"Salam, Tuanku. Utusan istana sudah tiba untuk menjemput Tuan. Hamba harap Tuan cepat bersiap untuk pergi ke istana," ucap Jia Yue memberi hormat pada Pangeran kesembilan.
"Ah, kenapa mereka harus datang secepat ini padahal aku masih ingin istirahat sebentar lagi," keluh Pangeran kesembilan yang sedang bersantai di atas pohon persik. "Jika nanti mereka datang untuk mencariku, katakan saja kalau aku sedang pergi bermain dan sulit untuk ditemukan," pinta Pangeran Xiao Zhi langsung membuat Jia Yue menatapnya dengan ragu. "Apa Tuanku ingin membatalkan pernikahan ini?" tanya Jia Yue dengan nada sedikit senang karena sebenarnya dia tidak terlalu suka jika tuannya menikah dengan Shangguan Mai. Dia masih khawatir jika Shangguan Mai akan menggangu rencana tuannya untuk mencari pembunuh Permaisuri. Dengan setengah malas, Pangeran kesembilan memetik buah persik yang tergantung di atas kepalanya lalu menggigitnya dengan perlahan. Getaran air dari buah persik itu segera merembes ke bibirnya dan membuatnya tampak merona. Angin mengibaskan rambut panjangnya yang terurai dengan anggun, sehingga membuatnya berhamburan di sekitar wajahnya. Dengan sikap yang memikat, ia menepiskan rambutnya ke belakang. Kemudian, ia kembali menikmati buah persik yang matang. Ah, gaya dan penampilannya ini sungguh mempesona. Dia kini tampak seperti sebuah lukisan pendekar tampan yang sering ditemui di pasar gelap. Sungguh penuh pesona. Wanita mana pun yang melihatnya pasti akan terpesona. "Tidak, memangnya kenapa? Sepertinya kamu masih tidak suka kalau tuanmu ini akan menikahi wanita lain. Apakah kamu merasa cemburu dengan Nona Panglima itu, hah?" tanya Pangeran kesembilan balik yang menyadari bahwa Jia Yue senang melihatnya bermalas-malasan karena mengira kalau dia akan membatalkan pernikahannya. Wajah Jia Yue langsung berubah pucat dan sedikit memerah. "Hamba tidak punya maksud seperti itu, Tuanku," jawab Jia Yue setengah gugup karena dia melihat aura membunuh yang cukup kuat pada tatapan elang tuannya. Meskipun penampilannya memesona seperti bunga plum, namun Pangeran Xiao Zhi adalah pria yang menakutkan. Pria itu tidak pernah mengampuni siapa pun. Dia juga tidak pernah ragu untuk membunuh orang yang membuatnya tidak senang. "Hamba hanya takut jika wanita itu akan mengacaukan rencana Tuan untuk mencari pembunuh Permaisuri dan menduduki takhta. Tuan tahu sendiri bahwa wanita itu sudah banyak membunuh anggota kita. Jadi hamba tidak ingin Tuan berhubungan dengannya karena itu sangat berbahaya bagi Tuan sendiri," ucap Jia Yue lagi yang berusaha mengingatkan tuannya bahwa wanita yang akan dinikahinya adalah wanita yang sangat berbahaya. "Justru karena itu aku ingin menikahinya karena aku penasaran dengannya. Sebenarnya wanita seperti apa dirinya. Sampai-sampai dia mampu melenyapkan para anggotaku yang sudah terlatih hanya dengan sekali serangan," ucap Pangeran kesembilan sambil turun dari pohon persik dan menghampiri Jia Yue yang tertunduk. "Jadi kalau aku tidak mengenalnya, lalu bagaimana aku bisa mengetahui seperti apa dirinya? Bukankah aku harus tahu musuhku dulu jika ingin mengendalikannya?" sambungnya dengan tersenyum licik, terlihat jelas bahwa Pangeran Xiao Zhi sedang merencanakan sesuatu pada Shangguan Mai. "Baiklah, jika memang itu keputusan yang Tuan ambil, maka hamba akan menerimanya. Tapi jika nanti wanita itu sampai menganggu rencana Tuan maka hamba akan langsung melenyapkannya tanpa harus menunggu perintah dari Tuan lagi," ucap Jia Yue penuh dengan emosional karena masih setengah tidak rela jika tuannya menikah dengan Shangguan Mai. Orang yang telah menjadi musuh bebuyutan pembunuh Sungai Kegelapan akhir-akhir ini. "Aku akan melenyapkannya sendiri jika nanti wanita itu memang sangat merepotkan. Jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan hal yang tidak penting seperti ini karena hanya akan membuatku kesal saja. Ah, kenapa aku baru menyadarinya kalau kamu ini sangat cerewet?" keluh Pangeran kesembilan dengan menghela napas. "Apa sekarang kamu sudah mengerti kalau pernikahanku ini hanya alat untukku untuk memasuki istana lagi?" tanya Pangeran Xiao Zhi sambil mengangkat dagu wanita cantik itu agar menatap matanya. "Hamba sudah mengerti, Tuan," jawab Jia Yue sambil menatap Pangeran kesembilan dengan penuh ketakutan karena dia kembali melihat aura membunuh yang cukup kuat dari matanya. Meskipun Jia Yue sudah lama mendampingi dan melayani Pangeran Xiao Zhi, tetapi dia masih saja merasa takut padanya karena dia sering melihat kebengisan dan kekejaman tuannya saat menghukum atau membunuh orang. Mungkin kekejaman dan kedinginan Pangeran kesembilan ini dipengaruhi oleh masa lalunya yang pernah tinggal di Pagoda Suo Yao dan berguru pada penjahat yang paling kejam. Selama ini pria tampan itu tidak pernah kenal ampun dan sangat kejam kepada siapa saja. Tatapannya selalu dipenuhi oleh aura membunuh yang sangat menakutkan. Sekali membuat kesalahan atau berkhianat padanya maka orang itu akan kehilangan kepalanya. "Kenapa kamu masih takut denganku seperti ini? Padahal kamu sudah cukup lama melayaniku," ucap Pangeran kesembilan sambil mengelus kepala Jia Yue dengan lembut. "Tenanglah, aku tidak akan menghukum atau membunuh pelayan kesayanganku hanya karena dia berbuat kesalahan," ucap Pangeran kesembilan lagi langsung bisa membuat Jia Yue tersenyum kecil dan berani menatap matanya. Bisa dibilang hubungan Pangeran kesembilan dengan Jia Yue tidak sekadar tuan dan pelayan melainkan penolong dan pengikut. Pangeran kesembilan yang telah menolong Jia Yue dari perbudakan dahulu dan mengajarinya ilmu bela diri. Karena alasan inilah Jia Yue menganggap Pangeran kesembilan sebagai sesosok dewa. *** "Aku benar-benar merasa kasihan dengan nasibmu, Adikku Sayang. Siapa sangka wanita yang selalu menyombongkan dirinya dan merasa paling hebat akan berakhir tragis seperti ini," ucap sepupu Shangguan Mai, Shen Ke Yi, saat menyambut Shangguan Mai tiba di istana. Shen Ke Yi adalah selir termuda yang sangat disayangi dan difavoritkan oleh Kaisar. Ia juga merupakan orang yang paling dipercayai oleh Kaisar. Bahkan ucapan dan permintaannya yang tidak masuk akal sering kali didengar dan dipenuhi oleh Kaisar. Dengan kecantikan dan sikap manjanya, ia berhasil merebut hati Kaisar dan sering kali mengendalikannya dalam rayuannya. Alasan Shen Ke Yi sengaja dikirim ke istana sebagai selir adalah untuk memperkuat militer Keluarga Shen yang masih kalah kuat dengan Keluarga Shangguan. Namun, alasan utama di balik dia dikirim ke istana adalah untuk menjalankan misi rahasia Keluarga Shen. "Salam, Selir Agung," ucap Shangguan Mai sambil membungkukkan badan dan tersenyum manis seolah-olah tidak peduli dengan sindirannya. Ah, bukan seolah-olah lagi Shangguan Mai memang tidak peduli dengan sindiran itu dan tetap terlihat angkuh seperti biasanya. Bagi Shangguan Mai, Shen Ke Yi tetaplah bukan saingan yang pantas untuknya. "Aku benar-benar beruntung karena langsung disambut oleh selir kesayangan Kaisar. Sepertinya hidupku tidak akan berakhir tragis melainkan penuh berkah karena aku mendapatkan anugerah langsung dari Selir Agung," ucap Shangguan Mai dengan masih tersenyum manis karena sengaja ingin membuat Shen Ke Yi kesal. "Aku sangat yakin bahwa kesombonganmu ini akan hilang saat kamu nanti dikubur hidup-hidup bersama Pangeran kesembilan. Ingatlah, umur suamimu itu sangat pendek. Dia bisa mati kapan saja. Mungkin saja besok. Siapa yang tahu," ucap sepupu Shangguan Mai dengan nada mengejek, tetapi Shangguan Mai malah tertawa dan menatapnya dengan tatapan mengejek. "Apa Selir Agung sudah sangat yakin bahwa suamiku benar-benar mempunyai umur yang pendek? Sekalipun itu memang benar maka aku akan menantang dewa untuk membuat umurnya menjadi panjang. Bukankah selama ini aku dikenal sebagai wanita sombong yang selalu melawan takdir? Jadi kali ini pun aku akan melawan takdir suamiku," balas Shangguan Mai penuh dengan keangkuhan membuat Selir Agung menjadi sangat kesal. Ah, dia memang belum pernah bisa mengalahkan Shangguan Mai, meskipun itu hanya sekadar pembicaraan atau perdebatan kecil. Shangguan Mai tetaplah Shangguan Mai. Dia tetap angkuh dan tidak mau kalah meskipun hidupnya sekarang berada di ujung tanduk. Baginya pernikahan ini tidak akan bisa mengikatnya. "Nona Panglima memang sangat percaya diri dan kelihatannya tulus dengan putraku. Ternyata aku memang tidak salah pilih untuk membuat Nona menjadi istri putraku yang pecundang dan lemah itu. Namun, apakah Nona bisa memberikan jaminan padaku jika Nona memang benar-benar tulus dengan pernikahan ini?" tanya Kaisar yang tiba-tiba muncul dan menantang Shangguan Mai. Shangguan Mai langsung tersenyum pahit karena dia sudah bisa menebak apa yang diinginkan oleh Kaisar. "Tentu saja, karena pendosa seperti hamba ini hanya bisa memberikan ketulusan pada Kaisar," jawab Shangguan Mai sambil berlutut dan memberi salam pada Kaisar. "Apa Kaisar ingin hamba menyerahkan plakat militer dan mengundurkan diri sebagai panglima perbatasan utara?" tanyanya yang mencoba memastikan jika tebakannya benar bahwa Kaisar ingin melemahkan kekuatan militer Keluarga Shangguan dan mengikatnya secara halus menggunakan pernikahan politik ini. Alasan Kaisar melakukan hal ini karena ia tidak dapat langsung mencabut kekuasaan Keluarga Shangguan. Apalagi Shangguan Mai sudah banyak berjasa untuk Kerajaan Liang dan segani oleh para prajurit yang ada di perbatasan utara. Shangguan Mai juga sangat ditakuti oleh bandit-bandit kejam yang ada di sana. Takutnya jika Kaisar langsung mencabut kekuasaannya, maka akan timbul pemberontakan dari perbatasan utara. Jika itu sampai terjadi, maka sangat merepotkan dan membahayakan kerajaan yang belum mempunyai putra mahkota. "Jika Nona berkenan menyerahnya, maka aku akan sangat bahagia dan merasa tenang karena itu membuktikan bahwa Nona memang tulus dengan pernikahan ini dan tidak punya maksud lain," jawab Kaisar, langsung membuat Shangguan Mai kembali tersenyum pahit karena tebakannya memang benar jika Kaisar ingin mencegahnya untuk tidak melakukan apapun. "Baiklah, jika memang itu yang membuat Kaisar merasa tenang, maka hamba bersedia menyerahkan plakat militer milik hamba dan berkenan menjadi wanita biasa," ucap Shangguan Mai sambil menyerahkan plakat militernya pada Kaisar. Bukan kesedihan yang dirasakan oleh Shangguan Mai setelah berubah menjadi wanita biasa, melainkan perasaan lega. Dengan demikian, dia dapat dengan bebas mengacaukan istana sesuai keinginannya. Saat ini, dia tidak perlu khawatir akan konsekuensi tindakannya terhadap bawahannya dan ancaman terhadap keselamatan mereka. Fokus utamanya sekarang adalah mengidentifikasi pelaku utama yang bertanggung jawab atas pembunuhan Pangeran kedelapan, bukan lagi mengejar jabatan atau kekuasaan. ***Sudah setengah hari Shangguan Mai menunggu kedatangan Pangeran kesembilan, tetapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kedatangannya. Entah, pangeran bodoh itu akan datang atau tidak hari ini, karena masalah ini, banyak orang yang mulai membicarakan Shangguan Mai. Kata mereka, nasib Shangguan Mai menjadi sial begini karena dia terlalu sombong dan sering menantang takdirnya sebagai wanita. Bahkan sebagian dari mereka mulai berani menghina dan menatapnya dengan penuh jijik karena sekarang Shangguan Mai hanyalah wanita biasa yang akan dikorbankan untuk mendampingi pangeran bodoh yang penyakitan. Jadi mereka merasa tidak perlu menghormati Shangguan Mai lagi sebagai gadis bangsawan karena hidupnya sekarang dianggap lebih rendah daripada seorang pelayan. Namun, Shangguan Mai tidak peduli dengan perkataan mereka dan tetap menunggu kedatangan Pangeran kesembilan karena sebenarnya dia bersedia untuk menikah dengan Pangeran kesembilan bukan semata-mata untuk membersihkan nama ayahandanya saj
Setelah pesta pernikahan yang cukup melelahkan dan penuh drama itu selesai, Shangguan Mai dan Pangeran kesembilan langsung diantar ke kamar pengantin untuk menikmati malam pertama bersama. Namun, dua pelayan yang mengantar ke sana langsung dibuat tertawa oleh tingkah laku Pangeran Xiao Zhi yang konyol.Pria bodoh itu segera melahap arak pengantin dalam satu tegukan. Kemudian ia dengan rakus memakan kacang yang tersebar di ranjang. Tindakan konyol dan memalukan ini tidak mencerminkan statusnya sebagai seorang pangeran yang terpandang, melainkan sebagai orang bodoh yang hanya dilahirkan di istana.Ah, malang sekali nasib Shangguan Mai ini harus menikahi orang bodoh seperti ini. Padahal dia adalah pahlawan yang paling ditakuti di perbatasan utara. Namun, setelah kembali ke ibukota malah mendapatkan kemalangan seperti ini.Dua pelayan yang menyaksikan hal itu merasa bahwa apa yang terjadi dalam kehidupan Shangguan Mai tidaklah adil. Wanita luar biasa seperti dia seharusnya menikah dengan
Sesampainya di Paviliun Sedayu, Shangguan Mai dengan cepat melumpuhkan puluhan prajurit yang berjaga di sana. Bahkan wanita kasar itu sama sekali tidak memberi kesempatan kepada Su Yan Li untuk membantunya. Jika tidak diingatkan oleh Su Yan Li, mungkin saja dia sudah menewaskan para prajurit itu karena dia sudah kehilangan kendali. Shangguan Mai lupa bahwa dia bukan sedang dalam pertempuran."Berhati-hatilah jangan sampai kamu membunuh mereka semua. Kalau tidak, kamu akan merepotkanku nanti," teriak Su Yan Li yang memperingatkan Shangguan Mai untuk tidak terlalu ganas pada mereka. "Diamlah, jangan mengangguku yang sedang bersenang-senang. Kalau tidak, aku akan melempar pisau ini ke arahmu lagi," ucap Shangguan Mai yang justru mengancam Su Yan Li dan tetap menyerang mereka dengan ganas agar cepat bisa masuk ke Paviliun Sedayu. Sementara Pangeran Xiao Zhi yang sudah masuk duluan ke Paviliun Sedayu untuk mencari surat yang ditinggalkan oleh Pangeran kedelapan sebelum kematiannya, seger
Setelah memastikan bahwa Su Yan Li berhasil membawa Kasim Du keluar dari istana, Shangguan Mai memutuskan untuk kembali ke Paviliun Baixiang. Dia berpura-pura tertidur agar Pangeran Xiao Zhi tidak curiga. Jika sebelumnya dia tidak berhasil membiusnya.Tindakan ini diambil oleh Shangguan Mai untuk dapat mengetahui latar belakang Pangeran Xiao Zhi yang menyembunyikan kecerdasannya. Dia yakin bahwa kematian Permaisuri tidak semudah seperti yang diketahui. Pasti ada alasan yang membuat seorang yang secerdas Pangeran Xiao Zhi harus bersembunyi seperti ini.Pangeran Xiao Zhi yang kembali ke kamar, mulai terlihat canggung karena bingung harus bereaksi bagaimana terhadap Shangguan Mai. Haruskah ia berpura-pura tidak mengetahui apa-apa? Jika sebelumnya upayanya untuk membiusnya tidak berhasil. Ataukah ia sebaiknya langsung menyerang, mengingat Shangguan Mai telah mengetahui kebohongannya. Ah, ini benar-benar membuatnya frustrasi karena wanita itu begitu sulit ditebak.Ketika Pangeran Xiao Zhi
"Ternyata waktu memang bisa mengubah karakter seseorang, tapi anehnya pelukanmu masih sama hangatnya seperti dulu," ucap Shangguan Mai sambil membalas pelukan Pangeran Xiao Zhi dengan hangat, meskipun sebenarnya dia masih agak gugup dan terkejut dengan tindakannya. "Apa maksudmu? Apakah dulu kita pernah bertemu?" tanya Pangeran Xiao Zhi yang perlahan melepaskan pelukannya karena kurang nyaman dengan sikap Shangguan Mai yang berubah menjadi sedikit agresif seperti wanita penggoda.Shangguan Mai yang melihat Pangeran Xiao Zhi menjadi canggung langsung tertawa kecil dan berniat untuk menggoda lagi. Wanita cantik itu langsung mempererat pelukan Pangeran Xiao Zhi yang hampir dilepaskannya. Dengan sengaja, dia menatapnya dengan penuh intensitas dan tersenyum manis. "Bisa dibilang seperti itu, jika tidak, mana mungkin aku mau menikah denganmu. Sayang sekali kamu tidak mengingat pertemuan awal kita. Padahal, dulu kamu pernah berjanji padaku," jawab Shangguan Mai yang semakin menggoda dan me
Ketika Shangguan Mai tiba di pengadilan, semua mata seketika tertuju padanya. Mereka menatap Shangguan Mai dengan tatapan tajam. Kehadiran wanita yang kasar ini di pengadilan hanyalah formalitas semata karena mereka telah mengatur hukuman untuknya. Mereka tidak berniat memberikan kesempatan pada Shangguan Mai untuk berbicara atau membela diri.Namun, Shangguan Mai tetaplah Shangguan Mai. Dia sama sekali tidak merasa takut karena inilah yang diinginkannya. Sebaliknya, dia merasa bingung dengan sikap sepupunya. Mengapa sepupunya menatapnya dengan penuh kebencian dan jijik? Seolah-olah dia adalah orang yang paling tidak layak untuk dilihat. Ah, sungguh konyol karena sebenarnya dialah yang tidak pantas untuk dilihat. Wanita yang bersedia menikahi pria tua demi kekayaan dan kekuasaan sama sekali tidak patut dihormati. Bagi Shangguan Mai, kekuasaan yang diperoleh dari pria hanyalah angin lalu.Dengan setengah malas, Shangguan Mai memberi hormat pada mereka. "Hamba memberi salam pada Selir A
Ketika Shangguan Mai kembali ke kamarnya, ia langsung diserang secara tak terduga oleh Pangeran Xiao Zhi. Serangantiba-tiba tersebut membuatnya terjatuh karena ia tak pernah menduga bahwa Pangeran Xiao Zhi akan menyerangnya sekali lagi. Kali ini, ia sama sekali tidak memiliki kesiapanuntukmenghindari serangan tersebut. Jadi ia terpaksa menyerang balik demi bertahan. Shangguan Mai yang terjatuh terpaksa menyerang Pangeran Xiao Zhi dengan posisi setengah tertidur. Dia hanya bisa menggunakan satu tangan karena tangan yang satunya digunakan untuk menopang tubuhnya. Sementara Pangeran menyerangnya dari atas dan menahan tubuhnya dengan ilmu ringan tubuhnya yang luar biasa. Mereka saling mengeluarkan jurus dan trik untuk menyerang satu sama lain. Meskipun pertarungan ini terlihat tidak imbang karena posisi Shangguan Mai yang tidak menguntungkan. Namun, pertarungan ini sungguh menakjubkan karena dilakukan oleh dua master bela diri. Entah, siapa yang akan menang. Mereka sama-sama hebat u
Pangeran Xiao Zhi yang tidak suka belajar ilmu bela diri memilih untuk kabur dari istana dan bersembunyi di Hutan Qingshan yang sering digunakan untuk berburu Kaisar. Hutan berburu itu adalah tempat persembunyian Pangeran Xiao Zhi untuk belajar dan menghafal semua pelajaran yang diberikan Guru Agung padanya. Di sanalah dia bisa menenangkan diri dan bersantai tanpa ada orang yang mengganggunya. Namun, saat Pangeran Xiao Zhi sedang menikmati membaca antologi puisi serta beberapa karya hukum yang berkaitan dengan Kerajaan Liang, tiba-tiba terdengar suara tangisan dari dalam sumur. Ia menebak jika suara tangisan itu berasal dari hantu perawan yang kerap menjadi pembicaraan di kalangan pelayan istana. Jadi dia memilih untuk mengabaikannya dan tetap bersantai di bawah pohon plum.Pangeran Xiao Zhi meyakini bahwa suara yang terdengar bukanlah tangisan hantu perawan yang tidak berhasil menikah, melainkan ulah seseorang yang berniat untuk menakut-nakuti orang lain. Kemungkinan orang itu tidak
Sementara itu, Zhaoyang dan Cui Xing melakukan perjalanan menuju Huanxi, melintasi pedesaan kecil dan sungai yang berkelok-kelok. Setelah perjalanan panjang dari Dacang, mereka akhirnya tiba di Desa Linhua, sebuah desa terpencil yang seakan-akan terputus dari dunia luar. Jarak ribuan kilometer memisahkan mereka dari Kota Jianghu. Sepanjang perjalanan, suasana di antara mereka terasa berat—Zhaoyang tetap membisu, meskipun Cui Xing beberapa kali mencoba membuka percakapan. Keheningan itu menegaskan jarak emosional di antara mereka.Sikap dingin Zhaoyang terasa hampir tak terjangkau, seolah-olah ia menarik diri ke dalam benteng pertahanan yang sulit dihancurkan. Cui Xing bisa merasakan ketegangan itu, tetapi tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam pikirannya. Kekesalan Zhaoyang terhadap dirinya mungkin sudah cukup jelas. Dia tahu Zhaoyang tak pernah setuju dirinya ikut dalam misi ini. Baginya, perjalanan ke Huanxi penuh bahaya, dan Cui Xing mungkin hanyalah tambahan beban yang tidak p
Di Paviliun Mingyue Mudan, Selir Agung terbenam dalam keputusasaan. Wajahnya yang cantik tampak lesu, dan matanya penuh lingkaran hitam menandakan bahwa ia tidak tidur semalaman. Air matanya tak tertahankan. Jeritan putrinya, Shen Ling Long, mengisi setiap sudut ruangan, menggema seperti melodi duka yang tak kunjung berhenti. Aroma bunga peony layu dan obat-obatan menyelimuti udara, menciptakan suasana yang menyesakkan, sementara rasa sakitnya semakin menguat. Dalam pikirannya yang kacau, Selir Agung berharap bisa menggantikan penderitaan putrinya.Ketika suasana semakin mencekam, suara Kaisar tiba-tiba memecah keheningan. "Tenanglah, selirku. Aku telah menemukan tabib yang andal untuk putri kita," katanya, menggenggam tangan Selir Agung dengan lembut. Sentuhan hangatnya menciptakan ilusi harapan dalam kegelapan, meskipun ketegangan masih menyelimuti mereka. "Aku yakin Ling Long kita pasti bisa bangun," lanjutnya, tatapannya beralih ke Wu Yan yang berdiri dengan tenang di sampingnya.
Kondisi di Huanxi kini terasa seperti medan pertempuran sunyi, bukan dengan senjata tajam, melainkan dengan pikiran dan ketegangan yang tak nampak. Setiap tabib yang melangkah maju untuk mencoba mengobati Putri Ling Long menghadapi ujian yang lebih dari sekadar keahlian—nyawa mereka dipertaruhkan. Di sekitar istana, angin dingin semakin berdesir, membawa serpihan salju yang menari di udara, namun tak mampu menyelimuti suasana mengerikan. Aroma herba yang tajam dan asap dupa samar-samar menyusup ke udara, bercampur dengan bau darah segar dari mereka yang dihukum. Puluhan tabib telah gagal. Wu Yan tetap berdiri diam di tengah aula istana yang beku, tubuhnya tegak meski kaki lainnya gemetar. Ia menyaksikan tangan-tangan yang dulu piawai meracik ramuan kini tergeletak di tanah, beku oleh salju dan kehilangan fungsi. Rasa takut dan panik merambat dalam kerumunan, tetapi Wu Yan tetap tenang. Dia menutup matanya, membiarkan hawa dingin merambat di kulit wajahnya, salju yang lembut menyentu
Keesokan paginya, ibukota Huanxi diselimuti musim dingin yang menggigit. Langit kelabu menekan rendah di atas kota, seakan-akan mendekatkan berat musim dingin kepada setiap orang di bawahnya. Udara dingin yang begitu tajam seakan menampar wajah siapa saja yang berani keluar. Setiap napas yang dihembuskan berubah menjadi kabut tipis yang melayang sejenak sebelum hilang di udara beku. Butiran salju turun perlahan, tapi pasti, menumpuk seperti selimut putih tebal di jalanan ibukota yang kasar, berderit di bawah kaki para pejalan kaki yang terburu-buru.Sisa-sisa perayaan beberapa hari lalu terlihat suram. Lentera-lentera merah yang dulu menyala terang kini tergantung lemas di rumah-rumah warga, terbungkus salju dan angin, cahayanya padam. Jejak-jejak dekorasi dan kertas perayaan yang tersisa terkubur di bawah lapisan salju, mengaburkan kenangan kegembiraan yang kini terasa seperti kenangan jauh yang dingin. Di pasar raya yang biasanya ramai, derit roda gerobak yang ditarik pelan terdenga
Dua hari kemudian, di Kerajaan Huanxi... Di dalam Istana Jinhe, Kaisar Shengzong duduk terpaku di kursinya, terjebak dalam kenangan pahit yang menyelimuti ruangan dalam kabut kelabu. Lampu-lampu lentera bergetar lembut, memantulkan cahaya samar yang menari di dinding batu marmer putih. Aroma dupa cendana yang terbakar bercampur dengan wewangian bunga kering, menghidupkan kembali memori akan cinta yang telah hilang. Di hadapannya, sebuah lukisan besar menggantung, memancarkan kesedihan yang mendalam—potret Wei Yong Luo, wanita yang ia anugerahi gelar Rengsheng karena telah menerangi relung hatinya dengan kelembutan dan cinta. Kecantikannya benar-benar abadi dalam warna-warna lembut, seolah senyum manisnya masih dapat terasa meski ia telah lama pergi. Kaisar memejamkan mata sejenak, membiarkan bayangan suara lembut Ratu Rengsheng berbisik di telinganya, seolah menenangkan jiwanya yang resah. Namun, angan-angan itu segera sirna, tergantikan oleh dentingan keras arak saat gelas yang ia
Sementara di tempat yang jauh, Yu Wen terhuyung, setiap langkahnya terasa berat. Telinganya berdengung, ribuan jeritan terus bergaung. Melodi seruling Zhaoyang masih merasuki, siap menelan kesadarannya. Racun menggerogoti tubuhnya, menimbulkan rasa sakit tajam di perut dan bahunya. Setiap detik terasa seperti belati, menusuk lebih dalam. Luka yang menganga, bekas belati Cui Xing, berdetak seirama dengan denyut nadi yang semakin lemah. Dengan napas yang tersengal, Yu Wen terjatuh di atas ranjang, punggungnya terasa dingin, seolah kasur yang seharusnya memberi kenyamanan malah menjadi batu dingin yang menusuk tulang-tulangnya.Cahaya rembulan menembus jendela jeruji Paviliun Fengyu, menorehkan garis perak di lantai yang gelap. Sinarnya begitu redup, terasa dingin dan jauh, seakan hanya menambah kekosongan hatinya. Di dalam ruang sunyi itu, hanya desahan napasnya yang terdengar, begitu berat dan terputus-putus. Hatinya tercekam oleh ketakutan yang merayap, dingin seperti es yang menembu
Di bawah cahaya rembulan yang semakin meredup, bayang-bayang gelap menyelimuti reruntuhan Kota Dacang. Udara malam terasa tebal, Cui Xing memangku tubuh Zhaoyang, tangannya gemetar tiap kali ia membenarkan posisinya, hatinya dipenuhi oleh kecemasan. Ia terus mengisap dan mengeluarkan racun dari punggung Zhaoyang, merasakan rasa asam dan pahit yang menusuk di tenggorokannya, seolah ludah beracun yang membara. Cui Xing terjebak dalam ketegangan yang menakutkan. Setiap kali ia mengisap racun dari tubuh Zhaoyang, waktu seolah terhenti, namun pikirannya melesat cepat. “Apa yang akan kulakukan jika aku gagal?” Sebuah suara kecil berbisik dalam hatinya, merayap ke dalam jiwanya. “Apa aku sanggup untuk melihatmu tiada?” Keringat dingin membasahi pelipisnya, dan napasnya semakin cepat. Perasaan takut yang mencekam mengalahkan keteguhan hatinya. Cui Xing tahu saat-saat terakhir itu semakin mendekat—racun yang diserapnya kini menggerogoti tubuhnya, seperti ular berbisa yang menyusup ke dalam
"Berhenti menyesalinya, Paman. Wanita itu memang pantas mati," ucap Shen Ying dengan dingin, tatapan matanya yang tajam tak beranjak dari kepala Bibi Ling yang tergeletak di lantai batu yang basah oleh darah.Bau anyir darah memenuhi udara, bercampur dengan aroma lembap penjara bawah tanah Paviliun Bayangan. Kepala Bibi Ling yang tergolek itu tampak mengerikan, dengan mata yang masih terbuka lebar, seolah kematian datang terlalu cepat sebelum ia sempat merasakan penderitaan yang seutuhnya. Mu Qing Cheng duduk di sampingnya, tangan yang menggenggam pedang masih sedikit gemetar, meskipun darah di bilah pedangnya sudah mulai mengering. Cahaya obor yang temaram memantulkan bayangan-bayangan aneh di dinding, menciptakan ilusi bayang-bayang gelap yang terus bergetar. Tatapan Mu Qing Cheng gelisah, menyadari bahwa perkataan Wu Yan mungkin benar, dengan kematian Bibi Ling, mereka mungkin telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi lebih banyak.Shen Ying melangkah maju, merasakan
Di saat yang sama, di sudut lain dunia, Shen Ying berdiri di bawah bayangan penjara bawah tanah Paviliun Bayangan yang suram. Udara di sekelilingnya terasa tebal, dipenuhi kelembaban dari dinding-dinding lembab yang mulai ditumbuhi lumut. Sorotan matanya masih sama seperti biasanya; dingin dan hampa, namun gejolak hatinya berbeda. Shen Ying mulai merasakan kebencian yang mendalam, meski ia tak tahu perasaan pahit apa yang telah muncul dalam hatinya sekarang. Di hadapannya, pelayan tua yang dulu melayani ibunya gemetar, kulitnya yang keriput seakan semakin pucat di bawah tekanan tangan dingin Shen Ying. Aroma pil kejujuran yang ia genggam memenuhi udara, bercampur dengan aroma debu dan kesedihan yang sudah lama menetap di tempat itu.Shen Ying menggenggam rahang wanita tua itu dengan kasar, suaranya dingin namun penuh amarah yang tertahan, "Kau akan bicara, entah kau mau atau tidak." Napasnya terasa panas di udara yang lembap, dan gemetar di tangannya terasa jelas, bukan karena kera