Share

Bill Hotel Di Kemeja Suamiku
Bill Hotel Di Kemeja Suamiku
Penulis: Loyce

Part 1. Nota Hotel

“Aku menemukan cast receipt ini di saku kemeja kerjamu, Mas!” Lana meletakkan sebuah nota bertuliskan nama hotel beserta total nominal uang tercatat di nota tersebut di atas meja. Tepat di depan sang suami. Kamu bisa jelaskan untuk apa kamu menyewa kamar hotel sedangkan kamu pulang setiap hari?”

Yoga yang baru saja menyuapkan nasi ke dalam mulutnya itu segera terbatuk karena terkejut. Susah payah menelan makanannya, tetapi justru terasa tersangkut di tenggorokan. Buru-buru, Yoga mengambil minumannya dan menenggaknya sampai tandas hanya untuk mendorong makanannya agar bisa masuk ke dalam lambung. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa diselubungi balok besar dan buntu seketika.

Yoga menarik nota tersebut lalu membolak-balikkannya. Ekspresi wajahnya tampak suram dan salah tingkah. Lana menatap suaminya itu dengan tenang meskipun di dalam kepalanya dipenuhi dengan gelegak emosi. Dilihat dari gerak-gerik Yoga, lelaki itu sepertinya tengah mencari jawaban aman.

“Itu ….” Lantas Yoga menjawab. “Nota ini aku dapatkan dari acara meeting waktu itu, Sayang. Karena aku kelelahan, jadi aku memutuskan untuk pesan kamar.” Yoga tersenyum kaku berusaha menyembunyikan kebohongannya. Lelaki itu bahkan terus menghindari tatapan Lana yang mengarah lurus kepadanya.

Insting seorang istri tidak akan pernah salah. Meskipun Yoga mencoba untuk menyembunyikannya, pikiran buruk Lana sudah tidak bisa dicegah. Perempuan itu tidak membalas senyuman garing suaminya dan tetap menatap lelaki itu dengan tegas. Perasaannya terlalu peka untuk bisa meraba sebuah kebohongan yang dilemparkan kepadanya.

“Seberapa lelahnya sampai Mas harus pesan kamar di hotel? Dan di jam kerja? Perusahaan juga punya peraturan, kan, Mas?” Lana mencoba sabar ketika bertanya demikian. Dia bukan perempuan bodoh yang akan percaya begitu saja dengan penjelasan sang suami yang dia pikir tak masuk akal.

“Ya, capek banget, Lan. Aku ada meeting di beberapa tempat berbeda. Salah satunya di sebuah hotel. Jadi, aku pikir nggak masalah keluar uang untuk bisa istirahat di sana. Sesekali ‘kan nggak masalah. Itu nggak lama kok, Sayang. Sekitar satu atau dua jam sebelum lanjut meeting lagi.”

Suara Yoga terdengar bergetar karena tuntutan pertanyaan dari sang istri yang harus dia berikan jawabannya. Kali ini Yoga memberanikan diri membalas tatapan Lana meskipun jantungnya terasa ingin melompat keluar. Meletakkan nota tersebut di atas meja kembali, Yoga menarik tangan Lana.

“Lan, aku nggak bohong. Memang itulah kenyataannya. Kamu percaya sama aku, ‘kan?” Ketakutan Yoga terlihat dalam tatapan matanya. Tampaknya, lelaki itu tidak ingin kehilangan sang istri yang sudah memberinya satu orang anak laki-laki yang begitu disayanginya. “Kamu bisa tanya ke Rizki kalau memang nggak percaya. Dia ada sama aku waktu itu.” Yoga mencoba untuk meyakinkan sang istri atas masalah nota tersebut.

“Oh ....” Alih-alih ingin membombardir dengan banyak pertanyaan, Lana dengan mudah menunjukkan kepercayaannya. “Aku pikir, Mas melakukan sesuatu yang tidak-tidak. Maaf, kalau begitu, Mas. Aku udah salah sangka.”

Yoga segera mengulas senyum lega dan kali ini menatap istrinya dengan lembut. “Kamu pantas curiga kok, Sayang. Tapi, kamu harus ingat, aku selalu mengatakan apa pun kepadamu dengan jujur.” Yoga menggenggam tangan Lana semakin erat seolah membuktikan jika dirinya mengatakan sesuatu yang benar.

“Ya, Mas, juga harus ingat. Aku ini selalu percaya dengan ucapan, Mas. Jangan sampai Mas mengkhianati kepercayaanku.”

“Nggak bakalan, Lana. Aku ini pasti setia sama kamu.”

Lana memilih mengangguk dan menyembunyikan keresahan di dalam hatinya seorang diri. Perempuan itu mengingat-ingat lagi bagaimana sikap sang suami akhir-akhir ini di rumah. Yoga selalu pulang tepat waktu, paling-paling jika telat pun tidak sampai tengah malam. Sikapnya kepada dirinya dan juga putranya pun tidak ada yang berubah. Entah Yoga yang terlalu pandai menyembunyikan perselingkuhannya, atau memang dia benar-benar tidak melakukannya.

Meskipun begitu, Lana tidak bisa tenang jika dia tak mengungkap masalah ini. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Bukti sudah ada di depan mata dan dia tak bisa hanya berpangku tangan dan membiarkan begitu saja seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Dia merasa kalau memang inilah cara Tuhan memberi tahu dirinya jika kehidupan rumah tangganya sedang tidak baik-baik saja.

Hari-hari selanjutnya, kehidupan Lana dan Yoga tampak baik-baik saja meskipun ganjalan di hati Lana terasa begitu besar untuk sang suami. Dia tetap Lana biasanya, Lana yang akan selalu mengurus Yoga dengan baik selayaknya seorang istri mengurus suami. Urusan rumah pun tidak ada yang terbengkalai. Kaisar – putra pertamanya bersama Yoga yang kini berusia lima tahun pun cukup penurut. Tidak ada hal-hal yang membebani Lana kecuali tentang nota hotel tersebut.

“Bunda, aku mau es krim.” Kaisar mendongakkan kepalanya dari buku mewarnainya untuk sekedar menatap ibunya yang sejak tadi melamun.

Bocah lima tahun itu lantas beranjak dari karpet berbulu yang ada di atas lantai, lalu duduk di samping Lana. “Bunda, aku mau es krim,” ulangnya lagi karena Lana tak kunjung menjawab.

“Di minimarket depan aja, ya. Jangan jauh-jauh.” Lana mencoba bernego dengan sang putra karena cuaca di luar sangat panas. Kaisar tidak membantah dan justru mengangguk patuh sambil tersenyum lebar.

Lana bersyukur memiliki Kaisar di usianya yang masih cukup muda, 25 tahun. Dia menikah dengan Yoga saat baru saja lulus sekolah karena sebuah perjodohan. Dua tahun menjalani bahtera rumah tangga, dia dikarunia seorang putra tampan yang diberi nama Kaisar Rizalda. Bocah penurut yang sekarang sudah sekolah di bangku Paud.

Lana dan Kaisar meninggalkan rumah dengan motor bebek menuju minimarket tujuan mereka. Kaisar segera memilih es krim kesukaannya ketika tanpa sengaja, Lana mendengar suara lelaki yang sangat dikenalnya.

“Rasa apa saja, orang nggak dimakan aja kok.”

Lana mencari sumber suara dan ternyata ada dua sosok lelaki dan perempuan tengah berdiri di depan kasir. Jantung Lana terasa berdegup dengan kencang tahu apa yang sedang mereka pilih.

“Bunda ….” Lana menutup bibir Kaisar dengan telapak tangannya dan memberikan isyarat agar putranya tidak bersuara. Bocah itu mengerti sebelum mengangguk patuh.

Buru-buru, Lana menggendong putranya dan membawa bocah itu bersembunyi di balik rak display makanan ringan. Menatap pria yang sangat dikenalinya itu dari belakang.

“Beli banyak sekalian, ya, Mas buat jaga-jaga. Biar aku aja nanti yang simpan. Takutnya kalau Mas yang bawa ketahuan lagi sama Ibu Negara.” Suara perempuan di samping Yoga itu terdengar lembut syarat akan godaan. Bahkan dia tidak merasa malu berbicara seperti itu di depan kasir.

“Iya, suka-suka kamu aja. Aku mah, ikut aja.” Yoga dengan alami memeluk pinggang perempuan itu dengan lembut seolah tidak ada kecanggungan sama sekali.

Lana mengeratkan rahangnya kuat mendapati dua orang tersebut keluar dari minimarket tersebut. Lana semakin bersembunyi ketika melihat Yoga dan perempuan itu masuk ke dalam mobil. Mobil hitam milik Yoga pergi dari tempat itu diikuti oleh tatapan penuh luka istrinya.

“Berani sekali kamu, Mas,” ucap Lana dengan gigi bergemeletuk, “lihat saja apa yang bisa aku lakukan kepadamu!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status