Afkar tidak tahu masih ada orang yang ingin mencari masalah dengannya. Saat ini, ruang privat dipenuhi niat membunuh.Felicia sungguh tercengang karena adegan di depan matanya. Dia menyaksikan bagaimana Afkar melumpuhkan Ervin pagi tadi. Hal ini sudah sangat di luar dugaannya.Namun, jika dibandingkan dengan keterkejutan yang dirasakannya sekarang, keterkejutan pagi tadi sepertinya tidak ada apa-apanya.Belati berkilat dingin, darah berceceran ke mana-mana! Sambil memegang belati lawan, Afkar bertarung melawan keenam pembunuh yang tersisa. Hanya saja, posisi pemburu dan mangsa telah berbalik.Jleb! Seluruh pembunuh itu terjatuh sambil memegang leher masing-masing. Jelas, terdapat sebuah lubang berdarah di sana.Afkar seolah-olah benar-benar takut para pembunuh ini membangunkan Shafa. Itu sebabnya, dia menikam tenggorokan para pembunuh itu. Kini, hanya tersisa pemuda berambut panjang itu.Pemuda itu memancarkan auranya sambil memegang belati. Selagi Afkar menyerang pembunuh terakhir, di
Sebelum melempar belati itu, Afkar telah menyalurkan energi naga sehingga dia bisa mengendalikannya dengan mudah.Pemuda berambut panjang itu hanya bisa terbelalak menatap tangan kanannya yang putus. Sorot matanya dipenuhi ketidakpercayaan dan kengerian.Setelah bereaksi, pemuda itu hendak berteriak histeris. Namun, sebuah sosok sontak berkelebat ke hadapannya dan mencekiknya."Sstt!" Afkar memberi isyarat untuk diam, lalu mematahkan leher pemuda itu tanpa belas kasihan sedikit pun."Hehe. Kata orang, pistol lebih cepat dari pisau. Kenapa aku nggak percaya?" ejek Afkar sambil menatap pemuda yang tergeletak di lantai sambil terkekeh-kekeh.Pemuda itu belum mati. Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, muncul sebuah kata dalam benaknya, yaitu master!Hanya seorang master yang bisa menguasai keterampilan telekinesis. Noah mengutusnya membunuh seorang master?"Sudah aman. Aku sudah membunuh mereka semua. Tapi, apa kamu bisa mengatasi masalah ini?" tanya Afkar kepada Felicia sambil mengambi
Ketika melihat pintu ditendang dan sekelompok orang itu terperangah, Felicia pun mengernyit. Bagaimanapun, akan merepotkan jika ada yang melihat begitu banyak mayat di sini."Ternyata Pak Harwin dan Kak Codet. Ada urusan apa kalian kemari?" tanya Felicia dengan ekspresi dingin. Dia masih memeluk Shafa.Afkar membuang tisu basahnya yang sudah kotor, lalu menatap sekelompok orang itu dengan raut wajah tanpa emosi.Kedua kaki Harwin gemetar. Ketika merasakan tatapan Afkar, jantungnya seolah-olah akan copot. Hanya ada Afkar, Felicia, dan Shafa di ruang privat. Tanpa perlu dipikirkan, sudah pasti Afkar yang membunuh orang-orang ini. Felicia dan gadis kecil itu tidak mungkin sanggup melakukannya!"A ... aku datang untuk ... berterima kasih ... pada Pak Afkar," sahut Harwin dengan suara bergetar. Kemudian, dia memaksakan diri untuk tersenyum."Oh ya? Kamu mau berterima kasih?" tanya Afkar sambil mengangkat alisnya dengan penuh minat."Ya, ya! Kalau nggak ada Pak Afkar, aku nggak mungkin tahu
"Bu, Pak! A ... aku nggak melakukan apa-apa! Aku janji nggak bakal memberi tahu siapa pun!" Pemilik restoran hampir berlutut di hadapan mereka saking takutnya."Jangan panik. Kami cuma mau ganti ruang privat," ujar Felicia dengan nada datar.Sepuluh menit kemudian, Felicia menelepon menyuruh orang mengurus jasad para pembunuh itu. Pihak restoran sangat kooperatif dalam hal ini.Faktanya, Afkar tidak akan dipenjara sekalipun polisi mengetahui insiden ini. Hanya saja, akan lebih merepotkan karena ada banyak proses yang harus dilalui.Di ruang privat baru, Afkar mengelus kepala Shafa. Gadis kecil itu pun bangun. Hidangan lezat telah memenuhi meja makan, ditambah lagi pemilik restoran memberi komplimen.Shafa mengejapkan matanya. Dia bertanya dengan agak malu, "Kenapa aku malah ketiduran? Aku harus makan banyak sekarang!"Selesai berbicara, Shafa menjilat bibirnya dan menatap makanan di meja dengan penuh antusiasme. Afkar membelai kepala putrinya dan bertanya, "Mau makan apa? Biar Ayah amb
Selesai makan, Afkar mengemudikan mobil ke Kompleks Graha untuk mengantar Felicia pulang. Kemudian, ayah dan anak itu baru pulang ke rumah mereka.Afkar menghitung uangnya. Sepertinya sudah waktunya dia membeli rumah supaya tidak menyewa lagi. Lagi pula, uangnya sudah cukup.Di kediaman Keluarga Subroto hari itu, Afkar terus menolak, tetapi Bayu bersikeras memberinya 2 kartu bank. Itu artinya, uang Afkar sudah mencapai 40 miliar lebih. Dia bisa membeli rumah.Setibanya di rumah, waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Begitu turun dari mobil, Afkar melihat seseorang berdiri di depan pintu.Ketika melihat orang itu, Afkar pun mengernyit dan menolak kehadirannya. Di sisi lain, Shafa justru mengejapkan matanya, terlihat terkejut sekaligus gembira."Mama! Mama datang! Papa, itu Mama!" seru Shafa dengan girang. Afkar hanya mengangguk dan memaksakan senyuman.Shafa langsung melepaskan sabun pengamannya dan melompat turun dari mobil. Sosok mungil itu berlari sambil berseru, "Mama!"Siapa lagi
"Cih, kamu masih mau merahasiakannya dariku?" tanya Freya sambil bersandar di tubuh Afkar.Afkar sontak mendorongnya dan bertanya dengan dingin, "Sebenarnya ada urusan apa kamu kemari? Kalau nggak ada urusan, pergi sana!"Begitu mendengarnya, tebersit kekesalan pada tatapan Freya. Saat berikutnya, dia mengeluh dengan manja, "Suamiku, kenapa kamu begini padaku?""Kamu panggil aku apa? Kita sudah bercerai. Suamimu Rafai, bukan aku! Jaga omonganmu!" bentak Afkar sambil tersenyum sinis."Suamiku, kamu rasa aku bisa mencintai pria lain? Aku cuma mencintaimu seorang! Aku minta cerai cuma karena ingin mengambil uang Rafai. Dengan begitu, kita bisa mengobati Shafa.""Kamu nggak akan memahami penderitaanku. Apa kamu tahu betapa sedihnya aku saat melihatmu menjual pabrik dan keluarga kita bangkrut? Makanya, aku memutuskan untuk mengikuti Rafai! Aku sangat menderita karena harus berpura-pura mencintai Rafai!" jelas Freya sambil menangis.Wanita itu bahkan menggoyang lengan Afkar dan memasang eksp
Setelah melewati situasi terpuruk dalam hidupnya, Afkar menjadi lebih rasional sekarang. Dia teringat pada reaksi Freya saat melihat Shafa tadi.Shafa merentangkan tangannya untuk memeluk ibunya dengan penuh semangat, tetapi Freya hanya mengelus kepala Shafa dengan tidak acuh.Bahkan, sorot mata Freya terus tertuju pada Bentley Mulsanne. Apakah seperti ini reaksi seorang ibu yang mengorbankan diri demi pengobatan anaknya?Seketika, Afkar menjadi lebih tenang. Dia seperti penonton yang menyaksikan sandiwara Freya. Kemudian, dia mendorong Freya dan meraih bahunya sambil bertanya dengan panik, "Freya, sudah berapa uang yang kamu ambil dari Rafai? Cepat berikan kepadaku.""Hah?" Freya termangu sesaat dan menatap Afkar dengan heran. Dia melihat Afkar mengemudikan mobil mewah dan melihat Afkar dihormati oleh Barra. Tidak mungkin Afkar kekurangan uang, 'kan?Entah peluang apa yang didapatkan oleh Afkar hingga menjadi sekeren ini. Itu sebabnya, Freya ingin balikan dengan Afkar.Tentunya, Freya
Fadly paling menyayangi Felicia. Dia tidak ingin melihat kakaknya terluka sedikit pun. Meskipun Keluarga Safira mendesak Felicia menikah dengan Noah, Fadly tetap berpihak padanya. Bisa dilihat betapa Fadly menyayangi Felicia.Itu sebabnya, begitu mengetahui ada yang mendekati kakaknya dengan berniat jahat, Fadly sontak murka dan membawa para bawahannya kemari untuk menangkap Afkar!"Boneka? Apa maksudnya?" tanya Freya sambil menatap Afkar dengan bingung.Afkar mengedikkan bahu dan menyahut, "Bukannya sudah kubilang aku jual diri? Yang memberiku uang adalah Nona Besar Keluarga Safira. Aku pura-pura jadi suaminya dan dinafkahinya. Mobil ini punya dia. Aku cuma sopirnya."Begitu mendengarnya, ekspresi Freya menjadi sangat masam. Dia memelototi Afkar dan bertanya, "Jadi, gimana dengan Kak Barra?""Mungkin karena mereka takut pada Keluarga Safira? Lagian, Keluarga Safira keluarga besar di Kota Nubes, 'kan?" sahut Afkar.Kemudian, Afkar meraih bahu Freya dan meneruskan, "Freya, berhenti bert
Fadly sempat tertegun sejenak. Dari tatapan mata Afkar, dia merasakan sesuatu yang berbahaya.....Di sebuah jalan pegunungan yang sunyi, Sahira mengemudikan mobil off-road-nya dengan kecepatan stabil. Pada saat ini, dia sudah keluar dari wilayah kekuasaan Keluarga Samoa.Namun, tiba-tiba matanya yang penuh pesona melirik ke kaca spion, dan senyum penuh arti muncul di wajahnya. Dengan cepat, dia memutar kemudi dan berbelok menuju sebuah jalan kecil yang lebih terpencil.Tak lama kemudian, sebuah sosok yang tegap tiba-tiba muncul di tengah jalan dan menghentikan laju mobil. Sahira menghentikan mobil dan turun, ekspresinya tampak sedikit heran dan curiga. "Kamu mau apa?" tanyanya.Wajah Afkar terlihat dingin, lalu dia berkata dengan suara berat, "Rampok!"Sahira tercengang sejenak, kemudian tertawa terbahak-bahak, suara tawanya manis namun menggoda."Merampok? Wah, Afkar… kamu humoris juga, ya. Jadi kamu mau merampok apa nih? Uang atau ... kehormatanku?"Wanita ini sepertinya memiliki da
"David benar-benar luar biasa, ikut lelang sampai muntah darah! Salut! Salut!" kata Fadly dengan nada penuh cemoohan dan tawa bahagia saat melihat itu.Afkar hanya terkekeh kecil dan berjalan pergi bersama Fadly. Mereka menuju ruang tamu prasmanan yang sudah disiapkan oleh Keluarga Samoa untuk menikmati makanan ringan, sebelum mengikuti sesi lelang siang.Meskipun Afkar tidak mendapatkan giok spiritual, dia tetap penasaran ingin melihat apakah ada barang berharga lain yang layak untuk dimenangkan."David! David, kamu baik-baik saja, 'kan?!" Si selebritas panik melihat David memuntahkan darah."Pergi sana!" David mendorongnya dengan kasar, wajahnya masih merah padam dan penuh amarah sambil menatap ke arah Afkar dan Fadly yang pergi."Afkar sialan! Kita lihat saja nanti! Aku bersumpah kamu akan mati tragis!"Dalam sekejap, David berbalik menatap pengurus Keluarga Samoa dengan tajam. "Gimana dia bisa mendapatkan jimat itu? Apa kalian tahu?"Pengurus itu sempat ragu, tetapi mengingat David
David tertawa terbahak-bahak. Di sampingnya, Fadly yang melihat wajah puas David tak bisa menahan diri lagi dan langsung tergelak. "Dasar tolol! Bikin aku ngakak saja ...."Mendengar itu, wajah David langsung menggelap. "Fadly, tolong jaga sikapmu!" katanya dengan nada tajam.Fadly malah tertawa lebih keras lagi. Orang ini berkoar-koar tak ada habisnya, tapi malah menyuruh orang lain menjaga sikap .... Lucu sekali!Pada saat ini, seorang pengurus dari Keluarga Samoa tiba-tiba keluar dari ruangan tempat transaksi sebelumnya dan berlari mengejar Afkar. "Pak Afkar, mohon tunggu sebentar!"Begitu menyusulnya, pengurus itu menyerahkan sebuah kartu emas berkilauan dengan huruf besar "Samoa" di atasnya."Pak Afkar, ini adalah Kartu VIP Emas dari Keluarga Samoa untuk Anda! Ke depannya, kalau Anda mengikuti lelang kami, biaya penyelesaian transaksi akan dipotong sebesar 3%! Hanya tamu dengan total transaksi lebih dari 800 miliar yang berhak mendapatkan perlakuan khusus ini," ujar pengurus itu d
Melihat ekspresi Afkar seolah-olah telah membuat keputusan besar dan mengumpulkan keberanian untuk mengajukan tawaran, wajah Fadly berkedut beberapa kali. Orang lain mungkin tidak tahu, tapi Fadly jelas mengetahuinya.Jimat Pencabut Nyawa ini adalah barang titipan Afkar sendiri! Sungguh licik!Kakak ipar ini benar-benar menjebak orang tiada ampun! Kalau bukan menjebak Sahira, ya pasti menjebak David!"840 miliar!" Seperti yang diduga, melihat Afkar mengajukan tawaran, Sahira kembali mengangkat papan tawaran."860 miliar! Bu Sahira, jangan terlalu berlebihan!" seru Afkar dengan menggertakkan gigi."880 miliar! Kalau nggak punya kemampuan, tutup saja mulutmu!" ejek Sahira dengan dingin."Baiklah, kamu menang!" Bibir Afkar tampak gemetar "marah". Suaranya seolah-olah dipenuhi rasa tidak rela, marah, dan frustrasi.Pada saat ini, David menelan ludah dan wajahnya tampak muram. Melihat Afkar yang duduk kembali, lalu melihat Sahira ... Afkar benar-benar tidak mengajukan tawaran lagi? Serius?
Makanya, Sahira menyerah begitu saja melihat David ikut menawar."Eh? Dia juga mau beli? Menarik sekali." Afkar terkejut melihat David menawar harga. Seketika, dia menyunggingkan senyuman misterius. 'Mau beli jimatku ya? Boleh saja! Naikkan dulu harganya!'"Tujuh ratus miliar!" Afkar yang sudah duduk tiba-tiba bangkit kembali.David pun tercengang. Dia mengira dirinya sudah menang, tetapi Afkar tiba-tiba menawar lagi."Tujuh ratus dua puluh miliar!" Begitu Afkar kembali, Sahira juga menawar lagi.David mengedipkan matanya beberapa kali. Pada akhirnya, dia menelepon Noah. "Pak, aku di acara lelang Keluarga Samoa. Ada jimat yang katanya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap. Aku ingin mendapatkannya."Terdengar suara rendah Noah dari ujung telepon. "Jimatnya bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir dalam sekejap? Serius?"David menganalisis, "Seharusnya benar. Afkar dan seorang wanita sedang menawar secara gila-gilaan. Harganya sudah men
"Barang selanjutnya agak istimewa. Ini adalah jimat yang dititip jual oleh tamu kami. Menurutnya, begitu jimat ini dirobek, pengguna bisa melancarkan serangan yang dapat membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir!""Kami nggak bisa mengidentifikasi keasliannya, tapi kami yakin energi yang terkandung di dalamnya sangat dahsyat. Pilihan ada di tangan kalian. Harga awal 100 miliar. Lelang dimulai!"Selesai menjelaskan, pembawa acara menarik kain merah yang menutupi jimat itu. Seketika, terlihat Jimat Pencabut Nyawa yang dititip jual oleh Afkar. Kata "mati" di atas seakan-akan memancarkan energi istimewa yang membuat orang bergidik ketakutan."Barang apa itu? Apa benaran sehebat itu?""Bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir?""Ini pasti tipuan, 'kan? Ahli bela diri tingkatan itu sangat kuat lho! Masa satu jimat saja sudah bisa membunuh mereka?"Orang-orang sibuk bergosip dan meragukan kekuatan jimat itu. Lagi-lagi, suasana menjadi hening. Tidak ada yang berani
"Harga awal giok spiritual ini adalah 440 miliar! Setiap kenaikan harga nggak boleh di bawah 10 miliar. Silakan menawar!"Begitu ucapan ini dilontarkan, kain merah di atas panggung pun disingkirkan. Di atas meja, terlihat sebuah giok seukuran telapak tangan. Warna hijau itu terlihat sangat jernih! Bahkan, ada kilauan berwarna-warni yang terpancar!Mata Afkar pun berbinar-binar. Dia tampak bersemangat. Dia bisa merasakan energi spiritual yang terkandung di dalamnya. Itu adalah giok spiritual yang dicarinya. Namun, Afkar tidak terburu-buru untuk menawar harga. Dia ingin mengamati situasi dahulu.Setelah pembawa acara menjelaskan, suasana menjadi heboh. Beberapa saat kemudian, suasana menjadi hening untuk sesaat."Empat ratus empat puluh miliar untuk sebuah batu giok?""Sekalipun batu giok berkualitas paling tinggi, harganya tetap nggak semahal itu!""Batu giok macam apa ini? Katanya bisa membantu menerobos? Cuma orang bodoh yang mau beli."Banyak orang yang berdiskusi dan tidak tertarik
"Jimat Pencabut Nyawa. Setelah dirobek, jimat ini bisa membunuh ahli bela diri tingkat revolusi tahap akhir ...."Afkar menjelaskan cara pakai dan manfaat jimat itu. Jimat itu adalah buatan Afkar sendiri. Dia menggunakan metode menggambar jimat dalam Jurus Mata Naga, lalu menyegel energi naga di dalamnya. Kekuatan yang terkandung sama dengan 80% kekuatan Afkar.Setelah mendengarnya, pria paruh baya itu berkata dengan ragu, "Aku harus menyuruh orang lain memeriksanya dulu. Aku kurang tahu soal ini."Sesaat kemudian, pria paruh baya itu kembali dengan membawa jimat itu. Dia tersenyum getir dan berujar, "Nggak ada yang bisa mengidentifikasi jimat ini. Tapi, bisa dipastikan ada energi di dalam. Makanya, kami memutuskan untuk menerimanya. Kamu mau dijual dengan harga berapa, Pak?""Paling rendah 100 miliar," jawab Afkar setelah berpikir sejenak."Seratus miliar? Tinggi sekali!" Sudut bibir pria paruh baya itu berkedut mendengarnya."Apa ada masalah? Kalau seefektif yang kubilang tadi, bukan
Dalam sekejap, beberapa hari telah berlalu. Hari ini, dengan ditemani Fadly, Afkar datang ke Rumah Lelang Keluarga Samoa.Di pinggiran barat Kota Nubes, terdapat sebuah vila pribadi seluas ratusan hektar. Ini adalah rumah Keluarga Samoa, sekaligus lokasi lelang. Biasanya, tempat ini tidak terbuka untuk umum, kecuali ada acara lelang.Pukul 8 pagi, banyak mobil mewah terparkir di vila itu. Afkar dan Fadly memarkirkan mobil mereka di luar. Setelah menjalani pemeriksaan, mereka baru memasuki vila."Fad, kamu lagi ada masalah belakangan ini ya?" Setelah berjalan beberapa langkah, Afkar tiba-tiba menatap Fadly yang berjalan di sampingnya dan bertanya demikian. Ketika bertemu Fadly hari ini, Afkar bisa melihat ekspresinya dipenuhi kecemasan."Hah?" Fadly termangu sejenak, lalu menggeleng. "Nggak ada kok! Cuma sedikit masalah kerjaan. Aku bisa mengatasinya sendiri.""Kalau butuh bantuan, kasih tahu saja aku. Aku mungkin bisa membantumu," pesan Afkar."Aku tahu. Kalau ada masalah, aku pasti me