Setibanya di barak militer ayahandanya, Shangguan Mai yang baru pulang dari perbatasan utara langsung memenggal sepuluh kepala prajurit. Mereka semua terlibat dalam pembunuhan Pangeran kedelapan. Namun, dari sepuluh prajurit yang sudah diinterogasi dan dipenggal tidak ada yang mau bicara atau mengaku siapa dalang di balik kematian Pangeran kedelapan. Mereka memilih untuk tetap bungkam dan mati di tangan Shangguan Mai daripada harus mengungkapkan siapa tuan mereka.
Masalah ini sungguh membuat Shangguan Mai frustrasi karena jika ia tidak berhasil menemukan siapa dalang di balik kematian Pangeran kedelapan, ayahandanya akan menjadi tersangka utama karena sepuluh prajurit itu adalah orang kepercayaan ayahandanya. "Nona! Nona!" seru pelayan Shangguan Mai dengan napas tersengal-sengal setelah berlari jauh. Wanita muda itu terlihat gelisah dan wajahnya pucat sekali. "Pergilah dari sini, Nona!" desaknya dengan bibir gemetar. "Nona, jangan khawatir, aku yang akan menanggung semua kesalahan Nona nanti. Jadi Nona harus cepat pergi dari sini, " ucapnya sambil menangis dan memegang tangan Shangguan Mai dengan lembut. "Apa maksudmu? Kenapa aku harus lari dari sini?" tanya Shangguan Mai sambil menatap lekat pelayannya. Ia berusaha untuk menenangkan wanita muda itu agar jangan terlalu panik. "Apa Kaisar sudah memutuskan untuk menghukum ayahandaku dan membuang semua Keluarga Shangguan ke pengasingan? Jika iya, aku akan segera pulang dan ikut bersama mereka ke pengasingan," ucap Shangguan Mai sambil membersihkan cipratan darah yang ada di wajahnya lalu melepaskan pakaian ziarahnya. Tampaknya cita-citanya untuk menjadi jenderal besar seperti ayahandanya sudah hilang karena ia bukan lagi anak dari jenderal besar maupun panglima yang baru pulang dari peperangan. Namun, hanya seorang pendosa yang akan diasingkan. "Bukan itu masalahnya, Nona. Masalahnya lebih besar daripada harus dibuang ke pengasingan, " jawab pelayan Shangguan yang masih menangis dengan sesegukan. "Nona akan dinikahkan dengan Pangeran kesembilan sebagai pengampunan dosa dari Kaisar," terangnya sambil memeluk Shangguan Mai dengan erat. Pelayan muda itu benar-benar tidak tega melihat nonanya harus menikah dengan pria bodoh yang berumur pendek. Ia juga takut kalau nanti nona kesayangannya akan dikubur hidup-hidup bersama Pangeran kesembilan karena sebentar lagi pria itu akan mati. Ah, ini cukup menyedihkan bagi akhir hidup Shangguan Mai yang pemberani. "Pengampunan dosa? Apa maksudmu? Apa ayahandaku sudah terbukti bersalah?" tanya Shangguan Mai yang tidak percaya bahwa Kaisar memberikan pengampunan dosa semudah ini dan menutup kasus kematian putra kesayangannya dengan cepat. Sebenarnya apa yang ingin ditutupi oleh Kaisar? Sampai-sampai dia rela menutup kasus kematian putra kesayangannya dengan cepat. Apa karena kematian Pangeran kedelapan ini masih ada hubungannya dengan keluarga istana? Ah, mungkin saja itu benar. Jika tidak, Kaisar tidak mungkin membuat kesepakatan seperti ini dengan Keluarga Shangguan. Shangguan Mai yakin bahwa pernikahan yang direncanakan oleh Kaisar ini hanya akal-akalannya untuk membungkam Keluarga Shangguan. Pelayan muda itu menatap Shangguan Mai dengan penuh ketakutan. "Racun teratai api yang digunakan untuk membunuh Pangeran kedelapan ditemukan di ruangan pribadi Tuan Besar. Tidak hanya racun yang ditemukan di sana, tapi juga surat dari Kerajaan Huanxi tentang kerja sama Tuan Besar dengan mereka untuk menggulingkan Kaisar," jawab pelayan Shangguan Mai dengan suara serak karena suaranya habis digunakan untuk menangis. "Padahal itu tidak mungkin terjadi, tapi sekarang Tuan Besar sudah diinterogasi oleh balai neraka dan Kaisar juga sudah memberikan titah pada Nona untuk menikahi Pangeran kesembilan jika ingin Keluarga Shangguan lolos dari hukuman," sambungnya membuat Shangguan Mai langsung tersenyum kecut. "Baiklah, jika memang dengan menikahi Pangeran kesembilan, keluargaku bisa mendapatkan pengampunan dosa dari Kaisar, maka aku bersedia untuk melakukannya," ucap Shangguan Mai yang terdengar pasrah. Padahal sebenarnya dia hanya ingin menyelidiki kasus kematian Pangeran kedelapan lebih lanjut untuk membersihkan nama ayahandanya. Dia akan membuat kekacauan besar di istana. *** Sebenarnya, sebelum kematian Permaisuri, Pangeran kesembilan adalah pangeran yang paling berbakat dan pintar di antara pangeran lainnya. Nilai akademiknya selalu tinggi, bahkan dia menjadi kesayangan Kaisar karena mampu menyaingi prestasi para sarjana kerajaan yang usianya jauh lebih muda daripada dirinya. Namun, setelah kematian Permaisuri, Pangeran kesembilan berubah menjadi bodoh karena mengalami trauma berat. Ia juga kerap sakit-sakitan karena tubuhnya terkena racun dewa seminggu yang cukup mematikan. Namun, sebenarnya yang terjadi Pangeran kesembilan hanya berpura-pura bodoh dan mengalami trauma berat layaknya orang gila. Agar bisa melindungi dirinya sendiri dari orang yang ingin mencelakainya karena dia melihat wajah pelaku yang membunuh ibunya dan orang yang sudah meracuninya. Dia sengaja melakukan hal itu agar bisa membalaskan dendam kematian ibunya. Setelah dia dewasa dan menjadi kuat untuk menghancurkan mereka semua. Ia percaya bahwa pembunuh yang dia lihat dulu hanya orang suruhan dan dalang sebenarnya dari pembunuh ibunya ini pasti adalah orang istana. Setelah menjadi bodoh dan sering sakit-sakitan, Pangeran kesembilan langsung dikurung ke dalam Pagoda Suo Yao karena dianggap sebagai aib istana yang bisa memalukan Kaisar. Padahal, Pagoda Suo Yao adalah penjara untuk mengurung para penjahat yang berilmu tinggi dan sangat kejam. Bagi tahanan baru seperti Pangeran kesembilan, Pagoda Suo Yao adalah neraka yang sangat menakutkan karena dia harus bisa melawan tahanan lama. Agar bisa bertahan hidup dan mendapatkan pengakuan dari mereka. Namun, karena kepintaran dan kelicikan Pangeran kesembilan yang berpura-pura bodoh. Ia mampu mengalahkan mereka tanpa harus bertarung dan menjadi murid dari petapa gila, Jian Tian. Pria tua yang sangat ditakuti dan disegani oleh semua tahanan Pagoda Suo Yao karena dapat membunuh orang hanya dengan satu jarum kecil saja. Setelah dikurung di Pagoda Suo Yao selama lima tahun, akhirnya Pangeran kesembilan dikeluarkan dan dikirim ke Gunung Shu untuk mendapatkan pengobatan. Namun, meskipun sudah banyak mendapatkan pengobatan dan diobati oleh tabib terkenal, racun dewa seminggu yang ada di tubuhnya tidak bisa dinetralkan karena sudah menyatu dengan darahnya dan menggerogoti hatinya. Padahal, sebenarnya racun dewa seminggu yang ada di tubuhnya sudah lama disembuhkan oleh Jian Tian, gurunya. Racun yang ada di tubuhnya sekarang hanyalah racun palsu untuk menipu pihak istana dan menyakinkan mereka bahwa ia berumur pendek dan tidak mungkin menjadi kaisar. Pangeran kesembilan melakukan hal ini agar tidak ada pihak yang mencurigai atau mengganggunya untuk menyelidiki kematian ibunya. Di Gunung Shu inilah Pangeran Xiao Zhi mendirikan organisasi pembunuh yang bernama Sungai Kegelapan. Organisasi pembunuh ini kerap ia gunakan untuk menculik para pejabat dan mencari pembunuh ibunya yang hilang secara misterius. "Tuan! Berhentilah sebentar saja! Ada kabar mendesak yang perlu Tuan dengar sekarang," desak Jia Yue sambil mengejar qing gong Pangeran kesembilan yang cepat dan lincah. Bahkan pria tampan itu tampak sedang berlari di udara. "Ah, kenapa kamu selalu saja menggangguku seperti ini? Apa kamu sudah bosan hidup, Yue?" tanya Pangeran Xiao Zhi sambil menantap pelayannya dengan tajam. "Sebenarnya kabar apa yang membuatmu sampai berani menggangguku seperti ini? Jika ini soal kematian kakak kedelapan, aku tidak mau mendengarnya lagi karena aku sudah tahu," ucap Pangeran Xiao Zhi dengan dingin dan tidak acuh dengan kematian kakaknya. Padahal selama ini dia cukup dekat dengan Pangeran kedelapan. Namun, sebenarnya, kematian Pangeran kedelapan ini agak mengejutkan dan membuatnya sedih karena selama ini hanya kakaknya yang peduli dengannya. Namun, Pangeran Xiao Zhi memilih untuk menyembunyikan perasaan sedihnya agar bisa fokus pada tujuannya. Dia juga yakin bahwa kematian Pangeran kedelapan pasti masih ada kaitannya dengan kematian Permaisuri yang misterius. Selama ini Pangeran Xiao Zhi dan Pangeran kedelapan memang sering berhubungan dan bertukar informasi secara diam-diam mengenai apa saja yang terjadi di dalam istana. Pangeran kedelapan juga yang membantu Pangeran Xiao Zhi untuk menyusupkan anak buahnya ke dalam istana. Untuk menculik para pejabat yang diduga terlibat dalam kematian Permaisuri sepuluh tahun yang lalu. Alasan yang membuat Pangeran kedelapan bersedia untuk menjadi mata-mata dan membantu Pangeran Xiao Zhi adalah karena ia pernah diasuh oleh Permaisuri. "Tidak, Tuanku. Ini menyangkut pernikahanmu," balas Jia Yue sambil bersujud dan tidak berani membalas tatapan tajam Pangeran Xiao Zhi. "Hamba hanya khawatir kalau pernikahan yang tak terduga ini dapat mengganggu rencana Tuan untuk menemukan pembunuh Permaisuri. Jadi hamba memutuskan untuk tiba lebih awal daripada utusan istana yang akan menjemput Tuan besok agar Tuan dapat membuat keputusan lebih cepat." "Pernikahan? Kedengarannya cukup menarik. Tapi nona malang dari keluarga mana yang akan menikahi pria bodoh dan penyakitan ini? Apa nona dari Keluarga Wang?" tanya Pangeran Xiao Zhi yang setengah menebak. "Jika hanya nona dari Keluarga Wang saja, hamba tidak akan sepanik ini, tapi ini masalahnya nona dari Keluarga Shangguan. Wanita yang ingin dinikahkan dengan Tuan adalah Shangguan Mai. Wanita yang sudah memimpin ratusan prajurit di medan perang. Wanita seperti itu pasti mampu membongkar kedok Tuan dengan mudah," terang Jia Yue langsung membuat Pangeran kesembilan tersenyum miring. "Kenapa pernikahan ini terdengar sangat menarik? Ah, aku semakin tidak sabar untuk menikahi Nona Panglima itu," ucap Pangeran Xiao Zhi sambil menyeringai dan tersenyum penuh dengan kelicikan. "Sepertinya Ayahanda sedang memainkan permainan catur yang cukup menantang. Aku jadi merasa tertantang untuk menjadi salah satu bidaknya." Jia Yue memberanikan diri untuk menatap Pangeran kesembilan dengan lekat. "Hamba harap Tuan bisa memikirkannya kembali karena hamba takut kalau kali ini Tuan akan salah mengambil langkah," ucapnya dengan sedikit gemetar karena Pangeran kesembilan membalas tatapannya dengan sangat tajam. "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan diriku seperti ini karena selama ini aku tidak pernah salah mengambil langkah," ucap Pangeran Xiao Zhi sembari mendekat dan mengelus kepala Jia Yue dengan lembut untuk menghilangkan rasa takutnya. "Sekalipun aku salah mengambil langkah, maka aku akan mengambil langkah orang lain. Aku pasti akan menemukan dalang yang sudah membunuh ibuku dan menjadi kaisar," sambung Pangeran Xiao Zhi penuh dengan ambisi. Inilah sosok sebenarnya dari Pangeran kesembilan yang penuh dengan ambisi dan sangat licik. Dia bisa bertindak sangat kejam jika itu berhubungan dengan kematian ibunya. ***"Sungguh, ibunda lebih baik mati daripada harus melihatmu menikah dengan pria yang berumur pendek. Jadi jangan lakukan hal ini untuk menyelamatkan ibunda, Nak," pinta ibunda Shangguan Mai dengan menangis tersedu-sedu saat melihat putri kesayangannya berdandan dan bersiap untuk pergi ke istana. Shangguan Mai langsung berlutut dan menggenggam tangan ibundanya dengan lembut, lalu menatapnya dengan sendu. Panglima cantik itu berusaha untuk menenangkan ibundanya yang sejak tadi menangis dan merengek padanya agar tidak pergi ke istana. "Aku hanya akan menikah bukan pergi berperang. Kenapa Ibunda harus khawatir seperti ini? Padahal selama ini Ibunda selalu melihatku pulang dengan tubuh penuh darah." Shangguan Mai memeluk ibundanya dengan erat sambil menghapus air matanya. "Kenapa hari ini Ibunda malah tidak yakin kalau aku akan baik-baik saja? Padahal aku tidak sedang menghadapi situasi yang serius seperti biasanya." Ucapan Shangguan Mai ini malah semakin membuat ibundanya menangis.
"Salam, Tuanku. Utusan istana sudah tiba untuk menjemput Tuan. Hamba harap Tuan cepat bersiap untuk pergi ke istana," ucap Jia Yue memberi hormat pada Pangeran kesembilan. "Ah, kenapa mereka harus datang secepat ini padahal aku masih ingin istirahat sebentar lagi," keluh Pangeran kesembilan yang sedang bersantai di atas pohon persik. "Jika nanti mereka datang untuk mencariku, katakan saja kalau aku sedang pergi bermain dan sulit untuk ditemukan," pinta Pangeran Xiao Zhi langsung membuat Jia Yue menatapnya dengan ragu. "Apa Tuanku ingin membatalkan pernikahan ini?" tanya Jia Yue dengan nada sedikit senang karena sebenarnya dia tidak terlalu suka jika tuannya menikah dengan Shangguan Mai. Dia masih khawatir jika Shangguan Mai akan menggangu rencana tuannya untuk mencari pembunuh Permaisuri. Dengan setengah malas, Pangeran kesembilan memetik buah persik yang tergantung di atas kepalanya lalu menggigitnya dengan perlahan. Getaran air dari buah persik itu segera merembes ke bibirny
Sudah setengah hari Shangguan Mai menunggu kedatangan Pangeran kesembilan, tetapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Entah, pangeran bodoh itu akan datang atau tidak hari ini, karena masalah ini, banyak orang yang mulai membicarakan Shangguan Mai. Kata mereka, nasib Shangguan Mai menjadi sial begini karena dia terlalu sombong dan sering menantang takdirnya sebagai wanita. Bahkan sebagian dari mereka mulai berani menghina dan menatapnya dengan penuh jijik karena sekarang Shangguan Mai hanyalah wanita biasa yang akan dikorbankan untuk mendampingi pangeran bodoh yang penyakitan. Jadi mereka merasa tidak perlu menghormati Shangguan Mai lagi sebagai gadis bangsawan karena hidupnya sekarang dianggap lebih rendah daripada seorang pelayan. Namun, Shangguan Mai tidak peduli dengan perkataan mereka dan tetap menunggu kedatangan Pangeran kesembilan karena sebenarnya dia bersedia untuk menikah dengan Pangeran kesembilan bukan semata-mata untuk membersihkan nama ayahandanya saj
Setelah pesta pernikahan yang cukup melelahkan dan penuh drama itu selesai, Shangguan Mai dan Pangeran kesembilan langsung diantar ke kamar pengantin untuk menikmati malam pertama bersama. Namun, dua pelayan yang mengantar ke sana langsung dibuat tertawa oleh tingkah laku Pangeran Xiao Zhi yang konyol.Pria bodoh itu segera melahap arak pengantin dalam satu tegukan. Kemudian ia dengan rakus memakan kacang yang tersebar di ranjang. Tindakan konyol dan memalukan ini tidak mencerminkan statusnya sebagai seorang pangeran yang terpandang, melainkan sebagai orang bodoh yang hanya dilahirkan di istana.Ah, malang sekali nasib Shangguan Mai ini harus menikahi orang bodoh seperti ini. Padahal dia adalah pahlawan yang paling ditakuti di perbatasan utara. Namun, setelah kembali ke ibukota malah mendapatkan kemalangan seperti ini.Dua pelayan yang menyaksikan hal itu merasa bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan Shangguan Mai tidaklah adil. Wanita luar biasa seperti dia seharusnya menikah dengan
Sesampainya di Paviliun Sedayu, Shangguan Mai dengan cepat melumpuhkan puluhan prajurit yang berjaga di sana. Bahkan wanita kasar itu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada Su Yan Li untuk membantunya. Jika tidak diingatkan oleh Su Yan Li, mungkin saja dia sudah menewaskan para prajurit itu karena dia sudah kehilangan kendali. Shangguan Mai lupa bahwa dia bukan sedang dalam pertempuran."Berhati-hatilah jangan sampai kamu membunuh mereka semua. Kalau tidak, kamu akan merepotkanku nanti," teriak Su Yan Li yang memperingatkan Shangguan Mai untuk tidak terlalu ganas pada mereka. "Diamlah, jangan mengangguku yang sedang bersenang-senang. Kalau tidak, aku akan melempar pisau ini ke arahmu lagi," ucap Shangguan Mai yang justru mengancam Su Yan Li dan tetap menyerang mereka dengan ganas agar cepat bisa masuk ke Paviliun Sedayu. Sementara Pangeran Xiao Zhi yang sudah masuk duluan ke Paviliun Sedayu untuk mencari surat yang ditinggalkan oleh Pangeran kedelapan sebelum kematiannya, seger
Setelah memastikan bahwa Su Yan Li berhasil membawa Kasim Du keluar dari istana, Shangguan Mai memutuskan untuk kembali ke Paviliun Baixiang. Dia berpura-pura tertidur agar Pangeran Xiao Zhi tidak curiga. Jika sebelumnya dia tidak berhasil membiusnya.Tindakan ini diambil oleh Shangguan Mai untuk dapat mengetahui latar belakang Pangeran Xiao Zhi yang menyembunyikan kecerdasannya. Dia yakin bahwa kematian Permaisuri tidak semudah seperti yang diketahui. Pasti ada alasan yang membuat seorang yang secerdas Pangeran Xiao Zhi harus bersembunyi seperti ini.Pangeran Xiao Zhi yang kembali ke kamar, mulai terlihat canggung karena bingung harus bereaksi bagaimana terhadap Shangguan Mai. Haruskah ia berpura-pura tidak mengetahui apa-apa? Jika sebelumnya upayanya untuk membiusnya tidak berhasil. Ataukah ia sebaiknya langsung menyerang, mengingat Shangguan Mai telah mengetahui kebohongannya. Ah, ini benar-benar membuatnya frustrasi karena wanita itu begitu sulit ditebak.Ketika Pangeran Xiao Zhi
"Ternyata waktu memang bisa mengubah karakter seseorang, tapi anehnya pelukanmu masih sama hangatnya seperti dulu," ucap Shangguan Mai sambil membalas pelukan Pangeran Xiao Zhi dengan hangat, meskipun sebenarnya dia masih agak gugup dan terkejut dengan tindakannya. "Apa maksudmu? Apakah dulu kita pernah bertemu?" tanya Pangeran Xiao Zhi yang perlahan melepaskan pelukannya karena kurang nyaman dengan sikap Shangguan Mai yang berubah menjadi sedikit agresif seperti wanita penggoda.Shangguan Mai yang melihat Pangeran Xiao Zhi menjadi canggung langsung tertawa kecil dan berniat untuk menggoda lagi. Wanita cantik itu langsung mempererat pelukan Pangeran Xiao Zhi yang hampir dilepaskannya. Dengan sengaja, dia menatapnya dengan penuh intensitas dan tersenyum manis. "Bisa dibilang seperti itu, jika tidak, mana mungkin aku mau menikah denganmu. Sayang sekali kamu tidak mengingat pertemuan awal kita. Padahal, dulu kamu pernah berjanji padaku," jawab Shangguan Mai yang semakin menggoda dan me
Ketika Shangguan Mai tiba di pengadilan, semua mata seketika tertuju padanya. Mereka menatap Shangguan Mai dengan tatapan tajam. Kehadiran wanita yang kasar ini di pengadilan hanyalah formalitas semata karena mereka telah mengatur hukuman untuknya. Mereka tidak berniat memberikan kesempatan pada Shangguan Mai untuk berbicara atau membela diri.Namun, Shangguan Mai tetaplah Shangguan Mai. Dia sama sekali tidak merasa takut karena inilah yang diinginkannya. Sebaliknya, dia merasa bingung dengan sikap sepupunya. Mengapa sepupunya menatapnya dengan penuh kebencian dan jijik? Seolah-olah dia adalah orang yang paling tidak layak untuk dilihat. Ah, sungguh konyol karena sebenarnya dialah yang tidak pantas untuk dilihat. Wanita yang bersedia menikahi pria tua demi kekayaan dan kekuasaan sama sekali tidak patut dihormati. Bagi Shangguan Mai, kekuasaan yang diperoleh dari pria hanyalah angin lalu.Dengan setengah malas, Shangguan Mai memberi hormat pada mereka. "Hamba memberi salam pada Selir A
Sementara itu, Zhaoyang dan Cui Xing melakukan perjalanan menuju Huanxi, melintasi pedesaan kecil dan sungai yang berkelok-kelok. Setelah perjalanan panjang dari Dacang, mereka akhirnya tiba di Desa Linhua, sebuah desa terpencil yang seakan-akan terputus dari dunia luar. Jarak ribuan kilometer memisahkan mereka dari Kota Jianghu. Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka terasa berat—Zhaoyang tetap membisu, meskipun Cui Xing beberapa kali mencoba membuka percakapan. Keheningan itu menegaskan jarak emosional di antara mereka.Sikap dingin Zhaoyang terasa hampir tak terjangkau, seolah-olah ia menarik diri ke dalam benteng pertahanan yang sulit dihancurkan. Cui Xing bisa merasakan ketegangan itu, tetapi tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pikirannya. Kekesalan Zhaoyang terhadap dirinya mungkin sudah cukup jelas. Dia tahu Zhaoyang tak pernah setuju dirinya ikut dalam misi ini. Baginya, perjalanan ke Huanxi penuh bahaya, dan Cui Xing mungkin hanyalah tambahan beban yang tidak p
Di Paviliun Mingyue Mudan, Selir Agung terbenam dalam keputusasaan. Wajahnya yang cantik tampak lesu, dan matanya penuh lingkaran hitam menandakan bahwa ia tidak tidur semalaman. Air matanya tak tertahankan. Jeritan putrinya, Shen Ling Long, mengisi setiap sudut ruangan, menggema seperti melodi duka yang tak kunjung berhenti. Aroma bunga peony layu dan obat-obatan menyelimuti udara, menciptakan suasana yang menyesakkan, sementara rasa sakitnya semakin menguat. Dalam pikirannya yang kacau, Selir Agung berharap bisa menggantikan penderitaan putrinya.Ketika suasana semakin mencekam, suara Kaisar tiba-tiba memecah keheningan. "Tenanglah, selirku. Aku telah menemukan tabib yang andal untuk putri kita," katanya, menggenggam tangan Selir Agung dengan lembut. Sentuhan hangatnya menciptakan ilusi harapan dalam kegelapan, meskipun ketegangan masih menyelimuti mereka. "Aku yakin Ling Long kita pasti bisa bangun," lanjutnya, tatapannya beralih ke Wu Yan yang berdiri dengan tenang di sampingnya.
Kondisi di Huanxi kini terasa seperti medan pertempuran sunyi, bukan dengan senjata tajam, melainkan dengan pikiran dan ketegangan yang tak nampak. Setiap tabib yang melangkah maju untuk mencoba mengobati Putri Ling Long menghadapi ujian yang lebih dari sekadar keahlian—nyawa mereka dipertaruhkan. Di sekitar istana, angin dingin semakin berdesir, membawa serpihan salju yang menari di udara, namun tak mampu menyelimuti suasana mengerikan. Aroma herba yang tajam dan asap dupa samar-samar menyusup ke udara, bercampur dengan bau darah segar dari mereka yang dihukum. Puluhan tabib telah gagal. Wu Yan tetap berdiri diam di tengah aula istana yang beku, tubuhnya tegak meski kaki lainnya gemetar. Ia menyaksikan tangan-tangan yang dulu piawai meracik ramuan kini tergeletak di tanah, beku oleh salju dan kehilangan fungsi. Rasa takut dan panik merambat dalam kerumunan, tetapi Wu Yan tetap tenang. Dia menutup matanya, membiarkan hawa dingin merambat di kulit wajahnya, salju yang lembut menyentu
Keesokan paginya, ibukota Huanxi diselimuti musim dingin yang menggigit. Langit kelabu menekan rendah di atas kota, seakan-akan mendekatkan berat musim dingin kepada setiap orang di bawahnya. Udara dingin yang begitu tajam seakan menampar wajah siapa saja yang berani keluar. Setiap napas yang dihembuskan berubah menjadi kabut tipis yang melayang sejenak sebelum hilang di udara beku. Butiran salju turun perlahan, tapi pasti, menumpuk seperti selimut putih tebal di jalanan ibukota yang kasar, berderit di bawah kaki para pejalan kaki yang terburu-buru.Sisa-sisa perayaan beberapa hari lalu terlihat suram. Lentera-lentera merah yang dulu menyala terang kini tergantung lemas di rumah-rumah warga, terbungkus salju dan angin, cahayanya padam. Jejak-jejak dekorasi dan kertas perayaan yang tersisa terkubur di bawah lapisan salju, mengaburkan kenangan kegembiraan yang kini terasa seperti kenangan jauh yang dingin. Di pasar raya yang biasanya ramai, derit roda gerobak yang ditarik pelan terdenga
Dua hari kemudian, di Kerajaan Huanxi... Di dalam Istana Jinhe, Kaisar Shengzong duduk terpaku di kursinya, terjebak dalam kenangan pahit yang menyelimuti ruangan dalam kabut kelabu. Lampu-lampu lentera bergetar lembut, memantulkan cahaya samar yang menari di dinding batu marmer putih. Aroma dupa cendana yang terbakar bercampur dengan wewangian bunga kering, menghidupkan kembali memori akan cinta yang telah hilang. Di hadapannya, sebuah lukisan besar menggantung, memancarkan kesedihan yang mendalam—potret Wei Yong Luo, wanita yang ia anugerahi gelar Rengsheng karena telah menerangi relung hatinya dengan kelembutan dan cinta. Kecantikannya benar-benar abadi dalam warna-warna lembut, seolah senyum manisnya masih dapat terasa meski ia telah lama pergi. Kaisar memejamkan mata sejenak, membiarkan bayangan suara lembut Ratu Rengsheng berbisik di telinganya, seolah menenangkan jiwanya yang resah. Namun, angan-angan itu segera sirna, tergantikan oleh dentingan keras arak saat gelas yang ia
Sementara di tempat yang jauh, Yu Wen terhuyung, setiap langkahnya terasa berat. Telinganya berdengung, ribuan jeritan terus bergaung. Melodi seruling Zhaoyang masih merasuki, siap menelan kesadarannya. Racun menggerogoti tubuhnya, menimbulkan rasa sakit tajam di perut dan bahunya. Setiap detik terasa seperti belati, menusuk lebih dalam. Luka yang menganga, bekas belati Cui Xing, berdetak seirama dengan denyut nadi yang semakin lemah. Dengan napas yang tersengal, Yu Wen terjatuh di atas ranjang, punggungnya terasa dingin, seolah kasur yang seharusnya memberi kenyamanan malah menjadi batu dingin yang menusuk tulang-tulangnya.Cahaya rembulan menembus jendela jeruji Paviliun Fengyu, menorehkan garis perak di lantai yang gelap. Sinarnya begitu redup, terasa dingin dan jauh, seakan hanya menambah kekosongan hatinya. Di dalam ruang sunyi itu, hanya desahan napasnya yang terdengar, begitu berat dan terputus-putus. Hatinya tercekam oleh ketakutan yang merayap, dingin seperti es yang menembu
Di bawah cahaya rembulan yang semakin meredup, bayang-bayang gelap menyelimuti reruntuhan Kota Dacang. Udara malam terasa tebal, Cui Xing memangku tubuh Zhaoyang, tangannya gemetar tiap kali ia membenarkan posisinya, hatinya dipenuhi oleh kecemasan. Ia terus mengisap dan mengeluarkan racun dari punggung Zhaoyang, merasakan rasa asam dan pahit yang menusuk di tenggorokannya, seolah ludah beracun yang membara. Cui Xing terjebak dalam ketegangan yang menakutkan. Setiap kali ia mengisap racun dari tubuh Zhaoyang, waktu seolah terhenti, namun pikirannya melesat cepat. “Apa yang akan kulakukan jika aku gagal?” Sebuah suara kecil berbisik dalam hatinya, merayap ke dalam jiwanya. “Apa aku sanggup untuk melihatmu tiada?” Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan napasnya semakin cepat. Perasaan takut yang mencekam mengalahkan keteguhan hatinya. Cui Xing tahu saat-saat terakhir itu semakin mendekat—racun yang diserapnya kini menggerogoti tubuhnya, seperti ular berbisa yang menyusup ke dalam
"Berhenti menyesalinya, Paman. Wanita itu memang pantas mati," ucap Shen Ying dengan dingin, tatapan matanya yang tajam tak beranjak dari kepala Bibi Ling yang tergeletak di lantai batu yang basah oleh darah.Bau anyir darah memenuhi udara, bercampur dengan aroma lembap penjara bawah tanah Paviliun Bayangan. Kepala Bibi Ling yang tergolek itu tampak mengerikan, dengan mata yang masih terbuka lebar, seolah kematian datang terlalu cepat sebelum ia sempat merasakan penderitaan yang seutuhnya. Mu Qing Cheng duduk di sampingnya, tangan yang menggenggam pedang masih sedikit gemetar, meskipun darah di bilah pedangnya sudah mulai mengering. Cahaya obor yang temaram memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding, menciptakan ilusi bayang-bayang gelap yang terus bergetar. Tatapan Mu Qing Cheng gelisah, menyadari bahwa perkataan Wu Yan mungkin benar, dengan kematian Bibi Ling, mereka mungkin telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi lebih banyak.Shen Ying melangkah maju, merasakan
Di saat yang sama, di sudut lain dunia, Shen Ying berdiri di bawah bayangan penjara bawah tanah Paviliun Bayangan yang suram. Udara di sekelilingnya terasa tebal, dipenuhi kelembaban dari dinding-dinding lembab yang mulai ditumbuhi lumut. Sorotan matanya masih sama seperti biasanya; dingin dan hampa, namun gejolak hatinya berbeda. Shen Ying mulai merasakan kebencian yang mendalam, meski ia tak tahu perasaan pahit apa yang telah muncul dalam hatinya sekarang. Di hadapannya, pelayan tua yang dulu melayani ibunya gemetar, kulitnya yang keriput seakan semakin pucat di bawah tekanan tangan dingin Shen Ying. Aroma pil kejujuran yang ia genggam memenuhi udara, bercampur dengan aroma debu dan kesedihan yang sudah lama menetap di tempat itu.Shen Ying menggenggam rahang wanita tua itu dengan kasar, suaranya dingin namun penuh amarah yang tertahan, "Kau akan bicara, entah kau mau atau tidak." Napasnya terasa panas di udara yang lembap, dan gemetar di tangannya terasa jelas, bukan karena kera