Habis bicara demikian pada sang adik ipar, Ronan segera berlalu sambil mempermainkan kunci mobil di tangannya.
Pria itu segera masuk ke mobilnya tanpa mempedulikan Rifky yang terdiam menatapnya untuk sementara.Setelah mobil itu berlalu, Rifky melangkah menuju pintu rumah besar sang kakak.Memutar handlenya, dan melongokkan kepalanya ke dalam.Tampak ruangan yang sangat berantakan terlihat mata Rifky. Perlahan, Owner salah satu komunitas bernama COMIC BOYZ itu masuk ke dalam sambil mengucapkan salam.Terdengar suara tangisan anak kecil di dalam dan bergegas Rifky melangkahkan kakinya agar tahu apa yang terjadi.Di ruang keluarga, Rifky melihat sang kakak duduk begitu saja di lantai sambil memeluk dua ponakannya Rara dan Reva.Melihat Rifky, Riska yang tadinya sudah meneteskan air mata akibat pertengkaran dengan sang suami buru-buru menyeka sudut matanya dan berusaha membujuk anak-anaknya untuk melanjutkan permainan mereka.Rifky menghampiri sang kakak, dan berjongkok di hadapan sang kakak."Kak, kenapa rumah Kakak berantakan sekali?" tanya Rifky hati-hati.Riska tersenyum kecut mendengar pertanyaan sang adik. Ia bangkit dari duduknya di lantai dan mengikat rambut panjangnya sekenanya tanpa menyadari Rifky memperhatikan hal itu sambil ikut bangkit."Aku belum sempat beres-beres, Reva sama Rara sakit, jadi ya gini, repot, tadi aku nyiapin sarapan dulu untuk Ronan, jadi masih berantakan, kamu ngapain pagi-pagi ke sini? Enggak ngantor?"Riska berusaha untuk menyembunyikan gejolak di hatinya di hadapan sang adik bungsu, karena ia tahu, Rifky tidak pernah suka dengan sang suami yang dinilai Rifky sedikit serampangan memperlakukan dirinya.Walaupun begitu, Rifky berusaha untuk menghormati kakak iparnya itu, hingga tak jarang, jika ada hal yang terjadi, Rifky tidak pernah mengutarakan semuanya pada sang kakak ipar atau kakaknya.Hanya dipendam Rifky di dalam hati."Aku ngantor tadi sudah ke kantor ada kerjaan di luar sekalian mampir ke sini liat kondisi Kakak. Tadi di depan ketemu Kak Ronan, tapi belum sempat ngomong, udah pergi, kalian berantem lagi?"Banyak sekali kata-kata yang terlontar di mulut Rifky, hingga Riska bingung ingin menanggapi yang mana, karena ia tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi antara ia dan Ronan.Ronan tidak selingkuh, pria itu hanya menyimpan foto sekretarisnya itu lalu mengancamnya agar patuh, itu saja, Riska yakin Ronan tidak akan mengkhianati pernikahan mereka. Itu yang selalu diucapkan Riska di dalam hati."Enggak, cuma tadi sedikit kesiangan jadi kayak gini.""Kenapa kagak mempekerjakan asisten rumah tangga aja sih? Dulu ada Mbak Yuni, sekarang beliau ke mana?" sebut Rifky pada asisten rumah tangga sang kakak yang ia ketahui sudah bekerja awal sang kakak menikah."Aku kan udah enggak ngantor, ya, aku bisa kok ngerjain pekerjaan rumah sendiri.""Aku tau, Kak! Tapi, Kakak punya anak dua, Reva sekolah TK, Rara perlu penanganan Kakak, belum lagi rumah ini besar, pekarangan luas hanya ada satpam di depan, Kakak akan kerepotan kalau ngerjain semua sendiri!""Iya, nanti kalau emang udah enggak kuat dan keteteran, aku akan suruh Mbak Yuni balik lagi kerja.""Kenapa enggak sekarang aja?"Ronan enggak akan suka aku mempekerjakan asisten rumah tangga di rumah ini, kalau aku enggak kerja....Pertanyaan Rifky dijawab Riska dalam hati."Ya, sekarang, aku masih sanggup.""Sanggup?"Pertanyaan Rifky dibarengi dengan pandangan mata Rifky yang menyapu ruangan di sekitar mereka yang sangat berantakan."Iya, aku sanggup, kalau sekarang kamu lihat rumah aku berantakan, karena ini masih pagi, nanti agak siangan juga aku bereskan, kok!"Hanya sebuah kalimat pembelaan. Nyatanya, setiap hari, Riska tidak bisa membuat rumah jadi rapi karena dua anaknya yang sangat aktif membuat ruangan tidak bisa rapi lebih dari satu jam.Padahal, Riska sudah membereskan, tapi bocah-bocah lucu itu tetap bersemangat untuk membuat ruangan berantakan kembali."Kak, sebenarnya apa yang terjadi? Pernikahan Kakak baik-baik aja, kah?"Gerakan Riska yang memungut pakaian kotor sang anak yang ada di sofa ruang keluarga itu terhenti saat mendengar pertanyaan Rifky."Baik-baik aja, emang kenapa?"Suara Riska terdengar sumbang dan Rifky semakin yakin kakaknya memang menyembunyikan sesuatu darinya."Kakak beda kayak dulu, yang dulu terlihat segar dan fresh, sekarang seperti kagak terurus."Riska membalikkan tubuhnya, dan menatap wajah sang adik dengan tatapan mata serius saat mendengar apa yang diucapkan oleh Rifky."Aku punya anak dua dengan jarak yang mepet, wajar kalau aku belum bisa adaptasi, selama ini, aku kerja di kantor papa, hal kayak gini aku emang belum terbiasa.""Jadi, cuma belum terbiasa? Bukan karena hal yang lain?"Riska tertawa, dan lagi-lagi tawa perempuan itu terdengar sumbang di telinga Rifky."Iya, lah! Kamu pikir aku gimana? Enggak bahagia?""Siapa tahu aja, Kakak cuma pura-pura bahagia, di balik semua kehidupan Kakak yang sekarang Kakak jalani.""Aku begitu, ya?""Kagak!""Ya, udah! Aku ya, tetap begini!"Aneh, aku melihat Kak Riska kayak sedih banget, tapi dia kagak mau cerita sama aku, kagak kayak biasanya, sebenarnya ada apa? Apalagi perkiraanku ini benar? Kak Ronan selingkuh terus Kak Riska tahu tapi kagak mau ngomong sama aku?Hati Rifky bicara demikian sambil mengawasi sang kakak yang terlihat beres-beres dengan terburu-buru di hadapannya."Kamu dengan Aoi gimana? Baik-baik aja?"Suara Riska yang menanyakan istri Rifky terdengar, membuyarkan lamunan Rifky."Alhamdulillah, kami baik aja.""Aoi sudah isi?""Belum.""Terus, gimana dengan mertua kamu? Ada masalah kalian belum punya anak?"Sudah setahun lebih Rifky menikah dengan Aoi, perempuan asal Jepang yang ditemukan Rifky ketika pria itu belajar ke Jepang untuk perusahaan sang ayah.Aoi bukan berasal dari keluarga terpandang, tapi Rifky nyaman dengan wanita itu dan keluarganya yang sangat baik menyikapi kehidupan.Awalnya, Rifky belum mencintai wanita itu, meskipun mereka menikah lantaran Aoi menyukai Rifky dan mengungkapkan perasaan padanya.Karena ketulusan Aoi, Rifky berusaha untuk menerima wanita itu meskipun tidak cinta dan akhirnya mereka menikah, hingga sekarang setahun lebih sudah berlalu."Kamu masih belum cinta sama istri kamu?" tanya Riska dengan sorot mata menyelidik."Masih mau cari wanita yang kayak Mitha?" lanjutnya lagi dan ini membuat Rifky jadi salah tingkah."Itu sudah lalu, Kak! Aku berusaha untuk menumbuhkan cinta untuk Aoi, aku yakin aku bisa kok!""Tapi, kalian belum punya anak juga, itu artinya, kamu belum ikhlas ingin punya anak dengan dia!""Astaghfirullah, Kak! Aku serius pengen punya anak, tapi emang belum dikasih, itu kuasa Allah, Kakak sih diberi anugerah dua anak cantik, bahagia harusnya bukan berantakan kayak gini!""Hei! Yang berantakan itu rumah aku aja, Rif, bukan hati dan perasaan aku!" bohong Riska dan itu terdeteksi oleh Rifky hingga Rifky hanya mengeluh di dalam hati."Benarkah? Benarkah hati dan perasaan Kakak kagak berantakan? Terus, apakah Kakak tau Kak Ronan ngapain aja di luar? Jawab aku, Kak! Apakah sekarang Kakak emang kuat atau emang pura-pura kuat untuk akting di hadapan aku? Kak Ronan itu bukan pria yang baik, kan?""Cukup, Rif! Aku tahu, kamu enggak pernah suka dengan Ronan, tapi please jangan begini, kamu orang yang paling aku dengar selama ini, tapi kalau kamu mengatakan hal buruk tentang Ronan, aku juga enggak akan terima!" Suara Riska terdengar gemetar ketika mengucapkan kalimat tersebut, pertanda ia sendiri berusaha untuk mengatasi perasaannya kala mengucap kata-kata itu lantaran foto di galeri ponsel sang suami didukung pengakuan suaminya tersebut bahwa ia memiliki wanita cadangan yang lain bertolak belakang dengan apa yang ia ucapkan.Namun, jika ia membicarakan hal itu pada sang adik, pasti akan membuat perasaan adiknya dengan sang suami semakin buruk saja. Riska tidak mau.Ia memiliki harapan, suatu hari nanti akan membuat adiknya bisa menerima sang suami bagaimana pun caranya.Rifky menghela napas mendengar perkataan sang kakak, niatnya yang ingin mengatakan tentang apa yang dilakukan oleh Ronan di luar, terpaksa diurungkannya.Sekarang, sang kakak terlihat sedang tidak baik. Ia yak
"Kak, oke, oke. Sekarang, Kakak tarik napas dulu, tenangkan pikiran Kakak. Kakak sekarang lagi banyak mikir, pasti juga Kakak sedang berhalusinasi, meskipun aku tidak percaya dengan apa yang Kakak katakan, tapi aku tahu, Kak Rizky tetap ada bersama kita, kalaupun dia ada, mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu bahwa, dia keberatan Kakak hidup seperti sekarang....""Hidup seperti sekarang? Apa maksud kamu?""Kakak terlalu memaksakan diri, Kakak yang sekarang beda sama yang dulu, yang sekarang, terlalu banyak berpura-pura....""Berpura-pura apa? Kamu pikir aku tadi akting liat almarhum?""Kecuali itu!""Udahlah. Aku lagi badmood, kamu boleh kerja sekarang, aku akan bersihin rumah."Secara halus, Riska mengusir adiknya, karena apa yang dibahas Rifky lagi-lagi tentang apa yang ia rasakan pada sang suami. Pura-pura kuat. Entahlah, seharusnya ia suka, ada adik yang peka mengetahui apa yang ia rasakan, tapi kenyataannya, Riska justru tidak nyaman. Riska hanya ingin Ronan bisa diterima baik
"Apa? Bikin subur rahim? Memangnya aku perlu melakukan itu? Aku baik-baik, aja, Ma...."Riska menanggapi apa yang dikatakan oleh sang ibu mertua dengan kening berkerut.Sementara itu, Rara sang anak mulai merengek karena tidak ditanggapi oleh sang nenek karena, setiap kali ingin memeluk kaki sang nenek dan minta digendong, setiap kali itu pula sang nenek menjauhkan kakinya dan mundur tidak mau didekati.Ini membuat Riska jadi merasa kasihan dengan sang anak hingga ia yang menggendong anaknya agar Rara tidak menangis."Benarkah? Kalau begitu, bagus, dong. Bisa hamil lagi, kan? Kamu tidak menunda kehamilan kamu, kan? Rara juga sudah besar, kok. Jangan ditunda-tunda lagi!""Tapi, Ma, aku-""Tidak ada tapi-tapian, Mama rasa Ronan juga sudah kasih tau kamu tentang hal ini, kan? Kami ingin cucu laki-laki, Riska, bukan perempuan! Ingat itu!"Setelah bicara demikian, sang ibu mertua berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalkan kamar itu tanpa mempedulikan keinginan sang cucu yang ingin disa
Rifky langsung memundurkan kursinya, karena bibir Bella nyaris mengenai daun telinganya.Ia mendongak dan menatap wajah Bella dengan sorot mata tidak suka."Wanita murahan!"PLAKK!!Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut ketika Bella tiba-tiba menampar wajah Rifky, saat Rifky mengucapkan kata itu walau tidak terlalu tegas karena sadar banyak orang di ruangan tersebut. Bella berdiri dengan tegak setelah menampar Rifky, lalu melotot ke arah beberapa karyawan satu ruangan Rifky pertanda ia tidak suka diperhatikan."Apa yang kalian lihat? Kerja dengan benar!" bentaknya, lalu mengarahkan pandangannya kepada Rifky kembali."Jaga mulut kamu, kalau kamu tidak menjaganya, kamu akan menyesal, Rifky!" ancamnya, dan ia berbalik dari hadapan Rifky setelah itu keluar dari ruang itu dengan perasaan kesal yang membara."Kamu tidak apa-apa?" Salah satu teman satu ruangan Rifky bertanya demikian sesaat ketika Bella sudah pergi. "Tidak apa-apa," sahut Rifky sambil mengusap sebelah pipinya."Lag
"Hubungan kita seperti apa? Ya, seperti ini, sama-sama membuat sesuatu yang menyenangkan."Sambil bicara demikian, Ronan kembali menarik tengkuk Bella, namun lagi-lagi, Bella mempertahankan jarak, karena merasa tidak puas dengan apa yang sudah diucapkan oleh Ronan."Jadi, selamanya aku cuma partner senang-senang kamu? Hubungan kita enggak punya masa depan? Gitu?""Bella, meskipun begitu, kau juga aku berikan uang untuk kebutuhan kamu, kan? Kau mau apa, aku berikan, apakah itu tidak cukup?""Bagaimana kalau istri kamu tidak pernah melahirkan anak laki-laki selamanya?"Ronan menyentakkan tubuh sintal Bella yang tadinya sudah duduk di pangkuannya ketika perempuan itu bicara demikian.Ini membuat Bella terkejut. Tidak suka dengan perbuatan kasar Ronan yang seperti tadi."Kamu kebiasaan, deh! Kasar! Aku enggak suka!" rajuk Bella, dan itu tidak membuat Ronan jadi merasa bersalah pada perempuan tersebut.Ia menatap tajam ke arah sang sekretaris, seolah ingin menegaskan bahwa ia memang sedang
Ronan, melangkah ke arah mereka dengan wajah yang dingin seolah marah pada keduanya."Coba ulangi apa yang sedang kalian bicarakan?" katanya pada Rifky terutama pada Pasha, yang tidak dikenal oleh Ronan.Pasha menundukkan kepalanya sesaat ke arah Ronan meskipun itu tidak ditanggapi oleh pria tersebut."Maaf, bukan bermaksud untuk kurang ajar, tapi begitulah menurut saya, rekan saya ini cerdas, awalnya juga posisinya bukan sebagai karyawan biasa, begitu saya ke sini, sudah berganti posisi, wajar, jika saya mempertanyakan hal itu.""Wajar? Wajar dari mana? Sudahlah, kau ini orang luar, karyawanku juga bukan, kenapa ikut campur? Hanya karena kau teman Rifky? Kau pikir, bisa memberikan pendapat terkait masalah perusahaan? Jangan bermimpi!"Setelah bicara demikian, Ronan beralih menatap ke arah Rifky yang saat itu berusaha untuk membuat Pasha tidak lagi meladeni sang kakak ipar."Kau tahu cara menjaga nama baik keluarga, bukan?" katanya dengan nada dingin pada Rifky. Rifky tersenyum getir
Setelah bicara demikian, Ronan berlalu dari hadapan sang istri, lalu beranjak masuk ke kamarnya, tapi, sebelum ia masuk ke kamar, pria itu berbalik dan menatap ke arah sang istri dengan sorot mata menuntut."Bersihkan diri kamu, layani aku, aku tidak mau kamu masuk kamar dengan penampilan bikin mata sakit seperti itu!" katanya lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras, seolah ingin menegaskan bahwa ia sedang emosi sekarang ini.Riska menghela napas panjang. Sesak. Bukannya mengkhawatirkan anak-anak mereka yang sedang sakit, sang suami justru melakukan hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya, benar-benar di luar perkiraan.Wanita itu melangkah menuju kamar sang anak yang bersebelahan dengan kamarnya dengan sang suami, untuk memeriksa keadaan anak-anak mereka yang sedang sakit apakah aman-aman saja?Ketika Riska membuka pintu kamar sang anak, Reva, anak sulungnya terlihat duduk di atas tempat tidurnya, membuat Riska buru-buru masuk dan menghampiri."Ada, apa Kakak
Riska menulikan telinganya. Mau bagaimana? Bukan bermaksud kurang ajar, namun jika ia menanggapi ucapan sang suami, yang ada pasti hanya pertengkaran mereka yang semakin meruncing.Akan berdampak tidak baik bagi fisik dan psikis sang anak, itu sebabnya, Riska memilih untuk tidak merespon, ia segera beranjak keluar sambil menggendong Rara yang masih saja terus menangis.Kembali masuk ke kamar sang anak, dan buru-buru membaringkan Rara ke atas tempat tidurnya. Kedatangan Riska dengan sang adik membuat Reva yang tadinya sudah mulai tidur terbangun lagi.Bocah perempuan itu, menatap ke arah ibunya, lalu ke arah adiknya, memperhatikan sang ibu yang sibuk menenangkan adiknya yang masih menangis.Karena Rara tidak juga kunjung berhenti, Reva perlahan bangkit, turun dari tempat tidur lalu melangkah tertatih ke arah tempat tidur sang adik di mana ada ibunya dan Rara di sana.Tertatih, karena tubuhnya sendiri masih belum banyak energi, hingga untuk berjalan, Reva harus demikian."De, udah jang