Setelah pesta pernikahan yang cukup melelahkan dan penuh drama itu selesai, Shangguan Mai dan Pangeran kesembilan langsung diantar ke kamar pengantin untuk menikmati malam pertama bersama. Namun, dua pelayan yang mengantar ke sana langsung dibuat tertawa oleh tingkah laku Pangeran Xiao Zhi yang konyol.
Pria bodoh itu segera melahap arak pengantin dalam satu tegukan. Kemudian ia dengan rakus memakan kacang yang tersebar di ranjang. Tindakan konyol dan memalukan ini tidak mencerminkan statusnya sebagai seorang pangeran yang terpandang, melainkan sebagai orang bodoh yang hanya dilahirkan di istana. Ah, malang sekali nasib Shangguan Mai ini harus menikahi orang bodoh seperti ini. Padahal dia adalah pahlawan yang paling ditakuti di perbatasan utara. Namun, setelah kembali ke ibukota malah mendapatkan kemalangan seperti ini. Dua pelayan yang menyaksikan hal itu merasa bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan Shangguan Mai tidaklah adil. Wanita luar biasa seperti dia seharusnya menikah dengan seorang pria yang setara. Mereka sungguh merasa simpati terhadap Shangguan Mai. Setelah melalap arak pengantin dalam satu tegukan dan menyantap banyak kacang, Pangeran Xiao Zhi segera terlelap di atas ranjang. Shangguan Mai yang melihat itu langsung tersenyum kecil dan merapikan tempat tidurnya sambil menyelimutinya dengan lembut. "Pergilah dari sini! Aku akan mengurus suamiku sendiri," ucap Shangguan Mai pada kedua pelayan itu dengan lembut. "Baik, Nona," jawab mereka dengan serempak sambil meninggalkan Paviliun Baixiang. Setelah kedua pelayan itu pergi, Shangguan Mai segera memeriksa tubuh Pangeran Xiao Zhi untuk memastikan kebenaran rumor tentang usianya yang pendek. Saat Shangguan Mai memeriksa suhu dan denyut nadinya, dia langsung terkejut dan setengah tidak percaya melihat bahwa denyut nadi Pangeran kesembilan sangat lemah dan tidak beraturan. Bahkan suhu tubuhnya fluktuatif, kadang terasa dingin dan kadang terasa panas. Hal ini menunjukkan bahwa dia memang dalam keadaan sakit dan memiliki usia yang pendek. Meskipun sulit dipercaya, itulah kenyataannya jika Pangeran Xiao Zhi memang memiliki usia yang pendek. "Sebenarnya apa yang sudah terjadi di masa lalu? Kenapa kamu berubah seperti ini?" gumam Shangguan Mai yang masih bisa didengar oleh Pangeran Xiao Zhi yang berpura-pura mabuk. Shangguan Mai yang hendak beristirahat tiba-tiba terkejut saat Pangeran Xiao Zhi yang tiba-tiba terbangun dan memeluknya erat. Pria itu terlihat masih dalam keadaan mabuk dan tampaknya hendak muntah di pundak Shangguan Mai.Pangeran kesembilan sekali lagi ingin menguji kesabaran Shangguan Mai karena masih ragu bahwa istrinya bisa bersikap lembut padanya. "Ada apa, suamiku? Apa tubuhmu terasa tidak enak? Atau kamu ingin muntah? Jika iya, muntahkan saja," suruh Shangguan Mai membuat Pangeran Xiao Zhi setengah tidak menyangka jika istrinya akan berkata seperti itu padanya. Ah, mengapa dia sama sekali tidak bisa memahami wanita ini? Namun, tanpa disadari oleh Shangguan Mai, Pangeran Xiao Zhi sudah menaruh serbuk bius di tubuhnya untuk membuatnya tertidur. Setelah mencium serbuk bius itu, secara tidak sadar Shangguan Mai perlahan tertidur. Saat tubuhnya hampir terjatuh ke lantai, Pangeran Xiao Zhi langsung menangkapnya dengan cepat dan meletakkannya di ranjang. "Bagaimana bisa wanita bodoh dan polos sepertimu menjadi panglima dan memimpin ratusan prajurit di medan perang? Apakah kamu benar-benar orangnya?" gumam Pangeran Xiao Zhi sambil membenarkan rambut Shangguan Mai yang menutupi wajahnya. Setelah memastikan Shangguan Mai benar-benar tertidur, Pangeran Xiao Zhi langsung meninggalkan Paviliun Baixiang. Untuk menemui Jia Yue yang sudah menunggunya di luar sejak tadi. "Salam, Tuanku," ucap Jia Yue sambil berlutut dan memberi salam pada Pangeran Xiao Zhi. "Hamba sudah memeriksa semua tempat yang ada di istana ini dan menemukan bahwa penjagaan di istana ini sangat ketat dan rumit. Setiap pojok dan ruangan di tempat ini dijaga oleh prajurit andal secara bergiliran. Jadi cukup sulit untuk kita menerobos masuk ke sana," terang Jia Yue dengan menatap Pangeran Xiao Zhi dengan ragu. "Apakah Tuan masih ingin beraksi malam ini?" "Tentu saja, apakah kamu merasa takut dengan anjing-anjing istana itu, Jia Yue?" tanya Pangeran Xiao Zhi balik. "Tentu saja tidak, tapi hamba takut...." Perkataan Jia Yue langsung dipotong kasar oleh Pangeran Xiao Zhi. "Kalau begitu, mengapa kamu masih ragu? Apakah kamu masih takut jika wanita itu akan mengacaukannya? Ah, tenang saja, wanita itu sebenarnya tidak seperti bayanganmu. Dia memang sangat merepotkan, tapi bukan apa-apa," ucap Pangeran Xiao Zhi sambil memakai topeng lalu melompat ke atap istana dan meninggalkan Jia Yue yang masih berlutut. Sementara Shangguan Mai yang dikira tertidur oleh Pangeran Xiao Zhi. Sebenarnya tidak benar-benar tertidur karena trik seperti itu sudah sering dia hadapi saat berada di perbatasan utara. Baginya trik yang dilakukan oleh Pangeran Xiao Zhi ini sangat kuno dan bodoh. Ah, bagaimana bisa dia menggunakan trik kecil seperti ini untuk melumpuhkannya. Dia benar-benar bodoh dalam artian yang sebenarnya. Shangguan Mai menjadi penasaran dengan identitas suaminya yang menurutnya misterius. Dia mulai merenung, sebenarnya apa yang telah terjadi pada Pangeran Xiao Zhi di masa lalu? Mengapa dia harus berpura-pura bodoh dan menipu Kaisar? Apakah karena dia memiliki usia yang pendek? Jadi dia ingin melindungi dirinya dari pertarungan dan perebutan takhta yang menegangkan. Entahlah, dia masih merasa kebingungan dan tidak mengetahui harus berbuat apa terhadap penolongnya ini. Pangeran Xiao Zhi bukanlah bocah pintar yang dia kenal dulu. Shangguan Mai masih tenggelam dalam lamunan pribadinya. Tanpa diduga, ia disergap oleh kehadiran Su Yan Li yang datang seperti seorang pencuri.Pria itu menerobos masuk lewat jendela kamar dan langsung melompat tanpa aba-aba. Spontan Shangguan Mai langsung melempar pisau ke arahnya. Andai saja Su Yan Li tidak gesit menghindar pasti kepalanya sudah terpotong. "Apa kamu mau membunuhku, hah?" gertak Su Yan Li mengelus pipinya yang tergores pisau. Shangguan Mai langsung menatapnya dengan tajam. "Salah sendiri kamu mengejutkanku seperti itu. Kamu tahu sendiri kalau tingkat kewaspadaanku ini sangat tinggi. Apalagi tadi aku sedang melamun," ucap Shangguan Mai yang mencoba membela diri membuat Su Yan Li menatapnya dengan kesal. "Ah, kamu ini selalu saja begitu. Padahal sudah jelas-jelas kamu ingin membunuhku, tapi masih saja mengelak," ketus Su Yan Li sambil menyandarkan tubuh gagahnya di pintu. "Berhentilah bersikap seolah-olah aku ini sangat jahat padamu, padahal kamu sendiri juga sangat jahat padaku," balas Shangguan Mai dengan tersenyum miring. "Jadi, apa kamu sudah menyelidiki keadaan istana ini?" tanya Shangguan Mai yang langsung membahas tujuan dan alasan mengapa Su Yan Li menghampirinya dan menghentikan basa-basi mereka. "Sudah, aku baru mengetahui bahwa ternyata istana ini memiliki penjagaan yang cukup ketat. Kita akan kesulitan untuk menerobos ke Paviliun Sedayu. Apa kamu yakin ingin tetap menerobos ke sana malam ini?" tanya Su Yan Li membuat Shangguan Mai langsung tertawa. "Kamu ini sedang bertanya pada siapa. Apa kamu pikir aku akan takut dengan anjing-anjing istana? Sekalipun mereka menggigitku malam ini aku akan tetap mengacak-acak Paviliun Sedayu," ucap Shangguan Mai dengan penuh kesombongan sambil memakai cadar dan bersiap untuk membuat kekacauan di Paviliun Sedayu. Namun, Su Yan Li yang tidak melihat Pangeran Xiao Zhi ada di kamar langsung menanyakan keberadaannya karena takut jika pria bodoh itu sudah dibunuh oleh Shangguan Mai. "Eh, tunggu, di mana suami bodohmu? Kenapa aku tidak melihatnya ada di sini?" "Entahlah, aku tidak tahu. Dia sudah tidak ada di sini setelah aku masuk kamar. Ah, kenapa kamu menanyakan sesuatu yang tidak penting seperti ini padaku?" Shangguan Mai berusaha menutupi dan melindungi identitas Pangeran Xiao Zhi yang masih misterius baginya. Dia tidak mau memberitahu Su Yan Li bahwa Pangeran Xiao Zhi secara sengaja berpura-pura bodoh. Shangguan Mai hanya takut jika Su Yan Li akan bereaksi terlalu berlebihan terhadap suaminya jika mengetahui kebenarannya. Dia yakin bahwa Pangeran Xiao Zhi memiliki motif tersendiri untuk bertindak demikian dan menyembunyikannya darinya karena bagaimanapun, dia masih merupakan orang asing baginya. "Aku hanya takut kalau kamu melakukan sesuatu yang buruk padanya karena kamu pasti tidak bisa menahan emosi," ucap Su Yan Li sambil mengimbangi qing gong Shangguan Mai yang cepat. Mereka keluar dari Paviliun Baixiang dengan sangat cepat. Shangguan Mai langsung tertawa kecil lalu menatapnya dengan lekat. "Apa kamu pikir aku akan sejahat itu pada orang lemah? Ah, kamu ini sungguh tega berpikir seperti itu padaku," ucap Shangguan Mai tentu saja membuat Su Yan Li ikut tertawa karena Shangguan Mai memang wanita yang sangat kasar dan tidak bisa bersikap lembut pada orang lain. ***Sesampainya di Paviliun Sedayu, Shangguan Mai dengan cepat melumpuhkan puluhan prajurit yang berjaga di sana. Bahkan wanita kasar itu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada Su Yan Li untuk membantunya. Jika tidak diingatkan oleh Su Yan Li, mungkin saja dia sudah menewaskan para prajurit itu karena dia sudah kehilangan kendali. Shangguan Mai lupa bahwa dia bukan sedang dalam pertempuran."Berhati-hatilah jangan sampai kamu membunuh mereka semua. Kalau tidak, kamu akan merepotkanku nanti," teriak Su Yan Li yang memperingatkan Shangguan Mai untuk tidak terlalu ganas pada mereka. "Diamlah, jangan mengangguku yang sedang bersenang-senang. Kalau tidak, aku akan melempar pisau ini ke arahmu lagi," ucap Shangguan Mai yang justru mengancam Su Yan Li dan tetap menyerang mereka dengan ganas agar cepat bisa masuk ke Paviliun Sedayu. Sementara Pangeran Xiao Zhi yang sudah masuk duluan ke Paviliun Sedayu untuk mencari surat yang ditinggalkan oleh Pangeran kedelapan sebelum kematiannya, seger
Setelah memastikan bahwa Su Yan Li berhasil membawa Kasim Du keluar dari istana, Shangguan Mai memutuskan untuk kembali ke Paviliun Baixiang. Dia berpura-pura tertidur agar Pangeran Xiao Zhi tidak curiga. Jika sebelumnya dia tidak berhasil membiusnya.Tindakan ini diambil oleh Shangguan Mai untuk dapat mengetahui latar belakang Pangeran Xiao Zhi yang menyembunyikan kecerdasannya. Dia yakin bahwa kematian Permaisuri tidak semudah seperti yang diketahui. Pasti ada alasan yang membuat seorang yang secerdas Pangeran Xiao Zhi harus bersembunyi seperti ini.Pangeran Xiao Zhi yang kembali ke kamar, mulai terlihat canggung karena bingung harus bereaksi bagaimana terhadap Shangguan Mai. Haruskah ia berpura-pura tidak mengetahui apa-apa? Jika sebelumnya upayanya untuk membiusnya tidak berhasil. Ataukah ia sebaiknya langsung menyerang, mengingat Shangguan Mai telah mengetahui kebohongannya. Ah, ini benar-benar membuatnya frustrasi karena wanita itu begitu sulit ditebak.Ketika Pangeran Xiao Zhi
"Ternyata waktu memang bisa mengubah karakter seseorang, tapi anehnya pelukanmu masih sama hangatnya seperti dulu," ucap Shangguan Mai sambil membalas pelukan Pangeran Xiao Zhi dengan hangat, meskipun sebenarnya dia masih agak gugup dan terkejut dengan tindakannya. "Apa maksudmu? Apakah dulu kita pernah bertemu?" tanya Pangeran Xiao Zhi yang perlahan melepaskan pelukannya karena kurang nyaman dengan sikap Shangguan Mai yang berubah menjadi sedikit agresif seperti wanita penggoda.Shangguan Mai yang melihat Pangeran Xiao Zhi menjadi canggung langsung tertawa kecil dan berniat untuk menggoda lagi. Wanita cantik itu langsung mempererat pelukan Pangeran Xiao Zhi yang hampir dilepaskannya. Dengan sengaja, dia menatapnya dengan penuh intensitas dan tersenyum manis. "Bisa dibilang seperti itu, jika tidak, mana mungkin aku mau menikah denganmu. Sayang sekali kamu tidak mengingat pertemuan awal kita. Padahal, dulu kamu pernah berjanji padaku," jawab Shangguan Mai yang semakin menggoda dan me
Ketika Shangguan Mai tiba di pengadilan, semua mata seketika tertuju padanya. Mereka menatap Shangguan Mai dengan tatapan tajam. Kehadiran wanita yang kasar ini di pengadilan hanyalah formalitas semata karena mereka telah mengatur hukuman untuknya. Mereka tidak berniat memberikan kesempatan pada Shangguan Mai untuk berbicara atau membela diri.Namun, Shangguan Mai tetaplah Shangguan Mai. Dia sama sekali tidak merasa takut karena inilah yang diinginkannya. Sebaliknya, dia merasa bingung dengan sikap sepupunya. Mengapa sepupunya menatapnya dengan penuh kebencian dan jijik? Seolah-olah dia adalah orang yang paling tidak layak untuk dilihat. Ah, sungguh konyol karena sebenarnya dialah yang tidak pantas untuk dilihat. Wanita yang bersedia menikahi pria tua demi kekayaan dan kekuasaan sama sekali tidak patut dihormati. Bagi Shangguan Mai, kekuasaan yang diperoleh dari pria hanyalah angin lalu.Dengan setengah malas, Shangguan Mai memberi hormat pada mereka. "Hamba memberi salam pada Selir A
Ketika Shangguan Mai kembali ke kamarnya, ia langsung diserang secara tak terduga oleh Pangeran Xiao Zhi. Serangantiba-tiba tersebut membuatnya terjatuh karena ia tak pernah menduga bahwa Pangeran Xiao Zhi akan menyerangnya sekali lagi. Kali ini, ia sama sekali tidak memiliki kesiapanuntukmenghindari serangan tersebut. Jadi ia terpaksa menyerang balik demi bertahan. Shangguan Mai yang terjatuh terpaksa menyerang Pangeran Xiao Zhi dengan posisi setengah tertidur. Dia hanya bisa menggunakan satu tangan karena tangan yang satunya digunakan untuk menopang tubuhnya. Sementara Pangeran menyerangnya dari atas dan menahan tubuhnya dengan ilmu ringan tubuhnya yang luar biasa. Mereka saling mengeluarkan jurus dan trik untuk menyerang satu sama lain. Meskipun pertarungan ini terlihat tidak imbang karena posisi Shangguan Mai yang tidak menguntungkan. Namun, pertarungan ini sungguh menakjubkan karena dilakukan oleh dua master bela diri. Entah, siapa yang akan menang. Mereka sama-sama hebat u
Pangeran Xiao Zhi yang tidak suka belajar ilmu bela diri memilih untuk kabur dari istana dan bersembunyi di Hutan Qingshan yang sering digunakan untuk berburu Kaisar. Hutan berburu itu adalah tempat persembunyian Pangeran Xiao Zhi untuk belajar dan menghafal semua pelajaran yang diberikan Guru Agung padanya. Di sanalah dia bisa menenangkan diri dan bersantai tanpa ada orang yang mengganggunya. Namun, saat Pangeran Xiao Zhi sedang menikmati membaca antologi puisi serta beberapa karya hukum yang berkaitan dengan Kerajaan Liang, tiba-tiba terdengar suara tangisan dari dalam sumur. Ia menebak jika suara tangisan itu berasal dari hantu perawan yang kerap menjadi pembicaraan di kalangan pelayan istana. Jadi dia memilih untuk mengabaikannya dan tetap bersantai di bawah pohon plum.Pangeran Xiao Zhi meyakini bahwa suara yang terdengar bukanlah tangisan hantu perawan yang tidak berhasil menikah, melainkan ulah seseorang yang berniat untuk menakut-nakuti orang lain. Kemungkinan orang itu tidak
"Lapor Yang Mulia, Selir Agung ingin bertemu dengan Yang Mulia sekarang," ucap Kasim Agung sambil memberikan hormat dan salam pada Kaisar. "Katakan padanya jika hari ini aku tidak ingin bertemu dengan siapapun," titah Kaisar yang sedang bermain catur sendirian. "Tapi Selir Agung ingin.... " Perkataan Kasim Agung langsung dipotong dengan kasar oleh Kaisar. Kaisar yang semula tidak menatapnya langsung menatapnya dengan tajam dan kasar. "Bukankah aku sudah mengatakannya bahwa aku tidak ingin bertemu dengan siapapun sekarang? Jadi kenapa kamu masih saja memaksaku untuk bertemu dengan Selir Agung? Apa kamu ingin dihukum, hah?" bentak Kaisar yang bangkit dari kursinya dan menghampiri Kasim Agung yang tertunduk dengan badan gemetar. Kasim Agung langsung bersujud. "Maafkan kelancangan hamba, Yang Mulia. Hamba akan memberitahu Selir Agung jika Yang Mulia sudah tidur," ucap Kasim Agung yang kembali memberikan hormat dan salam kepada Kaisar, kemudian meninggalkan kamar Kaisar dengan langkah
"Aku memberikan dukungan kepada kalian bukan untuk mendapatkan kegagalan, tapi untuk mendapatkan kemenangan. Andai aku tahu jika putrimu itu tidak berguna, aku tidak akan membantunya untuk menjadi selir istana. Ah, kalian benar-benar telah mengecewakanku," ucap Putri Xiao Fang Fei sambil menatap tajam Shen Mu Chen yang setengah berlutut padanya. Meskipun Shen Mu Chen memiliki status sebagai pangeran dari Kerajaan Huanxi, namun di hadapan Putri Xiao Fang Fei, ia hanya dianggap sebagai budak karena kekayaan dan status tinggi yang ia dapatkan sekarang berasal dari sang putri. Putri Xiao Fang Fei adalah putri sulung Kaisar yang keberadaannyaseakan terlupakan. Meskipun kontribusi dan pencapaiannya di Kerajaan Liang sangat mengagumkan, namun ia tak pernah dihargai atau diakui oleh sang Kaisar. Bahkan ketika ia dijadikan sandera oleh Kerajaan Huanxi pada usia lima tahun, sang Kaisar menolak untuk menyelamatkannya dan enggan memulai perang. Sebaliknya, ia lebih memilih untuk mencapai kesepa
Sementara itu, Zhaoyang dan Cui Xing melakukan perjalanan menuju Huanxi, melintasi pedesaan kecil dan sungai yang berkelok-kelok. Setelah perjalanan panjang dari Dacang, mereka akhirnya tiba di Desa Linhua, sebuah desa terpencil yang seakan-akan terputus dari dunia luar. Jarak ribuan kilometer memisahkan mereka dari Kota Jianghu. Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka terasa berat—Zhaoyang tetap membisu, meskipun Cui Xing beberapa kali mencoba membuka percakapan. Keheningan itu menegaskan jarak emosional di antara mereka.Sikap dingin Zhaoyang terasa hampir tak terjangkau, seolah-olah ia menarik diri ke dalam benteng pertahanan yang sulit dihancurkan. Cui Xing bisa merasakan ketegangan itu, tetapi tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pikirannya. Kekesalan Zhaoyang terhadap dirinya mungkin sudah cukup jelas. Dia tahu Zhaoyang tak pernah setuju dirinya ikut dalam misi ini. Baginya, perjalanan ke Huanxi penuh bahaya, dan Cui Xing mungkin hanyalah tambahan beban yang tidak p
Di Paviliun Mingyue Mudan, Selir Agung terbenam dalam keputusasaan. Wajahnya yang cantik tampak lesu, dan matanya penuh lingkaran hitam menandakan bahwa ia tidak tidur semalaman. Air matanya tak tertahankan. Jeritan putrinya, Shen Ling Long, mengisi setiap sudut ruangan, menggema seperti melodi duka yang tak kunjung berhenti. Aroma bunga peony layu dan obat-obatan menyelimuti udara, menciptakan suasana yang menyesakkan, sementara rasa sakitnya semakin menguat. Dalam pikirannya yang kacau, Selir Agung berharap bisa menggantikan penderitaan putrinya.Ketika suasana semakin mencekam, suara Kaisar tiba-tiba memecah keheningan. "Tenanglah, selirku. Aku telah menemukan tabib yang andal untuk putri kita," katanya, menggenggam tangan Selir Agung dengan lembut. Sentuhan hangatnya menciptakan ilusi harapan dalam kegelapan, meskipun ketegangan masih menyelimuti mereka. "Aku yakin Ling Long kita pasti bisa bangun," lanjutnya, tatapannya beralih ke Wu Yan yang berdiri dengan tenang di sampingnya.
Kondisi di Huanxi kini terasa seperti medan pertempuran sunyi, bukan dengan senjata tajam, melainkan dengan pikiran dan ketegangan yang tak nampak. Setiap tabib yang melangkah maju untuk mencoba mengobati Putri Ling Long menghadapi ujian yang lebih dari sekadar keahlian—nyawa mereka dipertaruhkan. Di sekitar istana, angin dingin semakin berdesir, membawa serpihan salju yang menari di udara, namun tak mampu menyelimuti suasana mengerikan. Aroma herba yang tajam dan asap dupa samar-samar menyusup ke udara, bercampur dengan bau darah segar dari mereka yang dihukum. Puluhan tabib telah gagal. Wu Yan tetap berdiri diam di tengah aula istana yang beku, tubuhnya tegak meski kaki lainnya gemetar. Ia menyaksikan tangan-tangan yang dulu piawai meracik ramuan kini tergeletak di tanah, beku oleh salju dan kehilangan fungsi. Rasa takut dan panik merambat dalam kerumunan, tetapi Wu Yan tetap tenang. Dia menutup matanya, membiarkan hawa dingin merambat di kulit wajahnya, salju yang lembut menyentu
Keesokan paginya, ibukota Huanxi diselimuti musim dingin yang menggigit. Langit kelabu menekan rendah di atas kota, seakan-akan mendekatkan berat musim dingin kepada setiap orang di bawahnya. Udara dingin yang begitu tajam seakan menampar wajah siapa saja yang berani keluar. Setiap napas yang dihembuskan berubah menjadi kabut tipis yang melayang sejenak sebelum hilang di udara beku. Butiran salju turun perlahan, tapi pasti, menumpuk seperti selimut putih tebal di jalanan ibukota yang kasar, berderit di bawah kaki para pejalan kaki yang terburu-buru.Sisa-sisa perayaan beberapa hari lalu terlihat suram. Lentera-lentera merah yang dulu menyala terang kini tergantung lemas di rumah-rumah warga, terbungkus salju dan angin, cahayanya padam. Jejak-jejak dekorasi dan kertas perayaan yang tersisa terkubur di bawah lapisan salju, mengaburkan kenangan kegembiraan yang kini terasa seperti kenangan jauh yang dingin. Di pasar raya yang biasanya ramai, derit roda gerobak yang ditarik pelan terdenga
Dua hari kemudian, di Kerajaan Huanxi... Di dalam Istana Jinhe, Kaisar Shengzong duduk terpaku di kursinya, terjebak dalam kenangan pahit yang menyelimuti ruangan dalam kabut kelabu. Lampu-lampu lentera bergetar lembut, memantulkan cahaya samar yang menari di dinding batu marmer putih. Aroma dupa cendana yang terbakar bercampur dengan wewangian bunga kering, menghidupkan kembali memori akan cinta yang telah hilang. Di hadapannya, sebuah lukisan besar menggantung, memancarkan kesedihan yang mendalam—potret Wei Yong Luo, wanita yang ia anugerahi gelar Rengsheng karena telah menerangi relung hatinya dengan kelembutan dan cinta. Kecantikannya benar-benar abadi dalam warna-warna lembut, seolah senyum manisnya masih dapat terasa meski ia telah lama pergi. Kaisar memejamkan mata sejenak, membiarkan bayangan suara lembut Ratu Rengsheng berbisik di telinganya, seolah menenangkan jiwanya yang resah. Namun, angan-angan itu segera sirna, tergantikan oleh dentingan keras arak saat gelas yang ia
Sementara di tempat yang jauh, Yu Wen terhuyung, setiap langkahnya terasa berat. Telinganya berdengung, ribuan jeritan terus bergaung. Melodi seruling Zhaoyang masih merasuki, siap menelan kesadarannya. Racun menggerogoti tubuhnya, menimbulkan rasa sakit tajam di perut dan bahunya. Setiap detik terasa seperti belati, menusuk lebih dalam. Luka yang menganga, bekas belati Cui Xing, berdetak seirama dengan denyut nadi yang semakin lemah. Dengan napas yang tersengal, Yu Wen terjatuh di atas ranjang, punggungnya terasa dingin, seolah kasur yang seharusnya memberi kenyamanan malah menjadi batu dingin yang menusuk tulang-tulangnya.Cahaya rembulan menembus jendela jeruji Paviliun Fengyu, menorehkan garis perak di lantai yang gelap. Sinarnya begitu redup, terasa dingin dan jauh, seakan hanya menambah kekosongan hatinya. Di dalam ruang sunyi itu, hanya desahan napasnya yang terdengar, begitu berat dan terputus-putus. Hatinya tercekam oleh ketakutan yang merayap, dingin seperti es yang menembu
Di bawah cahaya rembulan yang semakin meredup, bayang-bayang gelap menyelimuti reruntuhan Kota Dacang. Udara malam terasa tebal, Cui Xing memangku tubuh Zhaoyang, tangannya gemetar tiap kali ia membenarkan posisinya, hatinya dipenuhi oleh kecemasan. Ia terus mengisap dan mengeluarkan racun dari punggung Zhaoyang, merasakan rasa asam dan pahit yang menusuk di tenggorokannya, seolah ludah beracun yang membara. Cui Xing terjebak dalam ketegangan yang menakutkan. Setiap kali ia mengisap racun dari tubuh Zhaoyang, waktu seolah terhenti, namun pikirannya melesat cepat. “Apa yang akan kulakukan jika aku gagal?” Sebuah suara kecil berbisik dalam hatinya, merayap ke dalam jiwanya. “Apa aku sanggup untuk melihatmu tiada?” Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan napasnya semakin cepat. Perasaan takut yang mencekam mengalahkan keteguhan hatinya. Cui Xing tahu saat-saat terakhir itu semakin mendekat—racun yang diserapnya kini menggerogoti tubuhnya, seperti ular berbisa yang menyusup ke dalam
"Berhenti menyesalinya, Paman. Wanita itu memang pantas mati," ucap Shen Ying dengan dingin, tatapan matanya yang tajam tak beranjak dari kepala Bibi Ling yang tergeletak di lantai batu yang basah oleh darah.Bau anyir darah memenuhi udara, bercampur dengan aroma lembap penjara bawah tanah Paviliun Bayangan. Kepala Bibi Ling yang tergolek itu tampak mengerikan, dengan mata yang masih terbuka lebar, seolah kematian datang terlalu cepat sebelum ia sempat merasakan penderitaan yang seutuhnya. Mu Qing Cheng duduk di sampingnya, tangan yang menggenggam pedang masih sedikit gemetar, meskipun darah di bilah pedangnya sudah mulai mengering. Cahaya obor yang temaram memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding, menciptakan ilusi bayang-bayang gelap yang terus bergetar. Tatapan Mu Qing Cheng gelisah, menyadari bahwa perkataan Wu Yan mungkin benar, dengan kematian Bibi Ling, mereka mungkin telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi lebih banyak.Shen Ying melangkah maju, merasakan
Di saat yang sama, di sudut lain dunia, Shen Ying berdiri di bawah bayangan penjara bawah tanah Paviliun Bayangan yang suram. Udara di sekelilingnya terasa tebal, dipenuhi kelembaban dari dinding-dinding lembab yang mulai ditumbuhi lumut. Sorotan matanya masih sama seperti biasanya; dingin dan hampa, namun gejolak hatinya berbeda. Shen Ying mulai merasakan kebencian yang mendalam, meski ia tak tahu perasaan pahit apa yang telah muncul dalam hatinya sekarang. Di hadapannya, pelayan tua yang dulu melayani ibunya gemetar, kulitnya yang keriput seakan semakin pucat di bawah tekanan tangan dingin Shen Ying. Aroma pil kejujuran yang ia genggam memenuhi udara, bercampur dengan aroma debu dan kesedihan yang sudah lama menetap di tempat itu.Shen Ying menggenggam rahang wanita tua itu dengan kasar, suaranya dingin namun penuh amarah yang tertahan, "Kau akan bicara, entah kau mau atau tidak." Napasnya terasa panas di udara yang lembap, dan gemetar di tangannya terasa jelas, bukan karena kera