Share

Part 2. Mencari Tahu

Lana menatap nota hotel itu berulang kali seperti dia baru saja melihat benda itu untuk pertama kalinya. Hari sudah malam, Kaisar sudah tertidur pulas di sampingnya, tetapi Yoga belum juga terlihat batang hidungnya. Lana mengira jika lelaki itu pasti tengah berada di kamar hotel bersama dengan perempuan yang dibawanya tadi.

Gigi Lana bergemeletuk mengingat perselingkuhan yang dilakukan oleh sang suami di belakangnya. Tidak pernah menyangka dia akan diperlakukan tidak adil oleh lelaki yang sudah memberinya satu anak tersebut.

Menatap jam di dinding kamar Kaisar, sudah pukul delapan malam. Perasaan Lana semakin tidak tenang dan emosi terasa menguap. Dia sudah menahan diri untuk tidak mengeluarkan amarahnya seharian ini karena tidak ingin membuat Kaisar bingung. Memutuskan untuk keluar dari kamar Kaisar setelah dia mengecup pipi putranya tersebut.

Hampir pukul sepuluh malam ketika Yoga masuk ke dalam rumah dengan ekspresi terkejut luar biasa. Lelaki itu tersenyum canggung.

“Sayang, maaf aku telat pulang.” Begitu katanya mendekati Lana.

Lana tidak menjawab dan mengarahkan tatapannya pada Yoga yang tampak lelah. Tidak juga bertanya kenapa suaminya itu baru pulang di jam ini. Lana tampak tenang, tetapi kepalanya seolah mengeluarkan asap amarah tak terbendung.

‘Tahan, Lana. Belum waktunya kamu bersuara,’ batinnya menyadarkan.

“Mas sudah makan?” tanya Lana mencoba menekan perasaannya sampai dasar.

“Sudah, Sayang. Aku ke kamar dulu, ya. Langsung istirahat.”

Tanpa menunggu Lana menjawab ucapannya, lelaki itu berlalu begitu saja meninggalkan sang istri yang tengah berdiri kaku di ruang keluarga. Lana terkekeh sinis, menertawakan dirinya sendiri. Meraba-raba tentang hidupnya yang tiba-tiba terasa tak berguna dan hancur.

Apa yang sebenarnya kurang darinya sampai sang suami berani mengambil cara kotor dengan mengkhianatinya? Selama ini dia merasa mampu menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Pakaian kantor Yoga selalu licin dan wangi, sarapan tidak penah telat, bahkan kalau lelaki itu menginginkan bekal makan siang, dia juga akan membawakannya.

Sayangnya, benar yang dikatakan oleh orang-orang di luar sana. Seorang lelaki yang memiliki banyak uang, dia seperti membutuhkan banyak wanita. Tidak peduli jika di rumah dia sudah memiliki istri sekalipun.

Memutuskan masuk ke kamar, Lana mendapati Yoga baru saja keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Senyum lelaki itu lagi-lagi merekah.

“Kamu nungguin aku lama ya, Sayang, tadi? Maaf, ya. Kerjaan di kantor sekarang lagi banyak-banyaknya. Jadi, mungkin aku juga akan banyak lembur kedepannya nanti.” Yoga memberikan penjelasan tanpa Lana meminta. “Naik jabatan sedikit aja, tanggung jawab juga udah bertambah.”

Yoga memang baru saja mendapatkan kenaikan jabatan menjadi kepala divisi di kantornya. Dia yang tadinya hanya karyawan biasa, pada akhirnya mendapatkan posisi yang menjanjikan. Mungkin karena itulah lelaki itu semakin banyak tingkah.

“Kalau memang lemburnya buat kerja, ya, aku doakan selalu lancar kerjaannya, Mas. Tapi, kalau lemburnya ngelakuin hal yang tidak-tidak, beda lagi ceritanya.” Lana santai ketika menjawab dan membuat Yoga terkejut seketika. Ekspresinya tampak gusar dan tidak tenang.

Lelaki itu tersenyum kecut berusaha menutupi kegugupannya. “Kamu ini ngomong apa sih, Lan. Tentu saja aku lembur untuk kerja. Aku bukan orang yang suka aneh-aneh. Aku kerja keras demi kehidupan kita lebih baik dan lebih baik lagi. Ingat ‘kan, kita punya mimpi-mimpi indah untuk hidup kita kedepannya.” Yoga mengelus rambat Lana dengan lembut sebelum berlalu dari hadapan perempuan itu untuk meletakkan handuk di sudut kamar.

Meskipun pernikahan Lana dan Yoga atas dasar perjodohan, kehidupan pernikahan mereka sama sekali tidak melalui drama yang menyakitkan. Mereka seolah bisa langsung jatuh cinta dan menerima satu sama lain. Namun, kali ini justru Yoga yang berpaling lebih dulu dari istri cantiknya.

“Ayo, tidur.” Yoga bergumam tanpa menatap ke arah Lana sebelum menutup matanya bersiap untuk menyelami alam mimpi.

Lana menarik napasnya panjang, alih-alih menyusul Yoga tidur, dia justru masuk ke dalam kamar mandi. Mengecek kemeja Yoga yang tadi dipakai dengan menciumnya. Sayangnya, dia tak menemukan wangi lain selain wangi parfum sang suami yang masih menempel.

Lana melemparkan kemeja itu ke dalam keranjang cucian kotor. Napasnya naik turun karena rasa kesal yang menyerbunya.

***

“Mas hari ini lembur lagi?” tanya Lana pagi ini setelah menyiapkan sarapan untuk keluarga kecilnya. Kaisar juga sudah tampan duduk dengan tenang di kursinya menyantap nasi goreng buatan sang bunda.

“Sepertinya iya, Sayang. Kerjaan benar-benar numpuk.” Begitu katanya setelah menelan makanannya.

“Mau dibawakan makan siang nggak? Atau nanti aku kirim pakai ojek online?”

“Oh, nggak perlu, Sayang. Kalau masalah makan sih nggak perlu khawatir.”

Lana tidak lagi menjawab dan memilih bergabung untuk sarapan. Ini sudah genap satu minggu setelah Lana mendapati sang suami bersama dengan kekasih gelapnya di minimarket saat itu. Lana masih berpura-pura bodoh dan mencari lebih jauh lagi aksi sang suami di belakangnya. Dia membutuhkan bukti yang akurat untuk bisa membalas lelaki itu dan juga si pelakor. Aksinya tidak boleh terburu-buru.

Sore itu, Lana menitipkan Kaisar di rumah temannya. Dia harus mulai bergerak untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan oleh Yoga di kantor. Lana menunggu secara diam-diam di depan kantor lelaki itu saat waktu sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Ada warung tenda tak jauh dari sana, dan Lana menyembunyikan dirinya di tempat itu.

“Sekarang, kayaknya Ratri sedang dekat dengan Pak Yoga, ya.”

Satu kalimat itu membuat Lana menajamkan pendengarannya. Mendengar nama Yoga disebut, tentu saja membuat Lana bersikap awas.

“Jangan buat omong. Pak Yoga sama kita-kita kan memang baik.” Suara lain menimpali. “Pak Yoga udah punya istri dan anak, jangan sampai ini jadi fitnah.”

Sepertinya keberuntungan tengah Lana dapatkan hari ini. Menunggu selama satu minggu untuk bisa bergerak, ternyata ada sedikit celah yang dia dapatkan untuk mengulik sedikit demi sedikit tentang tingkah Yoga di luar rumah terutama di kantor. Jika ada dugaan seperti itu, sudah pasti hubungan Yoga sudah terendus oleh orang lain.

Namun, Lana tidak boleh gegabah menyimpulkan jika Yoga yang orang-orang itu bicarakan adalah Yoga suaminya. 

“Tapi beda kalau sama Ratri, kayak lebih gimana gitu. Coba deh sekali-kali kalian perhatikan cara mereka bekerja. Pokoknya ada yang aneh.”

Lana yang sejak tadi mendengarkan itu merasa yakin jika yang disebut oleh orang-orang itu adalah Yoga suaminya. Obrolan mereka memang tidak berlanjut setelah itu dan Lana tentu tidak bisa mendengarkan lebih banyak lagi tentang Yoga dan Ratri. Rasa penasaran tentu saja semakin meledak di dalam kepala Lana.

“Mbak!” Lana terkesiap ketika pemilik warung memanggilnya. “Mbak lagi nunggu seseorang, ya?” tanya perempuan paruh baya tersebut. Merasa aneh karena sejak tadi Lana hanya diam di sana dan hanya membeli sebotol air mineral.

Melihat perempuan itu, Lana tiba-tiba memiliki ide di kepalanya. Dia mengangguk sebelum berbicara serius dengan perempuan tersebut.

“Bu, saya butuh bantuan Ibu.”

*** 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status