Share

Part 3. Mangga Muda

“Mbak-nya yakin?”

Lana selesai mengatakan rencananya kepada perempuan paruh baya tersebut dan disambut dengan sedikit keterkejutan.

“Saya yakin, Bu. Ibu bisa bantu saya, ‘kan?” Lana berucap penuh harap. “Ibu yang ada di sini, saya nggak bisa kalau harus menunggu terus-menerus. Kasihan anak saya kalau saya tinggal terus, Bu.” Lana memohon. “Ibu pegang ini.” Lana mengeluarkan uang dari dalam tasnya kemudian memberikan kepada ibu tersebut. “Saya nggak minta banyak kok, Bu. Hanya yang saya bilang tadi saja.”

Lana sudah tidak bisa lagi membiarkan perasaannya diobrak-abrik oleh Yoga. Semakin dia memikirkan obrolan karyawan tadi, semakin dia yakin jika Yoga yang mereka maksud adalah Yoga suaminya.

“Baiklah kalau gitu, Mbak. Saya akan menyimpan nomor Mbak. Kita akan kerja sama mulai sekarang.” Sebut saja dia Ibu Titik, perempuan bertubuh tambun itu menyetujui. “Saya akan membantu Mbak Lana.”

Lana tersenyum lebar mendengar persetujuan Bu Titik. Kemudian memastikan sekali lagi kepada perempuan paruh baya tersebut untuk merahasiakan misi mereka. Lana tidak ingin aksinya ini diketahui oleh siapa pun. Dia ingin menangani semuanya sendiri. Urusan nanti bagaimana, itu urusan nanti. Namun, satu yang pasti. Dia tak akan memberi Yoga ampun.

Setelah ‘perjanjian’ dengan pemilik warung tenda itu selesai dilakukan, Lana pulang. Menjemput Kaisar di rumah temannya. Setidaknya dia sudah memiliki satu orang yang bisa membantunya untuk menelusuri sebuah kebenaran.

“Kamu dari mana sih, Lan?” tanya Wika sembari meletakkan potongan buah di atas meja, “tumbenan, lho titip Kaisar. Biasanya juga kalau ke mana-mana Kaisar selalu dibawa.”

Wika adalah teman seperjuangan Lana menyelesaikan pendidikan sarjananya. Mereka sudah dekat selama beberapa tahun belakangan ini dan menjadi teman dekat.

“Ada sedikit urusan tadi. Nggak bisa bawa Kaisar juga. Takut dia kecapekan, jadi dititip di kamu. Sorry, ya, kalau ngrepotin.”

Wika melambaikan tangannya. “Aku nggak masalah. Kaisar bocahnya nggak aneh-aneh. Anteng. Tadi main sama adiknya.” Adik yang dimaksud Wika adalah putrinya yang baru berusia satu tahun. “Mas Yoga lembur lagi, ya? Udah naik jabatan, pasti makin sibuk, ya.”

“Ya, sekarang sih sering banget lembur, Ka. Katanya banyak kerjaan setelah jadi kepala divisi.” Lana tidak ingin membuka masalah rumah tangganya kepada Wika meskipun mereka adalah teman baik. Sebisa mungkin, dia akan tetap menutup rapat-rapat urusan tersebut sampai dia bisa mencari jalan keluar.

“Tapi, Lan. Kamu juga harus hati-hati. Ingat, laki-laki tetaplah laki-laki. Kalau duit udah banyak, mata nggak mungkin nggak jelalatan.”

Ada gedoran tiba-tiba yang muncul di dalam hati Lana. Namun, dia menutupinya dengan candaan. “Kalau kamu, gimana ngatasi agar nggak was-was suamimu diambil orang?”

“Aku sadap chatnya.” Wika tersenyum puas. “Siniin hp kamu.”

Lana tidak pernah berekspektasi terlalu tinggi tentang hal tersebut. Dia sepertinya cukup gaptek untuk melakukan hal-hal seperti itu. Namun, dia tetap memberikan ponselnya kepada Wika.

“Kamu beneran bisa?” tanya Lana sedikit ragu.

“Tenang aja, aku pernah diajari oleh seseorang. Kamu nggak perlu khawatir, suamimu nggak akan tahu kalau chatnya kamu sadap.”

Lana bungkam. Apakah selama ini dia yang terlalu percaya dengan suaminya? Bahkan, Wika saja melakukan hal semacam ini untuk bisa melihat tabiat sang suami di luar sana. Sungguh, Lana tidak bisa berkata-kata dan hanya terus menatap ponselnya diotak-atik oleh Wika. Ada sebuah kelegaan yang tiba-tiba menggelembung di dalam hatinya. Semoga saja, dia bisa melihat semua kebusukan yang disembunyikan oleh Yoga selama ini.

“Ini.” Wika menyerahkan kembali ponsel Lana. “Kamu bisa mengintai suamimu diam-diam. Aku berharap hanya ada hal baik di sana.”

***

Mangga Muda : Mas, sepertinya malam minggu ini kita perlu menikmati waktu berdua. Hitung-hitung syukuran tempat baru.

Lana mengeratkan rahangnya kuat ketika membaca pop up chat yang berada di layar ponselnya. Nama yang tertera di kontak Yoga untuk perempuan itu cukup unik. Mangga muda katanya? Tentu saja mangga muda, karena memang gadis itu tampaknya memang masih sangat ranum-ranumnya.

[Bagaimana tempat barunya? Kamu cocok? Kalau dibandingkan yang kos kemarin, di tempat baru kita bisa bebas]

Itu adalah jawaban yang Yoga berikan untuk si Mangga Muda. Tidak bisa dibayangkan bagaimana sakitnya perasaan Lana saat ini. Seperti kulit yang disobek, lalu dibuka, kemudian dikucuri jeruk nipis. Pedih yang tidak bisa dideskripsikan.

Mangga Muda : Cocok banget. Cuma, harganya yang lumayan ngos-ngosan.

[Masalah harga nggak usah dipikirkan. Lagian, kan, aku yang bayar]

“Lana!”

Lana hampir saja menjatuhkan ponselnya ketika suara Yoga terdengar di telinganya. Buru-buru, dia mengubah ekspresi wajahnya dengan sebuah ketenangan meskipun tidak sepenuhnya berhasil.

“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Yoga tampak panik. Lelaki itu mendekati Lana yang tengah berdiri di depan lemari. Wajah Lana terlihat sedikit pucat dan seperti ada tumpukan masalah. Yoga juga menyempatkan menempelkan telapak tangannya di dahi Lana untuk mengecek suhu tubuh istrinya.

“Aku nggak papa.” Lana menjauhi Yoga. “Aku lagi kesal aja.” Perempuan berdaster coklat itu duduk di pinggiran ranjang. Tatapannya kini mengarah pada Yoga yang masih berdiri di tempatnya. “Aku lagi kesel sama salah satu tokoh novel. Lelaki tidak tahu diri. Bisa-bisanya dia selingkuh di belakang istrinya.”

Yoga tersenyum kecil. Mungkin dia mengira kalau kata-kata Lana adalah sebuah lelucon. Ayah anak satu itu mengikuti istrinya duduk di pinggiran ranjang. Mengelus rambut halus Lana dengan penuh sayang.

“Jangan keseringan baca novel begituan. Jadi parno nanti.”

Lana mencoba menekan kemarahannya sampai di titik terendah. Meskipun dia tiba-tiba merasa jijik dengan sang suami, tetapi dia kali ini menahannya. Senyum kecil terbit di bibirnya. Menyandarkan punggungnya pada dada Yoga.

“Sekarang ini, marak sekali laki-laki yang nggak puas dengan istrinya, Mas.” Begitu kata Lana memancing. “Meskipun di rumah sudah ada istri sahnya, justru banyak dari para laki-laki itu yang mencari mangga muda.” Lana sengaja menekan kata mangga muda tersebut. “Mas, kalau semisal melakukan itu dan ketahuan, apa yang akan Mas lakukan?”

Lana menjauhkan tubuhnya dari Yoga agar bisa melihat ekspresi lelaki itu. Dia sudah bisa menebak bagaimana raut wajah Yoga sekarang. Lelaki itu tampak terkejut yang segera ditutupinya dengan senyuman.

“Aku nggak akan pernah lakukan itu ke kamu, Lana. Kamu bisa pegang kata-kataku.” Kali ini Yoga tampak serius. “Sudah, jangan bicarakan masalah perselingkuhan. Kamu kenal aku dan aku nggak akan melakukan tindakan tidak beradab seperti itu.” Yoga tampak meyakinkan membuat rasa hati Lana terasa teriris sembilu.

“Boleh aku pinjam hp-nya, Mas?” Lana tidak ingin membiarkan Yoga lari begitu saja.

“Untuk apa?” tanya Yoga dengan kening mengernyit. “Lan, jangan bilang hanya karena pikiran burukmu tentang banyak laki-laki selingkuh di luar sana, kamu juga mulai curiga sama aku!”

Yoga tampak tidak terima dan ini menunjukkan kejanggalan dari sikapnya selama ini kepada Lana. Biasanya, lelaki itu tidak begitu peduli dengan ponselnya seandainya Lana ingin mengeceknya. Sayangnya, Lana tidak pernah melakukannya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status