Happy Reading*****"Hati-hati, Mbak," teriak Nareswara ketika Andini tak lagi mendengarkan perkataannya. "Semoga nggak terjadi apa-apa sama Rasya," ucap Ranti. Dia masih memeluk Hawa yang terisak."Semua ini salahku. Harusnya, aku mengatakan sejak dulu. Rasya pasti sangat terluka dengan semua kenyataan ini," kata Hawa."Sebuah keputusan akan selalu mendatangkan resiko. Kita harus siap menghadapi semuanya," sahut Nareswara. Kalau boleh jujur, saat ini hatinya tengah hancur melihat penderitaan anak-anaknya. Anggita masih berjuang di ruang UGD untuk melahirkan penerus keluarga. Kini, Nareswara harus mendengar kabar buruk tentang si sulung. Walaupun tak tahu apa yang terjadi, tetapi melihat gelagat Andini yang begitu panik. Pasti sesuatu telah terjadi pada Rasya.Melajukan kendaraan dengan kecepatan penuh, Andini tak lagi memikirkan keselamatannya, dia bahkan lupa untuk menjemput sang buah hati hingga salah satu guru menginfokannya. Di tengah kepanikannya, Andini terpaksa meminta tol
Happy Reading*****Andini terpaksa memeluk Rasya erat, melingkarkan kedua tangannya ke leher si lelaki. "Jangan lakukan itu. Apa kamu nggak kasihan pada Bisma? Jika kamu melakukannya, dia pasti akan sangat terpukul. Selama ini, hanya kamu yang dia anggap sebagai papanya." Tangis Andini pecah. Davit yang semula menyangka jika hubungan keduanya akan segera mendapat restu. Kini, terlihat syok. Dia tidak pernah menyangka jika keduanya memiliki jalinan kasih yang cukup rumit.Bertahun-tahun berusaha melupakan Andini dan setelah keduanya hampir menyatu, takdir berkata lain. Sungguh miris, Davit tak sanggup membayangkan jika dirinya berada di posisi Rasya."Ras, jangan begini," sahut Davit, "apa yang dikatakan Andini benar. Apakah kamu rela membiarkan kesayanganmu itu menangis sepanjang hidupnya karena nggak bisa ketemu papanya lagi. Kamu rela, Bisma hidup di bawah asuhan Raditya yang bejat itu?"Lelaki yang terlalu banyak meminum alkohol itu mendongak, bergantian menatap Andini dan Davit.
Happy Reading*****Raditya mendorong tubuh sang istri. Tatapannya begitu tajam, menguliti Andini."Papa itu cowok apa bukan? Kenapa kelakuannya selalu menyakiti Mama. Bukankah seorang lelaki itu harus melindungi perempuan?" kata Bisma berteriak sambil mendongakkan kepala pada Raditya. "Egois. Kamu nggak tahu kejadian sebenarnya. Jangan asal nuduh. Bukankah kamu sendiri berselingkuh di belakang Andini bahkan sudah berlangsung bertahun-tahun?" tambah Pratiwi. Lalu, dia berdiri di sisi sahabatnya. "Maaf, aku terpaksa membawanya ke sini. Aku nggak mau rumahmu dihancurkan oleh lelaki nggak berguna seperti dia.""Nggak papa, Wi," sahut Andini disertai gelengan. Dia tidak menyalahkan sahabatnya yang sudah membawa Raditya ke rumah Rasya. "Heh. Kalian berdua itu sama saja. Perempuan yang suka menyodorkan tubuhnya pada lelaki kaya. Bukankah kamu juga berselingkuh dengan Davit. Nggak takut, nih, kalau istrinya Davit tahu?" ejek Raditya sengaja memprovokasi sahabat Andini.Sebuah tamparan kera
Happy Reading *****Tiga hari sudah sejak Anggita melahirkan dan hari ini, ibu muda itu diperkenankan untuk pulang. Kejadian tiga hari lalu sangat membekas di hati Andini, walau Hawa sudah menerimanya sebagai bagian dari keluarga Zafir. Namun, kehadiran Kamelia saat itu seakan menegaskan bahwa perempuan berjilbab itu tidak memiliki kesempatan lagi untuk berdekatan dengan Rasya.Hawa sudah mengumumkan secara sepihak bahwa pesta pertunangan Rasya dan Kamelia akan segera dilangsungkan setelah putrinya Anggita diperbolehkan pulang. Ikhlas, mungkin hanya satu kata itu yang harus ditanamkan si hati mamanya Bisma. Bagaimanapun dirinya dan Rasya ingin bersama, nyatanya takdir tak menyatukan keduanya. Seperti saat ini, sulung keluarga Zafir itu datang bersama Kamelia untuk menjemput kepulangan si bungsu. Anggita mentap tidak suka pada perempuan berpakaian minim di hadapannya. Apalagi melihat tangan Kamelia yang bergelayut manja pada lengan kanan Rasya."Mbak, Din," panggil Anggita pada Andi
Happy Reading*****Wajah-wajah tegang tampak pada semua orang yang ada di meja makan tersebut. Nareswara diam, tetapi tangannya segera merogoh saku. Mengeluarkan benda pipih miliknya. Beberapa detik kemudian, suaranya terdengar menyapa seseorang di seberang sana. "Masalah apa yang ada di pabrik baru kita? Kenapa aku baru mendengarnya dari Rasya saat ini?" tanya Nareswara pada lawan bicaranya.Di sebelah duduknya, Rasya mendengarkan penuh ketenangan. Dia sudah mempersiapkan semua itu. Sengaja menciptakan masalah di pabrik baru milik keluarganya demi menghindari pertemuan dengan Andini setiap hari. Rasya tak sekuat itu untuk tetap menganggap Andini sebagai adiknya. "Masalah biasa yang sering terjadi pada setiap pabrik baru, Pi. Wandra sedikit kesulitan menanganinya. Mungkin karena dia tidak terbiasa dan belum pernah hidup di Bali.""Baiklah, kamu boleh pergi ke Bali. Cuma pas tanggal pertunangan yang sudah disepakati kamu harus pulang, Mas.""Pi, kenapa terburu-buru. Masih ada banyak
Happy Reading*****Suara tawa Nareswara menggema. Bagaimana tidak tertawa, perkataan putra sahabatnya itu benar-benar di luar nalar. Jika beberapa orang pengunjung restoran itu cuma menatap Nareswara dan Andini penuh kecurigaan, tetapi Arvan malah langsung menuduh."Kok malah ketawa, Om? Njenengan nggak beneran punya hubungan khusus sama Andini, kan? Jangan ya, Om. Kasihanilah yang muda dan jomblo seperti aku ini," ucap Arvan. Wajah dan nada bicaranya sangat menggelitik hati Nareswara."Van ... Van. Dari dulu, sikap jenakamu itu nggak berubah padahal umur sudah hampir 35 tahun," jawab Nareswara disertai gelengan kepala dan senyuman. "Dih, masih 2 tahun lagi, deh, Om. Aku nggak setua itu, ya." Arvan bahkan memajukan bibirnya. Persis anak kecil yan sedang merajuk. Andini menangkupkan tangan pada bibirnya sendiri. "Nggak usah ngejek, Din," sindir Arvan ketika melihat tawa perempuan di depannya yang sengaja ditahan."Hmm, padahal aku nggak ngomong apa-apa, lho," sahut Andini, "Memang
Happy Reading****"Sabar dulu, Bu, Pak. Kenapa harus melakukan tes DNA?" tanya Wandra mencoba mendinginkan perasaan sahabatnya."Selama ini kami berdua berusaha untuk mencari keberadaannya. Dia benar-benar putra kami yang telah diambil paksa oleh keluarga Hawa," ucap perempuan paruh baya itu dengan wajah sendu.Rasya duduk bersandar di sofa dengan mata terpejam menahan rasa sakit kepala. Semua peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini sungguh sangat memusingkan kepalanya. Harusnya, dia bahagia ketika mendengar bahwa ternyata dirinya bukan anak kandung Nareswara. Jika benar apa yang disampaikan pasangan di depannya, bukankah impiannya untuk bersatu dengan Andini bisa terwujud nantinya. Namun, semua itu tak lantas membuatnya bahagia. Ada nyeri yang tak bisa tergambarkan ketika lelaki paruh baya tersebut bertanya nama dan menceritakan apa yang baru saja keduanya sampaikan."Maafkan Ayah atas ketidakberdayaan tiga puluh tahun silam. Demi hutang budi dan kemiskinan kami terpaksa menyerahkan
Happy Reading*****"Maaf, Bu. Aku nggak bisa jelaskan sekarang. Tiga atau empat hari lagi, aku balik. Semoga kita mendapat jalan keluar terbaik. Permisi," pamit Rasya pada Hamni dan Dzauhari. Meski belum bisa menerima kenyataan tentang pasangan yang ada di depannya, Rasya tetap menghormati dua orang tersebut. Sebelum meninggalkan rumah sakit, lelaki itu masih sempat mengalami keduanya penuh hormat. "Hati-hati, Nak. Apa pun masalah yang sedang kamu alami sekarang, jangan terburu-buru. Selalu hati-hati di jalan. Doa ibu menyertai," bisik Hamni. Perempuan paruh baya itu bahkan sempat mencium puncak kepala Rasya."Iya, Bu," jawab Rasya. Berdua bersama Wandra, Rasya meninggalkan pasangan tersebut. "Ceritakan padaku, ada apa denganmu? Bukankah kedatanganmu ke sini untuk menghindari pertemuan dengan Andini setiap hari. Lalu, kenapa sekarang malah pengen pulang. Belum juga genap dua bulan kamu di sini," kata Wandra setelah mereka berdua ada di mobil."Aku nggak bisa lihat dia sama lelaki