Alunan piano mengalun lembut, menjadi pengiring makan malam romantis. Pencahayaan remang-remang, dan hanya beberapa pasangan saja yang berada di tempat itu, sungguh suasana makan malam romantis yang selalu diimpikan pasangan muda. Tapi tidak dengan dua orang yang tengah menikmati hidangan makan malam mereka. Keduanya tampak asik menikmati hidangan masing-masing, tanpa bicara sedikitpun. Tidak ada obrolan ringan, ataupun canda gurau layaknya pasangan yang sedang dimabuk asmara.
"El,," panggil Rony.
Semenjak mereka tiba di tempat tersebut, Elana tidak bersuara sama sekali. Membuat Rony akhirnya mengakhiri kesunyian di antara mereka berdua.
"Kamu kenapa? Akhir-akhir ini aneh," lanjutnya.
Elana mengangkat kepalanya, sejak tadi ia hanya fokus pada sepotong daging di hadapannya.
"Aneh? Aneh seperti apa maksud kamu." Elana balik bertanya.
"Biasanya kamu banyak bicar
Elana merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, perlahan senyum di bibirnya mengembang begitu saja. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya, tiba-tiba saja kedua pipinya terasa panas.Elana bangun dari tempat tidur, berjalan perlahan menghampiri jendela kamar. Dari celah kecil ia bisa melihat sosok Abi tengah duduk di bangku depan kamarnya, membuat Elana kembali tersenyum. Entah apa yang membuatnya tersenyum seperti orang gila, hanya saja kini hatinya terasa penuh dan berbunga. Bahkan ia melupakan sejenak masalahnya dengan Rony. Tapi itu tidak berlangsung lama karena dering ponsel miliknya, membuat ia kembali tersadar.Elana sempat ragu membuka pesan yang tertera di kotak masuk, ia tidak ingin melihat pesan yang dikirim Rony. Namun mengabaikan lelaki itu juga tidak akan menyelesaikan masalah."Sudah sampai rumah? Aku minta maaf karena sikapku tadi."Elana tersenyum hambar membacany
Abi memalingkan wajahnya begitu ia mengenali mobil berwarna putih memasuki kawasan perumahan Elana. Ia tersenyum kecut begitu melihat Rony turun terlebih dahulu, dan membuka pintu dimana Elana berada. Tidak hanya sampai disitu saja, Rony pun mencium kening Elana sekilas, membuat Abi memilih pergi. Ia tidak ingin melihat kelanjutan dari dua sejoli itu.Abi memilih duduk di depan kamarnya. Semenjak ia tau Elana pergi tanpa mengikutsertakan dirinya, Abi pun langsung tau dengan siapa wanita itu akan pergi. Namun entah mengapa setelah melihat kedekatan mereka secara langsung, seperti beberapa menit lalu, Abi merasa sesuatu perasaan aneh menggelitik hatinya. Perasaan tidak suka, yang sulit sekali dijelaskan. Seharusnya ia menyadari posisinya, bahkan ini bukan kali pertama Elana pergi berdua bersama Rony, tapi begitu melihat mereka berdua secara langsung, rasanya terasa berbeda dan sedikit membuatnya kesal.Benar apa yang diucapkan Mila, wanita
Abi membuka pintu mobil, mempersilahkan Elana turun. Ia melakukan itu bukan karena mulai hari ini mereka resmi menjadi pacar dua minggu, tapi karena sudah menjadi kebiasaannya selama ini. Elana tidak mempermasalahkannya, karena sudah seharusnya seorang kekasih melakukan hal seperti itu.Mereka berdua tampak canggung, terutama Abi. Beberapa kali lelaki itu menggaruk kepalanya, meski tidak gatal. Elana menyadari kecanggungan diantara mereka berdua, "Mulai hari ini perlakukan aku seperti layaknya seorang pacar. Jangan bersikap seperti seorang ajudan. Mengerti?"Abi tidak mengiyakan dengan cepat, ia justru tersenyum canggung. Bagaimana bisa ia menganggap Elana sebagai kekasihnya hanya dalam waktu singkat."Sampai ketemu lagi. Kekasihku," Elana tersenyum, sebelum akhirnya ia terlebih dahulu pergi meninggalkan Abi yang masih terpaku dan tidak percaya dengan apa yang baru saja dialaminya.Begitupun
Abi benar-benar merasa kebingungan, harus kemana ia membawa Elana pergi. Hampir tiga puluh menit berlalu, namun ia masih belum menemukan tempat yang pas untuknya dan Elana berkencan."Aku lapar," terdengar suara Elana, persis di sebelah telinganya.Abi semakin kebingungan setelah mengetahui Elana lapar. Kemana ia harus membawa Elana mencari makanan, mengingat nasib isi dompetnya yang hanya tersisa beberapa lembar uang kertas, rasanya tidak mungkin membawa Elana ke tempat makan yang biasa Elana kunjungi.Tidak ingin membuat kekasih sementaranya kelaparan, akhirnya Abi menepikan sepeda motornya di salah satu restoran cepat saji cukup terkenal. Meski namanya restoran itu cukup terkenal di semua kalangan masyarakat, setidaknya menyantap dua porsi makan disana tidak akan menguras habis isi dompet Abi.Sesekali Abi memperhatikan raut wajah Elana, mencari kekecewan di wajah Elana. Namun nyatanya jus
Abi benar-benar merasa kebingungan, harus kemana ia membawa Elana pergi. Hampir tiga puluh menit berlalu, namun ia masih belum menemukan tempat yang pas untuknya dan Elana berkencan."Aku lapar," terdengar suara Elana, persis di sebelah telinganya.Abi semakin kebingungan setelah mengetahui Elana lapar. Kemana ia harus membawa Elana mencari makanan, mengingat nasib isi dompetnya yang hanya tersisa beberapa lembar uang kertas, rasanya tidak mungkin membawa Elana ke tempat makan yang biasa Elana kunjungi.Tidak ingin membuat kekasih sementaranya kelaparan, akhirnya Abi menepikan sepeda motornya di salah satu restoran cepat saji cukup terkenal. Meski namanya restoran itu cukup terkenal di semua kalangan masyarakat, setidaknya menyantap dua porsi makan disana tidak akan menguras habis isi dompet Abi.Sesekali Abi memperhatikan raut wajah Elana, mencari kekecewan di wajah Elana. Namun nyatanya jus
Rony melempar gelas kaca di tangannya begitu mendapat laporan dari seseorang yang mengikuti Elana dan Abi."Brengsek!" Gumamnya pelan, raut wajahnya memerah menahan amarah.Roni mengabaikan pecahan kaca yang berserakan di lantai, ia berjalan melewati pecahan gelas tersebut dan menginjaknya dengan sengaja. Pecahan gelas tersebut tidak akan melukai kakinya yang dibalut sepatu kulit berkualitas tinggi, seperti itulah ia akan menginjak siapapun yang mencoba menghalangi jalannya. Rony tidak akan tinggal diam.Meskipun Abi bukan lawan sepadan untuknya, namun kedekatan antara lelaki bisu itu dan Elana sedikit mengusik ketenangannya, terlebih jika Elana sampai menaruh hati pada Abi. Harga diri Rony jelas merasa terinjak."Awasi kemanapun mereka pergi. Jangan sampai lengah!" Perintah Rony pada seseorang melalui ponsel."Rupanya Elana ingin sedikit bermain-main. Baiklah, ak
Matahari tenggelam di ufuk barat, sinarnya perlahan berwarna jingga membuat siapapun pasti akan terkagum-kagum dengan keindahannya. Dua manusia berbeda jenis kelamin tengah menikmati pemandangan indah, namun sesaat. Kedua tangan mereka saling bertautan, seolah saling menguatkan karena sebentar lagi kegelapan akan menghampiri."Indah, namun sesaat." Gumam Elana pelan, samar-samar terdengar membuat Abi menoleh, menatap wajah Elana dari samping. Siluet wajahnya semakin indah dipandang, terpapar sinar matahari berwarna jingga."Impianku untuk masa depan yang penuh dengan ketidakpastian yaitu, aku ingin kembali melihat matahari tenggelam bersama lelaki yang sangat aku cintai. Meski hanya satu kali, dan mungkin itu yang terakhir kalinya."Abi mengeratkan pegangan tangannya, menarik tubuh Elana semakin dekat. Tiba-tiba ia membalik tubuh Elana dan memeluknya dengan sangat erat. Pelukan hangat penuh makna. Banyak kata yang
Bukan ciuman pertama, namun rasanya begitu membekas dan mampu melumpuhkan seluruh sarafnya. Elana seperti kehilangan jiwanya, setiap kali ia bercermin dan memegang bibirnya, tanpa sadar ia tersenyum sendiri. Meski hanya ciuman biasa, bahkan Abi hanya menempelkan bibirnya saja, namun Elana mampu merasakan sengatan luar biasa di tubuhnya. Hampir saja ia tidak bisa memejamkan matanya semalam suntuk, dan terus saja memegangi bibirnya tanpa henti. Benar-benar ciuman manis yang begitu membekas di ingatan.Beruntunglah semalam ia mendapatkan sebuah ciuman manis, setidaknya pagi harinya begitu Elana harus kembali berhadapan dengan Rony, suasana hatinya tidak terlalu buruk. Bahkan meski tubuhnya berada di meja makan bersama Erlangga dan Rony, tapi pikirannya justru melayang entah kamana.Erlangga memperhatikan putrinya, raut wajah Elana tampak berbeda dari biasanya. Sorot matanya terlihat begitu bersinar, bahkan Erlangga bisa melihat seulas