi kode bahwa misi mereka untuk melepaskan para pendekar dalam awak kapal har

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-18
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   211. Pertarungan dengan Perampok

    Saat kelima pendekar itu maju hendak mengeluarkan jurus-jurusnya ke Bimantara. Bimantara pun langsung melompat dan menggunakan jurus tendangan seribunya pada mereka. Kelima pendekar itu pun terpelanting jauh menghantam pepohonan. Mereka mendarat ke atas tanah sambil memegangi bagian tubuh yang sakit.Bimantara memutar kepalanya untuk melihat mereka satu-satu dengan pandangan mata tajam. “Jangan lagi lakukan ini kepada siapapun yang melewati jalanan ini!” pinta Bimantara. “Hari ini aku tidak akan membunuh kalian, tapi jika sekali lagi aku melihat kalian merampok di sini, maka aku tidak akan segan-segan mematahkan leher kalian!”“Ampun anak muda! Ampuni kami!” mohon salah satu pendekar itu pada Bimantara. Keempat pendekar lainnya pun berlutut padanya memohon ampunan.“Kami berjanji tak akan merampok di sini lagi! Mohon jangan bunuh kami,” ucap pendekar lainnya.Bimantara tidak menyahuti permohonan ampun mereka. Dia malah kembali melompat ke atas kuda, setelah itu dia kembali memacukan k

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-18
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   212. Ajian Penghilang Ingatan

    Prajurit itu datang menghadap Panglima Susesa di kediaman tamu kerajaan nusantara tengah. Panglima Susesa mengawasi sekitar, khawatir ada mata-mata kerajaan yang akan mendengar pembicaraan mereka. Saat dia merasa sudah aman, dia pun bicara pada prajuritnya.“Bagimana?” tanya Panglima Susesa padanya.“Semua pendekar sudah dilepaskan dari kurungannya,” jawab prajuritnya.“Bagus! Berarti esok kita bisa kembali ke kerajaan kita.”“Siap, Panglima!” jawab prajuritnya.Panglima Adhira yang sengaja mencuri dengar dari balik dinding kediaman tamu kerajaan itu tampak terkejut mendengarnya. Dia pun langsung pergi dari sana dengan langkah hati-hati. Namun langkahnya terhenti saat melihat Panglima Susesa melompat ke arahnya lalu mendarat di hadapannya.“Tidak sopan pihak kerjaan memata-matai tamu yang datang,” ancam Panglima Susesa padanya.“Kalian yang tidak sopan! Kamu sudah menyambut kedatangan kalian, namun ternyata kalian ingin mengacakukan kerajaan kami!” tegas Panglima Adhira.Panglima Suse

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-18
  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   213. Kembali Ke Kerajaan Tala

    Pagi sekali, Raja Dawuh memanggil Panglima Adhira sebelum melepas kepergian tamu kerajaan dari kerajaan Tala. Panglima datang menemuinya di kediaman sang Raja. Dia berlutut penuh hormat padanya.“Ampun yang mula. Semalam hamba tidak menemukan kejanggalan apapun mengenai tamu kita,” ucap Panglima Adhira.Raja Dawuh mengernyit tak percaya. “Kau yakin?” tanyanya.“Hamba berkata benar yang mulia. Semalam hamba sudah mencoba berkeliling ke kediaman tamu kerajaan, namun hamba tidak menemukan kecurigaan apapun,” jawab Panglima Adhira.Raja Dawuh menarik napas berat lalu menghembuskannya.“Baiklah kalau begitu, mari kita hantarkan mereka untuk meninggalkan istana kita,” pinta Raja Dawuh sambil berdiri.“Baik, yang mulia,” ucap Panglima.Mereka pun berjalan menuju kediaman tamu kerajaan. Saat melangkah mengikuti Sang Raja, Panglima Adhira sebenarnya masih heran dengan kejadian semalam. Dia tiba-tiba berada di hadapan Panglima Susesa dan tidak ingat apapun kenapa dia tiba-tiba berada di hadapan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19

Bab terbaru

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   582. ENDING : Pertemuan di Nusantara

    Bimantara berjalan dengan tongkat hitamnya di pedesaan pinggir laut itu. Dia sudah tidak lagi menggunakan kaki cahaya naganya. Dia melihat di pulau seberang sudah tidak ada lagi bangunan tinggi yang memiliki menara yang menjulang. Bagunan Perguruan Matarhari telah lenyap di sana. Perkampungannya tampak sunyi. Beberapa rumah tampak sudah hancur berkeping-keping. Hanya ada beberapa rumah yang tampak baik-baik saja.Bimantara tidak tahu siapa yang masih hidup di negeri itu. Setelah dia memeriksa tiga kerajaan Nusantara yang hancur berkeping-keping, dia mengendalikan naganya untuk kembali ke kampung halamanannya.Bimantara berdiri di sisi tebing itu. Dia teringat saat menemui Dahayu di sana dahulu."Tahun depan aku akan menjadi murid di sana!" ucap Bimantara tiba-tiba. Memecah lamunan tiga remaja di hadapannya itu. Seolah ingin menunjukkan pada Dahayu bahwa tanpa kaki satu, dia masih layak mengejar impiannya. Tiga remaja itu menoleh ke arah Bimantara bersamaan. Saat menyadari yang bicara

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   581. Perang Besar Terakhir 8

    Setelah itu keadaan menjadi hening. Putra Mahkota Iblis dan keempat saudaranya benar-benar sudah mati. Bahari tersenyum.“Sekarang aku bisa mati dengan tenang,” ucap Bahari.Bahari pun memejamkan matanya. Kini Bimantara, Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang kembali merasakan dingin.Sementara Bimantara langsung berlari menuju Raja Dawuh yang tidak lagi bernyawa itu. Dia memeriksa tubuhnya. Denyut nadinya sudah berhenti. Bimantara menangis sambil memeluk mayatnya.“Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu!” isak Bimantara.Tanaka, Pendekar Dua Alam dan Pendekar Sungai Panjang berjalan mendekat ke arahnya.“Kita sudah berhasil Bimantara,” ucap Tanaka.Bimantara pun menutup mata Raja Dawuh lalu berdiri di hadapan ketiga Panglimanya yang tersisa itu.“Tapi kita tidak berhasil mencegah mereka menghancurkan setiap kerajaan di atas muka bumi ini,” ucap Bimantara menyayangkannya. “Dan aku tidak berhasil menjaga Bahari dan Raja Dawuh.”“Aku yakin mereka akan tenang di nirwana kar

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   580. Perang Besar Terakhir 7

    “Aku bisa melakukannya tanpa harus membangkitkan Dahayu kembali,” ucap Bimantara.Pendekar Dua Alam mengernyit mendengarnya.“Cahaya di tubuh Dahayu sangat berguna untukmu, Bimantara. Jika cahaya kalian menyatu maka tidak ada satupun yang bisa melawan kalian, termasuk para Iblis itu,” protes Pendekar Dua Alam.“Dahayu telah mengalirkan cahayanya kepadaku,” ujar Bimantara.“Tapi cahayanya telah menyusut di tubuhmu,” protes Pendekar Dua Alam.Raja Dawuh pun bangkit.“Jika kau menolaknya karena sudah mengkhianatinya, aku rasa Dahayu akan mengerti, Bimantara. Kita tidak memiliki cara lain untuk membunuh mereka!” tambah Raja Dawuh.“Jangan paksa aku!” teriak Bimantara.Bimantara pun mengeluarkan tenaga dalamnya, dia pun langsung mengalirkannya pada Pendekar Dua Alam, Raja Dawuh, Bahari, Pendekar Sungai Panjang dan Tanaka.“Jangan lakukan itu, jika tidak tenagamu akan habis!” protes Tanaka yang menerima aliran tenaga dalam dari Bimantara.Bimantara tidak menggubris perkataan Tanaka. Tenaga

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   579. Perang Besar Terakhir 6

    “Jangan menangis,” pinta Ki Walang.“Aku tidak berhasil menjadi Chandaka Uddhiharata, Tuan Guru,” isak Bimantara. “Dunia sudah dihancurkan anak-anak iblis itu. Tiga kerajaan Nusantara telah habis terbakar, juga istana-istana di kerajaan lain. Sebentar lagi semua manusia akan mati. Mungkin aku juga akan mati. Padahal aku sudah membawa kelima Panglima terbaik di dunia ini.”“Apakah seperti ini akhirnya seorang murid yang sangat aku banggakan itu?” ucap Ki Walang sedikit marah. “Dahulu aku kagum padanya karena keterbatasannya dia memiliki cita-cita begitu agung untuk menjadi seorang pendekar yang berguna bagi sesama. Pahadal dia hanya memiliki kaki satu, tapi dia ingin memiliki jurus tendangan seribu.”Bimantara terdiam mendengar itu.“Hal yang tidak mungkin. Siapapun yang mendengarnya pasti akan tertawa karena ketidakpercayaannya. Tapi aku percaya akan itu. Akhirnya aku ajarkan semua ilmuku padamu. Dan kini, kau mengeluh disaat nyawa masih berada di dalam ragamu?!” teriak Ki Walang.“Ap

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   578. Perang Besar Terakhir 5

    Bimantara kembali menyerang Putra Mahkota Iblis yang tampak geram. Dia menggunakan segala jurus yang dia punya untuk melawannya. Sekuat tega Bimantara lakukan sendirian untuk melawannya. Berbagai serangan yang dilakukan Bimantara berhasil dilawannya dengan baik. Bimantara tampak kewalahan dan hampir saja kehilangan tenaga.“Kita harus membantunya,” pinta Raja Dawuh yang tampak khawatir pada Bimantara.“Aku tahu kau seorang raja,” sahut Tanaka. “Tapi yang paling penting dari sebuah tim adalah mengikuti arahan Pimpinannya. Sekarang kau bukan seorang raja lagi. Kau harus mengikuti permintaan Bimantara yang meminta kita menjaga Pendekar Dua Alam sampai dia selesai melakukan ritualnya. Nyawa kita sekarang untuk Pendekar Dua Alam.”“Tapi dia bisa mati melawan Putra Mahkota Iblis itu sendirian,” ucap Raja Dawuh semakin khawatir.“Percaya saja,” pinta Tanaka menenangkannya.Sementara Pendekar Sungai Panjang masih berusaha menggunakan tenaga dalamnya untuk mengembalikan tulang-tulang yang pata

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   577. Perang Besar Terakhir 4

    Bimantara terbang ke atas langit. Tubuhnya mengeluarkan cahaya. Sesaat kemudian dia meluncur ke bawah lalu menggunakan jurus tendangan seribunya untuk menghalau roh-roh hitam yang menyerang mereka. Satu persatu dari roh-roh hitam itu terpelanting jauh dan terbakar.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang terngaga melihatnya. Bimantara pun kembali mendarat di dekat mereka dengan sorot mata yang masih menyala. Putra Mahkota Iblis di dalam benteng itu tampak geram. Dia berteriak lalu mengeluarkan cahaya di tubuhnya. Gemanya hampir saja memecahkan dinding pembatas tak terlihat.“Sekarang saatnya kau harus memecahkan dinding pembatas tak terlihat itu,” pinta Bahari.Bimantara mengangguk.“Semuanya segera bersiap!” pinta Bimantara pada kedua Panglima yang menemaninya itu.Bahari dan Pendekar Sungai Panjang mengangguk. Mereka pun sudah bersiap dengan jurus masing-masing.Bimantara menoleh pada Tanaka dan Raja Dawuh yang masih menjaga Pendekar Dua Alam yang sedang membangkitkan para pendekar sakti

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   576. Perang Besar Terakhir 3

    Putra Mahkota Iblis itu berhenti berlari menuju benteng yang terbuka itu. Iblis itu menatap kepada empat saudaranya yang ikut berhenti.“Berpencarlah kalian semuanya,” pinta Putra Mahkota Iblis. “Hancurkan semua kerajaan di muka bumi ini! Biar aku saja yang menghadapi musuh kita di depan benteng sana!”“Tapi mereka telah membunuh adik bungsu kita,” protes salah satu dari mereka. “Kita harus bersama-sama membunuh mereka sebelum kita keluar dari negeri ini dan menghancurkan semua kerajaan di atas muka bumi ini!”“Diriku sendiri sudah cukup untuk membunuh semuanya! Ikuti perintahku jika kalian masih menganggapku sebagai pengganti Raja!” teriak Putra Mahkota Iblis itu pada adik-adiknya.“Baiklah,” jawab salah satu dari mereka.Empat anak-anak Iblis yang perkasa itu pun langsung melompati benteng yang luas nan tinggi itu. Mereka berpencar ke empat penjuru untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan di berbagai wilayah.Sementara Bimantara di luar benteng itu tampak terkejut melihat para Iblis it

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   575. Perang Besar Terakhir 2

    “Biar aku saja yang menghadapinya,” ucap Tanaka pada Bimantara.Bimantara mengangguk. Tanaka pun langsung melompat dari punggung naga lalu terbang melawan Pendekar Tombak Angin. Tanaka mengeluarkan golok hitamnya, sementara Pendekar Tombak Angin mengeluarkan pedangnya. Mereka berdua bertarung di atas langit.Bimantara menoleh pada Bahari, Pendekar Sungai Panjang, Pendekar Dua Alam dan Raja Dawuh.“Kalian serang prajurit mereka!” perintah Bimantara.Keempat Panglimanya itu mengangguk. Mereka langsung mengendalikan naga masing-masing lalu naga-naga yang ditunggangi mereka itu menghembuskan api dari mulut mereka untuk membakar ribuan prajurit yang berusaha memecahkan benteng tinggi itu. Sebagian prajuritnya mati terbakar karenanya. Para prajurit yang lain berusaha menyerang mereka dengan senjata masing-masing.Dengan sigap Raja Dawuh menggunakan kekuatannya untuk melelehkan pedang dan senjata lainnya yang digunakan para prajurit itu. Seketika senjata mereka meleleh.Sementara Bimantara l

  • Bimantara Pendekar Kaki Satu   574. Perang Besar Terakhir 1

    Ribuan burung besar yang membawa Pendekar Tombak Angin dan pasukan roh-nya telah tiba di daratan negeri salju itu. Angin dingin berhembus menusuk tulang. Pendekar Tombak angin yang berada paling depan di punggung burung besar itu tampak menggigil. Ribuan tentaranya pun tampak kedinginan. Burung-burung besar itu pun tampak sudah lemah memasuki negeri salju itu, mereka tidak kuat akan dinginnya negeri itu.Pendekar Tombak Angin melihat patung es raksasa yang sedang memegang tongkat di hadapan benteng tinggi yang memutih. Ribuan prajurit di dekatnya pun mematung, mereka bagai patung es yang dipahat oleh seorang seniman yang masyhur.“Apakah dia Bubungkala?” tanya Pendekar Tombak Angin pada tiga makhluk hitam yang kedinginan di dekatnya. Tiga makhluk hitam itu terbang mengikutinya.“Benar, Tuanku,” jawab Makhluk hitam itu. “Dia yang paling bungsu dari ke enam saudara Iblismu.”Pendekar Tombak Angin tampak tidak kuat lagi karena dinginnya tempat itu.“Sekarang keluarkan batu dari neraka it

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status