“Satu hal yang gue yakini lo sangat mencintai Rani adalah, dengan cara lo berani ngelamar dia di depan mamanya sebagai mana cerita lu dan Mamanya Rani. Tapi, apa lu beneran mau nikahin dia, Jam? Lu tau kan keadaan dia sekarang? Dia stres, Jam. Bahkan, gue ngeliatnya kayak bukan Rani yang gue tau,” ucap Jihan dengan mata yang juga mulai membasah
“Ji, anything. Apapun akan aku lakuin buat Rani asalkan dia bahagia and, aku akan terus That’s it,” ucap Jamie pasti
“Jam, benar, keinginan Papanya Rani adalah melihatnya menikah dan mengenakan gaun pengantin yang sudah ia rancang. Tapi, keinginannya yang paling penting adalah, Rani menikah dengan orang yang seiman dengan keluarganya,” Jihan tampak ragu
“Jadi? Apa aku keberatan?” Jamie merasa Jihan meragukannya
“Nikahi Rani, Jam!” Jihan mengucapkannya dengan wajah menerawang. Ia yakin, Rani akan bahagia bersama Jamie yang sangat mencintainya.
“Akan aku lakukan sekarang,” Jamie segera bergerak menuju ruangan di mana Rani dan Mamanya berada, namun segera di halangi Jihan.
“Tunggu! Lu nggak bisa gegabah begini, Jam. Rani hanya ingin menikah dengan pria yang bisa menjadi imam buat dia dan melindungi dia juga mamanya. Gue yakin, lu bisa ngelindungin mereka. Tapi, ...” Jamie meninggalkan Jihan yang sedang asik berbicara hingga menggantung ucapannya.
Ia pergi ke salah satu masjid di Jakarta, tempat ia belajar mengenai agama islam selama enam bulan belakang ini, bersama ustadz Muhammad yang dengan sabar membimbingnya.
“Ape Mister beneran ude yakin dan tanpa paksaan ape - ape pun?” ucap ustadz Muhammad dengan dialek khas betawinya.
“Ya, saya sangat yakin dengan keputusan ini, ustadz. Apa hari ini saya bisa melakukannya?” tanya pria yang masih berkebangsaan Inggris itu.
“Mister, ade beberapa syarat untuk menjadi mualaf. Selaen syarat administrasi sebagai pelengkap atas dokumen negara, mister juga kudu menjalankan syarat yang lainnye,” jelas ustadz Muhammad yang selalu melilitkan sorban putih di kepalanya, menyisakan sisa lilitan sorban dan membiarkannya tergerai di samping kanan kepala. Mirip dengan gaya khas Aa Gym ketika sedang berdakwah.
“Katakan! Saya akan berusaha memenuhi semua syarat yang harus saya penuhi,” jawabnya pasti
“Maaf, ape … ente sudah melakukan khitan?” tanya ustadz Muhammad ragu
“Khitan?” Jamie menjawab dengan pertanyaan yang membuat matanya membesar
“Iye, mister, khitan. Potong itu ...,” ustadz Muhammad menunjuk kearah dalam celana jeans berwarna navy milik Jamie
“Saya … saya … be – belum melakukannya,” Jamie menjawab dengan terbata – bata. Ada sedikit rasa takut yang tiba – tiba saja menjalar di dalam celananya.
“Ya, mister. Khitan adalah hal yang wajib bagi pria muslim yang sudah baligh. Seperti yang saat itu saye sampein ‘Fitrah itu ada lima perkara : khitan, mencukur bulu kemaluan, menggunting kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis, Hadist Riwayat Muslim, nomor 257’. Dan, saye hanya ingin mengingatkan, bahwa khitan wajib bagi pria muslim yang sudah baligh,” Ustadz Muhammad menjelaskan panjang lebar.
“Tapi ustadz, saya siap melakukan semua syarat yang harus saya lakukan. Saya ingin menjadi islam yang sesungguhnya agar bisa menjadi imam dan pelindung yang baik bagi calon istri saya,” ucap Jamie dengan penuh keyakinan
“Ha ha ha, mister, sebenarnye, untuk masuk agama islam kagak sulit. Mister cuma butuh niat dari hati karena Allah ta'ala dan mengucapkan dua kalimat syahadat. Namun, jangan jadiin mualaf ente cuma untuk dapetin hamba Allah yang jika udeh dapet, ente dengan mudah melupakan ape yang udah ente ucapin,” ustadz Muhammad mengingatkan
“Saya ... jujur, ustadz. Dari kecil, orang tua saya hanya sibuk dengan dunia mereka sendiri. Saya di besarkan oleh kakek yang sudah tidak muda dan sering sakit – sakitan. Pendidikan agama saya kacau, ustadz. Hingga akhirnya saya bertemu dengan wanita angkuh yang hampir tidak pernah meninggalkan sholat. Saat itu saya memutuskan untuk belajar ilmu agama yang dia peluk dan bertemu anda,” Jamie membuka cerita
“Ape wanita itu salah satu alasan ente ingin memeluk islam?” ustadz Muhammad menyelidiki
“Saya seseorang yang sedang mencari Tuhan, ustadz. Dan Rani, ia hanya salah satu alasan dari ribuan alasan yang membuat saya memutuskan untuk memeluk agama islam, salah satu hal utama yang membuat hati saya tenang adalah ketika mendengar suara adzan berkumandang di saat fajar. Bahkan, saya sempat mempraktekkan gerakan sholat berdasarkan video di you tube,” Jamie menyunggingkan senyum tipis di bibirnya yang basah
“Ente bener - bener gigih tampaknye, ye. Kapan ente siap?” tanya ustadz Muhammad
“Sekarang, ustadz. Saya benar – benar sudah siap,” ucap Jamie pasti
“Ape ente punya dua orang sebagai saksi?” tanya ustadz lagi
“Saksi? Ya, saya akan menyiapkan saksi,” Jamie menjawab penuh keyakinan
“Namun mister, karena ente masih berstatus warga negara Inggris atau WNA, maka, sebelum saye meng- Islamkan ente, ente wajib berkhitan, mister. Karena itu adalah salah satu syarat utama bagi mualaf WNA di negara ini,” ujar pria enam puluh tahun itu
“Baik, saya akan pergi ke rumah sakit saat ini juga. Permisi, ustadz,” Jamie pergi meninggalkan masjid di mana ustadz Muhammad masih terperanga melihat kegigihan bule yang sering pulang pergi ke beberapa negara itu.
“Arka, tolong carikan dokter khitan terbaik yang tidak membuat rasa sakit teramat,” Jamie menghubungi sahabatnya saat memasuki mobil mewahnya.
“Dokter khitan? Jam, siapa yang mau khitan?” Arka terkekeh mendengar ucapan Jamie yang bagaikan candaan baginya
“It serious thing!” jawab Jamie dengan nada serius. Bahkan, Arka belum pernah mendengar Jamie bernada seperti saat ini.
“Kita bertemu di rumah sakit. Gue akan kirim alamatnya,” tutup Arka
Ia segera mengirimkan alamat rumah sakit melalui pesan singkat ke ponsel Jamie. Arka segera menghubungi kekasihnya, Jihan, untuk menanyakan apa yang sedang terjadi terhadap sahabatnya ini.
“Apa? Jadi, Jamie beneran mau sunat? baru kali ini aku ketemu laki – laki yang beneran serius dalam sebuah hubungan,” Jihan terperanga ketika Arka menghubunginya via telepon.
“Aku juga serius sama kamu, kok. Tapi, kamu bener. Jamie laki – laki yang sangat cocok buat temen kamu itu. Dia bukan cuma sayang dan cinta, tapi penuh tanggung jawab. Aku aja ngeyakinin kamu dulu baru ngomong ke orang tua kamu. Lah, dia malah ngeyakinin ibunya Rani, baru deh memperjuangkan Rani,” ucapnya yang kemudian melihat Jamie sudah berjalan menuju ke arahnya.
“Yang, aku mau nemenin Jamie ketemu dokter dulu, ya. Dia udah dateng,” tutup Arka memutuskan sambungan teleponnya setelah mendapatkan ciuman jarak jauh dari Jihan
“Jam, lu serius mau sunat sekarang?” Arka menatap mata Jamie yang sedang berdiri di hadapannya dengan serius.
“Apa sangat menyakitkan?” Tanya Jamie tiba – tiba mendapati rasa takut setelah keduanya berdiri di depan ruangan dokter yang akan membuang sedikit bagian dari kemaluan Jamie.
“Sedikit,” tukas Arka ketika perawat sudah membuka pintu ruangan dokter Martha.
"Silahkan masuk, tuan. Dokter Martha sudah ada di dalam. Siapa yang akan ber- khitan? Anaknya?" sapa perawat dengan ramah
“It’s too much. Kenapa harus dokter perempuan, sih?” meringis. Ia melangkahkan kaki kanannya mundur ke belakang.
Bersambung …
"Gue aja nggak tau, Jam. Tadi gue telepon temen gue yang punya rumah sakit ini. Udah gue jelasin semua, dan dia nyuruh gue tunggu di depan ruangan dokter Rian. Gue aja nggak tau kalau dokter Rian ini maksudnya Riana Martha. Tapi tadi dia bilang dokter Rian itu udah kayak bapaknya," Arka berusaha menjelaskan kepada Jamie yang juga membaca name tag di dada sebelah kanan dokter Riana, dengan mulut yang sedikit terkunci dan gigi yang cukup rapat, saat keduanya masih mematung di hadapan suster cantik bertubuh mungil."Ah, suster. Saya mau tanya, apa ada dokter khitan yang laki - laki aja, ya?" tanya Arka menutupi ketakutan Jamie"Anda pak Arka, kan? Silahkan masuk terlebih dahulu biar nanti dokter Martha aja yang jelasin," perawat itu berucap begitu ramah"Ba - baiklah, terima kasih." Arka mengkodei Jamie agar mengikutinya masuk ke dalam ruangan dokter Martha"I will kill you!" bisik Jamie menyatukan g
Setelah alat yang terbuat dari logam titanium itu melekat erat di area kulit kepala kemaluan Jamie, yang dipotong dengan jarak rapat dan lepas secara bertahap di hari ke empat belas setelah sunat seiring tumbuhnya jaringan baru dan luka sunat mengering, Jamie sama sekali tidak menunjukkan batang hidungnya di hadapan Rani yang sudah lebih dari dua minggu pulang dari rumah sakit.Selama pemulihan, Jamie membaca buku - buku panduan sholat, belajar mengaji hingga melatih dirinya untuk berpuasa sunnah.Dan pasca sembuhnya Jamie dari sedikit pembuangan bagian penting tubuhnya, dengan bimbingan ustadz Muhammad dan beberapa saksi, ia akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Meng- Islamkan dirinya sebagai mana keinginan hatinya.Tanpa paksaan dan tujuan lain. Ia semata - mata hanya ingin menentukan arah hidupnya ag
Kehadiran Jamie dan Arka yang di temani ustadz Muhammad di sambut ramah oleh Mamanya Rani, yang di dampingi oleh orang tua Jihan.Ustadz Muhammad lebih dominan dalam lamaran malam ini.Ia menjelaskan, bahwa Jamie sudah menjadi saudara sesama Muslim."Nak Jamie, ada baiknya orang tua mu hadir di sini. Untuk menyaksikan acara sakral ini. Karena, orang tua manapun akan bahagia melihat anaknya bahagia. Dan sejatinya, menikah itu bukan hanya tentang menyatukan dua insan yang saling mencintai, melainkan juga untuk menyatukan dua keluarga hingga tercipta keluarga besar yang bahagia," jelas Cahaya dengan lembut agar ia bisa bertemu langsung dengan calon besannya."Jika itu adalah syarat untuk menikahi Rani, maka akan saya lakukan." jawabnya pastiSemua orang tampak bahagia. Namun, tidak dengan seseorang yang sedang berdi
Rani masih berbaring di ranjang king size miliknya.Sedangkan Cahaya yang selalu ada untuk putrinya ini, tak pernah meninggalkan kamar anak gadisnya sedetikpun.Bahkan, Jihan selalu setia mengingatkan asisten rumah tangga untuk memberikan makanan dan obat wanita yang kini wajahnya tampak begitu lelah demi menjaga buah cintanya."Andaikan Sanjaya masih hidup, mungkin kekuatanku akan bertambah." gumamnya yang tanpa sadar, ada sepasang mata sedang memperhatikannya.Jamie berdiri di dekat pintu besar kamar tidur Rani. Ia memandang wanita yang sangat di kasihinya ini dengan tatapan iba."Rani butuh ketenangan hati, sembari menanti kabar dari rumah sakit Sri Lanka, jangan biarkan ia merasakan traumanya lagi. Jika ia sudah bisa lengah dari traumanya, maka hatinya akan lebih tenang," Jamie teringat ucapan dokter Firdaus via telepon kemarin"Jamie?"
Dengan tetap menempelkan bibirnya ke bibir Rani, membuat sesuatu dari dalam celana Jamie seperti mengeras.Ia menekan kepala Rani agar tak menjauh dari dirinya.Sedetikpun tak ia biarkan wanita itu mengambil nafas secara teratur.Kemudin, ia membuka kedua bola matanya.Ia mendapati Rani yang masih tersenyum simpul dan memanggil namanya.Jamie yang tadinya memejamkan matanya tersadar dari lamunannya. Ia merasa, ada sesuatu yang membasahi celananya dan membuatnya panik, takut ada yang melihatnya."Yusuf? Kamu masih di sana, kan?" Rani memastikan"Ah, eh i ... ah hmm," Jamie hampir saja mengeluarkan suara, membuat Rani sedikit curiga dengan kegugupan Jamie yang seperti sedang menutupi sesuatu"Tau, nggak, suara kamu itu mirip suara seseorang." Rani menerawang jauh ketika J
"Mama ...," lagi, suara Rani tampak histeris"Ada apa, sayang? Mama di sini, nak." Tubuh Cahaya langsung merengkuh putrinya yang saat ini seperti kehilangan arah"Ma, kenapa ... kenapa di sini semakin gelap? Kenapa ... kenapa Rani jadi kayak orang buta beneran?" Rani terlihat takut, nafasnya tak beraturan, ia memeluk ibunya begitu erat, takut wanita yang telah melahirkannya ini akan meninggalkan dirinya dalam keadaan seperti ini."Tenang, sayang, tenang. Mama di sini," Cahaya memeluk putrinyaJamie dengan sigap pergi ke bawah dan menghubungi dokter Firdaus agar segera datang."Mama. Ada sesuatu yang ingin Rani tanyakan," tanya Rani serius"Ada apa, sayang?" Cahaya tampak bingung karena Rani berubah begitu cepat.&n
"Tidak semudah itu, bung. Mendonorkan kornea mata, itu artinya memberikan separuh hidup anda kepada si penerima. Apa anda siap hidup tanpa dapat melihat?" dokter Firdaus menantang Jamie dengan pertanyaan"I ...," Jamie menjawab ragu"Anda tidak akan bisa melihat, bahkan melindungi istri anda lagi." tukas dokter Firdaus"Tapi, dokter. Apa yang harus ...," Jamie gusar. Ia mengacak rambutnya, menyesali rencana konyol yang ia buat, hanya demi mencari perhatian."Tenang, jika anda siap, besok sore kita akan berangkat ke Sri Lanka, negara pendonor kornea mata terbesar di dunia," tawar dokter Firdaus, yang seakan membuka lebar harapan bagi Jamie, agar istrinya bisa segera melihat kembali."Dokter? Are you serious?" Jamie tampak sumringah"Offcourse, dude. Segala yang telah terjadi adalah sesuatu yang sudah di takdir-kan oleh Tuhan, agar kita dapat menj
"Ma, boleh aku minta sesuatu?" Rani berusaha menggapai sang mama, yang jaraknya berdiri tak jauh dari tempatnya."Ya, sayang. Anything," Cahaya mendekati putri semata wayangnya"Malam ini aku mau tidur sendirian di kamar. Mama sama bik Ratih di kamar lain aja. Boleh, yah, ma? Nanti kalau ada apa - apa aku pasti teriak, kok," Kekeh Rani tak seperti biasa, ia tampak seperti remaja yang sedang jatuh cinta."Tumben? Kenapa tiba - tiba anak gadis mama begini? Kayak ada yang aneh?" goda sang Mama. Putrinya ini selalu takut di tinggalkan sejak musibah kecelakaan itu."Ciye ... kenapa non? Ada apa?" timpal bik Ratih"Iih ...," wajah Rani tampak merona, ia tutup wajahnya dengan kedua tangan mulusnya."Yaudah, mama sama bik Ratih pesen satu