Begitu mendengarnya, suasana sontak menjadi gempar. Ervin tertegun sebelum bertanya dengan ekspresi murung, "Apa katamu? Kamu ingin aku menghilang dari hadapan Bu Felicia?""Benar!" Afkar mengangguk.Felicia tampak bingung. Dia hendak bertanya, tetapi akhirnya memilih untuk mengamati situasi. Dia awalnya ingin menghardik Afkar, tetapi juga mengurungkan niatnya.Felicia teringat pada Afkar yang berkali-kali membuatnya takjub. Dia pun merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan Afkar. Dia juga yakin Afkar tidak mungkin berbicara demikian tanpa alasan.Sementara itu, Ervin terkekeh-kekeh dan menunjuk Afkar sambil bertanya, "Kamu kira kamu siapa? Kamu cuma pria pecundang yang bergantung pada wanita. Kamu kira kamu sudah hebat? Kamu menyuruhku pergi? Apa hakmu? Pria sepertimu nggak pantas ikut campur urusan bisnis!" Orang-orang pun tertawa dan mendukung Ervin."Haha. Kak Ervin benar. Dia memang nggak pantas ikut campur urusan bisnis!""Dia calon suami ketiga Bu Felicia. Dia sudah seper
Di bawah meja kerja, di lubang sekrup dinding, di dalam sofa, bahkan di lantai! Harus diakui, semuanya adalah tempat yang sangat tersembunyi dan teknik pemasangannya sangat profesional. Namun, Afkar berhasil menemukan semuanya!Ketika melihat ini, ekspresi Felicia menjadi makin masam dan dingin. Bisa dibayangkan semurka apa dirinya.Adapun Ervin, dia ketakutan hingga bercucuran keringat dingin. Tatapannya kepada Afkar dipenuhi kebencian dan kengerian. Dia tidak menduga Afkar mencari Felicia karena masalah ini. Bagaimana Afkar bisa mengetahuinya?Sementara itu, para staf bertatapan dengan terkejut sambil sibuk bergosip."Ini adalah alat sadap yang kutemukan di kancing baju sekretarismu. Aku nggak perlu memperjelas kalau ada pengkhianat di sisimu, 'kan? Selain kamu, siapa yang sering masuk ke ruanganmu?" tanya Afkar dengan suara rendah."Ervin dan Dara," sahut Felicia dengan nada dingin. Saat berikutnya, Felicia melemparkan sepatu hak tingginya yang satu lagi dan melangkah keluar dengan
Ketika Afkar mengatakan ingin memeriksa ponselnya, Ervin langsung merasa putus asa. Dia telah mengikuti Felicia selama bertahun-tahun sehingga tahu tentang perjanjian 2 tahun itu. Dia juga tahu sebesar apa pengorbanan Felicia.Jadi, begitu kejahatannya terbongkar, Felicia pasti akan memenjarakan Ervin! Fadly yang begitu menyayangi kakaknya pun pasti akan membunuhnya! Ervin tidak akan membiarkan hal seperti itu terjadi!Itu sebabnya, Ervin memilih untuk mengambil tindakan. Dia menyerbu ke arah Felicia dan berharap bisa menyanderanya. Dengan begitu, tidak ada yang berani bertindak macam-macam.Setelah melewati masalah hari ini, Ervin pun yakin dia bisa hidup bebas di luar sana. Selain itu, Noah pasti akan melindunginya.Kecepatan Ervin cukup tinggi. Sebagai mantan prajurit pasukan khusus, dia tentu tidak lemah. Kalau tidak, mana mungkin dia bisa menjadi pengawal pribadi Felicia.Akan tetapi, tepat ketika Ervin hendak meraih pergelangan tangan Felicia, sebuah sosok berkelebat lebih cepat
Felicia menggunakan ponsel itu untuk menelepon sebuah nomor. Terdengar suara rendah dan dingin dari ujung telepon. "Gimana? Ada kabar terbaru?""Noah, apa hebatnya kamu menggunakan trik rendahan semacam ini?" tanya Felicia sambil menggertakkan giginya.Noah terdiam sejenak, lalu langsung mengakhiri panggilan. Ekspresi Felicia tampak tidak menentu. Saat berikutnya, dia membentak orang-orang di sekitar, "Kenapa berkerumun di sini? Kalian nggak punya kerjaan ya?"Begitu mendengarnya, para staf itu bergegas berpencar. Mereka tidak berani mengusik Felicia yang galak dan tegas ini.....Sesaat kemudian, di ruang kantornya, Felicia menelepon anggota Keluarga Safira untuk mengutus orang menangani Ervin. Dia tidak akan menelepon polisi. Pengkhianat seperti Ervin seharusnya dihukum dengan metode Keluarga Safira."Gimana kamu bisa menyadari ada alat sadap di sekitarku?" tanya Felicia yang menatap Afkar lekat-lekat."Oh, aku pernah jadi prajurit," sahut Afkar yang mencoba mengelabui Felicia."Cih,
Hari ini, Felicia pulang lebih awal untuk menemani Afkar menjemput Shafa di sekolah. Mereka menaiki mobil Bentley Mulsane. Afkar yang menyetir.Di perjalanan, Felicia menyuruh Afkar berhenti untuk membelikan Shafa jam tangan yang dapat bertelepon dan melacak lokasi.Menurut Felicia, kali ini baru pertemuan pertamanya dengan Shafa. Itu sebabnya, dia harus memberi Shafa hadiah pertemuan.Afkar tidak mengatakan apa pun soal hal ini. Dia hanya merasa takjub dengan etiket yang dimiliki wanita dari keluarga besar."Papa!" Begitu melihat Afkar, Shafa langsung berlari ke arahnya dengan girang. Afkar pun tersenyum penuh kasih sayang melihat putrinya.Jika dibandingkan dengan Shafa yang berbaring sekarat di ranjang rumah sakit, Shafa yang sekarang tampak jauh berbeda. Hal ini membuar Afkar merasa lega dan senang.Felicia berdiri di samping melirik sekilas ekspresi Afkar. Entah mengapa, dia merasa agak getir. Sebelumnya di perusahaan, Afkar melumpuhkan Ervin dengan kejam. Penampilannya sangat ber
"Aku mau makan hotpot!" timpal Shafa dengan tatapan antusiasme. Dia menjilat bibirnya seperti kucing kecil yang rakus."Haha! Oke, kita pergi makan hotpot!" seru Afkar sambil tersenyum. Felicia tidak keberatan. Karakternya memang dingin, tetapi dia tidak akan berdebat dengan anak kecil.Dua puluh menit kemudian, mobil tiba di sebuah restoran hotpot Kota Nubes yang bernama Restoran Harmoni. Restoran ini direkomendasikan oleh Felicia. Jika dibandingkan dengan beberapa restoran hotpot yang terkenal, Restoran Harmoni ini lebih istimewa dan berkelas. Bahan makanannya juga lebih segar dan sausnya lebih nikmat.Tentunya, harganya juga tidak main-main. Itu sebabnya, orang-orang kaya dan terkemuka di Kota Nubes lebih sering datang kemari untuk makan hotpot."Eh! Bukannya kamu Bu Felicia? Kebetulan sekali!" Begitu ketiga orang itu turun dari mobil dan berjalan ke pintu masuk restoran, tiba-tiba terdengar suara seseorang. Nada bicaranya pun terdengar kurang mengenakkan.Terlihat seorang wanita ya
Ketika melihat Afkar melindunginya, hati Felicia menjadi lebih tenang. Dia tahu dirinya tidak perlu repot-repot hari ini. Dia memang pintar di dunia bisnis, tetapi selalu kewalahan menghadapi situasi semacam ini."Bocah, apa katamu?" tanya Harwin sambil memelototi Afkar."Siapa kamu? Aku belum selesai bicara. Beraninya kamu bersikap lancang kepadaku!" hardik Henny sambil menunjuk Afkar dengan wajah merah."Dasar wanita jahat! Kamu nggak boleh memarahi ayahku!" pekik Shafa yang tidak tahan lagi sambil memanyunkan bibirnya."Anak haram dari mana ini? Kamu berani memakiku? Kutampar kamu sampai mati!" Usai berbicara, Henny hendak menampar Shafa.Mana mungkin Afkar membiarkan putrinya ditampar. Dia langsung menarik Shafa ke belakangnya. Pada saat yang sama, tatapannya menjadi sangat dingin."Berengsek! Jangan-jangan dia putrimu ya? Sifatnya persis denganmu. Kalian sama-sama anjing yang suka menggonggong!" bentak Henny. Ucapan Afkar yang sebelumnya membuatnya sangat murka.Kemudian, Henny te
Kemudian, Henny mengangkat tangan untuk menampar Afkar. Afkar segera menghindar sambil mencela, "Jangan menyentuhku! Kamu kotor sekali!""Bocah, sebaiknya kamu perjelas semuanya! Penyakit apa yang kamu maksud? Apa maksud semua ucapanmu?" tanya Harwin yang ekspresinya tidak menentu."Kalau tebakanku nggak salah, sudah 3 bulan kalian nggak berhubungan badan, 'kan? Ini karena dia terkena penyakit kelamin, makanya nggak berani berhubungan denganmu sebelum sembuh.""Kalau nggak percaya, buka saja bajunya dan periksa. Kalau penyebab penyakit ini, sepertinya aku nggak perlu menjelaskannya lagi, 'kan? Hehe," timpal Afkar dengan santai.Begitu mendengarnya, Henny yang bersikap begitu garang sejak tadi akhirnya tampak agak panik. Bagaimana pria ini tahu dirinya terkena penyakit kelamin?Demi uang, Henny menikah dengan Harwin yang lebih tua 20-an tahun darinya. Bagaimanapun, Harwin sudah tua. Kehidupan pernikahan mereka tidak terlalu harmonis.Sementara itu, Henny pada dasarnya memang nakal dan g