Share

Episode 2

Sebuah kamar berukuran empat meter persegi, menjadi tempat tinggal Abi selama ia bekerja menjadi salah satu ajudan di keluarga Mahika. Kamarnya terletak tidak jauh dari kamar Elana, hanya berjarak beberapa meter namun, terdapat benteng besar pembatas melintang di tengah-tengah. Kamar Elana terletak di lantai dua, sedangkan kamar yang ditempati Abi berada di lantai bawah, persis di seberang bangunan utama rumah mewah Mahika, namun ada pintu kecil yang menghubungkan bangunan utama keluarga Mahika dan kamar yang di tempati Abi. 

Abi memasuki kamar yang hanya berukuran sebesar kamar mandi Elana, namun baginya itu sudah lebih dari cukup untuk menjadi tempat pelepas lelah setelah satu hari penuh ia harus selalu menemani Elana kemanapun gadis itu pergi. Satu bulan sekali Abi mendapat izin cuti selama dua hari, dan kebetulan esok adalah hari libur yang sudah ia nantikan. 

Merebahkan tubuh sejenak sambil memejamkan mata, sebelum ia harus segera pulang untuk menemui keluarganya. Samar-samar terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar, membuat Abi terbangun dan segera menghampiri pintu. Ia membuka tirai jendela terlebih dahulu sebelum ia membuka pintu yang selalu ia kunci. Bekerja menjadi seorang ajudan memang harus selalu siap siaga setiap waktu, meskipun di jam istirahat seperti ini. Pekerjaan seperti ini memang tidak menentu, terkadang ia bisa santai satu hari berada di rumah, atau sebaliknya ia justru harus bekerja diluar rumah sesuai keinginan sang majikan. 

Abi membuka tirai jendela, melihat siapa yang datang di waktu seperti ini. Abi terheran begitu melihat seorang wanita memakai piyama berwarna merah muda dengan motif hello kitty, lengkap dengan bandana dan sandal senada, tengah berdiri di depan pintu kamarnya. 

Abi segera membuka pintu, menghampiri Elana. 

"Ganggu ya?" 

Abi menggeleng, ia segera menutup kembali kamarnya. Membuat Elana mendesah kecewa, meskipun ia sering menghampiri ajudannya itu hingga ke kamar pribadinya, namun Elana tidak pernah sekalipun melihat isi kamar Abi. Lelaki itu seolah tidak mengizinkan siapapun melihat isi kamarnya, dan selalu sigap menutup pintu dengan cepat. 

"Besok kamu libur?" Elana duduk di sebuah bangku di depan kamar Abi, di ikuti Abi yang duduk di sebelahnya setelah ia menggeser lebih jauh kursi tersebut dari dekat Elana. 

"Berapa lama libur? Gak lama kan?" 

Abi menggerakan tangan, ia mulai berbicara. 

"Dua hari"

Elana mengangguk, "Janji ya, cuman dua hari? Ada sedikit oleh-oleh untuk keluargamu. Semoga mereka suka," Elana menyerahkan satu paperbag berisi berbagai makanan, dari mulai permen hingga biskuit. 

"Aku gak tau kamu punya adik atau kakak, apakah mereka laki-laki atau perempuan. Tapi,, pokoknya berikan ini untuk keluargamu ya, atau kalau kamu gak mau berikan saja pada tetangga atau orang yang kamu temui di jalan." Elana menyerahkan paperbag berwarna biru muda itu ke hadapan Abi.  

"Terimakasih banyak," Abi menggerakan kedua tangannya, berterimakasih dan menerima pemberian Elana. 

"Kalau begitu aku harus kembali ke kamarku, selamat berlibur, Bi." Elana beranjak dari kursi dan segera meninggalkan Abi. Namun baru beberapa langkah ia terhenti ketika tepukan kecil mendarat hangat di pundaknya. 

Elana berbalik, mendapati Abi tengah berdiri tak jauh darinya. 

"Hubungi aku jika kamu butuh sesuatu, maka aku akan segera kembali." 

Elana tersenyum dan mengangguk. 

"Selamat malam Abi," ucapan terakhirnya sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan Abi. 

Sesampainya di kamar, Elana tidak langsung tertidur. Ia masih memperhatikan kamar Abi dari balik jendela kamarnya. Hampir menjelang tengah malam, Abi baru keluar dari kamarnya. Lelaki jangkung itu sudah mengganti pakaiannya, memakai jaket bomber hitam, celana jeans hitam, tidak lupa kacamata hitam yang selalu bertengger manis di hidung mancungnya. Sekilas penampilan Abi lebih mirip lelaki normal pada umumnya, sangat berbeda ketika ia mengenakan pakaian kerja, meski apapun yang Abi kenakan sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanannya. Iya,,,Bi memang tampan, Elana mengakui itu. 

Samar-samar terdengar suara motor milik Abi mulai menggema, membuat petugas keamanan langsung membuka pintu gerbang begitu motor yang ditunggangi Abi hendak keluar. Suara motor semakin lama semakin menjauh, bahkan sosok Abi hilang ditelan gelapnya malam membuat Elana perlahan menutup tirai jendela kamar. 

"Dia pergi,,," gumam Elana pelan. Meski bukan pertama kalinya Abi pergi, namun setiap kali lelaki itu berada jauh darinya, Elana merasa ada sesuatu yang aneh. Seolah ada yang kurang jika Abi tidak ada di sekitarnya. Elana menyadari rasa kehilangan itu, namun sejauh ini ia hanya menganggap itu hal biasa karena setiap harinya ia selalu bergantung pada Abi. Bukan perasaan kehilangan yang dirasakannya untuk seorang lelaki. 

Esok paginya, seperti biasa Elana dan sang Ayah sarapan bersama. Sarapan bersama merupakan agenda wajib yang diharuskan oleh Erlangga sebelum mereka sama-sama melakukan aktivitas masing-masing. 

"Hari ini ada kegiatan apa, sayang?" Tanya Erlangga.

"Tidak ada. Paling hanya dirumah saja." 

"Tumben, biasanya pergi." 

"Abi cuti bulanan." Jawab Elana sambil mengunyah roti isi selai stroberi, kesukaannya.

"Nanti Ayah akan menyuruh Roni mengajakmu pergi, atau jalan-jalan." 

"Tidak perlu, Ayah. Rony pasti sibuk. Aku bisa dirumah, lagipula Abi cuti hanya dua hari. Jangan merepotkan Rony." 

"Baiklah kalau begitu, Ayah akan usahakan pulang secepatnya." Elana mengangguk, meski itu hal mustahil yang bisa dilakukan Ayahnya. 

"Ayah berangkat dulu. Kamu bisa minta ditemani ajudan lain jika merasa bosan." Elana kembali mengangguk. Mulutnya terasa penuh hanya untuk sekedar menjawab ucapan sang Ayah. 

"Ayah pasti pulang cepat." Erlangga memastikan ucapannya, sebelum ia berangkat dan mencium kening putrinya. 

Elana memperhatikan punggung Erlangga, hingga lelaki paruh baya itu menghilang di balik pintu. Setelah Ayahnya pergi, Elana memuntahkan roti yang masih memenuhi mulutnya ke dalam tong sampah. Rasa laparnya hilang seketika. 

Berada di dalam rumah besar dan mewah seorang diri membuat Elana sangat merasa kesepian. Tidak ada orang lain selain dirinya, Erlangga dan beberapa pekerja. Sepi sudah menjadi teman baik Elana sejak ia kecil. Erlangga sibuk dengan pekerjaannya begitu juga dengan para asisten yang membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Tidak ada yang bisa Elana ajak untuk bicara atau bermain

 Satu-satunya orang yang selalu mendengarkan setiap curahan isi hatinya hanya Abi, lelaki bisu yang baru bekerja satu tahun lebih di kediamannya. 

Elana merasa beruntung memiliki ajudan seperti Abi, meski Abi tidak pernah menjawab panjang lebar setiap curahan isi hatinya, namun justru kekurangan Abi menjadi kelebihan tersendiri untuk Elea. Setidaknya apa yang ia ceritakan tidak akan Abi ceritakan lagi pada orang lain.

Mengingat sosok Abi membuatnya ingin tau bagaimana keadaan lelaki itu. Elana segera beranjak menuju kamarnya, ia mengambil ponsel dan mengetik sebuah pesan lalu dikirim nya segera. 

Tidak berapa lama pesannya terbalas, "Wahh gercep banget." Elana tersenyum membalas setiap pesan. Hingga ide jahil terlintas begitu saja di pikirannya. Tidak tanggung-tanggung, Elana langsung mengirim voice note, agar pesannya langsung di dengar.

"Abi, aku butuh bantuanmu sekarang," 

Pesan terkirim, dan tidak lama pesan balasan datang. 

"Aku akan kembali nanti sore." 

Elana tertawa sambil berguling-guling di kasur, menyembunyikan teriakannya di balik bantal yang menutupi wajahnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status