"Ma ... maksud mu? Mereka? Mereka adalah kamu? Maksudnya ...," Rani tampak bingung, kepalanya pusing, tubuhnya melayang - layang.
"Raaan ... please, kali ini jangan pingsan - pingsan lagi. Aku butuh kamu. Kamu adalah istri sah aku, dan aku adalah suami sah kamu," Jamie meyakinkan Rani dengan mengguncang tubuhnya yang hampir kehilangan kesadaran."Jadi, kamu nyata?" Rani masih bingung, membuat Jamie begitu gemas dan langsung mengecup bibir wanita halalnya.Rani lagi - lagi membulatkan matanya, memastikan ciuman yang mendarat ke bibirnya adalah Jamie yang pernah mengecupnya secara singkat."Oh, no! Kau nyata? Jadi, selama ini? Aku nggak halu?" Rani menyentuh bibirnya setelah Jamie melepaskannya.Pria itu memamerkan senyum menggodanya, membuat istrinya bergidik ngeri menatapnya."Please. Aku masih belum percaya," Rani mendorong Jamie agar keluar dari kamarnya, menutup pintu dan bersandar di belakangnya."Baby, aku adalah mereka. Bukalah"Apa yang kau lakukan di sini?" jawab Rani tanpa basa - basi."Tenang. Aku adalah kakak ipar mu. Aku adalah putra sulung keluarga Cornelius. So, we are family, right?" jawabnya santai, membuat Rani menoleh ke arah Jamie yang menjawab dengan anggukan."Jam, dia pernah ...," Rani berusaha menjelaskan. Namun, Jamie menggenggam tangan istrinya, memintanya untuk lebih tenang dan tidak mengatakan semuanya saat ini."Pergilah! Sebelum kau di permalukan," ucap Jamie dengan santai"Wah! Ternyata, begini cara kalian menyambut saudara datang, ya. Baiklah, kita akan bertemu di lain waktu. Dan, aku selalu mengawasi mu," Jonathan menatap Jamie dingin. Tapi, tak sedikitpun membuat gemetar hati Jamie, yang sudah hafal bagaimana sifat sang kakak.Pria itu pergi bersama bodyguardnya.Sadar Jonathan dan kawanannya pergi, Rani tampak panik dan menggenggam erat tangan suaminya."Jam, apa - apaan ini? Kenapa ... kenapa pria itu? Maksudku, apa benar ia kakak ka
Tepat pukul lima sore, Jamie membawa Rani dan Ibu mertuanya pindah ke rumah yang sudah di beli, membuatnya merasa hidup baru akan segera di mulai.Tanpa halangan dan gangguan siapapun.Membeli rumah di dekat pegunungan membuatnya tak menghabiskan uang sedikit. Sebuah hotel yang di sebut rumah ia beli dengan harga yang fantastis, walau terkesan sederhana. Menambah mudah bagi Jonathan untuk melacak dimana keberadaan dua insan yang tengah di mabuk asmara.Dengan menutup kedua mata Rani menggunakan kain kecil, Jamie menuntun istrinya turun keluar dari mobil.Mertuanya hanya menggelengkan kepala, melihat sepasang kekasih yang tengah saling menggoda ini."Jadi, kapan sih ini kain bisa di buka?" rengek Rani dengan manja"Sabar, baby. Aku bantu Mama turun dulu," jawab sang suami siaga."Baiklah, aku buka, ya. Satu ... Dua ... Tiga ...," Jamie membuka penutup mata Rani secara perlahan, membuat Rani pelan - pelan pula membuka kedua mata itu.
Kebahagiaan sangat jelas terpampang dari wajah perempuan yang kini tengah mengenakan gaun pengantin. Berwarna putih, di lapisi berlian yang sangat memukau.Tak kalah sumringah, wajah pria yang saat ini mengenakan tuxedo berwarna navy, di hiasi bow tie berwarna hitam di lehernya, menambah gagah pria bermata biru itu saat ini.Resepsi pernikahan Jamie dan Rani berlangsung secara kekeluargaan, dan di hadiri oleh beberapa rekan bisnis, karyawan dan teman - teman Jamie dan juga Rani. Dengan konsep pesta taman, para tamu perempuan yang datang rata - rata mengenakan baju berwarna putih atau pastel, dan di pasangkan dengan tamu pria yang mengenakan jas berwarna hitam.Jamie tak melepaskan genggamannya dari tangan Rani yang sangat menampilkan aura kecantikannya saat ini.Menambah kesan sexi ketika gaun yang di kenakan hanya sebatas lutut dan menonjolkan bentuk dada Rani yang sangat padat.Gaun putih berbentuk mullet, ekor panjang dan veil bermotif bintang, dan
Perasaan berkecamuk dari dalam diri Rani.Jantungnya bagai berdetak hebat. Tubuhnya gemetar. Kepalanya terasa begitu pusing.Ia benar - benar tak percaya, bahwa pria yang pertama kali membuatnya jatuh cinta hingga ke jurang penyesalan, kini kembali hadir di hadapannya."Kita akan bicara setelah ini," bisik Rey nyaris tak terdengar"Hai, man. Jangan mengganggu diskusi kami. Sekarang silahkan pergi!" Jonathan mengusir Rey dengan wajah yang masih cengengesan, dan berusaha menarik Rani yang berdiri di sisi Rey.Bugh!!!Tangan kekar Jamie meninju wajah Rey dari samping tanpa diduga. Membuat semua orang terkejut melihat Jamie yang sempoyongan meninju Rey tanpa basa - basi."Jamie!" teriak Rani tak percaya"Ya, Bro! Dia mencoba untuk menarik tangan istri mu dan seolah membisikkan sesuatu. Aku hanya curiga dan ... dan aku menengahi mereka," Jonathan memutar balikkan fakta"Kenapa? Kenapa kau kembali lagi ke kehidupan Rani, hah? Kau meny
Rani segera mendorong Jonathan yang sudah sangat lancang memasuki kamarnya."Sungguh, aku tidak menyangka. Putra sulung dari keluarga seorang Arthur Cornelius tidak memiliki adab. Bejat. Dan sangat tidak waras!" desis Rani dengan wajah yang sangat memanas"Tenang, sayang. Aku kemari di suruh oleh adikku sendiri," ucap Jonathan beralasan"Aku tidak akan mempercayai ucapan pria mesum seperti mu. Kejadian semalam sudah bisa di simpulkan, bahwa dirimu tak lebih dari seekor binatang!" ucap Rani lagi. Rasanya ia ingin terus memaki pria yang kini sudah sah menjadi kakak iparnya."Ck ... Aku baru ingat. Terimakasih, sayang. Kau sudah mengingatkanku tentang perbincangan kita semalam. So, bagaimana? Penawaran itu masih berlaku sampai kapan pun. Sampai kau siap," bisik Jonathan menambah mual seorang Rani"Hai, Jo," Jamie tiba - tiba berdiri di belakang Jonathan. Membuat Rani langsung berlari kepelukan suaminya, meminta perlindungan."Apa yang terja
Di perjalanan ke Jerman, dengan menggunakan pesawat pribadi miliknya, Jamie dan Rani menceritakan hal - hal lucu tentang keluarga Cornelius, dan semua kebiasaan di sana.Jamie bercerita, bahwa ibunya tinggal bersama Jonathan saat ini.Sang ayah semakin benci dengan semua tindakan Jamie yang terkadang sangat bertentangan dengan norma keluarga."Jadi, kamu masuk Islam dan sunat, tanpa restu mama dan papa mertua aku? Kamu jahat, Jam," ucap Rani menatap suaminya tak percaya"Baby, aku sudah dewasa. Aku berhak menentukan jalan hidupku. Orang tuaku tidak ada yang sempat mengajarkan agama mana yang baik untuk diriku. Dan, kamu sungguh berjasa, mengenalkan aku kepada agama damai seperti Islam. Apa aku salah? Lagi pula, kamu jangan terlalu percaya diri. Aku udah lama mempelajari tentang Islam selama ini. Jadi, aku menjadi mualaf itu, bukan karena mau nikahin kamu aja," ucap Jamie seraya merengkuh tubuh mungil sang istri gang sudah di nikahinya lebih dari enam bulan.
"Sebaiknya, kita lihat. Apa yang terjadi pada dirinya, hingga berteriak seperti itu," pinta Rani"No, tidak usah. Ia akan menjadi lebih tak terkendali jika kita ada di sana," ucap Jamie"Tuan, maaf, nona Amanda sudah mengetahui kedatangan anda yang membawa nyonya muda. Ia histeris dan ingin bertemu dengan anda," ucap Sam terbata - bata. Ia takut akan menyinggung perasaan istri Jamie yang wajahnya langsung berubah setelah mendengar ucapan sang pelayan."Jam, pergilah. Walau bagaimana pun, ia adalah sahabat mu. Dan, sahabatmu adalah sahabatku juga," ucap Rani dengan bijak"Thank's, baby," balas Jamie. Ia mendaratkan kecupan di kening Rani dan pergi menemui Amanda di kamarnya.Di sana, Amanda duduk di atas tempat tidur, dengan rambut yang acak walau wajah mempesonanya tetap menghias di sana."Amanda?!" sapa Jamie dari balik pintu"Ja ... Jamie! Come here, Jamie. We miss you, really miss you, honey. Kami ... kami begitu merindukan mu," uc
Sanjaya Hussain, pria sebatang kara kelahiran Hyderabad, India.Sejak kematian orang tuanya beberapa tahun lalu, yatim piatu itu hanya menumpang hidup dengan tetangganya yang menikahi wanita Indonesia. Karena kesulitan ekonomi yang di alami pria sebatang kara ini, tetangga Sanjaya bernama pak Kishen mengajaknya yang masih berusia sembilan belas tahun untuk merantau ke Indonesia, tanah kelahiran istri pak Kishen, ibu Diana.Orang tua Sanjaya tidak meninggalkan sedikitpun harta. Hanya ilmu dan akhlak - lah yang di jadikan satu – satunya warisan untuk Sanjaya.“Tapi, aku juga tidak memiliki siapa – siapa di sana. Jadi, kita harus memiliki skill dan harus mandiri. Lagi pula, kedua putriku sudah menikah semua, dan mereka tinggal bersama suami mereka masing – masing. Maka dari itu, mulai saat ini, anggaplah kami sebagai orang tuamu,” ujar pria sepuh yang berdiri- pun sudah tidak tegap lagi dengan senyum hangat ya