Bel pintu berbunyi. Terburu-buru Inah segera membukakan pintu. "Cari siapa?"Inah bertanya penuh selidik saat mendapati seorang lelaki di balik pintu. Rasanya dia kenal. Lalu wanita paruh baya itu teringat bahwa itu sepupunya Nita yang waktu itu datang ke sini bersama Wisnu."Reisa ada?""Keperluan?" tanya Inah lagi. "Bilang saja ada Mas datang.""Apa sudah janji?"Dimas mengumpat dalam hati. Ini pembantu tidak sopan sekali. Ada tamu datang bukannya disuruh masuk, malah ditanya macam-macam. Inah sendiri sudah diberikan mandat dari Andra supaya tidak menerima tamu sembarangan. Tuannya tidak mau terjadi hal buruk kepada selama dia tidak ada."Silakan masuk. Sebentar saya panggilkan Non Reisa."Inah membuka pintu lebar-lebar, lalu ke dapur menyuruh Susi membuatkan minuman. Setelah itu dia mengetuk pintu kamar Reisa, yang sedang tertidur bersama putranya."Apa, Bik?" Wajah Reisa tampak kusut saat membuka pintu. Rambutnya acak-acakan dan terlihat masih lemas."Anu, Non. Ada tamu di depa
"Sorry. Gue gak bisa pulang." Reisa melempar ponselnya di sofa. Dia sudah menunggu sejak tadi pagi. Weekend ini harusnya mereka berkumpul di rumah. Reisa sudah berbelanja di pasar. Dia bahkan memilih langsung ikan segar, yang akan dimasak untuk menyambut kedatangan Andra. Semua kacau saat Reisa mendapatkan telepon itu tadi pagi. Andra tidak bisa pulang. Ada meeting internal dengan beberapa investor di sana.Tadinya Reisa dan Rendra ingin menyusul, tetapi dilarang. Kata Andra jadwal cukup padat. Bahkan hari libur pun mereka lembur. Suaminya berjanji kalau hotel baru sudah launching, mereka akan dibawa serta.Ini minggu pertama Andra ditugaskan di sana. Harusnya Reisa mengerti bahwa di awal-awal tugas, suaminya pasti sibuk sekali.Hanya saja Andra sendiri yang mengatakan akan pulang. Betapa dia sangat merindukan mereka berdua, begitulah yang selalu Andra katakan setiap menelepon di waktu senggang."Dek, papa gak bisa pulang."Reisa berbisik di telinga Rendra yang sedang tertidur. Ras
Dimas menunjuk sebuah pakaian bayi yang dipajang di sebuah etalase toko."Ini bagus ya, Rei. Lucu."Hari ini mereka keluar berjalan-jalan. Berempat, tetapi Nita memilih untuk membawa Rendra ke arena bermain khusus anak-anak. Sehingga Reisa dan Dimas akhirnya memutuskan untuk berjalan mengitari mall."Iya, kekinian. Sekarang baju bayi sama anak-anak banyak model terbaru."Mereka masuk ke toko dan melihat-lihat . Keduanya bertukar pendapat mengenai baju mana yang pantas dipakai bayi Reisa jika nanti hari lahir tiba. "Beli satu, deh. Ini lucu banget."Dimas mengambil sebuah baju model princess dengan motif bunga-bunga."Ih, engga boleh. Nanti aja kalau udah tujuh bulanan," larang Reisa saat lelaki itu hendak membawanya ke kasir."Kenapa?" Dahi Dimas berkerut. Baginya tak masalah membeli baju apa pun asalkan cocok dan budget-nya ada."Kata orang-orang pamali. Nanti tunggu tujuh bulan." Reisa menjelaskan.Dimas mengangguk. Selama ini dia tidak tahu, belum pernah merasakan. Istri saja belu
"Andra!"Reisa terbelalak saat mendapati suaminya muncul di depan pintu. Ini Selasa dan hari kerja. Namun, Andra memilih untuk pulang ke rumah sebagai ganti hari liburnya yang dipakai untuk meeting bersama klien. "Rei...."Mereka berpelukan lama sampai lupa masuk. Inah yang tergesa-gesa keluar hendak membuka pintu, menjadi speachless saat melihat tuan dan nonanya saling melepas rindu. Diam-diam dia kembali ke belakang tanpa sepengetahuan mereka. "Kok gak bilang mau pulang?""Sengaja, biar lu kaget.""Ih.""Cium, dong."Andra menyodorkan bibir yang dibalas Reisa dengan tepukan di pipi. Andra langsung cemberut saat ditolak. Reisa mengambil tas suaminya dan meletakkan benda itu di kursi.Setelah itu Reisa menarik tangan Andra, dan membawanya menuju kamar putra mereka. Rendra pasti senang kalau melihat papanya datang. "Sttttt."Reisa meletakkan telunjuk di bibir. Rendra sedang tertidur setelah tadi puas bermain. Setelah jalan-jalan bersama minggu lalu, dia tidak menginap di rumah papa
Brak!Reisa terkejut saat mendengar sebuah benda diletakkan di meja dengan kasar. Dia sedang menuang sayur di mangkuk. Wanita itu menoleh dan mendapati suaminya tampak kesal. "Kenapa, Ndra?" Reisa bertanya dengan wajah kebingungan. "Ada telepon buat lu."Andra menunjuk ponsel itu dengan hati yang panas. Dia cemburu. "Oh, biarin aja. Masih masak."Reisa kembali fokus ke kompor untuk menyelesaikan pekerjaannya. "Kayaknya penting, sampai sepuluh panggilan tak terjawab." Reisa mendelik. Dia meletakkan mangkuk berisi sayur di meja dan mengambil ponselnya. Wajah wanita itu memucat saat melihat di riwayat panggilan.Kenapa Dimas harus menghubungi di saat seperti ini, batinnya. "Oh, mungkin ini agen asuransi," kata Reisa tenang. Andra baru saja pulang dan dia tak ingin ada pertengkaran. Mendengar itu, kini Andra yang memucat. Dia tahu persis si penelepon itu. Lelaki merasa itu kecewa kenapa istrinya harus berbohong."Emang kamu ada ikutan asuransi kayak gitu?"Andra berpura-pura tidak
[Rei, kok gak datang Nak. Papa kangen cucu]Andra tersenyum saat membacanya. Ternyata Wisnu yang mengirimkan pesan.Reisa sudah pucat pasi saat melihat Andra membuka ponsel. Wanita itu menarik napas lega saat melhat ekspresi wajah suaminya yang sembringah. "Kenapa, Ndra?" tanya Reisa. Dalam hati berdebar-debar takut Dimas yang mengirimkan pesan lagi."Ini papa nanyain. Kok kamu gak dateng ke sana? Kamu gak ngabarin, ya?"Andra mengerling wajah istrinya. Sekilas Reisa tampak terkejut. Namun, wanita itu cepat-cepat mengendalikan diri."Udah sama Nita. Mungkin maksud papa suruh nginap di sana lagi," jawabnya.Reisa meletakkan piring-piring kotor di wastafel dan membersihkan meja makan. Nanti Susi yang akan mencucinya."Jadi?""Besok saja kali. Kan kamu baru dateng. Lagian repot, harus banyak bawa barang adek.""Gak boleh gitu. Kan ngeliat orang tua.""Minggu lalu kan udah juga. Papa sih gak mau diajak jalan, coba kalau mau, kan seru.""Kalau kalian shopping kita memang males nemenin. La
Andra sudah bersiap-siap untuk berangkat pagi. Sekalipun off selama tiga hari, dia tetap akan mendatangi hotel dan bertegur sapa dengan para karyawan. Ada juga beberapa barang yang akan dia ambil di ruangan."Jadi berangkat?"Reisa bertanya saat mengantar Andra di depan. Wanita itu sedikit kecewa saat tadi malam sebelum tidur, suaminya berkata akan pergi kerja sebentar."Iya. Siang aku pulang." Andra mengecup kening Reisa. Setelah menghabiskan dua mangkok bubur ayam buatan istrinya, lelaki itu merasa lebih bersemangat saat akan berangkat.Sebenarnya Andra menginginkan asupan nutrisi yang lain. Namun melihat kondisi fisik Reisa yang gampang kelelahan, niatnya urung. Mobil Andra melaju kencang meninggalkan rumah. Memakan waktu sekitar satu jam jika di jalanan tidak terjebak macet. "Loh, Pak Andra."Para karyawan menatapnya heran ketika melihat langkah kakinya memasuki kantor. Andra menyapa satu per satu dengan ramah, lalu memencet tombol lift menuju ruangannya."Bapak?"Andra terseny
"Assalamualaikum."Nita bergegas keluar saat pelayan memanggilnya ke depan. Wanita itu bersorak riang saat melihat siapa tamu yang datang."Rendra." Nita langsung mengambil bayi mungil itu dari gendongan Andra."Sudah bisa apa, Sayang?" Nita bertanya gemas. Beberapa hari tidak bertemu cucu membuatnya rindu."Merangkak, Nek," jawab Andra dan membuat seisi orang di ruangan itu tertawa. "Apaan coba."Reisa mengamit lengan suaminya. Namun, Andra malah tertawa geli. "Biarin, udah ngerti, kok."Mereka duduk di sofa. Nita memanggil pelayan dan memintanya menyediakan snack yang banyak untuk Reisa.Nita paham bahwa putri sambungnya pasti kelaparan setelah perjalanan jauh menuju rumah mereka."Papa mana, Nit?' tanya Reisa karena tak melihat sosok tua itu muncul sejak tadi.Padahal ini hari libur. Mereka datang ke sini karena Andra akan berangkat besok dan ingin berpamitan. Lelaki itu sekalian mengantar anak istrinya untuk menginap lagi di sini. "Tidur. Kecapean dia," jawab Nita sambil meni