"Andra!"Reisa terbelalak saat mendapati suaminya muncul di depan pintu. Ini Selasa dan hari kerja. Namun, Andra memilih untuk pulang ke rumah sebagai ganti hari liburnya yang dipakai untuk meeting bersama klien. "Rei...."Mereka berpelukan lama sampai lupa masuk. Inah yang tergesa-gesa keluar hendak membuka pintu, menjadi speachless saat melihat tuan dan nonanya saling melepas rindu. Diam-diam dia kembali ke belakang tanpa sepengetahuan mereka. "Kok gak bilang mau pulang?""Sengaja, biar lu kaget.""Ih.""Cium, dong."Andra menyodorkan bibir yang dibalas Reisa dengan tepukan di pipi. Andra langsung cemberut saat ditolak. Reisa mengambil tas suaminya dan meletakkan benda itu di kursi.Setelah itu Reisa menarik tangan Andra, dan membawanya menuju kamar putra mereka. Rendra pasti senang kalau melihat papanya datang. "Sttttt."Reisa meletakkan telunjuk di bibir. Rendra sedang tertidur setelah tadi puas bermain. Setelah jalan-jalan bersama minggu lalu, dia tidak menginap di rumah papa
Brak!Reisa terkejut saat mendengar sebuah benda diletakkan di meja dengan kasar. Dia sedang menuang sayur di mangkuk. Wanita itu menoleh dan mendapati suaminya tampak kesal. "Kenapa, Ndra?" Reisa bertanya dengan wajah kebingungan. "Ada telepon buat lu."Andra menunjuk ponsel itu dengan hati yang panas. Dia cemburu. "Oh, biarin aja. Masih masak."Reisa kembali fokus ke kompor untuk menyelesaikan pekerjaannya. "Kayaknya penting, sampai sepuluh panggilan tak terjawab." Reisa mendelik. Dia meletakkan mangkuk berisi sayur di meja dan mengambil ponselnya. Wajah wanita itu memucat saat melihat di riwayat panggilan.Kenapa Dimas harus menghubungi di saat seperti ini, batinnya. "Oh, mungkin ini agen asuransi," kata Reisa tenang. Andra baru saja pulang dan dia tak ingin ada pertengkaran. Mendengar itu, kini Andra yang memucat. Dia tahu persis si penelepon itu. Lelaki merasa itu kecewa kenapa istrinya harus berbohong."Emang kamu ada ikutan asuransi kayak gitu?"Andra berpura-pura tidak
[Rei, kok gak datang Nak. Papa kangen cucu]Andra tersenyum saat membacanya. Ternyata Wisnu yang mengirimkan pesan.Reisa sudah pucat pasi saat melihat Andra membuka ponsel. Wanita itu menarik napas lega saat melhat ekspresi wajah suaminya yang sembringah. "Kenapa, Ndra?" tanya Reisa. Dalam hati berdebar-debar takut Dimas yang mengirimkan pesan lagi."Ini papa nanyain. Kok kamu gak dateng ke sana? Kamu gak ngabarin, ya?"Andra mengerling wajah istrinya. Sekilas Reisa tampak terkejut. Namun, wanita itu cepat-cepat mengendalikan diri."Udah sama Nita. Mungkin maksud papa suruh nginap di sana lagi," jawabnya.Reisa meletakkan piring-piring kotor di wastafel dan membersihkan meja makan. Nanti Susi yang akan mencucinya."Jadi?""Besok saja kali. Kan kamu baru dateng. Lagian repot, harus banyak bawa barang adek.""Gak boleh gitu. Kan ngeliat orang tua.""Minggu lalu kan udah juga. Papa sih gak mau diajak jalan, coba kalau mau, kan seru.""Kalau kalian shopping kita memang males nemenin. La
Andra sudah bersiap-siap untuk berangkat pagi. Sekalipun off selama tiga hari, dia tetap akan mendatangi hotel dan bertegur sapa dengan para karyawan. Ada juga beberapa barang yang akan dia ambil di ruangan."Jadi berangkat?"Reisa bertanya saat mengantar Andra di depan. Wanita itu sedikit kecewa saat tadi malam sebelum tidur, suaminya berkata akan pergi kerja sebentar."Iya. Siang aku pulang." Andra mengecup kening Reisa. Setelah menghabiskan dua mangkok bubur ayam buatan istrinya, lelaki itu merasa lebih bersemangat saat akan berangkat.Sebenarnya Andra menginginkan asupan nutrisi yang lain. Namun melihat kondisi fisik Reisa yang gampang kelelahan, niatnya urung. Mobil Andra melaju kencang meninggalkan rumah. Memakan waktu sekitar satu jam jika di jalanan tidak terjebak macet. "Loh, Pak Andra."Para karyawan menatapnya heran ketika melihat langkah kakinya memasuki kantor. Andra menyapa satu per satu dengan ramah, lalu memencet tombol lift menuju ruangannya."Bapak?"Andra terseny
"Assalamualaikum."Nita bergegas keluar saat pelayan memanggilnya ke depan. Wanita itu bersorak riang saat melihat siapa tamu yang datang."Rendra." Nita langsung mengambil bayi mungil itu dari gendongan Andra."Sudah bisa apa, Sayang?" Nita bertanya gemas. Beberapa hari tidak bertemu cucu membuatnya rindu."Merangkak, Nek," jawab Andra dan membuat seisi orang di ruangan itu tertawa. "Apaan coba."Reisa mengamit lengan suaminya. Namun, Andra malah tertawa geli. "Biarin, udah ngerti, kok."Mereka duduk di sofa. Nita memanggil pelayan dan memintanya menyediakan snack yang banyak untuk Reisa.Nita paham bahwa putri sambungnya pasti kelaparan setelah perjalanan jauh menuju rumah mereka."Papa mana, Nit?' tanya Reisa karena tak melihat sosok tua itu muncul sejak tadi.Padahal ini hari libur. Mereka datang ke sini karena Andra akan berangkat besok dan ingin berpamitan. Lelaki itu sekalian mengantar anak istrinya untuk menginap lagi di sini. "Tidur. Kecapean dia," jawab Nita sambil meni
Andra berangkat subuh hari menuju bandara. Di antar Tarno, tapi tanpa Reisa dan Rendra. Sudah menjadi kesepakatan mereka sepeti itu, sehingga dia tidak mempermasalahkan.Tidak mungkin juga Andra membangunkan dua orang itu. Tadi malam Rendra sedikit rewel. Mungkin karena tidak tidur di kamarnya, sehingga semalaman mereka bergadang. Tadinya Andra ingin pulang setelah mengantar Reisa. Namun, karena Wisnu sakit, jadinya ikut menginap juga. Dia hanya menyuruh Tarno untuk mengambilkan koper yang sudah dipersiapkan. Andra merasakan kepalanya berat. Oleh karena itu sepanjang perjalanan dia memilih tidur di mobil. Biasanya dia akan berbincang sebentar dengan Tarno. "Den."Suara lembut Tarno membangunkan tuannya. Dia tak sampai hati, karena melihat Andra begitu kelelahan. Andra menggeliat. Badannya terasa remuk dan pegal di beberapa bagian."Udah sampai, Pak?""Iya, Den." Tarno membukakan pintu mobil, lalu mengeluarkan koper dari bagasi belakang. Dia menyerahkan barang-barang itu kepada An
Landing.Andra berdiri mengambil kopernya di kabin, begitu pesawat mendarat dengan sempurna. Dia ingin segera keluar dan menjauh dari wanita yang sejak tadi bersandar mesra di bahunya. "Kita bareng kan, Ndra?""Eh?"Sejak kapan mereka berjanji akan bersama setelah ini. Bukannya sudah punya tujuan masing-masing. Lagi pula bertemu juga tak sengaja. Kalau boleh memilih, Andra lebih baik tidak usah pulang dari pada harus bertemu Helena. "Gue udah ada yang jemput. Sorry.""Tapi gue sendirian. Gak ada temennya.""Lu kan bisa pesen taksi."Andra berjalan melewati lorong menuju bandara. Untunglah tidak ada bagasi jadi bisa segera pergi. Helena pastilah membawa banyak barang. Jangan berharap Andra akan menjadi dewa penolong dengan mengambilkan atau membawakan barang-barangnya. Mimpi kamu, Len."Tapi gue banyak bawaan. Berat ini. Gimana, dong?"Nah, sesuai dengan dugaan. "Lu pakai jasa Porter. Tuh, banyak seliweran. Pilih aja salah satu.""Ndra!"Andra sudah berjalan cepat meninggalkan Hele
Rendra menangis meraung-raung. Anak itu rewel. Badannya panas, demam, dan tidak mau minum susu sama sekali. "Bawa ke dokternya sekarang aja, Non," saran Inah. "Panggil Pak Nok, Bik." Reisa menggendong Rendra ke depan sembari menunggu Tarno datang. Tadi dia disuruh ke apotek karena obat penurun panasnya habis."Kenapa, Non?" Tarno menyerahkan kresek berisi obat dengan terburu-buru. "Ke dokter aja sekarang, Pak," titah Reisa. Dia sudah panik sejak tadi."Ayo, Non."Mereka segara masuk mobil dan berangkat menuju rumah sakit terdekat. Sampainya di instalasi gawat darurat, Rendra langsung diberikan pertolongan oleh dokter yang berjaga. "Demam biasa, Bu. Gak apa-apa. Ibu jangan khawatir," kata dokter itu menenangkan. Reisa menarik napas lega. Sebelumnya Rendra tidak pernah begini. Bayi mungilnya itu selalu sehat. "Dia gak mau minum susu. Makan bubur juga," curhat Reisa. Sebagai ibu baru yang belum berpengalaman, ada hal-hal yang dia kurang mengerti. "Ini giginya mau tumbuh satu."D