"Aku mau makan hotpot!" timpal Shafa dengan tatapan antusiasme. Dia menjilat bibirnya seperti kucing kecil yang rakus."Haha! Oke, kita pergi makan hotpot!" seru Afkar sambil tersenyum. Felicia tidak keberatan. Karakternya memang dingin, tetapi dia tidak akan berdebat dengan anak kecil.Dua puluh menit kemudian, mobil tiba di sebuah restoran hotpot Kota Nubes yang bernama Restoran Harmoni. Restoran ini direkomendasikan oleh Felicia. Jika dibandingkan dengan beberapa restoran hotpot yang terkenal, Restoran Harmoni ini lebih istimewa dan berkelas. Bahan makanannya juga lebih segar dan sausnya lebih nikmat.Tentunya, harganya juga tidak main-main. Itu sebabnya, orang-orang kaya dan terkemuka di Kota Nubes lebih sering datang kemari untuk makan hotpot."Eh! Bukannya kamu Bu Felicia? Kebetulan sekali!" Begitu ketiga orang itu turun dari mobil dan berjalan ke pintu masuk restoran, tiba-tiba terdengar suara seseorang. Nada bicaranya pun terdengar kurang mengenakkan.Terlihat seorang wanita ya
Ketika melihat Afkar melindunginya, hati Felicia menjadi lebih tenang. Dia tahu dirinya tidak perlu repot-repot hari ini. Dia memang pintar di dunia bisnis, tetapi selalu kewalahan menghadapi situasi semacam ini."Bocah, apa katamu?" tanya Harwin sambil memelototi Afkar."Siapa kamu? Aku belum selesai bicara. Beraninya kamu bersikap lancang kepadaku!" hardik Henny sambil menunjuk Afkar dengan wajah merah."Dasar wanita jahat! Kamu nggak boleh memarahi ayahku!" pekik Shafa yang tidak tahan lagi sambil memanyunkan bibirnya."Anak haram dari mana ini? Kamu berani memakiku? Kutampar kamu sampai mati!" Usai berbicara, Henny hendak menampar Shafa.Mana mungkin Afkar membiarkan putrinya ditampar. Dia langsung menarik Shafa ke belakangnya. Pada saat yang sama, tatapannya menjadi sangat dingin."Berengsek! Jangan-jangan dia putrimu ya? Sifatnya persis denganmu. Kalian sama-sama anjing yang suka menggonggong!" bentak Henny. Ucapan Afkar yang sebelumnya membuatnya sangat murka.Kemudian, Henny te
Kemudian, Henny mengangkat tangan untuk menampar Afkar. Afkar segera menghindar sambil mencela, "Jangan menyentuhku! Kamu kotor sekali!""Bocah, sebaiknya kamu perjelas semuanya! Penyakit apa yang kamu maksud? Apa maksud semua ucapanmu?" tanya Harwin yang ekspresinya tidak menentu."Kalau tebakanku nggak salah, sudah 3 bulan kalian nggak berhubungan badan, 'kan? Ini karena dia terkena penyakit kelamin, makanya nggak berani berhubungan denganmu sebelum sembuh.""Kalau nggak percaya, buka saja bajunya dan periksa. Kalau penyebab penyakit ini, sepertinya aku nggak perlu menjelaskannya lagi, 'kan? Hehe," timpal Afkar dengan santai.Begitu mendengarnya, Henny yang bersikap begitu garang sejak tadi akhirnya tampak agak panik. Bagaimana pria ini tahu dirinya terkena penyakit kelamin?Demi uang, Henny menikah dengan Harwin yang lebih tua 20-an tahun darinya. Bagaimanapun, Harwin sudah tua. Kehidupan pernikahan mereka tidak terlalu harmonis.Sementara itu, Henny pada dasarnya memang nakal dan g
"Kamu sudah salah paham. Aku membuatnya tidur supaya nggak melihat kematian tragismu," timpal Afkar dengan nada dingin dan tatapan tajam. Sekujur tubuhnya memancarkan aura yang mengerikan.Saat ini, pintu ruang privat dikunci oleh seseorang. Total ada 8 pembunuh yang menyamar menjadi pelayan.Seluruh niat membunuh tertuju pada Afkar. Yang memimpin adalah seorang pemuda berambut panjang yang sekujur tubuhnya memancarkan aura dingin."Aku nggak tahu dari mana datangnya kepercayaan dirimu itu." Pemuda itu menatap Felicia, lalu tersenyum sambil berujar, "Bu Felicia, bos kami marah besar. Dia ingin kami membunuh pria ini di depanmu. Dia ingin kamu melihat kematian tragisnya."Begitu mendengarnya, ekspresi Felicia menjadi sangat masam. Meskipun orang itu tidak menyebut nama Noah, Felicia tetap tahu siapa bos mereka."Coba saja kalau berani! Langkahi dulu mayatku kalau ingin membunuhnya!" pekik Felicia sambil menggertakkan giginya. Kemudian, dia berdiri di depan Afkar untuk melindunginya deng
Ekspresi Afkar tampak dingin. Matanya berkilat.Saat ini, seorang pembunuh sontak menyerbu dan hendak menikam perut Afkar. Gerakannya sangat gesit. Jelas, mereka adalah pembunuh yang terlatih.Sayangnya, manusia biasa seperti mereka pasti punya batas tertentu. Mereka berbeda dengan Afkar yang memiliki energi naga.Selain itu, Afkar tidak pernah berhenti berlatih Mantra Roh Naga selama beberapa hari ini. Selain fisiknya yang makin kuat, dia telah menguasai beberapa keterampilan membunuh sekarang.Dalam sekejap, Afkar berhasil meraih pergelangan tangan pembunuh itu. Dia mengerahkan tenaga hingga meremukkan tulang tangan lawan. Seketika, belati terjatuh dan direbut oleh Afkar.Jleb! Belati itu menembus tenggorokan si pembunuh. Rasa sakit pada tangan membuatnya ingin berteriak, tetapi tidak bisa.Pembunuh itu pun membelalakkan matanya menyaksikan darah bercucuran dari lehernya. Seluruh wajahnya dipenuhi keengganan dan ketakutan akan kematian!"Sstt! Jangan teriak! Nanti putriku bangun!" uc
Afkar tidak tahu masih ada orang yang ingin mencari masalah dengannya. Saat ini, ruang privat dipenuhi niat membunuh.Felicia sungguh tercengang karena adegan di depan matanya. Dia menyaksikan bagaimana Afkar melumpuhkan Ervin pagi tadi. Hal ini sudah sangat di luar dugaannya.Namun, jika dibandingkan dengan keterkejutan yang dirasakannya sekarang, keterkejutan pagi tadi sepertinya tidak ada apa-apanya.Belati berkilat dingin, darah berceceran ke mana-mana! Sambil memegang belati lawan, Afkar bertarung melawan keenam pembunuh yang tersisa. Hanya saja, posisi pemburu dan mangsa telah berbalik.Jleb! Seluruh pembunuh itu terjatuh sambil memegang leher masing-masing. Jelas, terdapat sebuah lubang berdarah di sana.Afkar seolah-olah benar-benar takut para pembunuh ini membangunkan Shafa. Itu sebabnya, dia menikam tenggorokan para pembunuh itu. Kini, hanya tersisa pemuda berambut panjang itu.Pemuda itu memancarkan auranya sambil memegang belati. Selagi Afkar menyerang pembunuh terakhir, di
Sebelum melempar belati itu, Afkar telah menyalurkan energi naga sehingga dia bisa mengendalikannya dengan mudah.Pemuda berambut panjang itu hanya bisa terbelalak menatap tangan kanannya yang putus. Sorot matanya dipenuhi ketidakpercayaan dan kengerian.Setelah bereaksi, pemuda itu hendak berteriak histeris. Namun, sebuah sosok sontak berkelebat ke hadapannya dan mencekiknya."Sstt!" Afkar memberi isyarat untuk diam, lalu mematahkan leher pemuda itu tanpa belas kasihan sedikit pun."Hehe. Kata orang, pistol lebih cepat dari pisau. Kenapa aku nggak percaya?" ejek Afkar sambil menatap pemuda yang tergeletak di lantai sambil terkekeh-kekeh.Pemuda itu belum mati. Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, muncul sebuah kata dalam benaknya, yaitu master!Hanya seorang master yang bisa menguasai keterampilan telekinesis. Noah mengutusnya membunuh seorang master?"Sudah aman. Aku sudah membunuh mereka semua. Tapi, apa kamu bisa mengatasi masalah ini?" tanya Afkar kepada Felicia sambil mengambi
Ketika melihat pintu ditendang dan sekelompok orang itu terperangah, Felicia pun mengernyit. Bagaimanapun, akan merepotkan jika ada yang melihat begitu banyak mayat di sini."Ternyata Pak Harwin dan Kak Codet. Ada urusan apa kalian kemari?" tanya Felicia dengan ekspresi dingin. Dia masih memeluk Shafa.Afkar membuang tisu basahnya yang sudah kotor, lalu menatap sekelompok orang itu dengan raut wajah tanpa emosi.Kedua kaki Harwin gemetar. Ketika merasakan tatapan Afkar, jantungnya seolah-olah akan copot. Hanya ada Afkar, Felicia, dan Shafa di ruang privat. Tanpa perlu dipikirkan, sudah pasti Afkar yang membunuh orang-orang ini. Felicia dan gadis kecil itu tidak mungkin sanggup melakukannya!"A ... aku datang untuk ... berterima kasih ... pada Pak Afkar," sahut Harwin dengan suara bergetar. Kemudian, dia memaksakan diri untuk tersenyum."Oh ya? Kamu mau berterima kasih?" tanya Afkar sambil mengangkat alisnya dengan penuh minat."Ya, ya! Kalau nggak ada Pak Afkar, aku nggak mungkin tahu