Dengan arah tak menentu, Rani mencari tubuh Jamie yang baru saja memeluknya dengan erat. Menumpahkan segala perasaan yang selama ini Rani inginkan.
"Katakan! Kamu ... kamu Jamie, kan? Kamu ...," nafas Rani tak beraturan. Tubuhnya bergetar, beriringan dengan degup jantungnya yang berdenyut begitu cepat.
"Mama! ... bik Ratih! ...," teriak Rani dengan nafas yang masih bergemuruh
Jamie mendekati tubuh Rani yang terasa sangat dingin. Ia remas kedua lengan wanita yang kini begitu takut dengan dirinya. Ia arahkan bibirnya yang begitu tipis mempesona mendekati bibir ranum milik istrinya, membuat wanita itu terdiam dan menikmati setiap perlakuan suaminya.
Ia pejamkan kelopak mata yang begitu indah, seakan meresapi perasaannya yang kini sedang tak menentu.
Terdengar desahan halus dari bibirnya yang merah, menyebut satu nama yang saat ini membawa tubuhnya ke atas tempat tidur, hingga membua
"Ya, dia adalah Jamie Arthur Cornelius. Anak bungsu dari pengusaha kaya, dan pendiri dari Angel Diamond. Perusahaan terbesar di Inggris," jelas Jihan, menambah ekspresi konyol dari sahabatnya."Lu ... lu lagi serius kan, Ji? Lu ... lu lagi nggak bercanda, kan?" Rani meraba wajah Jihan, mencari mulut Jihan yang di kiranya sedang tertawa"Idih, Queen! Apaan, sih? Makeup aku luntur!" Jihan memuncungkan bibirnya, dan merapikan rambut serta makeup-nya yang di buat rusak oleh Rani, sahabat sekaligus atasannya."Iya, gue serius. Pas awal kenal Jamie, gue belum tau kalau dia adalah putra bungsu keluarga Cornelius. Nah, kesininya gue selidiki, dong. Gue tanya sama kekasih hati gue yang gantengnya melebihi Baim Wong, katanya si Jamie beneran atasannya Arka. Arka kan marketing manager di perusahaan yang di kelola oleh Jamie. Yah, lebih tinggi dari mantan gue dulu sih jabatannya," ucap Jihan dengan menebar senyum bangga.&nbs
"Excuse me?" Rani terbelalak, wajahnya begitu dekat dengan seseorang yang selalu mencintainya."I love you too," ucap si pemilik paha tempat Rani terjatuhRani bangkit dan menutup mulutnya yang berbentuk lingkaran sempurna dengan kedua tangannya.Nafasnya tersengal. Bahkan, tulang yang terdapat di atas dadanya berbentuk sangat jelas.Ia tampar - tampar dirinya secara perlahan, mencoba untuk mengembalikan kesadarannya. Ia takut, bahwa yang terjadi saat ini hanyalah halusinasi belaka."Touch me. I am Jamie. Jamie Arthur Cornelius. Si sopir tengil, pemilik perusahaan Diamond terbesar di Eropa. Angel Diamond," jelas Jamie dengan gaya bahasanya yang khas."No ... i ... imposible. I mean, how can? How ... gue ngayal. Gu - gue yakin, ini gue sedang ngayalin yang iya - iya, eh yang nggak - nggak. Please, Rani. Kembali sadar ... ayoo sadar!" Rani mengambil langkah mun
Sengaja Jamie tidak membeli sebuah apartment mewah untuk Rani.Ia hanya ingin membeli rumah sederhana di daerah dekat pegunungan Adam's Peak.Gunung tersebut terletak di bagian selatan kawasan Pegunungan Tengah Sri Lanka, dalam daerah Ratnapura, Provinsi Sabaragamuwa, kira-kira empat puluh kilo meter timur laut kota Ratnapura.Sengaja ia meminta anak buahnya untuk mencarikan tempat di daerah sana, karena bagi penganut Islam, ia dianggap sebagai kesan tapak kaki Adam ketika permulaan dia dihukum, dengan diturunkan ke bumi atas perintah Allah. Subhanahu Wata'alaIa ingin malam pertamanya dan Rani ada di sana, hingga membuat kesan dan kenangan tersendiri dalam kisah biduk rumah tangganya nanti.[Jam, Mommy sakit. Dia ingin bertemu dengan mu saat ini juga. Ia di bawa Jonathan ke tempatnya, ayahmu juga ada di sini,]Isi sebuah pesan singkat yang masuk ke ponsel Jamie, di kala ia sedang membayangkan dirinya dan Rani duduk di deka
"Bisa kita bicara sebentar? Hanya berdua," lanjut Amanda sembari melirik ibu dari pria yang akan di jodohkan dengan dirinya.Entah kekuatan dari mana, Jamie langsung menuruti perintah Amanda. Ia berdiri dan mendekati wanita yang menyapanya dengan kecupan di pipi kanan dan kiri Jamie.Jamie melangkahkan kakinya menuju halaman dengan luas lebih kurang empat koma delapan hektare.Di ekori oleh Amanda, yang berjalan bagaikan di atas panggung fashion show.Mereka mengambil posisi duduk di kursi taman berwarna putih, di lengkapi dengan kucuran air mancur buatan, menambah indah pemandangan mata."Amanda, aku tau. Aku tau bahwa ini bukan kali pertama kau mendengar alasan yang akan aku ucapkan. Tapi kali ini, aku sungguh sudah memutuskan untuk tidak akan pernah mengulangi ucapan ini lagi. Aku harap, ini adalah terakhir kali aku mengatakan, bahwa aku menolak perjodohan dengan mu. Dan aku yakin, jawaban mu juga sama, kan?" Jamie menatap Amanda dengan penuh keyaki
"Ku harap, kau tetap di sini. Menemaniku sampai hati ini lebih tenang. Aku butuh sahabat, Jam. Aku butuh kamu," Amanda semakin mengeratkan pelukannya di iringi dengan isakan yang masih terdengar jelas.Jamie benar - benar merasa kasihan terhadapnya. Ia bergerak mengajak Amanda untuk masuk ke dalam rumah, dan menenangkan diri di dalam kamarnya."Uncle!" Rebecca memanggil Jamie saat ia memapah tubuh Amanda yang tak mau melepaskan pelukannya."Wait!" Jamie memberikan kode kepada Rebecca agar tidak mengganggunya saat ini.Gadis itu merasa gelisah. Ia takut, sang ayah akan terlebih dahulu melakukan niatnya.Di kamarnya, Amanda di antar oleh Jamie yang ikut terhanyut dalam keadaan sahabatnya ini.Perempuan itu terus bergelayut di lengan kekar putra bungsu keturunan Cornelius."Duduklah. Minum air ini," Jamie dengan sigap mengambilkan air minum yang berada di atas nakas untuk Amanda, agar ia lebih tenang."Aku harus bertemu dengan ibuku.
"Jangan konyol, Amanda," Jamie mendorong kasar Amanda yang sudah tidak memperdulikan harga dirinya. Membuat wanita itu terlihat sedih bercampur kecewa, menatap nanar ke arah mata Jamie yang benar - benar hampir juga kehilangan dirinya"Kenapa, Jam? Apa aku tidak sempurna seperti istri mu? Apa aku sama sekali bukan tipe mu? Atau bahkan, aku adalah wanita yang tidak beruntung, hingga tidak berhak mendapatkan apa yang aku inginkan?" ucap Amanda dengan nada yang teramat lembut. Hatinya benar - benar sakit hingga tak dapat mengeluarkan air mata."Tidak, kau salah. Maksud ku, kau tidak seperti itu. Kau sangat sempurna, bahkan siapapun yang melihat mu, mereka akan ... akan kehilangan kendali. Tapi, cobalah untuk mengerti, aku ini adalah pria yang sudah beristri, dan aku tidak mau mengkhianati istri ku. Bahkan, aku ingin melakukan 'itu' hanya dengan istri ku," jawab Jamie. Ia mencoba membuat Amanda yang raut wajahnya sudah tak bersahabat untuk memahami maksudnya."Baikl
"Ma ... maksud mu? Mereka? Mereka adalah kamu? Maksudnya ...," Rani tampak bingung, kepalanya pusing, tubuhnya melayang - layang."Raaan ... please, kali ini jangan pingsan - pingsan lagi. Aku butuh kamu. Kamu adalah istri sah aku, dan aku adalah suami sah kamu," Jamie meyakinkan Rani dengan mengguncang tubuhnya yang hampir kehilangan kesadaran."Jadi, kamu nyata?" Rani masih bingung, membuat Jamie begitu gemas dan langsung mengecup bibir wanita halalnya.Rani lagi - lagi membulatkan matanya, memastikan ciuman yang mendarat ke bibirnya adalah Jamie yang pernah mengecupnya secara singkat."Oh, no! Kau nyata? Jadi, selama ini? Aku nggak halu?" Rani menyentuh bibirnya setelah Jamie melepaskannya.Pria itu memamerkan senyum menggodanya, membuat istrinya bergidik ngeri menatapnya."Please. Aku masih belum percaya," Rani mendorong Jamie agar keluar dari kamarnya, menutup pintu dan bersandar di belakangnya."Baby, aku adalah mereka. Bukalah
"Apa yang kau lakukan di sini?" jawab Rani tanpa basa - basi."Tenang. Aku adalah kakak ipar mu. Aku adalah putra sulung keluarga Cornelius. So, we are family, right?" jawabnya santai, membuat Rani menoleh ke arah Jamie yang menjawab dengan anggukan."Jam, dia pernah ...," Rani berusaha menjelaskan. Namun, Jamie menggenggam tangan istrinya, memintanya untuk lebih tenang dan tidak mengatakan semuanya saat ini."Pergilah! Sebelum kau di permalukan," ucap Jamie dengan santai"Wah! Ternyata, begini cara kalian menyambut saudara datang, ya. Baiklah, kita akan bertemu di lain waktu. Dan, aku selalu mengawasi mu," Jonathan menatap Jamie dingin. Tapi, tak sedikitpun membuat gemetar hati Jamie, yang sudah hafal bagaimana sifat sang kakak.Pria itu pergi bersama bodyguardnya.Sadar Jonathan dan kawanannya pergi, Rani tampak panik dan menggenggam erat tangan suaminya."Jam, apa - apaan ini? Kenapa ... kenapa pria itu? Maksudku, apa benar ia kakak ka