Happy Reading*****"Ya, aku menyelidikinya," jawab Rasya.Menoleh pada lelaki yang duduk di sebelahnya, Andini menaikkan garis bibirnya. "Sejak kapan jadi kepo?""Hmm." Rasya terkikik. "Mas punya kekuasaan untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dengannya. Rasa penasaran itu mencuat saat ada penagih hutang waktu itu.""Dan hasilnya?" Andini semakin tertarik mendengar penjelasan sang pujaan. "Mas harap, setelah ini kamu nggak akan tambah sedih. Anggap semua pelajaran. Susah jalan takdir kita begini," ucap Rasya sok bijak. Tatapannya tak pernah lepas dari sang kekasih."Cepatan ceritanya, ih. Bentar lagi, acara dimulai.""Nggak sabaran banget." Rasya ingin mencubit hidung kekasihnya, tetapi tangannya dengan cepat bisa ditepis."Nggak usah genit, deh. Banyak pasang mata yang mengamati.""Hmm. Susahnya pacaran sama istri orang," goda Rasya untuk mencairkan suasana. Dia tahu, Andini sangat khawatir saat ini."Aku bukan pacarmu, Bi." Andini merengut. Rasya selalu tidak bisa menempa
Happy Reading *****Ranti menatap tidak suka pada pengusaha muda yang ada di hadapannya. Entah mengapa melihat wajah itu, berbagai macam rasa mulai menyerang hatinya. Benci, marah, rindu dan entah rasa apalagi yang dimiliki."Kamu, Ibu didik menjadi perempuan baik-baik. Mengapa mencoreng nama ibu dengan melakukan semua ini. Suamimu, sedang mencari dan menunggu di rumah. Ternyata, kamu malah enak-enakan berduaan dengan lelaki lain," bentak Ranti. Wajahnya memerah dengan mata melotot sempurna. "Bu, aku nggak pergi berduaan sama Rasya. Liburan ini adalah acara kantor." Andini memegang tangan Ranti supaya perempuan paruh baya itu tidak bertindak impulsif yang menyebabkan mereka menjadi pusat perhatian."Kalau ini acara kantor, kenapa kamu nggak ngajak suamimu?""Maafkan Andini, Bu," sahut Rasya, "acara ini sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Semua pesertanya sudah mendaftar terlebih dahulu sebelum kedatangan Om Raditya. Jadi, kalau Andini nggak ngajak beliau, kemungkinan besar karena a
Happy Reading*****Berusaha sekuat tenaga merebut ponsel milik Rasya, Raditya mendapat tamparan dari Ranti. "Ibu selalu percaya bahwa kamu bisa menjaga Andini dan menjauhkannya dari Rasya. Tapi, bukan begini caranya. Mulai sekarang, kamu bukan lagi menantuku. Segera bersihkan Andini," bentak Ranti.Walau sudah berjanji pada seseorang untuk menyatukan kembali Raditya dan Andini. Namun, Ranti juga tak ingin jika putrinya diperlakukan tidak adil. Jelas perbuatan Raditya sangat bertentangan dengannya. Jika cuma sifat kasar dan mudah main tangan perempuan paruh baya itu masih menoleransinya. Video yang diperlihatkan Rasya jelas-jelas kasus asusila antara Raditya dengan perempuan lain. Ranti tak lagi bisa membiarkan semua itu. "Bu, aku bisa jelaskan. Aku melakukannya sama sekali nggak melanggar norma maupun syariat," bela Raditya. "Nggak melanggar norma bagaimana. Video itu jelas-jelas memperlihatkan kehidupanmu ketika jauh dari Andini. Orang sakit dan hilang ingatan nggak akan melakuk
Happy Reading*****"Pi, kenapa ada di sini?" tanya Rasya. "Nggak penting kenapa Papi ada di sini. Pikirkan ucapan Papi tadi. Kamu nggak boleh memisahkan sepasang suami istri demi kepentingan sendiri. Rasulallah nggak akan mengakuimu sebagai umatnya. Ingat itu!" Tatapan Nareswara begitu tajam pada si sulung. Namun, semua itu tak berlangsung lama ketika bayangan seorang perempuan tertangkap inderanya. Nareswara langsung mengerutkan kening. "Ranti? Ada hubungan apa dia dengan Andini dan Rasya? Waktu ini aku juga bertemu dengannya di rumah Andini. Mungkinkah?" tanya Nareswara dalam hati. "Papi sudah berjanji akan merestui hubunganku dengan Andini. Kenapa sekarang berkata seperti itu?" "Semua itu, karena Papi nggak tahu jika suaminya Andini masih hidup dan sudah kembali padanya. Kenapa kamu nggak menceritakan semua itu?"Ranti menggeret tangan putrinya untuk menjauh. "Sebaiknya kita pulang sekarang. Ibu nggak mau melihat semua ini. Jangan lagi, kita sudah menjadi tontonan semua karyaw
Happy Reading*****Berusaha menghilangkan kegugupannya, Nareswara mengubah posisi duduknya. Sedikit mengendurkan punggung. "Bisa jadi, tapi Papi berharap kamu nggak mengenalnya. Akan sangat sulit jika sampai kamu mengenalnya. Hubunganmu dengan Andini makin runyam, akan semakin sulit untuk mendapatkan restu mamimu.""Kenapa Papi berpikiran seperti itu? Apakah perempuan yang Papi cintai itu adalah ibunya Andini?" tebak Rasya. Dia sebenarnya tak mau menerka seperti itu, tetapi melihat tatapan papinya tadi pada Ranti. Pemikiran itu berkembang.Hanya keheningan yang menyelimuti setelah pertanyaan itu terlontar dari bibir Rasya. Nareswara tak bisa mengeluarkan sepatah kata pun untuk mengungkap kebenaran 'hatinya karena rasa takut yang mendalam."Pi," panggil Rasya, "Apa karena masalah ini, Mami sangat membenci Andini?""Papi nggak tahu, Mas. Hubungan ini terlalu rumit untuk dijelaskan. Semua masih abu-abu."Obrolan mereka terhenti saat sopir mengatakan jika keduanya sudah sampai di kediama
Happy Reading*****Andini tak percaya dengan penglihatannya. Beberapa kali mengucek mata, dia tetap melihat foto pernikahan itu dengan orang yang sama. "Apa ini? Kenapa Ibu bisa seperti ini?" gumam Andini. Semakin lama menatap foto itu, dia semakin penasaran apa yang terjadi di masa lalu. "Mungkinkah Ibu adalah orang ketiga sehingga Tante Hawa nggak pernah bisa merestui hubunganku dengan Rasya?" Semua pertanyaan itu muncul di kepala ibu satu anak.Membuka lembaran album selanjutnya, kelopak mata Andini makin membulat sempurna. "Ya Allah. Kenapa bisa seperti ini?"Pintu yang terbuka memudahkan perempuan itu mendengar langkah kaki seseorang. Andini segera meletakkan album foto itu ke tempat semula. Segera pergi meninggalkan kamar Ranti. Namun, langkahnya terhenti ketika senyum si kecil terlihat di depan pintu kamar."Lho, Mama kok bisa ada di sini?" "Mama nyariin Nenek. Masuk rumah sepi banget, nggak ada orang. Adik mau ngapain ke kamar Nenek?" Andini membungkuk hendak mencium pipi
Happy Reading*****Andini membulatkan mata secara sempurna. Tak pernah tahu kapan ibunya masuk kamar dan mendengar semua percakapannya dengan Raditya. "Lelaki nggak berguna. Ternyata kamu sama saja seperti yang lain. Pergi sana! Kamu nggak pantas berada di rumah ini," usir Ranti. Suaranya meninggi dengan luapan emosi."Bu," panggil Andini."Maafkan Ibu, Din. Selama ini, Ibu mengira dia adalah lelaki baik yang mencintaimu, tapi melihat semua video dan perkataan busuknya barusan. Ibu, mencabut semua ucapan dan perkiraan baik itu. Kenapa kamu tega mengkhianati kepercayaan Ibu?" Ranti memelankan suara, kelopak matanya mulai digenangi air yang siap turun kapan pun juga. Memegang pipinya yang kembali terasa sakit akibat tamparan, Raditya tersenyum. Terlihat sekali jika lelaki itu tengah meremehkan dua perempuan di depannya. "Aku nggak akan mengkhianati siapa pun selama orang itu memberikan uang," balas Raditya atas ucapan sang mertua. "Bagus. Jadi, niatmu dulu menikahi Andini karena ua
Happy Reading*****"Dik, ceritakan kenapa sama kita?" pinta Andini ketika mereka berdua sudah ada di mobil.Tatapan aneh terlihat jelas di mata sang ibu hamil. Mengeluarkan botol minuman di dalam tas. Anggita tak langsung menjawab pertanyaan Andini, dia malah menuntaskan dahaga yang sejak tadi menyerang. "Aku mendengar obrolan Mami di telpon dengan seseorang," ucapnya."Lalu, apa hubungannya dengan kita? Kenapa juga kamu minta antar Mbak ke rumah sakit?" Andini menggelengkan kepala. Makin tak mengerti dengan jawaban perempuan hamil di sebelahnya."Kita harus melakukan pemeriksaan. Aku curiga kita ...?" Perkataan Anggita terjeda karena ada panggilan masuk dari ponselnya. "Siapa?" tanya Andini. Dia begitu cemas melihat Anggita seperti orang bingung dan panik. Entah apa yang dialami perempuan hamil itu."Mas.""Angkat saja." "Nggak usah, Mbak. Pokoknya, aku nggak akan mengangkat panggilan dari orang rumah." Melirik Anggita, Andini makin menyipitkan mata. "Dik, kamu ini sebenarnya ke