Happy Reading****Mengendarai kendaraan roda empat tanpa tujuan, pikiran Rasya dipenuhi dengan Andini. Walau masih banyak pekerjaan di kantor, lelaki itu memilih tidak kembali. Dia berniat menenangkan diri di rumah tepi pantai miliknya. Perkataan Andini benar-benar menyakiti hati lelaki tersebut.Suara deburan ombak di teras rumah membuat hati Rasya sedikit terhibur. Tak lupa, lelaki itu menghubungi salah satu sahabat sekaligus rekan kerjanya yang memiliki rumah tak jauh dari tempat tinggalnya kini.Duduk merenung di teras rumah sambi menikmati suasana dan pemandangan di saat senja hadir, Rasya kembali teringat kata-kata sang pujaan yang begitu menyakitkan."Sudah sejauh ini aku membantunya. Apa masih belum mengerti juga jika aku sangat mencintainya. Kenapa masih terus membela om-om edan itu. Apa cintanya terlalu besar?" "Sialan kamu!!" Rasya berteriak kencang di teras rumah tepi pantainya. Meluapkan segala kekesalan hati. "Apa hebatnya lelaki itu sampai kamu tetap memaafkan bahkan
Happy Reading****Mahesa berdiri, sedikit terkejut dengan tindakan sahabatnya yang terlihat sangat terburu-buru."Jangan gegabah, Sya. Tenanglah, nggak perlu terburu-buru. Ceritakan, ada apa sebenarnya?" pinta Mahesa. Mulai khawatir dengan sikap lelaki di depannya. Terkadang, seseorang itu bisa saja bertindak bodoh karena cinta. Tidak mengejek Rasya karena Mahesa sendiri pernah mengalaminya. Demi orang yang dicintai, dia rela berbuat apa saja bahkan sampai membahayakan nyawanya. Oleh karena itulah, bapak satu anak itu tidak ingin sahabatnya mengalami apa yang pernah terjadi padanya. Walau belum tahu hal apa yang membuat Rasya sedemikian panik.Bukannya menjawab, lelaki itu malah menggerakkan jemarinya di atas layar ponsel. Keningnya berkerut dengan mata menyipit. Mahesa makin curiga melihat semua perubahan sikap Rasya di depannya.Setelah beberapa detik wajah Rasya terlihat tegang, sebuah senyuman muncul menghiasi wajahnya. Seperti mendapat air di tengah padang pasir yang tandus. Ra
Happy Reading*****Tak peduli apa yang dikatakan Hawa selanjutnya, Rasya memutuskan panggilan mereka. Lalu, segera melajukan kendaraan ke arah rumah Andini. Dia harus menyelesaikan konflik sebelumnya dengan perempuan itu. Sebelum sampai di halaman rumah sang kekasih, lelaki itu menyempatkan mampir ke mini market dan toko bunga untuk memberi oleh-oleh pada sang pujaan. Hatinya kembali berbunga-bunga sejak mendapat kiriman foto dari seseorang. Melirik jam tangannya, lelaki itu bergumam, "Masih ada waktu sebelum dia tidur. Jika kebiasaannya nggak berubah, dia belum tidur jam segini. Semoga nggak telat.""Ada yang bisa dibantu, Pak?" tanya salah satu pelayan toko bunga. Senyumnya merekah ketika menyambut kedatangan Rasya."Beri saya beberapa tangkai mawar merah. Lalu, rangkai menjadi buket yang indah," pinta Rasya pada pelayan toko bunga. Di mobil, dia sudah menyiapkan sekotak cokelat favorit mamanya Bisma. Semua kebiasaan serta makanan kesukaan Andini, masih terekam indah pada memori
Happy Reading***Tanpa menoleh ke belakang, Rasya tersenyum mendengar umpatan sang pujaan. Kali ini, dia pulang dengan senyum penuh kemenangan. Yakin jika Andini akan ikut bersamanya besok. Menghubungi asisten pribadinya, Rasya menuliskan pesan supaya Adipati melaksanakan perintahnya. "Besok, kirimkan gamis pesta terbaik ke alamat rumah Andini. Pagi-pagi sekali, baju itu harus sudah ada di sana, sebelum aku berangkat memancing.""Duh, Bos. Gamis pesta yang bagus itu gimana? Aku belum pernah memesan. Lagian aku juga nggak ngerti masalah gamis dan sejenisnya," balas Adipati."Tugasmu untuk mendapatkan apa yang aku inginkan." Setelah menuliskan balasan, Rasya tersenyum puas. Dia merasakan kebahagiaan ketika bisa mengerjai Adipati. Kekesalannya pada Andini tadi, terlampiaskan sudah.Sampai di rumah, Rasya memutuskan menghubungi Bisma. Si kecil, besok harus datang ke pesta ulang tahun Hawa. "Assalamualaikum, Papa," sapa Bisma terdengar oleh indera Rasya. "Kok, belum tidur?""Nggak bisa
Happy Reading*****Bisma tertawa keras. "Makanya, jangan berdebat terus. Kalau Mama sama Papa terus kayak gini. Kapan mau berangkat ke Watu Dodol?""Adik sudah siap?" tanya Rasya memutus perdebatan dengan sang pujaan."Sudah." Memutar tubuhnya di hadapan Rasya, Bisma menjawab dengan senyuman. "Papa tuh yang belum siap. Adik sama Mama tinggal nunggu Papa ganti baju.""Papa nggak usah ganti. Gini saja, nanti sampai pantai baru ganti.""Ribet," sahut Andini sewot. "Mana kunci mobilmu.""Untuk apa?" Rasya mengerutkan kening."Ngambil baju. Kamu ganti di kamar Adik saja. Kalau di toilet umum, takutnya kotor." Rasya mengeluarkan kunci dari saku baju kokonya. Lalu, menyerahkan pada Andini. Dalam hati, dia sempat berkata bahwa perhatian Andini tidak pernah berkurang sama sekali kepadanya. Menunggu beberapa detik, Andini membawa tas ransel. "Bajumu pasti ada di dalam sini. Aku sengaja membawa semuanya.""Iya nggak masalah." Rasya berdiri. Diikuti Bisma dia masuk rumah. Beberapa menit kemud
Happy Reading*****"Kenapa nggak boleh dibuang? Aku nggak mau kamu salah paham lagi kayak kemarin. Tiba-tiba pergi tanpa ngasih penjelasan." Andini memutar bola mata, malas.Susah payah dia meneguhkan hati supaya Rasya bisa kembali mempercayai. Namun, semua berbalik saat ada kado di meja teras rumah Andini."Bawa masuk dulu," pinta Rasya, "aku tidurkan Bisma di kamar. Setelahnya, kita bicara, ya.""Nggak jelas banget sih, Bi," sahut Andini. Akan tetapi, dia tetap menuruti permintaan sang kekasih.Ketika Rasya menidurkan Bisma di kamar, Andini sedang berada di dapur. Bertemu dengan si Mbak yang tengah menyiapkan makan siang, Andini pun bertanya mengenai kotak kado di terasnya."Saya nggak tahu dari siapa, Mbak. Waktu saya tanya, katanya Mbak sudah pasti tahu pengirimnya," jelas si pembantu.Kening Andini berkerut. "Siapa, ya, Mbak? Nggak ada nama pengirimnya.""Mungkin salah satu penggemarnya Mbak." Si Mbak yang sudah lama bekerja membersihkan dan membantu tugas rumah tangga itu meng
Happy Reading*****Andini melepas genggaman tangan Rasya. Demikian juga Bisma, si kecil mundur satu langkah dan melirik sang Mama. Keduanya memilih menjaga jarak dengan sang calon pemimpin keluarga.Sadar jika dua orang yang disayangi sedang tidak baik-baik saja. Rasya mengayunkan tangan kanannya, menampar pipi perempuan yang berkata sembarangan tadi."Rasya!" bentak perempuan yang tak lain adalah Kamelia. "Demi perempuan nggak jelas ini, kamu menentang keinginan Tante Hawa."Sekali lagi, Rasya menampar Kamelia. Kali ini, lebih keras dari sebelumnya. Perempuan berpakaian seksi itu menatap nyalang penuh amarah."Sekali lagi kamu mengatakan hal buruk tentang Andini. Akan kubuat wajahmu buruk," ancam Rasya."Keterlaluan, aku nggak akan diam," ancam Kamelia. Menghentakkan kaki, dia meninggalkan Rasya."Pa," panggil Bisma. Tangannya menarik ujung kemeja Rasya. Matanya memancarkan ketakutan yang besar."Nggak usah takut. Cuma orang gila yang nggak tahu diri. Papa akan selalu menjaga kalian
Happy Reading*****Perempuan bernama Anggita itu menatap Rasya dan Davit bergantian. Lalu, kembali tertawa keras. "Mbak Andini salah paham lagi, deh.""Makanya, Dik. Nggak usah ambigu kalau kenalan," jawab Rasya. Dia meraih pergelangan sang kekasih. "Kamu salah paham, Nda. Maksud Anggita, bukan kesayangan seperti dua orang dewasa yang saling mencintai.""Lalu, kesayangan seperti apa?" tanya Andini sedikit keras. Emosinya benar-benar terpancing."Kesayangan sebagai adik kakak," sahut Davit."Anggita itu, satu-satunya adik yang aku miliki. Kamu lupa, Nda?" tambah Rasya.Andini merapatkan bibir disertai mata terpejam sebentar, lalu mengembuskan napas panjang ketika semua pikirannya begitu kekanakan."Aku kan nggak pernah ketemu sama dia, Bi," elak Andini."Assalamualaikum, Tante. Kenalkan, aku Bisma." Si kecil mengambil inisiatif, menjulurkan tangan supaya bisa salaman dengan Anggita."Lucu banget, keponakan Tante." Anggita menyambut uluran tangan Bisma. Tanpa diduga, bocah kecil itu la