Sara terduduk di jok belakang - jok penumpang - di motor besar milik Leon. Gadis itu memakai helm berat milik Leon juga di kepalanya. Sedangkan Leon sendiri, si pemilik helm, lelaki itu tak memakainya. Katanya, keselamatan penumpang jauh lebih penting dibanding keselamatan pengemudi. Entah dari mana pembelajaran seperti itu Leon dapatkan, yang jelas Sara memilih untuk tak banyak bicara. Sara hanya berakhir dengan mengikuti segala perkataan Leon padanya. Angin malam kota Jakarta terasa sejuk dan dingin saat menerpa kulit. Sara memilih untuk tidak mengenakan jaketnya, karena kulitnya yang baru saja diolesi salep lagi. Rambut Sara yang panjang berterbangan diterpa oleh kencangnya tabrakan angin bagi dirinya. Omong-omong, tadi juga ia menggerai rambutnya, karena merasa bahwa kondisi sudah tak tengah panas lagi. Saat ini waktu menunjukkan pukul 19:00 pm. Bakso yang mereka tunggu itu akhirnya datang juga setelah menunggu dalam waktu yang cukup lama. Sesudah menyantap habis bakso, Leon meng
*Solo*BRAKSeorang gadis manis membanting pintu putih kamarnya dengan keras. Tubuhnya kini gemetar dengan peluhnya yang mulai menetes kian membasahi dahi. Matanya berkaca hebat. Bibirnya tak ada henti-hentinya bergetar ketakutan.Layaknya manusia yang tak memiliki pondasi tulang dalam tubuhnya, gadis itu jatuh ke atas lantai. Suara di kepalanya terlalu berisik, hingga tangannya kini mulai menjambaki surai panjang indahnya kencang.Rintihan yang tak bisa digambarkan dalam onomatopoeia manapun juga mulai keluar dengan nada yang tertahan. Air mata yang sudah siap di ujung pelupuk pun mulai bercucuran dengan deras. Dalam posisinya yang tengah terduduk di atas lantai, gadis itu menangis. Runtuh dan hancur, jantungnya berdegup dengan sangat kencang. Jika saja dokter mengetahui kecepatan detaknya, gadis itu bisa saja d
Jakarta, 31 Juli 2021 06:00 WIB Suasana kota Jakarta tengah tak begitu ramai. Kota itu berbeda dengan kondisinya yang dulu, yaitu padat dan penuh dengan polusi. Kini, rasanya sangat bersih dan maju. Jika dilihat dalam sekali pandang, maka pesona kota modern yang ditimbulkannya pasti mampu menarik hati banyak orang. Berbeda dengan suasana menyejukkan yang Jakarta timbulkan. Seorang gadis berparas manis dengan tubuhnya yang gemetaran tengah menangis begitu tersedu di pojok kasur queen sized-nya. Seragam SMA yang ia kenakan tertutup penuh dengan selimut tebal yang menyentuh hingga daerah leher. Matanya menyipit, sembari pandangannya terjatuh ke arah jendela, memperhatikan luasnya cakrawala yang membentang di pagi hari nan sejuk. Hati gadis itu sangat gundah. Sepotong roti yang sud
6:56 WIB Terlihat lumayan banyak anak-anak dengan seragam SMA mereka yang berlari cepat untuk masuk ke dalam lingkungan kampus. Beberapa dari mereka tampak begitu terburu-buru, karena mungkin takut dihukum. Namun, beberapa dari mereka tampak sangat santai, seolah waktu tengah berjalan 2 kali lebih lambat. Sosok Lisa, Galih dan si lelaki putih sudah siap menjaga di sisi kanan dan kiri gerbang kampus sembari memperhatikan aktivitas riwuh yang tengah berlangsung. Seperti apa yang sudah disampaikan pada sosialisasi rapat panitia sebelumnya, para petugas yang memegang tugas keamanan, harus memasang wajah yang kelihatan sangar. Itu semua dilakukan guna memberi efek pada para calon mahasiswa baru agar tidak bertindak seenaknya selama masa ospek berlangsung. Misalnya, tidak menjaga ketenangan, tidak mengikuti aturan yang dit
Seorang gadis dengan seragam putih hijaunya berdiri di barisan paling belakang sembari kepalanya menunduk ke bawah. Sedari tadi, semenjak insiden di depan gerbang kampus itu, gadis itu belum juga mengangkat kepalanya. Ia bahkan tak tahu wajah para senior yang tadi sempat bertengkar kecil karenanya. Tak ada satu pun pikiran yang terlintas dalam kepalanya. Pikirannya hanya memberitahunya kalau hari ini akan berjalan sangat buruk. Bahunya yang sempat bergetar tadi sudah cukup tenang kini. Meski tak juga berani untuk mengangkat kepalanya, menatap orang-orang yang mungkin akan menjadi teman-temannya nanti, gadis itu setidaknya sudah tak begitu merasa takut. Kondisi tengah sangat tenang sekarang. Mereka baru saja dirapikan oleh para senior yang bertugas sebagai panitia acara ospek.“Selamat pagi, adik-adik semuanya...” sapa suara dengan aura cerianya dari area depan. Ah, acaranya akan benar-benar dimulai. Gadis itu tak menyukainya. Burukkah jika ia berharap bahwa masa s
Gadis itu terduduk di dalam kelompoknya yang beberapa waktu lalu diumumkan oleh para kakak tingkat dengan jabatan panitianya. Ia berada dalam kelompok yang jumlahnya ada 9 orang dengan dirinya. Kemudian jika ditambah lagi oleh kakak pendamping, yaitu kakak yang bertugas untuk mendampingi dan memberi arahan pada kelompoknya, maka jumlah mereka bertambah menjadi 10 orang. Soal kakak pendamping, secara khusus penjelasannya begini; jadi, setiap kelompok akan memiliki seorang kakak senior yang mendampingi mereka jika ada aturan, tugas atau permainan baru yang harus disampaikan, yang mereka para calon mahasiswa-mahasiswi baru dalam kelompoknya harus pahami. Kelompok yang terbentuk untuk ospek periode kali ini terhitung melampaui 60 kelompok, dengan jumlah anggotanya berjumlah rata-rata 9-12 orang. Kemudian, kalau ada yang ingin tahu, nama kakak pendamping dari kelompok gadis itu adalah Guntoro, seorang mahasiswa hukum yang baru menginjakkan kaki d
"Sara Melody, deh. Lo kayaknya diem banget dari tadi." DEG Bak baru saja disengat lebah, Sara, si gadis yang namanya baru saja disebut itu pun terpaku di tempat. Aliran darahnya seketika terasa berhenti, macet di tengah saluran paru-parunya. Jika saja ada orang yang mau memegang tangannya, maka mereka akan merasakan betapa dinginnya tangannya bisa berubah dalam waktu sedetik. Gilirannya? Kenapa harus ia? Sara spontan menunduk sembari memainkan jarinya kasar. Semua pikiran buruk dalam waktu angin mulai memenuhi isi kepalanya. Bagaimana jika ia menghancurkan suasana ceria yang baru saja Jonathan bangun? Bagaimana jika mereka semua itu yang memperhatikannya tidak menyukainya nanti? Bagaimana jika semuanya menjadi buruk? Akankah mereka membicarakannya di belakang? Akankah mereka menganggapnya sebagai gadis aneh? "Sara, lo sakit?" ujar Guntoro yang kemudian segera membuyarkan lamunannya. Ia mendongakkan kepalanya, menatap sosok kakak pendamping kelompo
"Takut..." lirih Sara dengan suaranya yang sangat kecil. Lelaki itu, seorang teman yang Guntoro bawa padanya bahkan harus mencondongkan tubuhnya terlebih dahulu agar suaranya mampu terdengar. "Gimana?" "Takut..." ulang Sara penuh dengan penekanan dalam batinnya. Ia seolah tahu apa yang akan terjadi padanya ketika kata itu melengos keluar dari bibirnya. Kemungkinan paling besar yang akan ia alami adalah tentang bagaimana orang-orang di sekitarnya memandanganya sebagai seorang gadis aneh, yang bisa tiba-tiba merasa takut di tengah kondisi yang terhitung santai dan luwes. "Takut? Kamu takut apa?" tanya lelaki itu lagi. Sara yang mendengarnya pun tambah menangis. Ia menangis karena tekanannya terasa makin bertambah. Apa yang harus ia lakukan? Serinci itukah jawaban yang teman Guntoro itu perlukan? Jika saja dirinya bisa meminta maaf, maka pastilah ia akan melakukannya sekarang. Ia sadar kalau kondisinya membuat situasi kelompoknya menjadi ricuh. "Kak,