Sanjaya Hussain, pria sebatang kara kelahiran Hyderabad, India.
Sejak kematian orang tuanya beberapa tahun lalu, yatim piatu itu hanya menumpang hidup dengan tetangganya yang menikahi wanita Indonesia. Karena kesulitan ekonomi yang di alami pria sebatang kara ini, tetangga Sanjaya bernama pak Kishen mengajaknya yang masih berusia sembilan belas tahun untuk merantau ke Indonesia, tanah kelahiran istri pak Kishen, ibu Diana.Orang tua Sanjaya tidak meninggalkan sedikitpun harta. Hanya ilmu dan akhlak - lah yang di jadikan satu – satunya warisan untuk Sanjaya.“Tapi, aku juga tidak memiliki siapa – siapa di sana. Jadi, kita harus memiliki skill dan harus mandiri. Lagi pula, kedua putriku sudah menikah semua, dan mereka tinggal bersama suami mereka masing – masing. Maka dari itu, mulai saat ini, anggaplah kami sebagai orang tuamu,” ujar pria sepuh yang berdiri- pun sudah tidak tegap lagi dengan senyum hangat yang terukir di wajahnya yang sudah penuh dengan kerutan dan janggut yang memutih.
Dua tahun sudah Sanjaya hidup di tampung oleh sepasang suami istri kesepian yang merindukan anak kandung mereka. Bahasa Indonesia-pun sudah fasih di lidah pria yang memiliki rambut hitam pekat ini. Walaupun dalam keadaan susah, Sanjaya senang dalam mempelajari bahasa asing seperti Bahasa Inggris. Dengan bermodalkan kamus usang yang ia temukan di jalanan, membuat Sanjaya gigih dalam menambah ilmu pengetahuan.
Di Indonesia, Sanjaya sudah biasa kerja serabutan bersama keluarga barunya. Ia memiliki skill yang sudah dikuasainya sejak masih di India, menjahit dan men – design pakaian.
Dan dengan mengumpulkan uang sedikit demi sedikit, Sanjaya membeli mesin jahit bekas untuk memulai usaha barunya, yaitu menjadi tukang jahit pakaian. Kemampuannya ini sering kali di manfaatkan oleh tetangga tempatnya mengontrak untuk mendesign, dan juga menjahit pakaian – pakaian mereka.Namun, kemalangan hidup Sanjaya muda datang lagi. Pak Kishen dan ibu Diana meninggal dunia akibat kecelakaan yang mereka alami ketika akan pergi berjualan di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Membuat Sanjaya kembali menjadi seorang yatim piatu. Ia sebatang kara di negara orang. Namun, ia tidak pernah berputus asa untuk menjadikan masa depannya agar lebih layak.
Hingga suatu hari, seorang wedding organizer yang sedang bingung mencari designer pakaian pengantin bertemu dengan Sanjaya yang sedang mendesign pakaian pengantin di pinggir jalan. Pria tua yang hampir seusia almarhum ayahnya, mengajak Sanjaya untuk menjadi pegawainya.
Karena keuletan Sanjaya, ia menabungkan uang hasil kerjanya sedikit demi sedikit untuk menikahi wanita yang ia temui di pasar Tanah Abang. Wanita sederhana yang hanya membantu orang berjualan di sana.
Sanjaya muda jatuh cinta dengan wanita muda berusia sembilan belas tahun bernama Cahaya.
Ia merupakan salah seorang penghuni panti asuhan. Ia bernasib sama dengan Sanjaya. Yatim piatu. Tidak ada orang tua dan keluarga tempat mereka menumpang hidup.Dan benar kata orang bijak, di balik kesuksesan seorang pria, ada seorang wanita tangguh di belakangnya. Saat Sanjaya berada di masa sulitnya, pria asli India ini melangsungkan niatnya untuk menikahi wanita pujaan- nya yang asli Indonesia.***
Karir Sanjaya sukses di usianya yang menginjak tiga puluh lima tahun. Ia berhasil mendirikan sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang fashion pengantin. Dari usaha dan ketekunannya, ia berhasil membangun Sanjaya Group. Membuat beberapa cabang Sanjaya Group baik di dalam bahkan di luar negeri.
Ia benar – benar merintis karirnya sendiri, hanya seorang istri yang mendampingi dan mengiringinya dengan do'a.Setelah dua tahun menikah, mereka di karuniai putri kecil yang sangat lincah, cantik, dan pintar. Sesuai namanya, Sanjaya dan Cahaya memberinya nama Rani yang memiliki arti Ratu dalam bahasa Hindi. Membuat siapa saja yang bertemu dengannya akan memanggilnya Boneka Ratu. Dengan mata bulat berwarna kecoklatan khas wanita Asia, berkulit sawo matang seperti Mamanya dan memiliki rambut hitam pekat sama seperti Papanya.
Namun, kehidupan Rani dan Mamanya semakin berubah setelah Sanjaya meninggal dunia di usianya yang genap enam puluh delapan tahun. Ia menderita penyakit diabetes sejak sepuluh tahun lalu.
Dan setelah kematian Sanjaya, seluruh perusahaan di percayakan kepada Ranita Cahyati Sanjaya Hussain atau yang dikenal sebagai Rani, putri semata wayang Sanjaya dan Cahaya yang merupakan pewaris tunggal Sanjaya Group.Hidupnya yang selalu bergelimang harta, membuat Rani angkuh dan juga sombong. Tak jarang ia selalu meremehkan orang – orang yang ada di sekitarnya. Bahkan, sifatnya semakin menjadi - jadi sejak Papanya meninggal dunia dan memiliki satu cita - cita, yaitu melihat putrinya memakai gaun pengantin yang ia rancang khusus untuk anak gadisnya.
Cahaya, wanita yang sangat menyayangi putri tunggalnya itu hanya bisa membiarkan apa yang dilakukan sang gadis selagi masih dalam batas kewajaran. Lagi pula, sang Mama sebenarnya bangga, karena putri kesayangannya itu merupakan salah satu Mahasiswi cumlaude di salah satu Universitas terbaik di Inggris. Kesombongannya merupakan sesuatu yang nyata dan memang ada di tangannya.
Tetapi, lama kelamaan tingkah Rani semakin menjadi jadi, sehingga pada suatu hari, perusahaan pusat yang dikelola oleh Rani mengalami sedikit masalah karena adanya seorang karyawan bagian ekspor – impor melakukan kecurangan terhadap perusahaan yang ia pegang.
“Kalian tau, saya tidak akan peduli dengan apa yang terjadi. Karena saya yakin, apapun yang saya handle pasti akan berhasil dan tidak akan pernah gagal kecuali ada tangan kotor yang masuk dan menjelma menjadi bagian dari perusahaan ini,” ucap Rani dengan angkuh, bersandar di kursi kekuasaannya dengan melipat kedua tangannya di depan dada saat melaksanakan rapat diruangannya, bersama seluruh staf di kantornya.
Selain pintar dan sombong, Rani juga tergolong wanita yang memiliki perpaduan wajah imut dan manis, serta di dukung dengan body goals yang sangat di idam – idamkan kaum hawa. Dada yang cukup menonjol, betis yang jenjang, serta penampilan yang selalu terlihat sexi. Hanya saja, tingginya tidak lebih dari seratus lima puluh lima senti meter. Tetapi, ia selalu berhasil membuat pria manapun yang melihatnya akan tertarik dan mengimajinasikan dirinya. Bukan salah Rani, 'kan?
Namun sayang, para klien bahkan staff kantornya tak ada yang berani menatap wanita yang terkenal angkuh itu. Tak jarang, para pegawainya akan berbisik mengatakan, bahwa sang ibu presiden dari Sanjaya Group akan menjadi perawan tua. Terbukti dari usianya yang sudah memasuki angka tiga puluh tiga tahun saja ia seperti tidak ingin menikah, bahkan tidak pernah melihatnya membawa pria yang berstatus kekasihnya.
“Tapi bu, ada baiknya jika ...,”
“Kenapa? ada yang meragukan saya? silahkan pergi dari perusahaan ini kalau kalian tidak yakin dengan apa yang sudah saya ucapkan! Di luar sana, ada banyak pengangguran yang menantikan kursi dimana tempat anda sedang duduk sekarang,” potong Rani dengan cepat ketika pria yang usianya terpaut lebih tua dari Rani, yang menjabat sebagai wakil Direktur akan segera memberikan masukan kepadanya, dan membuat sang pria terdiam seketika.
“Sekarang, kita harus lebih kompak dalam menangani perusahaan ini. Tidak ada yang menjadi duri dalam daging, apalagi penghianat nyata seperti yang di lakukan Marko terhadap perusahaan kita. Kalian paham?” tanya Rani dengan sorot mata yang cukup tajam melihat kearah para staff-nya dan di balas anggukan serta ucapan ‘baik, bu.’ oleh peserta rapat.
“Baiklah, rapat selesai. Silahkan tinggalkan ruangan ini!” usir Rani dengan santai dan langsung menatap laptonya untuk bekerja. Sementara orang – orang yang merasa terusir, langsung meninggalkan wanita yang saat ini sedang mengenakan outer hitam yang senada dengan mini skirt yang ia pakai itu dengan hati yang sangat geram.
***
Jihan Sasmita, putri dari teman baik Cahaya dan Sanjaya, cucu dari pemilik wedding organizer yang pernah menolong Sanjaya di saat kritis hidupnya, merupakan sahabat sekaligus sekertaris pribadi Rani. Bahkan, Jihan dan Rani berteman sejak kecil. Sejak Cahaya dan Sanjaya sering berkunjung kerumah ayah Jihan, pak Herman.
Sayangnya, usaha wedding organizer milik kakek Jihan sudah bangkrut beberapa tahun sebelum Sanjaya meninggal dunia. Tapi, kemuliaan hati Sanjaya yang tahu balas budi, membuat usaha itu bangkit kembali.Sebagai ucapan terimakasih, Jihan mengajukan diri untuk menjadi sekertaris pribadi sahabatnya itu. Karena ia juga tahu, tidak akan ada yang betah menjadi sekertaris pribadi seorang Rani.Jihan benar – benar faham sifat wanita yang usianya tidak terpaut jauh dengannya ini, ia mencoba memberikan informasi dari bisik – bisik para peserta rapat yang diadakannya tadi, untuk memotivasi agar Rani dapat berubah. Setidaknya sedikit berubah.
“Come in!” Jawab sang pemilik ruangan ketika mendengar seseorang mengetuk pintu ruangannya tanpa melihat siapa yang mengetuk
“Hi, Queen," Sapa Jihan yang sering memanggil Rani dengan sebutan Queen, karena merasa Rani benar – benar bertingkah bak seorang Ratu. Bahkan sejak mereka kecil dulu.
“ Ji, gue lagi banyak kerjaan, tolong jangan bilang lu mau bahas bisik – bisik orang yang baru aja keluar, karena gue dengar semuanya,” tebak Rani tanpa melihat sahabatnya itu, ia hanya fokus dengan laptop miliknya.
“Sebenarnya, kali ini gue nggak mau ngomongin hal kantor sih, gue cuma mau minta tolong elu,” ucap Jihan, perempuan berpostur tubuh tinggi langsing bagaikan Miss Universe dengan senyum yang sangat menenangkan.
“Gue tau kok, pasti lo disuruh Mama buat nyariin gue cowok, ya, kan?” tebak Rani dihiasi senyum miring dari bibirnya. Ia yakin, sang Mama yang sudah tidak sabar melihat Rani menikah akan terus – terusan memaksa Jihan untuk mencarikannya seorang calon suami. Karena Mamanya tahu betul, bahwa Jihan adalah satu – satu sahabat yang sangat paham dengan sifat dan sikap anaknya itu, bahkan Jihan adalah satu – satu sahabat yang Rani miliki.
“Sotoy, deh. Gue nih mau ngenalin elu sama calon laki gue,” ujar Jihan tampak merona, memamerkan gigi putihnya.
“Orang mana? Ntar kayak kemaren – kemaren, lagi. Udah cuma marketing, songongnya kayak dia yang punya perusahaan,” ucap Rani tanpa merasa bersalah. Jihan memang sering berkencan dengan berbagai jenis laki – laki. Ia lebih mudah untuk jatuh cinta di bandingkan Rani yang hampir tidak pernah membuka hati.
“Eh, ini lain, tauk! Orangnya sederhana, humble, sholeh, dan yang terpenting ...,”
“Kaya? Kalo orang miskin gua ogah ngerestui lu sama dia. Males gue nampungin orang miskin. Rata – rata nyusahin, ujung – ujungnya ngerugiin,” lagi, Rani berkata tanpa melihat sahabatnya yang sudah memanyunkan bibirnya, membuat Jihan mengingat mantan pacarnya yang memang hanya ingin memanfaatkan keadaan.
“Lu liat aja, dulu. Ntar kalo elu ngga setuju, gimana kabarnya bokap gue? Alamat nggak setuju juga, ntar,” rengek Jihan dengan wajah memelas. Jihan memang sangat manja terhadap Rani. Tak jarang, Rani sering dianggap sebagai kakak oleh Jihan.
“Lu yang mau kawin, masak gue yang nilai?” cebik Rani
“Ntar malem, kita ketemuan di café biasa, yah. Ntar do’i juga dateng. Awas lu kalo nanya yang nggak – nggak, do’i udah ngelamar gue dan gue terima,” ancam Jihan tapi di cuekin oleh yang diajak bicara.
“Ran! Lu denger gue kan?” rengeknya lagi, meminta kepastian bahwa Rani akan datang.
“He – em,” sahut Rani singkat
“He – em apa?” tanya Jihan memastikan
“Iya, gue dateng. Bawel amat sih, sekertaris juga,”
Jawab Rani yang mulai pusing dengan rengekan manja sahabat yang sudah ia anggap sebagai saudaranya, yang usianya lebih tua dua tahun dari Rani. Namun, Jihan selalu bisa mencairkan suasana hati Rani bagaimanapun itu. Dan, Rani selalu bersikap lebih dewasa dari pada Jihan yang sangat kekanak - kanakan.“Sayang elu, bu boss,” ucap Jihan sumringah kemudian pergi membawa map yang akan di jadikan bahan rapat, yang sudah di tanda tangani oleh Rani dan diletakkannya diatas meja seperti biasa.
***
Pukul tujuh malam.
Rani yang selalu on time mengambil posisi di meja yang sudah di pesan oleh Jihan. Tapi, makhluk yang bernama Jihan Sasmita saja belum terlihat batang hidungnya.[Lima menit lagi, kalau elu belum nongol juga, gue pulang!] ancam Rani dalam pesan whatsapp. Ternyata, yang di kirimi pesan sudah terburu - buru mendekati kursi yang sudah ia pesan dengan menggenggam gawai miliknya.
“Cerewet amat, sih, Queen. Gue jadi buru – buru, nih!” Jihan berlari kecil mendekati Rani yang pesannya langsung ia baca
“Lagian, lama banget!” Rani tampak kesal
“Baru juga telat sepuluh menit, Ran,” Jihan beralasan
“Cowok lu mana?” Rani mengubah topik. Ia malas berlama – lama debat dengan Jihan yang pemenangnya sudah pasti, dirinya.
“Kayaknya bentar lagi sampe, deh. Katanya sih mau jemput temennya sekalian,” ucap Jihan
Rani sudah menduga, pasti di balik perkenalan antara calon suami Jihan dan Rani, ada maksud setelah ini.
“Gue nggak ada waktu, ya, tepat pukul tujuh tiga puluh, gue mau pulang, Mama gue sendirian,” tukas Rani dengan mengangkat gelas yang berisi jus lime kesukaannya.
“Iya – iya, bawel. Nah, itu dia!" tunjuk Jihan kepada pria yang memiliki tubuh proposional, menggunakan t – shirt berbahan katun yang membentuk tubuh atletisnya.
“Sayang, kenalin. Ini sahabat aku, Rani,” Sambut Jihan dan segera memperkenalkan Rani kepada kekasihnya
“Hai, aku Arka,” pria bernama Arka mengulurkan tangannya
“Rani. Ranita Cahyati Sanjaya Hussain. Direktur Utama Sanjaya Group,” jelas Rani dengan suara tegas, tetap memegang gelas ramping di tangan putihnya. Ia tidak mau membalas jabatan tangan dari pria yang memperkenalkan dirinya dengan nama Arka.
Jihan merasa tidak enak hati mendengar Rani yang menjelaskan jabatannya dengan detil dan tampak menghina calon suaminya. Terdengar angkuh dan sepertinya Arka sedikit canggung setelah mengetahuinya.
“Wow, pengusaha muda, ya? Pacar kamu mana?” Sontak, pertanyaan Arka ini membuat nafasnya tercekat di kerongkongan, hingga bola mata Jihan hampir keluar dari kelopaknya yang sudah membulat sempurna.
Dan Rani, ia menatap Arka dengan tatapan yang sangat mematikan.
Bersambung …***
Hai, guys!
Ketemu lagi sama novel aku.Ini adalah novel pertama ku di Goodnovel.
I hope, all of you here can enjoy my creation.
Lot's of love :3
Jihan memasang wajah memelas di hadapan Rani agar kali ini ia tidak ngambek. Ia benar – benar takut suasana hati Rani berubah jadi seorang monster.“Pacar? Untuk apa pacaran? Selain di larang agama, pacaran hanya akan menghabiskan waktu. Tidak menguntungkan, bahkan banyak kerugian yang akan di keluarkan. Lagi pula, pacaran tidak akan membuktikan kalau kalian para lelaki pantas untuk wanita seperti kami. Lelaki yang hanya mengajakmu pacaran tidak akan menambah pemasukan uang dan waktu bagimu,” ucap Rani dengan lugas menatap tajam ke arah Arka yang hanya terdiam dan menelan salivanya.“Tapi, Arka udah ngajak aku nikah, kok, ya kan, yang?” Jihan berkata pasti di balas anggukan oleh Arka yang gelisah, seperti sedang duduk di atas bara api.“Lelaki yang beneran mau ngajak kamu nikah, harusnya nemuin orang tua kamu, bukan ngajak kamu ngedate, apa lagi ngabisin waktu kamu,” jawab Rani menatap Jihan dengan wajah serius&l
Jamie memperhatikan Rani yang duduk di kursi belakang saat ia sudah menjalankan pekerjaan terbarunya, supir pribadi Rani.Ia melihat kerapuhan di wajah lembut wanita yang saat ini sedang menggunakan blazer hitam, senada dengan mini skirt yang tengah ia pakai.Ia menatap wanita judes itu sekilas melalui kaca mobil yang sengaja ia arahkan kepada Rani.Jamie melihat buliran bening masih saja membasahi pipi mulus sang pemilik mobil yang sedang ia kendarai, dengan mimik wajah yang juga mengkhawatirkan wanita di belakangnya.“Bisakah menyopir mobil dengan konsentrasi penuh tanpa melihat ke arah lain?” ucap Rani ketus dengan suara yang serak. Ia sadar Jamie menatapnya sejak baru memasuki mobil.“Maaf? Apa anda sedang bicara dengan saya?” Jamie beralasan“Kalau masih mau kerja dan hidup enak di ne
“Papaaa!!!” teriak Rani ketika ia baru sadar dari pingsannya setelah dua hari pasca kecelakaan maut yang ia alami.“Sayang, ini mama, nak!” ucap wanita yang selalu ada untuk gadis dewasa itu.“Ma, mama Rani di mana ini, ma? Kenapa ..., kenapa lampu di sini mati, ma? Hei, listrik udah kalian bayar, kan? Ma, kenapa kantor aku gelap? Ji, Jihan! Jihan ke sini kamu!” Rani bingung, ia masih belum menyadari bahwa dirinya masih di atas bed rumah sakit.“Sayang, kita tidak sedang di kantor,” ucap sang Mama dengan nada pilu dan mata yang sembab“Kita dimana, ma?” Rani meraba tangan kanannya yang masih tertusuk jarum impus. Ia meraba tiang yang ada di sampingnya, memegang setiap benda yang ada di sekitarnya, memegang tubuhnya yang sudah tidak menggunakan blazer dan mini skirt seperti biasanya.“Ma ...,” Rani shock. Ia masih tidak perca
“Satu hal yang gue yakini lo sangat mencintai Rani adalah, dengan cara lo berani ngelamar dia di depan mamanya sebagai mana cerita lu dan Mamanya Rani. Tapi, apa lu beneran mau nikahin dia, Jam? Lu tau kan keadaan dia sekarang? Dia stres, Jam. Bahkan, gue ngeliatnya kayak bukan Rani yang gue tau,” ucap Jihan dengan mata yang juga mulai membasah“Ji, anything. Apapun akan aku lakuin buat Rani asalkan dia bahagia and, aku akan terus That’s it,” ucap Jamie pasti“Jam, benar, keinginan Papanya Rani adalah melihatnya menikah dan mengenakan gaun pengantin yang sudah ia rancang. Tapi, keinginannya yang paling penting adalah, Rani menikah dengan orang yang seiman dengan keluarganya,” Jihan tampak ragu“Jadi? Apa aku keberatan?” Jamie merasa Jihan meragukannya“Nikahi Rani, Jam!” Jihan mengucapkannya dengan wajah menerawang. Ia yakin, Rani akan bahagia bersama Jamie yang sangat mencintainya.
"Gue aja nggak tau, Jam. Tadi gue telepon temen gue yang punya rumah sakit ini. Udah gue jelasin semua, dan dia nyuruh gue tunggu di depan ruangan dokter Rian. Gue aja nggak tau kalau dokter Rian ini maksudnya Riana Martha. Tapi tadi dia bilang dokter Rian itu udah kayak bapaknya," Arka berusaha menjelaskan kepada Jamie yang juga membaca name tag di dada sebelah kanan dokter Riana, dengan mulut yang sedikit terkunci dan gigi yang cukup rapat, saat keduanya masih mematung di hadapan suster cantik bertubuh mungil."Ah, suster. Saya mau tanya, apa ada dokter khitan yang laki - laki aja, ya?" tanya Arka menutupi ketakutan Jamie"Anda pak Arka, kan? Silahkan masuk terlebih dahulu biar nanti dokter Martha aja yang jelasin," perawat itu berucap begitu ramah"Ba - baiklah, terima kasih." Arka mengkodei Jamie agar mengikutinya masuk ke dalam ruangan dokter Martha"I will kill you!" bisik Jamie menyatukan g
Setelah alat yang terbuat dari logam titanium itu melekat erat di area kulit kepala kemaluan Jamie, yang dipotong dengan jarak rapat dan lepas secara bertahap di hari ke empat belas setelah sunat seiring tumbuhnya jaringan baru dan luka sunat mengering, Jamie sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya di hadapan Rani yang sudah lebih dari dua minggu pulang dari rumah sakit.Selama pemulihan, Jamie membaca buku - buku panduan sholat, belajar mengaji hingga melatih dirinya untuk berpuasa sunnah.Dan pasca sembuhnya Jamie dari sedikit pembuangan bagian penting tubuhnya, dengan bimbingan ustadz Muhammad dan beberapa saksi, ia akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Meng- Islamkan dirinya sebagai mana keinginan hatinya.Tanpa paksaan dan tujuan lain. Ia semata - mata hanya ingin menentukan arah hidupnya ag
Kehadiran Jamie dan Arka yang di temani ustadz Muhammad di sambut ramah oleh Mamanya Rani, yang di dampingi oleh orang tua Jihan.Ustadz Muhammad lebih dominan dalam lamaran malam ini.Ia menjelaskan, bahwa Jamie sudah menjadi saudara sesama Muslim."Nak Jamie, ada baiknya orang tua mu hadir di sini. Untuk menyaksikan acara sakral ini. Karena, orang tua manapun akan bahagia melihat anaknya bahagia. Dan sejatinya, menikah itu bukan hanya tentang menyatukan dua insan yang saling mencintai, melainkan juga untuk menyatukan dua keluarga hingga tercipta keluarga besar yang bahagia," jelas Cahaya dengan lembut agar ia bisa bertemu langsung dengan calon besannya."Jika itu adalah syarat untuk menikahi Rani, maka akan saya lakukan." jawabnya pastiSemua orang tampak bahagia. Namun, tidak dengan seseorang yang sedang berdi
Rani masih berbaring di ranjang king size miliknya.Sedangkan Cahaya yang selalu ada untuk putrinya ini, tak pernah meninggalkan kamar anak gadisnya sedetikpun.Bahkan, Jihan selalu setia mengingatkan asisten rumah tangga untuk memberikan makanan dan obat wanita yang kini wajahnya tampak begitu lelah demi menjaga buah cintanya."Andaikan Sanjaya masih hidup, mungkin kekuatanku akan bertambah." gumamnya yang tanpa sadar, ada sepasang mata sedang memperhatikannya.Jamie berdiri di dekat pintu besar kamar tidur Rani. Ia memandang wanita yang sangat di kasihinya ini dengan tatapan iba."Rani butuh ketenangan hati, sembari menanti kabar dari rumah sakit Sri Lanka, jangan biarkan ia merasakan traumanya lagi. Jika ia sudah bisa lengah dari traumanya, maka hatinya akan lebih tenang," Jamie teringat ucapan dokter Firdaus via telepon kemarin"Jamie?"