Pangeran Dawuh pun kembali turun dari atas pagar istana. Pejabat istana yang lain datang padanya dengan napas terengah-engah dan raut wajah paniknya.“Aku tahu apa yang hendak kau laporkan padaku!” ucap Pangeran Dawuh. “Sekarang siapkan kuda untukku dan siapkan prajurit terbaik untukku.”Pejabat Istana itu heran. “Yang Mulia hendak kemana?”“Aku hendak mengejar mayat hidup Naga Wali. Aku bertanggung jawab untuk menjaganya. Dan aku juga bertanggung jawab untuk mencarinya dan membawanya kembali ke istana,” jawab Pangeran Dawuh.Pejabat istana itu terbelalak. “Tapi di luar sana sangat berbahaya, Pangeran.”“Aku akan lebih merasa berdoa jika abai dari tanggung jawabku!” tegas Pangeran Dawuh. “Segera siapkan kuda dan prajurit untukku!”“Ba... baik, Yang Mulia,” ucap pejabat istana itu lalu segera pergi dari hadapan Pangeran Dawuh.***Pangeran Sakai duduk di tepi ranjangnya dengan pandangan kosong. Rajo dan Wira tampak bingung melihat Pangeran Sakai seharian ini tampak murung dan tidak mau
Bimantara berdiri di atas kapal layar dengan tongkatnya. Matanya menerawang jauh ke arah lautan. Kepala Perguruan melihatnya kasihan. Mereka sedang berlayar menuju pulau perguruan matahari yang sudah terlihat samar dari atas kapal.Angin menyapu lembut wajah Bimantara yang masih memandang lautan di hadapannya. Kenangan-kenangan bersama Dahayu kembali terngiang dalam ingatannya.“Kenapa manusia tidak bisa hidup abadi, Bimantara?” tanya Dahayu suatu petang di padang ilalang. Mereka tengah berjalan dari mencari burung hendak pulang.“Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu,” jawab Bimantara.Dahayu terdiam. Raut Wajahnya tampak sedih. Bimantara heran.“Kenapa kau bertanya begitu?”“Aku hanya tidak bisa jika kelak ayahku harus pergi meninggalkanku untuk selamanya,” jawab Dahayu.“Aku juga tidak bisa jika ayahku juga lebih dahulu pulang ke alam sana, tapi bagaimana pun inilah takdir manusia. Akan ada kematian. Akan ada yang meninggalkan dan ditinggalkan. Kita harus menerimanya.”“Jika aku leb
Naga Wali kembali menatap perguruan matahari dari atas tebing itu.“Anakku, apakah kau masih belum sadarkan diri akibat serangan dari tenaga dalamku?” tanya Naga Wali dengan khawatirnya. “Aku harus menemuimu di sana! Aku harus menyembuhkanmu hingga kau bisa kembali sadar seperti sedia kala.”Saat Naga Wali hendak pergi dari sana, tiba-tiba Pangeran Dawuh dan pasukannya sudah berada di sana di atas kuda masing-masing. Naga Wali terkejut melihatnya.“Menyingkir dariku!” tegas Naga Wali.“Kau harus kembali ke istanaku,” tegas Pangeran Dawuh.“Kenapa aku harus dikurung di sana! Aku bukan orang jahat! Aku ke sini untuk menyelamatkan anakku di perguruan matahari!” tegas Naga Wali.“Yang menguasai tubuhmu bukan hanya arwahmu! Tapi ada iblis yang sewaktu-waktu menyingkirkanmu dan menguasai ragamu! Dia telah membunuh pejabat istanaku dan para prajuritku! Aku tidak mau dia membunuh penduduk kampung di sini! Jika kau memikirkan keselamatan penduduk! Ikutlah bersamaku! Aku akan mencari cara agar
Bimantara menatap teman-teman seangkatannya dengan tatapan tajam penuh semangat.“Ayo teman-teman! Kita mulai berjuang malam ini juga!” teriak Bimantara penuh semangat.Pangeran Sakai berdiri diikuti yang lainnya. Bimantara menatap Kepala Perguruan. Kepala Perguruan mengangguk. Bimantara dan teman-teman seangkatannya pun langsung keluar dari ruangan ritual itu. Semua yang berada di dalam ruangan itu tampak menatap Kepergian Bimantara dan yang lainnya dengan penuh harap agar mereka bisa menaklukkan Perguruan Tengkorak.Bimantara berdiri bersama Pangeran Sakai, Kancil, Rajo, Wira, Sanum dan Welas di hadapan pintu masuk bangunan ritual. Bimantara tersenyum melihat sekawanan srigala, sekawanan harimau, singa dan binatang buas lainnya berdiri tegak dengan kakinya menghadap Bimantara dan yang lainnya. Pangeran Sakai dan yang lainnya pun tampak tercengang.Rajo tampak gemetar ketakutan.“Apakah mereka tidak akan memangsa kita?” tanya Rajo tak percaya.“Mereka berpihak pada kita. Para leluhur
“Kembalikan mereka ke tempat persembunyiannya! Kau harus segera pergi menemui Kepala Perguruan bersama yang lainnya,” pinta Ki Walang.“Baik,Tuan Guru,” jawab Bimantara.Bimantara pun kembali memejamkan mata dan bergumam. Tak lama kemudian ratusan kalajengking itu kembali berjalan menuju tempat bersembunyian masing-masing.Bimantara pun menatap Pangeran Sakai dan yang lainnya.“Sekarang kita harus berangkat ke pulau seberang malam ini juga,” pinta Bimantara.“Apakah hanya seperti ini?” tanya Pangeran Sakai heran.“Aku sudah menyiapkan pakaian terbaik untuk kalian semuanya,” ucap Bimantara.Semua heran. “Pakaian apa itu, Bimantara?” tanya Kancil penasaran.Bimantara tersenyum pada mereka.***Bimantara tersenyum menatap Pangeran Sakai dan yang lainnya sudah memakai pakaian perang terbuat dari baja. Pakaian itu Bimantara dapatkan dari Ki Walang. Pangeran Sakai dan Kancil tampak memperhatikan pakaian perang yang sudah mereka pakai. Ini untuk pertama kalinya mereka memakai pakaian seperti
Panglima Sada berdiri di atas pagar istana kerajaan Nusantara Timur. Matanya mengawasi mayat-mayat hidup yang mencoba masuk ke dalam istana. Tak ada lagi penduduk yang meminta untuk diselamatkan di luar pagar sana. Semuanya sudah berada di dalam tujuh lapis gerbang istana.“Harimau!” teriak salah satu dari prajurit.Panglima Sada terkejut mendengarnya. Dia melihat ke bawah sana. Di belakang mayat-mayat hidup yang mencoba mendorong gerbang istana itu datang satu harimau besar hendak menuju ke mayat-mayat hidup itu.“Apakah kita harus memanahnya, Tuan Panglima?” tanya salah satu dari prajuritnya.“Tunggu dulu!” pinta Panglima Sada padanya.Tak lama kemudian berdatangan harimau-harimau lainnya dan binatang buas lainnya. Elang berterbangan di atas sana. Mereka baru berdatangan. Panglima Sada dan para prajurit terbelalak tak percaya melihat kedatangan mereka.“Apa yang harus kita lakukan, Tuan Panglima?! Binatang-binatang buas itu bisa saja memasuki istana dan menerkam kita semua?” tanya p
Panglima Sada mendapat surat dari prajuritnya. Surat yang datang dari Perguruan Matahari melalui burung merpati. Di atas pagar istana dia segera membaca surat itu. Dia terbelalak ketika mengetahui bahwa Pangeran Sakai ikut andil dalam misi perguruan untuk mencari keberadaan Perguruan Tengkorak. Di dalam surat itu, Kepala Perguruan belum memberitahukan mengenai Dahayu yang kembali ke alam peri. Entah apa alasan Kepala Perguruan masih merahasiakannya kepada ayahnya sendiri.Panglima Sada pun buru-buru turun dari atas pagar. Dia menaiki kudanyanya untuk menyampaikan surat itu kepada Rajanya. Sesampainya dia di hadapan Raja Dwilaga, Panglima Sada menyampaikan isi surat itu kepadanya dengan penuh hormat.Raja Dwilaga terkejut mendengarnya.“Kenapa Kepala Perguruan membiarkan Pangeran ikut andil dalam misi itu?” tanya Raja Dwilaga penuh kekhawatiran dan amarah.“Hamba tidak tahu yang mulia,” jawab Panglima Sada.“Kepala Perguruan sudah tahu kalau Pangeran adalah penerus tahtaku, kenapa dia
Pendekar Pedang Emas datang ke kediaman Kepala Perguruan. Dia menghadap dengan penuh hormat padanya. Pendekar Pedang Emas tampak heran melihat raut wajah Kepala Perguruan yang menyiratkan penuh kekhawatiran.“Apakah sudah ada kabar dari Bimantara, Tuan Guru?” tanya Pendekar Pedang Emas dengan khawatir.“Hingga siang ini belum ada kabar apapun yang aku terima darinya. Merpati tak datang padaku untuk menerima suratnya,” jawab Kepala Perguruan dengan sedih.“Bagaimana dengan Pangeran Sakai dan Pangeran Pangaraban? Apakah Istana sudah mengetahui kepergian mereka bersama Bimantara?”“Aku sudah mengirimkan surat kepada dua kerajaan itu. Aku tidak tahu bagaimana respon para yang mulia raja. Tapi tindakan kita sudah tepat. Mereka pasti sudah mengerti bagaimana jika para leluhur yang meminta,” jawab Kepala Perguruan.“Lalu mengenai Dahayu?”“Aku belum memberitahukannya pada Panglima Sada,” jawab Kepala Perguruan dengan bingung.Pendekar Pedang Emas terkejut mendengarnya. “Kenapa belum diberita