Demi mengikuti trend hidup kekinian yang disebut dengan istilah Frugal Living, Maya Rosita, seorang ibu muda beranak dua harus rela dipaksa oleh Indra, suaminya untuk hidup serba pas-pasan. Akhirnya ia bekerja banting tulang dan memutar otak agar jatah bulanan yang sudah dipangkas banyak bisa cukup untuk biaya hidup dirinya beserta kedua putri kembarnya. Namun setelah satu tahun menerapkan gaya hidup ala Frugal Living, bukannya menjadi kaya raya, Indra malah menggunakan hasil tabungan mereka untuk menikah lagi dengan wanita lain. Akankah Maya mampu bertahan menghadapi sikap egois Indra? Ikuti terus kisah mereka hanya di GoodNovel. Selamat membaca~
View More"May… kenapa sarapannya cuma ada nasi, kecap manis, kerupuk, sama sambel terasi? Mana yang lainnya?!" Cicit Mas Indra saat membuka tudung saji yang ada di meja makan. Raut mukanya tampak bingung celingukan mencari menu makanan yang dulu biasanya tersaji lengkap dan memenuhi standar empat sehat lima sempurna.
Bodo amat!
Aku pura-pura tak mendengar keluhannya dan malah asik melanjutkan aktivitas mencuci piring bekas sarapan anak-anak tadi.
Kesal karena ku abaikan, nada suara Mas Indra mulai meninggi, "Maya Rosita! Ditanya suami kok malah diam!!" tegurnya dengan suara nyalang.
Hello, Pak Suami… apa dia lupa kalau sudah tiga bulan ini uang belanja bulananku sudah dia pangkas habis-habisan? Dari yang tadinya enam juta sebulan menjadi dua setengah juta sebulan. Lebih dari separuhnya malah, dan itu terasa banget buatku yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Apa dia tidak tahu kalau harga sembako dan kebutuhan pokok lainnya melonjak tajam seperti grafik pertumbuhan populasi dunia. Belum lagi kedua anak kembarku saat ini sedang memasuki usia sekolah dasar dan tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Semuanya butuh uang, Mas! Bukan daun yang tinggal petik di pohon, ataupun kertas yang tinggal potong gunting saja.
Tapi semua itu hanya berani kugemakan dalam batinku saja.
Akhirnya aku menoleh dan menjawab pertanyaannya dengan enggan, "Uang belanja sudah mepet, Mas. Sudah gak cukup kalau sampai akhir bulan." sahutku datar. Aku sudah tak ingin berdebat lagi dengannya masalah uang belanja.
"Kamu itu terlalu boros, May! Coba contoh si Mona. Dia aja bisa kok ngatur uang satu setengah juta buat satu bulan."
Aku sangat benci ketika Mas Indra selalu membanding-bandingkanku dengan Mona, teman kerjanya yang juga seorang youtuber terkenal.
Mas… sini ku kasih tahu. Aku ini sudah punya anak dua, dan si Mona itu masih single. Jadi wajarlah kalau kebutuhan dia belum sebanyak kebutuhanku.
"Udah sih makan aja yang ada. Kan ngirit biar cepet kaya!!" Aku sengaja melontarkan kalimat sarkas karena kesal mendengar ocehannya.
Kalau diladenin tidak akan ada habisnya, dia tak pernah mau kalah berdebat.
Sebenarnya sudah berkali-kali aku menolak keras pemangkasan uang belanja yang katanya pengiritan lah, ikuti tren masa kini lah, nyobain frugal living lah, mau gemukin tabungan lah. Mas Indra selalu beralasan seperti itu saat aku memprotes kebijakannya.
Apa dia tidak tahu kalau uang bulanan dua setengah juta rupiah itu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup kami sekeluarga berempat. Belum lagi kalau adiknya datang selalu meminta makanan yang enak-enak dan mewah-mewah. Cepat habislah itu uang bulananku yang tak seberapa besar.
Bukannya aku tak pandai bersyukur, tapi aku benar-benar dibuat kewalahan mengatur keuangan yang pas-pasan dari Mas Indra, suamiku.
"Huh, ya udah Mas berangkat dulu, mau sarapan di kantin pabrik saja." Tak punya pilihan lain, akhirnya suamiku memutuskan berangkat bekerja dengan kondisi perut kosong.
Ia langsung mengeluarkan motor Honda Nmax miliknya dari garasi. Aku segera mengakhiri kegiatan cuci piring yang baru saja selesai dan mengantarnya ke gerbang depan rumah. Lalu aku mencium punggung tangannya, melambaikan tangan, dan memasang senyum termanis saat ia hendak memacu sepeda motornya dengan mimik muka ditekuk.
Kalau ku pikir-pikir lucu juga sih ekspresi muka Mas Indra.
"Emang makan di kantin pabrik gratis apa? Kalau kaya gini caranya, bukannya irit tapi malah pailit!" Aku sempat mendengar Mas Indra menggerutu sambil menjalankan sepeda motornya dengan pelan. Mungkin kalau aku bisa melihat raut mukanya, pasti bibirnya sudah monyong sampai bisa dikuncir pake karet gelang bekas beli nasi uduk.
Aku memilih pura-pura tak mendengarnya dan segera berlalu masuk ke dalam rumah untuk bergantian mengurus kedua anak kembarku.
Kasihan sih sebenarnya, tapi biar sajalah, biar dia juga merasakan bagaimana penderitaanku mengelola keuangan yang pas-pasan.
"Keyra, Keyla, ayo siap-siap berangkat!" Kupanggil kedua anak kembarku untuk bersiap ke sekolah. Biasanya setelah sarapan, mereka melanjutkan kembali menonton TV acara kartun kesayangannya tentang petualangan sepasang anak kembar laki-laki, karya sineas muda dari negara tetangga sebelah.
Kedua putri kembarku langsung menghambur ke tempat dimana aku merapikan dan menata cucian piring yang sudah tiris ke tempatnya masing-masing. Mereka sudah siap dengan pakaian seragam, keduanya menenteng tas dan sepatu di tangannya masing-masing.
"Ayah sudah berangkat ya, Bu?" tanya Keyla, si kembar yang lebih dulu lahir. Ia memang mempunyai perasaan yang sangat lembut dan sedikit sensitif. Tidak seperti saudara kembarnya yang terlihat cuek dan sedikit tomboy.
"Mm." Aku mengangguk lalu ku lirik sekilas raut wajahnya yang sudah berubah menampilkan rasa kecewa dan sedih. Mungkin karena pembawaannya yang lembut jadi ia merasa kehilangan ketika diabaikan oleh ayahnya sendiri.
Aku langsung menunduk untuk membantu mereka berdua memakai sepatu.
"Memangnya kenapa kalau ayah masih di rumah? Toh dia juga gak akan peduli sama kita kan?" Aku tertegun mendengar penuturan si kecil Keyra dan memilih untuk mengikat tali sepatu Keyla terlebih dahulu.
Aku tak menyangka jika Keyra, gadis yang cuek, periang, dan pemberani ini mempunyai pemikiran seperti itu terhadap Mas Indra, ayah kandungnya sendiri.
Apakah selama ini mereka terluka dengan sikap cuek dan dingin yang Mas Indra tampilkan di rumah.
Memang sih, beberapa kali mereka sempat menyampaikan keluhan setelah pulang bermain. Mereka ingin ayah mereka bersikap dan berlaku sama seperti ayah teman-temannya yang lain.
Mereka hanya menginginkan hal-hal sepele seperti dipamiti dan dicium sebelum ayahnya berangkat bekerja, diajak berkeliling naik motor setelah ayahnya pulang kerja, diajak jalan-jalan saat hari libur tiba, atau hanya sekedar mendapatkan buah tangan saat pulang kerja. Tapi semua itu hanya ada dalam angan-anganku dan si kembar saja. Mas Indra tidak pernah mau dekat dengan anak-anaknya.
Terburu-buru, sedang sibuk, atau sudah lelah adalah alasan klasik yang selalu ia lontarkan jika anak-anak sedang merajuk padanya.
"Udah gak usah mewek!! Kalau ayah gak mau sayang kita, setidaknya kita masih punya ibu yang sangat menyayangi kita." tegur Keyra. Ia mencoba menguatkan hati saudara kembarnya.
Aku langsung mendongak dan menatap wajah imut Keyla yang matanya sudah berkaca-kaca. Aku segera memeluknya dengan hangat dan menghapus air mata di pipinya. "Sabar ya sayang! Mungkin ayah sedang sibuk dan terburu-buru, takut terlambat sampai di pabrik."
Aku sangat memahami perasaan Keyla karena aku sendiri juga besar tanpa sosok ayah. Ibuku sakit dan menderita amnesia setelah kecelakaan yang menimpa kami saat aku masih kecil. Jadi aku tidak pernah tahu siapa dan dimana ayahku berada.
Setelah Keyla merasa sedikit tenang, aku beralih menunduk untuk berganti membantu Keyra mengikat tali sepatunya.
"Gak usah, Bu! Keyra sudah bisa sendiri kok!" Ia menghalau tanganku dan tak membiarkanku menyentuh ujung tali sepatunya.
Aku lalu memperhatikan gadis periang itu memakai sepatu dan mengikat sendiri simpul tali sepatunya. "Benar-benar mandiri." Aku tersenyum dan bergumam dalam hati mengagumi kemandirian Keyra.
"Tunggu dulu!!" Aku tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan segera beranjak pergi.
POV Indra Laksmana."Apa-apaan? Kamu yang apa-apaan? Memangnya kamu itu siapa disini? Tuan putri? Harusnya kamu itu sadar diri, kamu itu disini menumpang. Bantuin ibu, kek, ini malah enak-enakan rebahan, main hape, tertawa cekikikan."Segala kekesalan ku luapkan semuanya pada Mona. Dia hanya menunduk dan mulai mengeluarkan jurus air matanya. "Maafin, Mona… tadi Mona kelelahan, jadi rebahan sebentar.""Lelah ngapain, Kamu? Lelah mainan hape?" Ku lontarkan sindiran tajam. Menurut pengakuan ibu, Mona tidak pernah menyentuh pekerjaan rumah sama sekali. Jadi lelah apanya? Mona sedikit gelagapan. Ia langsung menyembunyikan hp nya ke bawah bantal dan mulai mengalihkan perhatianku."Hm, Mas Indra jangan marah-marah lagi, ya! Ngomong-ngomong tumben Mas Indra masuk ke kamar Mona, apa Mas Indra sudah gak marah dan menginginkan Mona?" rayu Mona.Kalau dipikir-pikir, iya juga sih… semenjak kita menikah, kita langsung pisah kamar karena aku merasa jijik dengan Mona yang hanya memanfaatkanku saja.
POV Indra Laksmana.Hari ini, tumpukan masalah mulai menggunung di pundakku. Kesel, capek, lelah, dan kecewa bercampur aduk jadi satu.Rasanya, kejadian tadi siang di kantor terus saja membayangi pikiranku."Pak Indra, disuruh menghadap ke Pak Angga! Beliau saat ini berada di ruangan manager marketing." Sekretaris pribadi Angga memberitahukan pesan dari atasannya lewat sambungan line telepon kantor."Baik!!" Jawabku dengan semangat empat lima. Memang selama ini posisi manager marketing yang dulunya diduduki oleh Pak Doni kosong semenjak pemilik kursi sebelumnya digelandang oleh polisi karena terlibat menyembunyikan kasus pembunuhan berencana serta kasus penggelapan uang kantor.Entah apa kasusnya, yang jelas posisi Pak Doni sekarang menjadi kosong dan aku mengincar jabatan itu. Aku menginginkan naik ke puncak yang lebih tinggi. Dan saat ini, aku lah kandidat terkuat yang bisa menaiki tangga kesuksesan itu.Bahagia bukan main rasanya. Aku yakin Pak Angga pasti ingin berdiskusi dengank
POV Author.Bagas dan Soni lolos tes interview dan langsung diterima bekerja di perusahaan saat itu juga. Mulai besok, mereka resmi menyandang status sebagai karyawan di perusahaan Maya. Tak main-main, Maya langsung memberikan posisi jabatan yang tinggi untuk keduanya."Mbak, eh… B-bu Maya, apa ini tidak berlebihan?" Bagas merasa gugup sekaligus heran saat Maya menyebutkan posisi jabatan yang akan dirinya emban nanti.Wanita cantik yang telah bersemayam di hati Bagas sejak ia masih berstatus sebagai istri orang itu menggeleng lemah, "Gak kok, Gas. Mbak serius. Mbak tahu kamu pasti mampu melewati challenge ini.""Ta-tapi, Mbak…""Tolong terima dan lakukan yang terbaik! Izinkan putri Om ini untuk mengangkat derajat keluarga kalian. Ini adalah bentuk balas budiku karena kalian selama ini sangat baik kepada anak dan cucu-cucu Om." Sela Hadi dengan tegas memotong ucapan Bagas. Mendapati perkataan menyanjung dari papanya Maya, Bagas hanya bisa pasrah dan menerima kesempatan emas yang Hadi
POV Author. Sesuai dengan instruksi dari Maya, pagi ini Bagas dan Soni berangkat bersama untuk tes interview di perusahaan orang tua Maya dengan berboncengan mengendarai sepeda motor. Begitu tiba di lokasi, Bagas langsung mengirimkan pesan singkat kepada Maya, mengabarkan jika mereka sudah sampai di perusahaan. Alih-alih dipersilahkan masuk, Bagas dan Soni malah diinterogasi oleh satpam yang bertugas di gerbang depan. "Hee, bukannya kalian ini tetangga sebelah rumah abangku, ya?" Irfan yang kebetulan sedang bertugas menjaga gerbang depan langsung sksd, sok kenal sok dekat. Ha he ha he, kami berdua ini punya nama! Begitu gerutu Soni dalam hati. "Hee, bener, kan kalian memang tetangga abangku? Bang Indra namanya." Ulang Irfan saat tak mendapatkan respon dari Bagas dan Soni. Bukannya mereka berdua tak mau merespon, tapi mereka berdua memang tak terlalu mengenali Irfan. Mereka berdua baru sadar setelah Irfan menyebutkan nama Indra, sebagai abangnya. "Iya, bener, Mas. Rumah kami m
"Waalaikumsalam," aku dan Mbak Titin langsung kedepan untuk melihat si tamu. Ternyata oh ternyata, suara itu bukan suara yang berasal dari tamu. Suara itu merupakan suara Bagas, adik Mbak Titin, ia baru saja pulang bekerja. "Eh, ada tamu." Ucap Bagas malu-malu sambil menyalamiku. "Sudah lama, Mbak?" tanyanya kemudian. "Lumayan, Gas, dari siang tadi." Gak terasa ternyata waktu sudah menunjukkan sore, tanda sebentar lagi burung-burung pulang ke peraduannya. Begitupun dengan manusia, mereka mulai pulang ke rumah setelah lelah bekerja seharian di luar. Bagas tersenyum dan salah tingkah sendiri. Aduh, kenapa ini si Bagas kok malah jadi salah tingkah begini? "Baru pulang kerja, Gas?" Tanyaku untuk mengurai kecanggungan yang ada. Dia hanya mengangguk dan tersenyum malu-malu lagi. Ih, kenapa sih ni bocah? Ayolah, Gas. Baru berapa lama gak ketemu kok kamu udah lain banget. Dimana Bagas yang dulu tegas, pemberani, dan penuh wibawa? Kenapa berubah jadi Bagas yang kalem dan malu-malu begini
"Eh, ada bu boss datang!!" Sapa Mbak Titin ramah saat aku bertandang ke rumahnya. Ia terlihat sangat antusias dengan kedatanganku yang tiba-tiba dan tanpa kabar sebelumnya. Entah kenapa rasanya aku kangen sekali dengan lingkungan tempat tinggal lamaku ini. Aku langsung memeluk wanita yang dulu seringkali membantuku kala aku sedang dilanda kesusahan. "Apa kabarnya, Mbak?" Wanita itu mengangguk dan tersenyum bahagia seraya berkata, "Kabar kami baik, May." Ia lalu menoleh ke arah pintu rumahnya, "Lika… ada Keyla sama Keyra, nih." Teriak Mbak Titin memanggil anak gadisnya yang seumuran dengan si kembar. Tak butuh waktu lama, Lika, anaknya Mbak Titin langsung berlari keluar dengan senyum mengembang. "Keyla, Keyra… main bareng, yuk!!" Seru Lika kegirangan karena sudah beberapa bulan ini mereka tak berjumpa. Semenjak diboyong ke rumah Papa Hadi, si kembar praktis ikut pindah sekolah yang lebih dekat dengan kediaman Papa Hadi. Oleh sebab itu pertemanan mereka sempat terputus karena jarak
POV Maya Rosita. "M-mas Indra," gumamku tak percaya saat kedua netraku terbuka seutuhnya. Ternyata, mantan suamiku lah yang telah menahan tangan Irfan untuk tidak melukaiku. Irfan langsung mengibaskan tangannya dengan kuat karena kesal dihadang oleh sang kakak. Tepatnya karena ia tidak berhasil membalas tamparanku tadi. "Awas kamu!! Dasar perempuan miskin!" Maki Irfan sebelum pergi meninggalkan kami di lobby. Ehh, songongnya minta ampun itu anak. Sebenarnya ada dendam kesumat apa sih antara dia sama aku? Kenapa sepertinya ia sangat membenciku dan ingin sekali melihatku hancur? Irfan, Irfan, tunggu saja sampai kamu tau identitas asliku. Aku yakin saat hari itu tiba, kamu akan kejang-kejang karena saking terkejutnya. Sekarang, hanya ada aku dan Irfan di lobby utama perusahaan, semua orang sedang beristirahat. Tiba-tiba suasana menjadi amat canggung. "M-makasih, Mas," ucapku berterima kasih sebab pertolongan Mas Indra datang tepat waktu. Andai saja Mas Indra telat satu detik, mung
POV Maya Rosita.Hari ini adalah hari pertama Papa Hadi kembali ke kantor setelah puluhan tahun menjabat sebagai dewan direksi secara fiktif, nyatanya selama ini perusahaan dikuasai dan dimanipulasi oleh Tante Rosmala dan anaknya.Tak banyak yang tahu akan keberadaan Papa Hadi di perusahaan. Hanya orang dekat dan beberapa karyawan yang sudah mengabdi sejak jaman Kakek Harun menjabat.Kini setelah Rosmala dan anaknya berhasil disingkirkan, Papa Hadi akan menunjukkan siapa pemilik tampuk kepemimpinan yang sebenarnya."Hari ini kamu juga harus ikut ke kantor ya, May! Papa mau ajarin kamu sedikit demi sedikit agar nanti saat papa pensiun, kamu sudah bisa mandiri di perusahaan." Ajak Papa Hadi saat sarapan berlangsung. Aku kaget bukan main. Jujur, aku belum siap sama sekali. Aku yang terbiasa menjadi ibu rumah tangga, tiba-tiba harus naik ke puncak bisnis. Oh tidak! Semua itu bagaikan mimpi."Ta-tapi, Pa…" "Gak ada tapi-tapian. Papa ini sudah mulai menua dan sakit-sakitan. Cepat atau lam
POV Dony."Lepasin saya, Pak! Saya gak salah apa-apa." Aku masih tidak tahu kenapa orang-orang ini menangkapku dan menggelandang ku ke kantor polisi di siang hari bolong. Malu rasanya dijadikan tontonan oleh banyak karyawan yang baru saja selesai menghabiskan waktu jam istirahatnya. Cukup kemarin Olla mempermalukanku di pesta pernikahan Mona, kenapa hari ini masih ada kejadian memalukan lainnya?Oh, mengapa aku harus menderita malu secara bertubi-tubi seperti ini? Dimana letak wibawaku sebagai orang penting di perusahaan."Lepasin!! Kalau kalian gak lepasin juga, saya akan menuntut kalian semua." Aku mengancam dan berusaha melepaskan diri dari barisan pria berseragam yang sudah berhasil memasang borgol tangan plastik yang terbuat dari cable ties di kedua pergelangan tanganku.Sekuat apapun usahaku, semua nampak sia-sia belaka. Bahkan jika aku berhasil melepaskan diri dari ikatan borgol plastik cable ties tersebut, belum tentu aku bisa melewati pagar betis yang mengawal dengan ketat.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments