Rani masih berbaring di ranjang king size miliknya.
Sedangkan Cahaya yang selalu ada untuk putrinya ini, tak pernah meninggalkan kamar anak gadisnya sedetikpun.
Bahkan, Jihan selalu setia mengingatkan asisten rumah tangga untuk memberikan makanan dan obat wanita yang kini wajahnya tampak begitu lelah demi menjaga buah cintanya."Andaikan Sanjaya masih hidup, mungkin kekuatanku akan bertambah." gumamnya yang tanpa sadar, ada sepasang mata sedang memperhatikannya.
Jamie berdiri di dekat pintu besar kamar tidur Rani. Ia memandang wanita yang sangat di kasihinya ini dengan tatapan iba.
"Rani butuh ketenangan hati, sembari menanti kabar dari rumah sakit Sri Lanka, jangan biarkan ia merasakan traumanya lagi. Jika ia sudah bisa lengah dari traumanya, maka hatinya akan lebih tenang," Jamie teringat ucapan dokter Firdaus via telepon kemarin"Jamie?" Cahaya melihat pria tinggi dengan sedikit jambang di wajahnya sedang menatap gadisnya yang masih terbaring lemah
Ia mendekati Jamie dan menanyakan tentang orang tua Jamie.
Dengan kecewa, Jamie mengatakan bahwa orang tua nya tidak ada yang dapat menghadiri pernikahannya, termasuk kakak sulungnya."Namun, apapun yang terjadi, aku akan tetap melaksanakan ijab qabul untuk menikahi Rani. Aku akan merawatnya hingga ia bisa merasakan jatuh cinta kepadaku," ucap Jamie pasti. Ia sudah tidak tahan untuk membiarkan masalah ini berlarut.
Cahaya tidak bisa menahan buliran bening yang menggenang di pelupuk matanya.
Ia biarkan air matanya jatuh bagai aliran sungai yang tak ada habisnya.Tak henti - hentinya ia ucapkan syukur dan terima kasih kepada Jamie yang bersedia menikahi putrinya. Mencintai putrinya tanpa syarat, bahkan siap melindungi putri kecilnya yang sudah tumbuh dewasa.***
Ijab Qabul di lakukan secara sederhana nan sakral. Hanya dihadiri oleh Cahaya, Jihan, Arka, kedua orang tua Jihan dan beberapa saksi, juga wali nikah yang di tunjuk untuk menggantikan Sanjaya.
Hanya dengan satu tarikan nafas, Jamie sah menjadi suami Rani, baik dalam agama maupun negara.
"Mulai hari ini, Mama jangan khawatir. Mama dan Rani, sudah menjadi tanggung jawab saya." Ucap Jamie setelah mencium punggung tangan wanita sepuh yang kini telah resmi menjadi mertuanya
"Mama sangat mempercayai mu, nak. Itulah kenpa mama memberikan restu agar kau menikahi Rani, walau dalam keadaan seperti ini," jawab Cahaya diiringi linangan air mata
"Percayalah, tidak lama lagi, gaun pengantin yang di rancang oleh suami anda, akan segera di pakai oleh istri saya," ucap Jamie dengan senyum terukir di wajah tampannya.
Cahaya, Jamie dan yang lain sudah kompak untuk merahasiakan pernikahan ini.
Dokter Firdaus memberikan ide, bahwa ia akan memperkenalkan Rani kepada Jamie yang di kenalkan sebagai seorang pasien tuna wicara, yang juga membutuhkan teman seperti Rani.
Sayangnya, pasien satu ini sering kali di bully dan tak jarang untuk melakukan percobaan bunuh diri.
Jamie rela bersandiwara menjadi pria bisu, asalkan ia bisa bersama dan dekat dengan Rani.
Ia berlatih bahasa isyarat bersama sahabat dokter Firdaus, agar ia bisa berbicara dengan Rani walau dalam keadaan sama - sama cacat.
Hingga tak terasa, sudah satu minggu pasca ijab qabul dan Jamie berlatih bahasa isyarat, akhirnya ia di kenalkan dengan Rani sebagai pria bisu bernama Yusuf.
"Dokter, bagai mana saya bisa berbicara dengan pria bisu? Bukankah biasanya mereka tuli?" tanya Rani sedikit bingung
"Tenang, nak Rani. Ia memang bisu, tapi alat bantu dengar selalu terpasang di telinganya. Anda bisa bicara seprti biasa, dan Ja ... maaf, maksud saya Yusuf, ia akan berbagi cerita bersama mu. Maaf jika nak Rani tersinggung, tapi ada baiknya kalian menjadi teman, setidaknya bisa saling bertukar fikiran," jelas dokter Firdaus
Rani kemudian langsung mengukurkan tangan kepada Yusuf alias Jamie untuk berkenalan. Dengan cepat, pria dengan mata biru itu menyambut tangan Rani
"Hai, aku Rani!" ucap Rani memperkenalkan diri
Jamie menuliskan huruf demi huruf ejaan namanya di pergelangan tangan kanan Rani.
Ada desiran aneh di tubuh Rani yang hampir tidak pernah di sentuh oleh pria asing manapun kecuali dokter.
Dan, fikirannya tiba - tiba menuju seseorang yang tidak asing aromanya."Mohammed Yusuf? Nama yang bagus. Pasti wajah anda setampan nabi Yusuf," ujar Rani yang mencoba untuk bersahabat dengan pria asing di hadapannya saat ini.
Mama Rani dan Jihan saling pandang, mereka tidak percaya Rani bisa menjadi seramah ini.
Namun, mereka tetap mewanti - wanti agar Rani tidak mengetahui, bahwa pria yang ada di hadapannya saat ini adalah Jamie, pria yang dengan gentle-nya langsung meminang Rani, walau dalam keadaan seperti saat ini.Jamie tersenyum melihat barisan gigi Rani yang tampak berjajar rapi.
Rani bercerita banyak hal tentang dirinya setelah kecelakaan maut itu terjadi.
Sejak saat itu, ia jadi lebih taat beragama, lebih sering mendengarkan ceramah agama, baik melalui media TV ataupun Youtube.
Jamie hanya menatap istrinya dengan tanpa sedikitpun berniat untuk berpaling.
Jantungnya berdetak hebat.Ini adalah kali pertama ia menatap Rani dari jarak dekat, tanpa harus diam - diam dan takut akan kemarahan Rani.Telinganya tak mendengarkan suara Rani sedikitpun. Saat ini, telinga Jamie benar - benar seperti orang tuli. Bibirnya bak terkunci melihat wajah istrinya dari jarak dekat. Ia hanya fokus kepada makhluk ciptaan Tuhan yang begitu sempurna di hadapannya ini.
Walau tanpa sedikitpun polesan makeup, Rani tetap terlihat anggun. Bahkan, wajah keibuannya tampak begitu terpancar.
"Rani, andai kau juga dapat membalas cintaku ini, saat ini juga, aku akan memelukmu, tanpa memberikan jeda sedikitpun untuk kau pergi dari diriku," gumamnya dalam hati, dengan mata yang tetap tertuju pada satu orang saja, Rani.
"Yusuf? Masih di sana?" tanya Rani bingung.
Sebab, sejak pertama di kenalkan oleh dokter Firdaus, Rani belum pernah mendengarkan suara pria yang diakui bernama Yusuf tersebut. Bahkan, suara 'deham' nya pun, Rani tak mendengar.Sedikitnya, ia merasa curiga. Namun, dengan gesit Jamie menjawab dengan suara 'hmm' tanda ia masih berada setengah meter di hadapan Rani yang kini duduk di bangku taman.
Rani tak asing dengan suara itu.
Namun, ia tepis apa yang ada di fikirannya saat ini.Karena, ia takut pria yang ada di hadapannya saat ini benar - benar korban bullyan.
"Jujur, aku adalah orang yang sulit percaya pada siapapun. Bahkan, semua orang menganggap aku adalah wanita angkuh, yang mungkin sebagian dari mereka hanya bersandiwara di depanku. Tapi, aku sangat sensitif mendengar kata bunuh diri. Entahlah," terang Rani.
Satu lagi, Jamie menemukan sisi kesempurnaan dalam diri Rani. Ia tahu betul, wanita pujaannya ini adalah wanita yang sangat lembut dan baik hati.
Seketika, Jamie berdiri mendekati wanita mungil yang saat ini menggunakan dress berwarna pink, menambah kesempurnaan bagi kulitnya yang sangat putih nan bening.
Ia dekatkan tubuhnya ke arah istrinya yang sedang tersenyum tanpa melihat ke arahnya.
Ia angkat wajah mulus wanita itu untuk berdiri menghadap dirinya.
Ia tatap wanitanya lekat - lekat, ia usap bibir merah merona milik Rani yang belum pernah di sentuh oleh siapapun.
Ia dekatkan pipinya yang penuh jambang halus ke pipi wanita yang saat ini merasa geli merasakan gesekan halus yang ia berikan.
"Be mine," bisik Jamie dengan hembusan nafas hangat, yang berhembus di balik telinga Rani dan membuat wanita itu bergeliat, hingga memejamkan matanya begitu rapat.
Jamie mendekatkan bibirnya ke arah bibir Rani, dan jarak penghalang hanyalah angin yang kini berhembus di antara dua insan yang kini sudah sah menjadi suami istri.
Dengan tetap menempelkan bibirnya ke bibir Rani, membuat sesuatu dari dalam celana Jamie seperti mengeras.Ia menekan kepala Rani agar tak menjauh dari dirinya.Sedetikpun tak ia biarkan wanita itu mengambil nafas secara teratur.Kemudin, ia membuka kedua bola matanya.Ia mendapati Rani yang masih tersenyum simpul dan memanggil namanya.Jamie yang tadinya memejamkan matanya tersadar dari lamunannya. Ia merasa, ada sesuatu yang membasahi celananya dan membuatnya panik, takut ada yang melihatnya."Yusuf? Kamu masih di sana, kan?" Rani memastikan"Ah, eh i ... ah hmm," Jamie hampir saja mengeluarkan suara, membuat Rani sedikit curiga dengan kegugupan Jamie yang seperti sedang menutupi sesuatu"Tau, nggak, suara kamu itu mirip suara seseorang." Rani menerawang jauh ketika J
"Mama ...," lagi, suara Rani tampak histeris"Ada apa, sayang? Mama di sini, nak." Tubuh Cahaya langsung merengkuh putrinya yang saat ini seperti kehilangan arah"Ma, kenapa ... kenapa di sini semakin gelap? Kenapa ... kenapa Rani jadi kayak orang buta beneran?" Rani terlihat takut, nafasnya tak beraturan, ia memeluk ibunya begitu erat, takut wanita yang telah melahirkannya ini akan meninggalkan dirinya dalam keadaan seperti ini."Tenang, sayang, tenang. Mama di sini," Cahaya memeluk putrinyaJamie dengan sigap pergi ke bawah dan menghubungi dokter Firdaus agar segera datang."Mama. Ada sesuatu yang ingin Rani tanyakan," tanya Rani serius"Ada apa, sayang?" Cahaya tampak bingung karena Rani berubah begitu cepat.&n
"Tidak semudah itu, bung. Mendonorkan kornea mata, itu artinya memberikan separuh hidup anda kepada si penerima. Apa anda siap hidup tanpa dapat melihat?" dokter Firdaus menantang Jamie dengan pertanyaan"I ...," Jamie menjawab ragu"Anda tidak akan bisa melihat, bahkan melindungi istri anda lagi." tukas dokter Firdaus"Tapi, dokter. Apa yang harus ...," Jamie gusar. Ia mengacak rambutnya, menyesali rencana konyol yang ia buat, hanya demi mencari perhatian."Tenang, jika anda siap, besok sore kita akan berangkat ke Sri Lanka, negara pendonor kornea mata terbesar di dunia," tawar dokter Firdaus, yang seakan membuka lebar harapan bagi Jamie, agar istrinya bisa segera melihat kembali."Dokter? Are you serious?" Jamie tampak sumringah"Offcourse, dude. Segala yang telah terjadi adalah sesuatu yang sudah di takdir-kan oleh Tuhan, agar kita dapat menj
"Ma, boleh aku minta sesuatu?" Rani berusaha menggapai sang mama, yang jaraknya berdiri tak jauh dari tempatnya."Ya, sayang. Anything," Cahaya mendekati putri semata wayangnya"Malam ini aku mau tidur sendirian di kamar. Mama sama bik Ratih di kamar lain aja. Boleh, yah, ma? Nanti kalau ada apa - apa aku pasti teriak, kok," Kekeh Rani tak seperti biasa, ia tampak seperti remaja yang sedang jatuh cinta."Tumben? Kenapa tiba - tiba anak gadis mama begini? Kayak ada yang aneh?" goda sang Mama. Putrinya ini selalu takut di tinggalkan sejak musibah kecelakaan itu."Ciye ... kenapa non? Ada apa?" timpal bik Ratih"Iih ...," wajah Rani tampak merona, ia tutup wajahnya dengan kedua tangan mulusnya."Yaudah, mama sama bik Ratih pesen satu
Subuh berkumandang, suara azan yang begitu merdu berhasil membangunkan wanita yang kini berbaring menikmati malamnya yang indah.Tubuhnya menggeliat, mengendorkan otot - otot tegang dari tubuhnya."Umh ... morning, world!" Rani mengangkat kedua tangannya, di iringi senyum manja, seakan masih ada Jamie yang semalam hampir mencumbunya.Jamie yang ikut serta menggeliat dan melihat pemandangan indah di hadapannya terperonga.Wanita angkuhnya kini yang tengah mengenakan tanktop berwarna salem, dengan tali sejari yang sebelahnya jatuh ke lengan kiri.Entah kapan pujaannya ini melepaskan jaketnya semalam.Namun yang Jamie tau saat ini, libido kelelakiannya muncul dan memancing sesuatu dari dalamnya untuk beraksi."Not now, dude!" batin Jamie, mengkodei miliknya agar tetap sabar"Hari ini, aku harus semangat. Pemeriksaa
"Tuan, donor kornea untuk istri anda saat ini sepertinya belum bisa. Namun, demi memastikan semuanya, kita akan tetap melakukan pemeriksaan berlanjut terhadap pasien," ucap dokter spesialis bernama Deepani terhadap Jamie, yang di dampingi oleh dokter Firdaus saat telah sampai di National Eye Hospital of Sri Lanka."Tapi dokter, apakah ada kemungkinan istriku bisa melihat kembali? Apakah istriku akan tetap bisa hidup normal?" Jamie menggebu, ia sedikit kecewa dengan ucapan dokter Deepani, yang merupkan penduduk asli Sri Lanka, berkulit sedikit gelap, namun tetap manis dengan hidung yang sangat lancip menghias wajahnya."Tenang, waktu kita masih banyak. Rawatlah istri anda dengan baik. Sebab, kasih sayang dan perhatian anda lebih di butuhkan-nya saat ini," ucap dokter yang bertubuh kurus tinggi itu dengan tenang"Intinya adalah, sesakit apapun istri mu saat ini, dukungan dari suamilah yang membuatnya kuat. Membuatnya lebih
Ia dekati istrinya yang saat ini sedang menggigit bibir bawahnya. Menahan hasrat yang menunjukkan bahwa ia adalah wanita normal, yang butuh seorang teman. Teman yang mau berbagi segalanya. Teman yang siap menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ia miliki. Teman hidup. Teman yang mendampinginya untuk menghabiskan waktu di dunia ini.Pria Irlandia itu, dengan seringaian jahil mendekati Rani yang kini tengah mengatur nafas agar lebih baik.Perasaan aneh tiba - tiba menjalar ke seluruh tubuh wanita yang saat ini masih dalam keadaan tidak dapat melihat, bahkan mengetahui siapa yang berani meniupkan nafas hangat dari bagian dada, hingga ke arah matanya.Membuatnya meraba sekitar tempat ia berdiri. Berusaha mencari seseorang yang berhasil membuatnya ketagihan dengan apa yang telah ia lalui dalam beberapa hari. Membuat perasaannya bercampur aduk. Antara nyata dan tidak nyata."Demi Tuhan, jika kau mema
Dengan arah tak menentu, Rani mencari tubuh Jamie yang baru saja memeluknya dengan erat. Menumpahkan segala perasaan yang selama ini Rani inginkan."Katakan! Kamu ... kamu Jamie, kan? Kamu ...," nafas Rani tak beraturan. Tubuhnya bergetar, beriringan dengan degup jantungnya yang berdenyut begitu cepat."Mama! ... bik Ratih! ...," teriak Rani dengan nafas yang masih bergemuruhJamie mendekati tubuh Rani yang terasa sangat dingin. Ia remas kedua lengan wanita yang kini begitu takut dengan dirinya. Ia arahkan bibirnya yang begitu tipis mempesona mendekati bibir ranum milik istrinya, membuat wanita itu terdiam dan menikmati setiap perlakuan suaminya.Ia pejamkan kelopak mata yang begitu indah, seakan meresapi perasaannya yang kini sedang tak menentu.Terdengar desahan halus dari bibirnya yang merah, menyebut satu nama yang saat ini membawa tubuhnya ke atas tempat tidur, hingga membua
"Sebaiknya, kita lihat. Apa yang terjadi pada dirinya, hingga berteriak seperti itu," pinta Rani"No, tidak usah. Ia akan menjadi lebih tak terkendali jika kita ada di sana," ucap Jamie"Tuan, maaf, nona Amanda sudah mengetahui kedatangan anda yang membawa nyonya muda. Ia histeris dan ingin bertemu dengan anda," ucap Sam terbata - bata. Ia takut akan menyinggung perasaan istri Jamie yang wajahnya langsung berubah setelah mendengar ucapan sang pelayan."Jam, pergilah. Walau bagaimana pun, ia adalah sahabat mu. Dan, sahabatmu adalah sahabatku juga," ucap Rani dengan bijak"Thank's, baby," balas Jamie. Ia mendaratkan kecupan di kening Rani dan pergi menemui Amanda di kamarnya.Di sana, Amanda duduk di atas tempat tidur, dengan rambut yang acak walau wajah mempesonanya tetap menghias di sana."Amanda?!" sapa Jamie dari balik pintu"Ja ... Jamie! Come here, Jamie. We miss you, really miss you, honey. Kami ... kami begitu merindukan mu," uc
Di perjalanan ke Jerman, dengan menggunakan pesawat pribadi miliknya, Jamie dan Rani menceritakan hal - hal lucu tentang keluarga Cornelius, dan semua kebiasaan di sana.Jamie bercerita, bahwa ibunya tinggal bersama Jonathan saat ini.Sang ayah semakin benci dengan semua tindakan Jamie yang terkadang sangat bertentangan dengan norma keluarga."Jadi, kamu masuk Islam dan sunat, tanpa restu mama dan papa mertua aku? Kamu jahat, Jam," ucap Rani menatap suaminya tak percaya"Baby, aku sudah dewasa. Aku berhak menentukan jalan hidupku. Orang tuaku tidak ada yang sempat mengajarkan agama mana yang baik untuk diriku. Dan, kamu sungguh berjasa, mengenalkan aku kepada agama damai seperti Islam. Apa aku salah? Lagi pula, kamu jangan terlalu percaya diri. Aku udah lama mempelajari tentang Islam selama ini. Jadi, aku menjadi mualaf itu, bukan karena mau nikahin kamu aja," ucap Jamie seraya merengkuh tubuh mungil sang istri gang sudah di nikahinya lebih dari enam bulan.
Rani segera mendorong Jonathan yang sudah sangat lancang memasuki kamarnya."Sungguh, aku tidak menyangka. Putra sulung dari keluarga seorang Arthur Cornelius tidak memiliki adab. Bejat. Dan sangat tidak waras!" desis Rani dengan wajah yang sangat memanas"Tenang, sayang. Aku kemari di suruh oleh adikku sendiri," ucap Jonathan beralasan"Aku tidak akan mempercayai ucapan pria mesum seperti mu. Kejadian semalam sudah bisa di simpulkan, bahwa dirimu tak lebih dari seekor binatang!" ucap Rani lagi. Rasanya ia ingin terus memaki pria yang kini sudah sah menjadi kakak iparnya."Ck ... Aku baru ingat. Terimakasih, sayang. Kau sudah mengingatkanku tentang perbincangan kita semalam. So, bagaimana? Penawaran itu masih berlaku sampai kapan pun. Sampai kau siap," bisik Jonathan menambah mual seorang Rani"Hai, Jo," Jamie tiba - tiba berdiri di belakang Jonathan. Membuat Rani langsung berlari kepelukan suaminya, meminta perlindungan."Apa yang terja
Perasaan berkecamuk dari dalam diri Rani.Jantungnya bagai berdetak hebat. Tubuhnya gemetar. Kepalanya terasa begitu pusing.Ia benar - benar tak percaya, bahwa pria yang pertama kali membuatnya jatuh cinta hingga ke jurang penyesalan, kini kembali hadir di hadapannya."Kita akan bicara setelah ini," bisik Rey nyaris tak terdengar"Hai, man. Jangan mengganggu diskusi kami. Sekarang silahkan pergi!" Jonathan mengusir Rey dengan wajah yang masih cengengesan, dan berusaha menarik Rani yang berdiri di sisi Rey.Bugh!!!Tangan kekar Jamie meninju wajah Rey dari samping tanpa diduga. Membuat semua orang terkejut melihat Jamie yang sempoyongan meninju Rey tanpa basa - basi."Jamie!" teriak Rani tak percaya"Ya, Bro! Dia mencoba untuk menarik tangan istri mu dan seolah membisikkan sesuatu. Aku hanya curiga dan ... dan aku menengahi mereka," Jonathan memutar balikkan fakta"Kenapa? Kenapa kau kembali lagi ke kehidupan Rani, hah? Kau meny
Kebahagiaan sangat jelas terpampang dari wajah perempuan yang kini tengah mengenakan gaun pengantin. Berwarna putih, di lapisi berlian yang sangat memukau.Tak kalah sumringah, wajah pria yang saat ini mengenakan tuxedo berwarna navy, di hiasi bow tie berwarna hitam di lehernya, menambah gagah pria bermata biru itu saat ini.Resepsi pernikahan Jamie dan Rani berlangsung secara kekeluargaan, dan di hadiri oleh beberapa rekan bisnis, karyawan dan teman - teman Jamie dan juga Rani. Dengan konsep pesta taman, para tamu perempuan yang datang rata - rata mengenakan baju berwarna putih atau pastel, dan di pasangkan dengan tamu pria yang mengenakan jas berwarna hitam.Jamie tak melepaskan genggamannya dari tangan Rani yang sangat menampilkan aura kecantikannya saat ini.Menambah kesan sexi ketika gaun yang di kenakan hanya sebatas lutut dan menonjolkan bentuk dada Rani yang sangat padat.Gaun putih berbentuk mullet, ekor panjang dan veil bermotif bintang, dan
Tepat pukul lima sore, Jamie membawa Rani dan Ibu mertuanya pindah ke rumah yang sudah di beli, membuatnya merasa hidup baru akan segera di mulai.Tanpa halangan dan gangguan siapapun.Membeli rumah di dekat pegunungan membuatnya tak menghabiskan uang sedikit. Sebuah hotel yang di sebut rumah ia beli dengan harga yang fantastis, walau terkesan sederhana. Menambah mudah bagi Jonathan untuk melacak dimana keberadaan dua insan yang tengah di mabuk asmara.Dengan menutup kedua mata Rani menggunakan kain kecil, Jamie menuntun istrinya turun keluar dari mobil.Mertuanya hanya menggelengkan kepala, melihat sepasang kekasih yang tengah saling menggoda ini."Jadi, kapan sih ini kain bisa di buka?" rengek Rani dengan manja"Sabar, baby. Aku bantu Mama turun dulu," jawab sang suami siaga."Baiklah, aku buka, ya. Satu ... Dua ... Tiga ...," Jamie membuka penutup mata Rani secara perlahan, membuat Rani pelan - pelan pula membuka kedua mata itu.
"Apa yang kau lakukan di sini?" jawab Rani tanpa basa - basi."Tenang. Aku adalah kakak ipar mu. Aku adalah putra sulung keluarga Cornelius. So, we are family, right?" jawabnya santai, membuat Rani menoleh ke arah Jamie yang menjawab dengan anggukan."Jam, dia pernah ...," Rani berusaha menjelaskan. Namun, Jamie menggenggam tangan istrinya, memintanya untuk lebih tenang dan tidak mengatakan semuanya saat ini."Pergilah! Sebelum kau di permalukan," ucap Jamie dengan santai"Wah! Ternyata, begini cara kalian menyambut saudara datang, ya. Baiklah, kita akan bertemu di lain waktu. Dan, aku selalu mengawasi mu," Jonathan menatap Jamie dingin. Tapi, tak sedikitpun membuat gemetar hati Jamie, yang sudah hafal bagaimana sifat sang kakak.Pria itu pergi bersama bodyguardnya.Sadar Jonathan dan kawanannya pergi, Rani tampak panik dan menggenggam erat tangan suaminya."Jam, apa - apaan ini? Kenapa ... kenapa pria itu? Maksudku, apa benar ia kakak ka
"Ma ... maksud mu? Mereka? Mereka adalah kamu? Maksudnya ...," Rani tampak bingung, kepalanya pusing, tubuhnya melayang - layang."Raaan ... please, kali ini jangan pingsan - pingsan lagi. Aku butuh kamu. Kamu adalah istri sah aku, dan aku adalah suami sah kamu," Jamie meyakinkan Rani dengan mengguncang tubuhnya yang hampir kehilangan kesadaran."Jadi, kamu nyata?" Rani masih bingung, membuat Jamie begitu gemas dan langsung mengecup bibir wanita halalnya.Rani lagi - lagi membulatkan matanya, memastikan ciuman yang mendarat ke bibirnya adalah Jamie yang pernah mengecupnya secara singkat."Oh, no! Kau nyata? Jadi, selama ini? Aku nggak halu?" Rani menyentuh bibirnya setelah Jamie melepaskannya.Pria itu memamerkan senyum menggodanya, membuat istrinya bergidik ngeri menatapnya."Please. Aku masih belum percaya," Rani mendorong Jamie agar keluar dari kamarnya, menutup pintu dan bersandar di belakangnya."Baby, aku adalah mereka. Bukalah
"Jangan konyol, Amanda," Jamie mendorong kasar Amanda yang sudah tidak memperdulikan harga dirinya. Membuat wanita itu terlihat sedih bercampur kecewa, menatap nanar ke arah mata Jamie yang benar - benar hampir juga kehilangan dirinya"Kenapa, Jam? Apa aku tidak sempurna seperti istri mu? Apa aku sama sekali bukan tipe mu? Atau bahkan, aku adalah wanita yang tidak beruntung, hingga tidak berhak mendapatkan apa yang aku inginkan?" ucap Amanda dengan nada yang teramat lembut. Hatinya benar - benar sakit hingga tak dapat mengeluarkan air mata."Tidak, kau salah. Maksud ku, kau tidak seperti itu. Kau sangat sempurna, bahkan siapapun yang melihat mu, mereka akan ... akan kehilangan kendali. Tapi, cobalah untuk mengerti, aku ini adalah pria yang sudah beristri, dan aku tidak mau mengkhianati istri ku. Bahkan, aku ingin melakukan 'itu' hanya dengan istri ku," jawab Jamie. Ia mencoba membuat Amanda yang raut wajahnya sudah tak bersahabat untuk memahami maksudnya."Baikl