Dengan tetap menempelkan bibirnya ke bibir Rani, membuat sesuatu dari dalam celana Jamie seperti mengeras.
Ia menekan kepala Rani agar tak menjauh dari dirinya.
Sedetikpun tak ia biarkan wanita itu mengambil nafas secara teratur.
Kemudin, ia membuka kedua bola matanya.
Ia mendapati Rani yang masih tersenyum simpul dan memanggil namanya.Jamie yang tadinya memejamkan matanya tersadar dari lamunannya. Ia merasa, ada sesuatu yang membasahi celananya dan membuatnya panik, takut ada yang melihatnya.
"Yusuf? Kamu masih di sana, kan?" Rani memastikan
"Ah, eh i ... ah hmm," Jamie hampir saja mengeluarkan suara, membuat Rani sedikit curiga dengan kegugupan Jamie yang seperti sedang menutupi sesuatu
"Tau, nggak, suara kamu itu mirip suara seseorang." Rani menerawang jauh ketika J
"Mama ...," lagi, suara Rani tampak histeris"Ada apa, sayang? Mama di sini, nak." Tubuh Cahaya langsung merengkuh putrinya yang saat ini seperti kehilangan arah"Ma, kenapa ... kenapa di sini semakin gelap? Kenapa ... kenapa Rani jadi kayak orang buta beneran?" Rani terlihat takut, nafasnya tak beraturan, ia memeluk ibunya begitu erat, takut wanita yang telah melahirkannya ini akan meninggalkan dirinya dalam keadaan seperti ini."Tenang, sayang, tenang. Mama di sini," Cahaya memeluk putrinyaJamie dengan sigap pergi ke bawah dan menghubungi dokter Firdaus agar segera datang."Mama. Ada sesuatu yang ingin Rani tanyakan," tanya Rani serius"Ada apa, sayang?" Cahaya tampak bingung karena Rani berubah begitu cepat.&n
"Tidak semudah itu, bung. Mendonorkan kornea mata, itu artinya memberikan separuh hidup anda kepada si penerima. Apa anda siap hidup tanpa dapat melihat?" dokter Firdaus menantang Jamie dengan pertanyaan"I ...," Jamie menjawab ragu"Anda tidak akan bisa melihat, bahkan melindungi istri anda lagi." tukas dokter Firdaus"Tapi, dokter. Apa yang harus ...," Jamie gusar. Ia mengacak rambutnya, menyesali rencana konyol yang ia buat, hanya demi mencari perhatian."Tenang, jika anda siap, besok sore kita akan berangkat ke Sri Lanka, negara pendonor kornea mata terbesar di dunia," tawar dokter Firdaus, yang seakan membuka lebar harapan bagi Jamie, agar istrinya bisa segera melihat kembali."Dokter? Are you serious?" Jamie tampak sumringah"Offcourse, dude. Segala yang telah terjadi adalah sesuatu yang sudah di takdir-kan oleh Tuhan, agar kita dapat menj
"Ma, boleh aku minta sesuatu?" Rani berusaha menggapai sang mama, yang jaraknya berdiri tak jauh dari tempatnya."Ya, sayang. Anything," Cahaya mendekati putri semata wayangnya"Malam ini aku mau tidur sendirian di kamar. Mama sama bik Ratih di kamar lain aja. Boleh, yah, ma? Nanti kalau ada apa - apa aku pasti teriak, kok," Kekeh Rani tak seperti biasa, ia tampak seperti remaja yang sedang jatuh cinta."Tumben? Kenapa tiba - tiba anak gadis mama begini? Kayak ada yang aneh?" goda sang Mama. Putrinya ini selalu takut di tinggalkan sejak musibah kecelakaan itu."Ciye ... kenapa non? Ada apa?" timpal bik Ratih"Iih ...," wajah Rani tampak merona, ia tutup wajahnya dengan kedua tangan mulusnya."Yaudah, mama sama bik Ratih pesen satu
Subuh berkumandang, suara azan yang begitu merdu berhasil membangunkan wanita yang kini berbaring menikmati malamnya yang indah.Tubuhnya menggeliat, mengendorkan otot - otot tegang dari tubuhnya."Umh ... morning, world!" Rani mengangkat kedua tangannya, di iringi senyum manja, seakan masih ada Jamie yang semalam hampir mencumbunya.Jamie yang ikut serta menggeliat dan melihat pemandangan indah di hadapannya terperonga.Wanita angkuhnya kini yang tengah mengenakan tanktop berwarna salem, dengan tali sejari yang sebelahnya jatuh ke lengan kiri.Entah kapan pujaannya ini melepaskan jaketnya semalam.Namun yang Jamie tau saat ini, libido kelelakiannya muncul dan memancing sesuatu dari dalamnya untuk beraksi."Not now, dude!" batin Jamie, mengkodei miliknya agar tetap sabar"Hari ini, aku harus semangat. Pemeriksaa
"Tuan, donor kornea untuk istri anda saat ini sepertinya belum bisa. Namun, demi memastikan semuanya, kita akan tetap melakukan pemeriksaan berlanjut terhadap pasien," ucap dokter spesialis bernama Deepani terhadap Jamie, yang di dampingi oleh dokter Firdaus saat telah sampai di National Eye Hospital of Sri Lanka."Tapi dokter, apakah ada kemungkinan istriku bisa melihat kembali? Apakah istriku akan tetap bisa hidup normal?" Jamie menggebu, ia sedikit kecewa dengan ucapan dokter Deepani, yang merupkan penduduk asli Sri Lanka, berkulit sedikit gelap, namun tetap manis dengan hidung yang sangat lancip menghias wajahnya."Tenang, waktu kita masih banyak. Rawatlah istri anda dengan baik. Sebab, kasih sayang dan perhatian anda lebih di butuhkan-nya saat ini," ucap dokter yang bertubuh kurus tinggi itu dengan tenang"Intinya adalah, sesakit apapun istri mu saat ini, dukungan dari suamilah yang membuatnya kuat. Membuatnya lebih
Ia dekati istrinya yang saat ini sedang menggigit bibir bawahnya. Menahan hasrat yang menunjukkan bahwa ia adalah wanita normal, yang butuh seorang teman. Teman yang mau berbagi segalanya. Teman yang siap menerima segala kelebihan dan kekurangan yang ia miliki. Teman hidup. Teman yang mendampinginya untuk menghabiskan waktu di dunia ini.Pria Irlandia itu, dengan seringaian jahil mendekati Rani yang kini tengah mengatur nafas agar lebih baik.Perasaan aneh tiba - tiba menjalar ke seluruh tubuh wanita yang saat ini masih dalam keadaan tidak dapat melihat, bahkan mengetahui siapa yang berani meniupkan nafas hangat dari bagian dada, hingga ke arah matanya.Membuatnya meraba sekitar tempat ia berdiri. Berusaha mencari seseorang yang berhasil membuatnya ketagihan dengan apa yang telah ia lalui dalam beberapa hari. Membuat perasaannya bercampur aduk. Antara nyata dan tidak nyata."Demi Tuhan, jika kau mema
Dengan arah tak menentu, Rani mencari tubuh Jamie yang baru saja memeluknya dengan erat. Menumpahkan segala perasaan yang selama ini Rani inginkan."Katakan! Kamu ... kamu Jamie, kan? Kamu ...," nafas Rani tak beraturan. Tubuhnya bergetar, beriringan dengan degup jantungnya yang berdenyut begitu cepat."Mama! ... bik Ratih! ...," teriak Rani dengan nafas yang masih bergemuruhJamie mendekati tubuh Rani yang terasa sangat dingin. Ia remas kedua lengan wanita yang kini begitu takut dengan dirinya. Ia arahkan bibirnya yang begitu tipis mempesona mendekati bibir ranum milik istrinya, membuat wanita itu terdiam dan menikmati setiap perlakuan suaminya.Ia pejamkan kelopak mata yang begitu indah, seakan meresapi perasaannya yang kini sedang tak menentu.Terdengar desahan halus dari bibirnya yang merah, menyebut satu nama yang saat ini membawa tubuhnya ke atas tempat tidur, hingga membua
"Ya, dia adalah Jamie Arthur Cornelius. Anak bungsu dari pengusaha kaya, dan pendiri dari Angel Diamond. Perusahaan terbesar di Inggris," jelas Jihan, menambah ekspresi konyol dari sahabatnya."Lu ... lu lagi serius kan, Ji? Lu ... lu lagi nggak bercanda, kan?" Rani meraba wajah Jihan, mencari mulut Jihan yang di kiranya sedang tertawa"Idih, Queen! Apaan, sih? Makeup aku luntur!" Jihan memuncungkan bibirnya, dan merapikan rambut serta makeup-nya yang di buat rusak oleh Rani, sahabat sekaligus atasannya."Iya, gue serius. Pas awal kenal Jamie, gue belum tau kalau dia adalah putra bungsu keluarga Cornelius. Nah, kesininya gue selidiki, dong. Gue tanya sama kekasih hati gue yang gantengnya melebihi Baim Wong, katanya si Jamie beneran atasannya Arka. Arka kan marketing manager di perusahaan yang di kelola oleh Jamie. Yah, lebih tinggi dari mantan gue dulu sih jabatannya," ucap Jihan dengan menebar senyum bangga.&nbs