Share

161. Terik Matahari di Atas Mata Air Abadi

Bimantara masih terduduk lesu di hadapan air terjun mata air abadi. Matahari begitu terik di atas sana. Sang naga sudah menghilang di sekitarnya.

“Dahayu! Keluar lah!” panggil Bimantara sedikit lirih. “Aku tak akan pergi dari sini jikau kau tidak keluar dari persembunyianmu!”

Dahayu masih tidak menyahutnya. Hanya suara air terjun yang dengar dan suara para siamang serta burung-burung di sekitar mata air itu. Tubuhnya tampak lemas.

Tak berapa lama kemudian terdengar suara hentakan kaki kuda. Bimantara heran, dia menoleh ke belakang mencari sumber suara. Tak lama kemudian dia melihat Kepala Perguruan datang dengan kuda hitamnya. Bimantara terkejut melihatnya.

“Tuan, Guru?” ucap Bimantara tak percaya.

Kepala Perguruan turun dari kudanya lalu berjalan mendekati Bimantara.

“Kau harus kembali ke Perguruan sekarang juga,” pinta Kepala Perguruan.

Bimantara hanya terdiam lalu menunduk dengan sedih.

“Ingatlah apa tujuanmu untuk memasuki Perguruan Matahari,” tegas Kepala Perguruan padanya. “Kau
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status