Share

2 - Begal Ranajaya

Surajaya alias Begal Surajaya adalah gembong rampok paling ditakuti dari Alas Kampak di kawasan barat daya Jenggala. Gerombolannya kerap melakukan kejahatan di kampung-kampung dan juga di jalan-jalan dekat hutan di sekitaran kaki Gunung Kawi.

Berkali-kali Kerajaan Jenggala mengirim sepasukan kecil prajurit untuk menumpas gerombolan rampok itu, tetapi tak pernah berhasil. Pada pengiriman pasukan penumpas yang kesekian beberapa pekan lalu, Seta ikut di dalamnya.

Kali itu para prajurit Jenggala berhasil menggulung gerombolan rampok Alas Kampak. Nama Seta lantas mencuat dan dipuja-puji karena dirinyalah yang mengalahkan Surajaya.

Keberhasilan itu membuat sang prajurit mendapat anugerah kenaikan pangkat lebih cepat. Dari seorang prajurit rendahan, menjadi wira tamtama.

"Kau tampak terkejut, Seta," ujar lelaki bengis saudara Surajaya.

Seta kertakkan rahang. Sang prajurit sebetulnya sudah tak sabar ingin bertindak, melabrak ketiga lelaki tersebut. Namun ia tak boleh berlaku gegabah atau keselamatan simbok pemilik warung jadi taruhannya.

"Apapun yang kalian inginkan dariku, lepaskan dulu simbok ini. Aku rasa dia tak ada sangkut-pautnya dalam permasalahan antara kita," ujar Seta kemudian. Tentu saja ia tak mau si wanita pemilik warung ikut celaka karena urusan pribadinya.

Lelaki di hadapan Seta mendengus pendek.

"Huh, betapa beraninya kau memerintah kami, prajurit setan alas! Ada sangkut-pautnya atau tidak bukan kau yang menentukan, tapi aku!" bentaknya.

Usai berkata begitu lelaki berwajah bengis tersebut beri isyarat tangan pada dua lelaki di belakangnya.

Kedua lelaki yang memegangi simbok pemilik warung seketika tertawa-tawa begitu melihat isyarat tersebut. Lalu tanpa disangka-sangka, dalam satu gerakan sangat cepat lelaki yang memegang parang besar tarik tangannya ke belakang.

Sreeett! Craasss!

Mata tajam senjata tersebut tanpa ampun menggorok leher wanita pemilik warung! Tak ada jeritan. Hanya terdengar suara keluhan tertahan, kemudian disusul mengucurnya darah segar dari luka menganga di leher si wanita paruh baya.

Ketika dua lelaki yang menyanderanya melepaskan pegangan, tubuh simbok pemilik warung melosoh jatuh ke lantai tanah. Berkelojotan sebentar dengan sepasang mata mendelik, lalu diam tak bergerak. Darah berceceran di mana-mana.

Kesabaran Seta habis sudah. Tangan kanannya yang sedari tadi sudah menggenggam gagang pedang bergerak.

Sreeet! Senjata itu pun dicabut dari warangka, terhunus lurus di depan dada.

"Keparaaaatt!" pekik Seta dengan amarah memuncak.

Sembari menggeram keras tubuh sang wira tamtama melesat ke depan, menyerbu tiga lelaki jahanam yang sedang tertawa-tawa senang di dekat mayat simbok pemilik warung.

Pedang di tangan prajurit Panjalu tersebut disabetkan ke muka dengan sepenuh tenaga.

"Hiaaaatt!"

Wuuuutt! Wuuuutt! Wuuuutt!

Tiga lelaki berwajah ganas sambut sabetan pedang Seta sambil ganda tertawa. Sebuah tawa mengejek! Membuat darah sang wira tamtama Jenggala semakin mendidih. Serasa hendak muncrat dari ubun-ubun.

Sembari terus tertawa, dua lelaki yang masih bertangan kosong sigap mencabut parang besar dari dalam warangka yang tergantung di pinggang mereka.

Sreett! Sreett!

Lalu kejap berikutnya lelaki yang berdiri paling depan gerakkan senjata di tangannya dengan cepat. Parang besar berkiblat menangkis datangnya serangan.

Traaangg! Traaangg!

Suara berdentrangan keras terdengar manakala mata pedang Seta menghantam parang lawan. Dua jenis senjata itu berbenturan sebanyak dua kali. Dua percikan bunga api meletup di udara siang yang panas.

Wajah Seta mengernyit. Tangannya yang memegang pedang terasa ngilu. Pertanda lawan mempunyai tenaga dalam yang tidak dapat dianggap main-main.

Tapi sang prajurit Jenggala yang sudah dibakar amarah itu tidak peduli. Kembali tangannya bergerak cepat mengayunkan pedang. Mengantar tiga sabetan sekaligus ke muka.

Wuuuutttt! Wuuuutttt! Wuuuutttt!

Lelaki yang diserang menyeringai. Parang besar kembali digerakkan menangkis sabetan pedang. Suara dentrang beradunya senjata sekali lagi memenuhi udara siang.

Tukar-menukar serangan di antara mereka berlangsung dengan sengit. Seisi warung makan dibuat porak poranda. Benda-benda berpentalan akibat terkena sambaran gerakan mereka, atau bahkan hanya hempasan anginnya.

Dalam dua jurus berselang, terlihat bahwasanya Seta memiliki kemampuan sedikit lebih unggul dari lawan. Sekali-dua prajurit Jenggala itu bahkan nyaris berhasil menyarangkan tusukan atau sabetan pedangnya ke tubuh lawan.

"Sebelum nyawa busukmu aku buat lepas dari badan, sebutkan siapa namamu!" seru Seta.

Belum lagi mulutnya menutup, tubuh wira tamtama Kerajaan Jenggala itu sudah melesat ke depan dengan sebelah kaki terjulur lurus. Seta lancarkan satu tendangan maut yang diarahkan ke dada lawan.

Wuuuutttt!

Suara angin menderu terdengar bersamaan dengan meluncurnya kaki Seta. Tentulah tendangan yang dilancarkan sang prajurit dialiri tenaga dalam tinggi. Sampai lawannya lengah dan kena hantaman tendangan itu, tulang dadanya dijamin jebol berantakan.

Yang diserang mendengus keras. Tentu saja lelaki yang ingin balas dendam itu tak mau mati konyol.

Dengan sigap lelaki bertampang ganas membuang tubuh ke samping untuk menghindari tendangan. Setelah bersalto dua kali di udara, kedua kakinya mendarat mantap di tanah.

"Prajurit besar mulut! Jangan harap kau dapat mengungguli aku," makinya seraya memandang tajam pada Seta.

"Tapi memang ada perlunya kau ingat namaku baik-baik," sambung lelaki itu. "Dengar, wahai prajurit, namaku Ranajaya. Aku datang untuk membalaskan kematian Surajaya!"

Usai berkata begitu, lelaki bercambang bauk lebat hentakkan sebelah tangannya ke depan. Mulutnya keluarkan satu geraman keras.

Bersamaan dengan itu selarik sinar kehitaman nan terang menyilaukan mata, keluar dari telapak tangan si lelaki. Melesat cepat ke arah Seta.

Wuuuuss!

Suara bergemuruh terdengar, seolah Gunung Kawi tengah meletus hebat. Lalu tiba-tiba saja hawa udara di dalam warung kecil berdinding bambu itu menjadi sangat panas. Matahari bagaikan hanya sejengkal di atas kepala!

Seta telan ludah menyaksikan datangnya pukulan jarak jauh lawan. Begitu menggetarkan hati. Benar dugaan sang prajurit, lelaki di hadapannya itu memiliki kemampuan yang tak boleh diremehkan.

Tak mau jadi santapan empuk sinar hitam mematikan milik lawan, Seta lempar tubuh tegapnya ke samping. Begitu menyentuh tanah, sang prajurit berguling-guling menghindar sejauh mungkin.

Blaaar!

)|(

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status