Share

Part 4. Memancing di Air Keruh

“Nggak usah tegang gitu lah, Mas. Aku juga cuma bercanda.”

Lana melipat kedua tangannya di depan dada dengan tatapan lurus mengarah Yoga, hanya untuk melihat perubahan ekspresi yang ditunjukkan oleh lelaki itu secara langsung. Raut wajah Yoga yang tadinya tegang pun berangsur hilang digantikan dengan ekspresi datar. Yoga berdehem sebelum kembali menjawab.

“Aku hanya nggak mau karena pikiran-pikiran buruk kamu, rumah tangga kita menjadi korban, Lan. Ada banyak kejadian di luar sana, hanya karena dugaan-dugaan tidak berdasar yang dituduhkan oleh pasangan, akhirnya masalah yang sebenarnya tidak ada itu menjadi timbul. Terjadilah pertengkaran. Aku nggak mau itu terjadi. Rumah tangga kita itu udah adem ayem. Jadi, kita harus bisa mempertahankan.”

Lana tidak pernah menduga kalau Yoga bisa sepicik itu. Dia menjadi laki-laki yang sempurna bagi Lana. Menyayangi keluarga kecilnya dengan sepenuh hati. Sayangnya, kehadiran perempuan lain membuat lelaki itu berubah. Tujuh tahun mengenal Yoga dan menjadi suaminya, Lana merasa ikatan pernikahannya akan semakin kuat. Ternyata justru sebaliknya.

Yoga menodai kepercayaannya dengan pengkhianatan yang dilakukan. Lelaki itu mengizinkan orang lain masuk ke dalam rumah tangganya dan tanpa dia sadari akan menghancurkan hubungan yang sudah dibangun selama ini.

“Oh, ya, Mas tadi cari aku ada apa?” Akan percuma membahas masalah ini sekarang karena Yoga pasti akan terus mengelak.

“Nggak ada apa-apa. Aku udah lupa mau bilang apa.” Yoga lantas kembali meninggalkan kamar setelah memberikan jawaban setengah ketus kepada Lana. Tampak sekali kalau lelaki itu tengah kesal karena ucapan Lana tadi.

Lana tidak ingin mengambil pusing sikap Yoga kepadanya. Semakin Yoga menyimpan rapat perselingkuhannya, semakin dia akan menemukan bukti akurat untuk menumbangkan mereka. Dia tak akan mengizinkan orang-orang yang sudah bermain di belakangnya itu bahagia di atas dukanya.

***

“Lan, malam minggu nanti aku ada acara sama teman-teman kantor. Kita sepertinya nggak bisa jalan-jalan ajak Kaisar. Kalau hari minggunya gimana?”

Lana sempat memancing Yoga dan mengajaknya keluar bersama dengan Kaisar. Sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama. Tadinya, Yoga memberikan jawaban ketidakpastian dengan mengatakan, ‘Lihat nanti, ya.’ Kepada Lana, tetapi kini kepastian itu akhirnya diberikan juga.

“Yang ngajak duluan pergi ‘kan aku, Mas. Kenapa Mas lebih milih pergi sama teman-teman kantor Mas? Atau kalau enggak, aku dan Kaisar ikut deh. Emangnya mau kumpul-kumpul di mana?”

Beruntunglah Lana karena dia sudah tahu tentang rencana Yoga dan selingkuhannya, sehingga dia bisa memulai langkahnya.

“Nggak perlu ikut lah, Sayang. Kami mau main futsal. Mereka nggak ada yang bawa pasangan.”

Menjadikan alasan keluar dengan teman kantor, tampaknya adalah senjata paling ampuh yang dimiliki oleh Yoga. Dia tentu tahu, selama ini Lana tidak begitu rewel jika sudah menggunakan alasan tersebut. Bedanya, dia dulu jujur dan sekarang tidak.

“Aku sebenarnya juga ingin kenal sama teman-teman kantor Mas. Tapi, selama ini Mas nggak pernah ajak mereka datang juga, ‘kan? Bagaimana kalau kita undang mereka ke sini?”

Tidak ada dari teman-teman kantor Yoga yang mengenal Lana, bagaimana sosoknya, dan seperti apa orangnya. Yoga seolah menutup rapat tentang keluarga kecilnya dari orang-orang disekitarnya. Pada awalnya, Lana tidak pernah mempermasalahkan itu dan dia juga lebih nyaman dengan tidak mengenal mereka. Ketika menghadiri undangan pun, Yoga akan memilih berangkat dengan teman-temannya tanpa sekalipun membawa Lana.

“Untuk apa?” Yoga bereaksi cepat. “Aku nggak suka kamu kenal mereka, Sayang. Aku nggak mau ada dari mereka yang tertarik sama kamu.”

Alasan yang sama pun diutarakan oleh Yoga. Lana memang cantik. Dia tak pernah lupa merawat dirinya meskipun dia adalah ibu rumah tangga. Namun, perasaan Lana terasa tercubit ketika dia mengingat kalau kecantikannya bahkan masih tidak berguna ketika sang suami tetap mencari perempuan lain untuk dijadikan yang kedua.

“Nggak semua lelaki matanya jelalatan kalau ngelihat perempuan cantik, Mas. Apalagi perempuan itu adalah istri temannya. Jangan suka parno lah, Mas. Nggak baik,” tukas Lana santai, “lagian, perselingkuhan itu ada kalau dua-duanya sama-sama mau. Aku mah setia, Mas. Paham kalau aku punya suami dan anak. Nggak bakalan gatel sama laki-laki lain.”

“Bukan gitu maksud aku, Lana ….”

“Alah, udahlah, Mas. Jadi nggak mood aja kalau bahas masalah ini. Sekarang gini aja deh, kalau Mas malam minggu nggak bisa keluar jalan sama aku dan Kaisar, biar kami jalan sendiri. Transfer aku uang lebih.”

“Lho, kamu nggak boleh pergi kalau nggak sama aku dong, Sayang.”

“Kalau Mas bisa pergi dengan teman-teman Mas, aku juga bisa pergi berdua dengan Kaisar.”

“Lan!” Yoga menahan istrinya agar tidak beranjak dari tempat duduknya. Lelaki itu terlihat tidak senang ketika Lana pergi tanpa dirinya. Dia tidak bisa membayangkan kalau-kalau ada lelaki yang akan menggoda istri cantiknya.

Yoga sebenarnya menyadari jika pesona sang istri tidak main-main. Pergi dengannya saja, Lana akan dilirik oleh banyak lelaki, bagaimana kalau dia akan keluar berdua saja dengan Kaisar? Yoga tentu saja tidak ingin hal-hal buruk terjadi. Hati Yoga sungguh serakah. Dia tak ingin kehilangan istrinya, tetapi dia juga sedang dimabuk cinta oleh perempuan lain.

“Aku kan bilang kalau minggu saja keluarnya. Aku janji hari minggu kita jalan-jalan ajak Kaisar. Ke mana saja kamu mau.” Itu adalah janji yang diberikan Yoga kepada Lana.

Sayangnya, Lana bukan perempuan bodoh. Perempuan itu menggeleng tegas. “Malam minggu atau transfer aku uang lebih. Aku berani kok, Mas, belanja tanpa Mas. Jangan transfer deh. ATM aja siniin.”

Lana tidak merasa takut ketika mengarahkan tatapan tegasnya pada sang suami. Telapak tangannya terbuka untuk meminta barang yang diinginkan. Yoga sudah berani membiayai perempuan lain dengan hasil kerja kerasnya. Dia juga tidak ingin kalah meskipun Yoga sudah memberikannya lebih dari cukup.

Lana yang selama ini mengurus Yoga dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dia yang selalu memastikan penampilan lelaki itu tidak kalah dengan para laki-laki di luar sana yang berpenampilan parlente. Dia yang selalu memastikan Yoga makan dengan benar, dia yang mengurus Yoga ketika Yoga sakit. Namun, ketika Yoga sekarang menduakannya, tentu saja Lana tidak akan membiarkannya.

“Sayang, kamu ini sebenarnya kenapa sih? Aku lihat-lihat kamu ini beda dari kemarin. Kamu masih takut kalau aku selingkuh seperti di novel yang kamu baca?”

Ada keinginan besar di hati Lana untuk menghajar wajah tampan Yoga dengan kedua tangannya sendiri ketika pertanyaan itu terlontar dari mulut Yoga. Lana masih menahannya. Dia tak ingin aksinya itu justru membuat Yoga marah dan dia tak bisa mendapatkan uang lelaki itu.

“Mana ATM-nya?” tanya Lana tidak memedulikan Yoga, “aku tahu Mas juga punya simpanan uang. Biarkan aku yang pegang itu mulai sekarang.”

“Lana!” Yoga sedikit meninggikan suaranya. Lelaki itu mengusap wajahnya dengan kasar. “Kamu ini kenapa?”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status