Cita-cita Wulan untuk hidup sukses dan bahagia setelah kuliah harus kandas karena ulah adiknya sendiri. Bahkan, ia juga harus mengikhlaskan Lukman, laki-laki yang disukainya! Namun, sang adik benar-benar tak tahu diri. Ia terus saja membuat masalah, hingga keluarga Lukman akhirnya membenci Wulan! Lantas, dapatkah Wulan keluar dari semua cobaan yang dilaluinya?
View MoreSetelah Mas Lukman pergi, aku bergegas menuju kamar mandi. Aku harus sudah pergi sebelum kantor ini dipenuhi para karyawan. Tidak enak juga rasanya jika aku berada di sini, takut jadi fitnah bagi Mas Lukman.Namun, belum selesai aku mengganti pakaian setelah mandi, pintu kamarku sudah diketok seseorang.Eh, apakah itu Mas Lukman? Tapi, kenapa dia tidak mengucapkan salam.Karena pintu terus diketok dan makin hari makin keras, aku bergegas menggunakan baju dan mengambil jilbab langsung yang memang kuletakkan di tempat yang mudah kuraih.“Sebentar,” ucapku sambil tergopoh-gopoh membuka pintu.Namun, saat sekat itu terbuka, aku terkejut bukan main. Di hadapanku ada seorang ibu paruh baya yang rambutnya sudah tampak memutih.Dia memandangku dengan teliti dari atas sampai ke bawah.“Kamu yang bernama Wulan?” tanyanya dengan nada yang menurutku tidak terlalu bersahabat. Sebab, tidak ada senyum yang tersungging di wajahnya.Aku mengangguk sambil mencoba tersenyum. Dengan sedikit gugup, aku b
“Assalamualaikum anak papa. Apa kabar semuanya? Bagaimana dengan sekolahnya hari ini?” Mas Lukman langsung menghampiri anak-anaknya sambil menciumnya secara bergiliran.Aku merasa cemburu. Aku merasa iri. Kenapa bukan anak-anak yang lahir dari rahimku yang mendapatkan perlakuan seperti itu?Lukman memang laki-laki yang baik dan sempurna. Pasti dia mendapatkan wanita yang baik juga. Apa mungkin Tuhan memintaku untuk memperbaiki diri agar bisa mendapatkan laki-laki sehebat Mas Lukman?“Papa kemana saja? Kenapa sudah beberapa hari ini tidak pulang?” protes anak perempuan yang paling besar.“Papa masih ada urusan di sekolah dan diluar, Nak. Kalian sudah makan?” Mas Lukman menjelaskan pada anaknya tanpa berbohong.Dia benar-benar meladeni anaknya. Padahal, kebanyakan orang tua saat ini malas melayani anak mereka, kan? Saat anak-anak mereka bertanya, mereka akan menjawab asal-asalan. Yang lebih parahnya lagi, ada orang tua yang malah mengusir anaknya, menyuruh mereka pergi karena dianggap m
Setelah membaca pesan Tia, aku memilih untuk tidak membalasnya. Biarkan saja dengan permainannya sendiri. Meskipun, sebenarnya aku juga penasaran. Apa penyebab anak itu bisa berubah seperti itu? Namun, dia kembali mengirim pesan. “Benar kan, kalian tidak peduli.”“Bagaimana Kakak mau peduli kalau kamu tidak cerita?” Akhirnya aku terpancing untuk membalasnya kembali.“Sudahlah. Aku sudah hidup bahagia dengan Bang Udin,” balasnya lagi.Ya sudah, hiduplah kamu dengan kemaksiatan Tia. Tunggulah Tuhan membalas perbuatanmu. Selain itu, aku akan berusaha juga menghentikan maksiat yang kamu lakukan. Lihat saja suatu hari nanti.Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamar. “Assalamualikum. Mbak Wulan sudah siap?” Mas Lukman mengintip di depan pintu.“Motornya sudah selesai diperbaiki, Pak?”“Sudahlah pakai Mas saja,” ucapnya sambil tersenyum. “Alhamdulillah sudah. Jadi, kita mau langsung berangkat atau mau ke rumah Bu Mila dulu?”Eh, aku sampai lupa mau minta tolong sama Mas Lukman untuk diambil
Mas Lukman benar-benar memberiku pekerjaan. Dia memintaku menjadi administrasi di kantornya. Apalagi aku jurusan Akuntansi. Jadi, aku juga diminta untuk merekap data keuangan dari setiap sekolah yang masuk.“Selama ini, memang saya yang meng-handle semuanya. Namun, sekarang saya rasa, saya harus lebih banyak waktu untuk keluarga,” ucapnya.Eh, sebentar, keluarga? Apa mas Lukman sudah menikah? Kalau dilihat dari segi ekonomi, memang sepantasnya Mas Lukman sudah mempunyai istri. Dia sudah terlihat begitu mapan dan dewasa. Perempuan mana sih, yang tidak mau dengan laki-laki seperti Mas Lukman. Jadi, dia tinggal tunjuk perempuan mana yang mau dia jadikan istri.Namun, kenapa Bu Mila tetap menjodohkanku? Apa yang dimaksud Mas Lukman keluarga itu ayah dan ibunya?Astagfirullah, kenapa aku malah mencoba mencari pembenaran seperti ini? Memangnya apa urusanku dengan status Mas Lukman. Aku kan hanya mencari pekerjaan untuk menyambung hidupku, kan, seharusnya?“Bagaimana kamu mau bekerja dengan
“Mbak Wulan tadi mau ngomong apa?” Bu Mila meraba lenganku sambil tersenyum.Astagfirullah, Bu Mila pasti menangkap gelagatku. Aku merasa sangat malu. Seharusnya aku bisa menjaga diri dan pandangan.“Mbak Wulan sudah sadar?” Mas Lukman meletakkan buah yang dibawanya ke meja di samping kepalaku.Aku tidak menjawab. Entah mengapa hatiku rasanya berbunga-bunga dan perasaan itu tidak bisa kusembunyikan. Bahkan rasa sedih tadi seolah-olah sirna begitu saja. Apakah ini yang dinamakan cinta?Tidak boleh. Aku tidak boleh seperti ini. Bagaimana kalau ternyata Mas Lukman tidak punya perasaan padaku? Aku bisa kecewa, kan?“Hm, hm, hm.” Bu Mila berdehem beberapa kali. “Sepertinya saya tidak diperlukan lagi di sini?”“Hm, itu, hm.” Aku jadi benar-benar gugup.“Kapan Mbak Mila boleh kembali?” Mas Lukman langsung mengambil alih, membuatku terasa lebih baik dan terlindungi.“Nanti Mas Lukman tanya sendiri pada Susternya saja,” jawab Bu Mila.“Kata susternya, keadaan saya sudah lebih baik. Kalau tidak
“Tik ... Tik ... Tik ....” Sebuah suara memaksaku untuk sadar. Perlahan, aku mencoba membuka kelopak mata yang terasa begitu berat.Saat mata ini mulai terbuka, ada sebuah cahaya yang begitu terang dan bikin silau.“Dimana aku sekarang?” Aku berusaha untuk bicara. Namun, semua tetap senyap. Hanya ada suara udara yang berhembus.Kembali, aku berusaha untuk membuka mata. Saat cahaya itu berhasil beradaptasi, kudapati semua serba putih-putih.Di surgakah aku saat ini? Apa sekarang aku sedang di alam kubur? Namun, kenapa terang sekali. Bukankah kuburan itu tempat yang sangat gelap? Kita hanya ditemani oleh cacing, ular, dan bintang yang hidup di tanah lainnya?Aku berusaha untuk menoleh ke kanan atau ke kiri, tetapi leherku rasanya sakit sekali. Seperti sulit untuk digerakkan.“Selamat pagi, Mbak, sudah sadar, ya?” Seorang wanita masuk dengan menggunakan seragam putih-putih.Berarti aku masih hidup sekarang. Tabrakan kemarin itu tidak membuat nyawaku melayang. Maka, aku kembali mencoba
Pikiranku bertambah kalut. Dadaku semakin sesak. Air mataku semakin deras. Setelah berteriak menumpahkan segala emosi, bukannya tenang, aku malah tambah uring-uringan.Dengan segera, kulajukan motor metikku.Setibanya di rumah, aku sudah tidak tahan lagi. Aku menangis, membentak, dan marah. “Kemana Tia? Kenapa dia sejahat itu. Bukankah dia yang telah selingkuh dengan Bang Udin. Lalu, kenapa aku yang malah difitnah.”“Apa yang kamu katakan, Lan? Kamu kenapa? Kenapa pula kamu pulang sepagi ini?” Kak Dina menghampiriku.Aku duduk dan mengatur napas. “Kakak—ta—hu, Bang—Udin dan Tia—sudah—selingkuh,” ucapku terbata-bata.“Ngomong yang jelas, Lan! Apa maksudmu?”Kak Dina juga terlihat tidak sabaran. Dia sampai berdiri mendekatiku.Aku menarik napas kembali, mencoba untuk tenang, agar bisa menjelaskan dengan benar.“Kak Dina tahu, selama ini, Bang Udin dan Tia sudah selingkuh. Mereka bahkan sudah tidur bersama.”Wajah Kak Dina seketika memerah. Ibu yang tampak hendak pergi ke depan untuk
Setelah membaca pesan dari Tia, aku meminta Kak Dina untuk langsung keluar dari kamarku. Sungguh, aku takut tidak tahan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.Namun, aku rasa lebih baik tidak mengambil risiko, kan, dari pada terjadi apa-apa. Melihat ulah Tia kemarin, aku jadi yakin kalau dia akan tega melakukan apa saja untuk menutupi kejahatannya.Jadi, seharian ini, aku memutuskan untuk diam dan menutup mulut dulu. Setelah ini, aku akan berpikir lagi. Intinya, aku harus menyadarkan Tia dan Bang Udin untuk kembali ke jalan yang benar.Malam ini pun, aku memutuskan untuk tidur lebih awal. Pagi-pagi sekali, aku langsung pergi ke sekolah. Aku memutuskan untuk sarapan di kantin saja.“Benar kan, apa yang aku katakan.” Seorang guru langsung berbisik pada teman di sebelahnya begitu aku memasuki kantor. Ibu-ibu di sebelahnya pun tampak mengangguk-angguk.Si guru kepo yang sering mengomentariku pun berkata dengan lantang, “Tampangnya aja yang MasyaaaaAllah. Tapi, ternyata ...” Namun, lagi
Aku terbangun dalam keadaan badanku sakit semua. Ini pasti akibat ulah Bang Udin dan Tia dan perlawananku kemarin.Namun, anehnya, sekarang aku tidak lagi terikat pada tempat tidur. Hanya, kedua pergelangan tangan dan kakiku yang memerah.Saat kesadaranku benar-benar pulih pun, aku melihat diriku sudah menggunakan baju piama tidur yang lengkap. Tubuhku juga ditutupi dengan selimut tidur yang biasa kugunakan.Aku beranjak turun dari atas ranjang.“Astagfirullah, badanku rasanya sakit semua,” keluhku sambil berjalan menuju ke dapur. Aku mau minum. Tenggorokanku terasa benar-benar kering.“Baru bangun kau, Wulan?” tanya ibu, orang pertama kali kutemui pagi ini.“Iya, Bu,” jawabku lemas.“Tumben kau tidur nyenyak sekali, sampai-sampai ibu bangunkan berkali-kali, tapi kau tidak bangun.”Aku melihat sekeliling. Apa aku katakan saja apa yang terjadi kemarin malam? Tapi, dari mana aku harus memulainya.“Hei, ditanya kok, malah termenung.” Senggolan ibu menyadarkanku kembali.“Eh, itu, Bu. Ti
“Tia, itu kan, baju baru Kakak? Kenapa kamu pakai?” Aku langsung menghampiri Tia yang akan pergi ke undangan dengan baju batik yang baru kubeli beberapa hari yang lalu.“Iya, pinjam,” jawabnya singkat tanpa menoleh ke arahku. Dia tetap sibuk dengan gadget di tangannya.“Tapi, baju itu mau Kakak pakai untuk acara nikahan teman Kakak minggu depan.”“Ya, nggak papa, kan, Tia pinjam dulu. Acaranya kan, Minggu depan.”Astagfirullah. Aku mencoba menarik napas panjang agar bisa lebih tenang.“Tapi, nggak gitu juga Tia. Kamu kan, bisa pakai baju Kakak yang lainnya. Kakak kan, malu kalau pakai baju yang sudah kamu pakai.”“Kok, Kakak pelit banget, sih.” Tia mencak-mencak masuk ke kamar. Dia juga menutup pintu kamar dengan keras sehingga menimbulkan bunyi degum yang besar.“Ada apa? Kenapa rumah seperti kena gempa?" Ibu menghampiriku.“Ti ....” “Kakak Wulan pelit, Bu. Masa aku nggak boleh pinjam bajunya.” Belum selesai aku bicara, Tia sudah ada di depan pintu kamarnya dengan wajah jutek dan m...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments