Share

6 - Dikeroyok

Seta terlalu memusatkan perhatian pada dua lawan yang berada di hadapan. Akibatnya ia tak menyadari kemunculan dua sosok lain di dalam gua. Muncul di belakang punggungnya! Dengan licik, sosok-sosok yang baru muncul itu menyerang sang prajurit dari belakang.

"Pembokong keparat licik!" Seta menggeram marah. Ia baru menyadari adanya bokongan itu setelah merasakan angin serangan yang sudah sangat dekat. Terlambat!

Buuukk! Buuukk!

Dua tendangan keras mengantam punggung Seta, membuatnya terjengkang jauh ke depan.

Tubuh Seta bergulingan sejauh beberapa langkah. Baru berhenti setelah punggungnya menghantam satu batu besar.

Sang prajurit merasakan punggungnya yang terkena tendangan lawan sakit bukan main. Seolah dihantam dua balok kayu secara bersamaan. Sementara dadanya seketika menjadi sesak.

Wajah Seta seketika mengernyit kesakitan. Napasnya tersengal-sengal seolah mau putus. Namun semangatnya kembali bangkit begitu mendengar suara pekikan ngeri seorang perempuan. Suara isterinya!

Cepat-cepat sang prajurit Jenggala bangkit berdiri. Meski sambil terus pegangi dadanya yang sangat sesak. Batu besar di mana dirinya terantuk dan berhenti bergulingan ternyata adalah tempat di mana isterinya terbaring tanpa daya.

"Kakang?!" seru perempuan tersebut dengan suara lemah. Air muka di wajahnya sangat sulit diartikan. "Maafkan aku, Kakang ..."

Seta gelengkan kepala kencang-kencang mendengar ucapan itu.

"Tidak, Isteriku, kau tidak perlu meminta maaf. Bertahanlah, aku akan segera menyelamatkannmu," sahutnya dengan perasaan campur aduk.

Menyaksikan dari dekat bagaimana keadaan isterinya, Seta merasa sedih bercampur marah. Kedua tangan perempuan itu rupanya diikat sedemikian rupa pada sudut-sudut batu.

Yang paling membuat Seta geram, tubuh isterinya benar-benar polos tanpa penutup barang sehelai pun. Remang cahaya obor membuat seluruh bagian kewanitaan perempuan itu terpampang jelas.

Satu-satunya yang dapat dilakukan perempuan itu untuk menjaga diri adalah dengan selalu merapatkan kedua belah paha. Sehingga bagian kemaluannya tidak terlihat di mata lelaki-lelaki jahanam penculiknya.

"Awas, Kakang!" Tiba-tiba saja isteri Seta berseru, membuat sang prajurit tersentak kaget.

Rupanya dua orang bertopeng yang tadi muncul diam-diam kembali lancarkan serangan. Kedua kaki mereka terentang lurus lancarkan tendangan.

Seta yang masih kepayahan akibat bokongan sebelumnya, tak sempat bergerak menghindar. Sementara serangan itu sudah sedemikian dekat.

Apa boleh buat. Disertai satu geraman dahsyat Seta gerakkan kedua tangannya untuk menangkis. Tenaga dalam yang masih tersisa dikerahkannya sampai penuh.

"Hiiaaatt!"

Deess! Deess!

Dua tangan dan dua kaki beradu. Seta terpekik. Tangan yang dipakai menangkis tendangan terasa kesemutan dan nyeri bukan main.

Kejut prajurit itu bertambah-tambah ketika dua anak buah Ranajaya masuk gelanggang. Merangsek maju ke arahnya dengan parang di tangan.

Tak mau celaka, sekuat tenaga Seta lempar tubuhnya ke belakang. Sambaran dua parang hanya mengenai udara kosong. Setelah bersalto dua kali di udara, sang prajurit mendarat di lantai gua. Tubuhnya tergontai-gontai.

Apes! Belum lagi dapat menguasai diri, datang kembali serangan dari dua lelaki bertopeng yang baru muncul. Lagi-lagi sepasang tendangan yang diarahkan tepat ke dada.

Seta menggembor marah, lalu buang tubuhnya coba menghindar. Akan tetapi gerakannya sangat terlambat.

Buuukk! Buuukk!

Seta mengeluh tertahan, sedangkan isterinya terdengar memekik ngeri. Dua tendangan mendarat telak di dada sang prajurit. Membuatnya terjengkang mundur beberapa jarak. Ketika tubuhnya mendarat di lantai gua, mulut Seta memuntahkan darah segar!

Seketika itu juga terdengar suara tawa Ranajaya. Lalu diikuti gelak dua lelaki lain. Sedangkan dua orang bertopeng yang muncul belakangan terlihat hanya diam.

"Hahaha, ternyata kau tak sehebat yang digembar-gemborkan, Seta," ujar lelaki itu sembari melangkah perlahan menghampiri Seta.

"Keparat licik! Kalian hanya berani main keroyok dan menyerang dari belakang!" desis Seta penuh amarah.

Sang prajurit berusaha bangkit berdiri. Namun dua orang anak buah Ranajaya sigap memegangi tangannya, membuatnya benar-benar tak berdaya.

Ranajaya hentikan langkah satu depa dari hadapan Seta. Sang prajurit merasakan tatapan mata lelaki itu tajam menusuk.

"Dasar besar mulut! Memangnya kau pikir kau tidak main keroyok saat membunuh adikku Surajaya? Kami berlima tidak ada apa-apanya dibanding jumlah prajurit Jenggala yang menyerbu adikku!" ujar Ranajaya, diikuti dengusan kasar.

Seta terdiam. Memang benar ucapan lelaki tersebut. Saat itu kerajaan mengirim sepasukan kecil yang terdiri atas dua lusin prajurit, termasuk dirinya. Sedangkan Surajaya dan gerombolannya berjumlah tujuh orang.

"Kau boleh saja menerima anugerah dari raja Jenggala karena telah menghabisi adikku, Seta. Tapi di gua ini aku pastikan kau bakal menyesal telah melakukan itu," kata Ranajaya lagi.

Setelah berkata begitu lelaki bercambang bauk lebat tersebut memberi isyarat kepala pada dua rekannya.

Seta merasakan pegangan tangan kedua orang di sebelahnya mengencang. Lalu tubuhnya diseret ke sebuah batu kapur berbentuk kerucut yang berdiri tegak di lantai gua. Tubuh dan kedua tangannya diikat erat di sana.

"Baiklah, pertunjukan kita mulai," ujar Ranajaya kemudian.

)|(

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status