"Dia siapa?"
Riska menunjukkan sebuah foto seorang wanita seksi yang ada di dalam galeri ponsel, Ronan, sang suami.Wajahnya terlihat tidak suka, tapi sang suami tidak terkejut sama sekali ketika sang istri memperlihatkan foto wanita itu di dalam galeri foto di ponselnya."Itu, Bella, wanita yang akan menggantikan kamu kalau kamu tidak patuh sama aku dan keluargaku.""Apa?"Riska benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut sang suami.Wanita cantik berambut panjang itu maju lebih mendekati sang suami, pertanda, ia ingin melancarkan aksi protes pada pria tersebut."Apa kamu bilang?" ulangnya setelah jarak mereka sudah semakin dekat.Ronan mengangkat wajahnya, dan menentang sorot mata sang istri dengan tatapan mata yang sama tajamnya seperti sang istri."Kurang jelas? Dia wanita cadangan yang akan gantiin kamu kalau kamu tidak mau menurut sama aku dan ayah ibuku!"Suara Ronan menggema di ruangan mewah itu sehingga membuat Riska mundur untuk beberapa langkah."Keterlaluan kamu! Apa salah aku? Selama kita menikah, aku selalu berusaha untuk jadi istri yang baik untuk kamu, terus, begini cara kamu membalas pengabdian aku?"Ronan bangkit dari tempat duduknya ketika mendengar sang istri bicara demikian."Pengabdian? Pengabdian apa? Lihat dua anak yang sudah kamu lahirkan! Semuanya perempuan! Aku mau anak laki-laki, bukan anak perempuan, Riska! Paham tidak?!""Kita sudah pernah membicarakan masalah ini, Pi, dan kamu juga tahu, masalah seperti itu bukan kuasa kita sebagai manusia, Allah yang atur semua, lagipula, semua anak itu anugrah! Jangan membedakan antara pria dan wanita!""Diam! Aku tidak mau tahu, kalau kamu tidak mau hamil lagi, jangan salahkan aku untuk mencari wanita lain yang bisa memberikan aku anak laki-laki! Ini bukan sebuah kata-kata saja, Riska! Ini serius, kamu harus tahu itu!"Setelah bicara demikian, Ronan merampas ponsel yang ada di tangan sang istri dengan kasar, lalu beranjak dari hadapan sang istri masih sambil menggerutu tidak jelas.Sarapannya belum habis, Ronan sudah tidak berselera untuk menghabiskannya.Semua karena istrinya yang selalu melahirkan anak perempuan, dan ketika ia ingin sang istri hamil lagi, sang istri meminta waktu untuk kosong dahulu dan itu membuat Ronan kesal setengah mati hingga belakangan ini ia mulai membuka akses pada seorang wanita teman kantornya yang bernama Bella tersebut.Sepeninggal sang suami, Riska tergugu di tempatnya.Tidak menyangka suaminya serius tidak mau tahu tentang kondisinya yang memang harus istirahat sejenak untuk alasan kesehatan setelah melahirkan anak kedua mereka.Umurnya saja masih kecil, masih satu tahun, tapi sang suami yang juga didukung oleh mertuanya selalu mendesak dirinya untuk melahirkan anak laki-laki.Perempuan cantik yang sedikit kucel karena terlalu repot dengan tanggung jawabnya sebagai istri di rumah sebesar itu, tanpa asisten rumah tangga tersebut perlahan duduk begitu saja di lantai.Entahlah, jika didesak hal lain, mungkin Riska masih bisa berusaha untuk merealisasikan.Tetapi, siapa yang bisa merealisasikan persoalan ingin memiliki anak laki-laki?Saat Riska sedang larut dalam rasa terpukulnya, terdengar teriakan anaknya di ruang tamu.Bergegas perempuan yang sebenarnya seorang wanita karir sebelum menikah dengan Ronan itu bangkit dari tempat duduknya, dan beranjak menuju ruang tamu dengan langkah setengah berlari.Khawatir, si bungsu sedang bermain permainan yang berbahaya, hingga Riska terburu-buru memeriksa.Ternyata, di ruang tamu, ia melihat anak keduanya sedang memeluk salah satu kaki sang suami yang terlihat tidak ingin dipeluk, hingga bocah itu menangis histeris."Pi, kamu enggak kasian anak kamu sampai menangis kayak gitu?" tegur Riska sambil berusaha membujuk Rara sang anak bungsu untuk ikut dengannya.Melepaskan satu kaki yang dipeluk sang bocah agar tubuh kecil itu tidak disentak kasar oleh Ronan karena sang suami tidak mau dipeluk seperti itu oleh si anak bungsu."Dia bukan anakku! Benihku itu jantan, bukan betina!" bentak pria itu menggema hingga suaranya yang nyaring membuat Rara, anak mereka semakin histeris dan ruang itu spontan menjadi gaduh."Keterlaluan kamu! Kamu mau bilang, Rara itu bukan darah daging kamu?! Terus, aku berhubungan intim dengan pria lain hingga melahirkan Rara?!"Jika tadi, Riska berusaha untuk tidak mau bicara keras di hadapan sang anak yang sedang menangis, kali ini karena kesal dan sakit hati, perempuan itu bicara demikian, tapi tidak membuat Ronan jadi merasa bersalah karena hal itu.Dengan kasar, Ronan menyentakkan tangan mungil sang anak yang memeluk kaki ayahnya hingga tubuh kecil itu terdorong dan terduduk di lantai.Riska buru-buru menggendong sang anak, karena akibat apa yang dilakukan oleh Ronan, bocah itu jadi ketakutan hingga semakin keras menangis.Sementara Ronan? Berbalik dan meninggalkan Riska dengan anak bungsunya itu tanpa menoleh lagi sambil memperbaiki dasi yang ia pakai karena sedikit miring akibat pertengkaran kecil tadi.Di luar, Ronan berpapasan dengan Rifky, adik kandung Riska sang istri.Rifky yang tergabung di sebuah komunitas nyata dan di dunia maya itu sebenarnya tidak begitu akur dengan Ronan.Semenjak kakaknya harus menikah dengan pria berdarah Indo-Australia karena menyelamatkan perusahaan sang ayah yang nyaris bangkrut, Rifky sudah was-was bahwa pernikahan sang kakak tidak akan berjalan dengan baik.Ronan datang membawa dana yang cukup besar, meskipun ayah mereka yang sakit-sakitan tidak memaksa Riska untuk menikah, tetap saja Riska sebagai anak sulung merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan usaha keluarga mereka karena ia tahu perjuangan ayahnya membesarkan perusahaan itu sangat-sangat tidak mudah.Namun ternyata, pernikahan itu bagai neraka bagi Riska, tepatnya ketika ia terus saja melahirkan anak perempuan, hingga Ronan dan kedua orangtuanya terus saja mendesaknya untuk bisa memberikan keturunan laki-laki."Apa?" katanya pada sang adik ipar ketika Rifky tidak juga menyingkir meskipun Ronan sudah memberikan isyarat padanya untuk memberikan ia jalan."Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, Kak."Rifky bicara demikian, sambil menundukkan kepalanya memberi hormat kepada sang kakak ipar."Bicara saja sekarang!" kata Ronan dengan nada terdengar malas."Kita bicara di sana saja, biar anak-anak Kakak tidak mendengar!" ajak Rifky namun ajakan itu ditolak Ronan mentah-mentah."Aku tidak mau ke mana-mana! Kalau kau ingin bicara, bicara saja sekarang! Aku sudah mau berangkat ke kantor!"Nada tidak suka sangat terdengar kental ketika Ronan melontarkan kata-kata itu pada Rifky.Membuat Rifky menghela napas, dan akhirnya mengalah."Apa yang Kakak lakukan di belakang Kak Riska?" katanya setelah beberapa saat terdiam untuk mengatur kata.Rifky meneliti keadaan di belakang mereka, tidak mau jika sekiranya sang kakak ternyata mendengar apa yang diucapkannya tadi dengan suara perlahan.Namun, jika sikap Rifky terdengar khawatir akan didengar orang lain di belakang mereka terlebih Riska sang kakak, Ronan terlihat santai saja."Memangnya apa yang aku lakukan? Aku tidak melakukan kesalahan apapun.""Aku melihatnya, Kak! Kakak sama sekretaris Kakak itu, si Bella! Kakak selingkuh di belakang Kak Riska!" tuding Rifky, merasa tidak sanggup untuk membuang waktu lagi untuk membongkar kebusukan kakak iparnya."Kalau iya, kau mau apa? Aku hanya ingin membuat kakak kamu yang tidak patuh itu jadi sedikit patuh padaku!""Dengan cara selingkuh? Kesalahan apa yang kakakku buat hingga kau melakukan ini pada Kak Riska?""Masuk, dan tanyakan sendiri hal itu padanya! Jangan padaku, aku tidak punya waktu!"Habis bicara demikian pada sang adik ipar, Ronan segera berlalu sambil mempermainkan kunci mobil di tangannya.Pria itu segera masuk ke mobilnya tanpa mempedulikan Rifky yang terdiam menatapnya untuk sementara.Setelah mobil itu berlalu, Rifky melangkah menuju pintu rumah besar sang kakak.Memutar handlenya, dan melongokkan kepalanya ke dalam.Tampak ruangan yang sangat berantakan terlihat mata Rifky. Perlahan, Owner salah satu komunitas bernama COMIC BOYZ itu masuk ke dalam sambil mengucapkan salam. Terdengar suara tangisan anak kecil di dalam dan bergegas Rifky melangkahkan kakinya agar tahu apa yang terjadi.Di ruang keluarga, Rifky melihat sang kakak duduk begitu saja di lantai sambil memeluk dua ponakannya Rara dan Reva. Melihat Rifky, Riska yang tadinya sudah meneteskan air mata akibat pertengkaran dengan sang suami buru-buru menyeka sudut matanya dan berusaha membujuk anak-anaknya untuk melanjutkan permainan mereka.Rifky menghampiri sang kakak, dan berjongkok di hadapan sang
"Cukup, Rif! Aku tahu, kamu enggak pernah suka dengan Ronan, tapi please jangan begini, kamu orang yang paling aku dengar selama ini, tapi kalau kamu mengatakan hal buruk tentang Ronan, aku juga enggak akan terima!" Suara Riska terdengar gemetar ketika mengucapkan kalimat tersebut, pertanda ia sendiri berusaha untuk mengatasi perasaannya kala mengucap kata-kata itu lantaran foto di galeri ponsel sang suami didukung pengakuan suaminya tersebut bahwa ia memiliki wanita cadangan yang lain bertolak belakang dengan apa yang ia ucapkan.Namun, jika ia membicarakan hal itu pada sang adik, pasti akan membuat perasaan adiknya dengan sang suami semakin buruk saja. Riska tidak mau.Ia memiliki harapan, suatu hari nanti akan membuat adiknya bisa menerima sang suami bagaimana pun caranya.Rifky menghela napas mendengar perkataan sang kakak, niatnya yang ingin mengatakan tentang apa yang dilakukan oleh Ronan di luar, terpaksa diurungkannya.Sekarang, sang kakak terlihat sedang tidak baik. Ia yak
"Kak, oke, oke. Sekarang, Kakak tarik napas dulu, tenangkan pikiran Kakak. Kakak sekarang lagi banyak mikir, pasti juga Kakak sedang berhalusinasi, meskipun aku tidak percaya dengan apa yang Kakak katakan, tapi aku tahu, Kak Rizky tetap ada bersama kita, kalaupun dia ada, mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu bahwa, dia keberatan Kakak hidup seperti sekarang....""Hidup seperti sekarang? Apa maksud kamu?""Kakak terlalu memaksakan diri, Kakak yang sekarang beda sama yang dulu, yang sekarang, terlalu banyak berpura-pura....""Berpura-pura apa? Kamu pikir aku tadi akting liat almarhum?""Kecuali itu!""Udahlah. Aku lagi badmood, kamu boleh kerja sekarang, aku akan bersihin rumah."Secara halus, Riska mengusir adiknya, karena apa yang dibahas Rifky lagi-lagi tentang apa yang ia rasakan pada sang suami. Pura-pura kuat. Entahlah, seharusnya ia suka, ada adik yang peka mengetahui apa yang ia rasakan, tapi kenyataannya, Riska justru tidak nyaman. Riska hanya ingin Ronan bisa diterima baik
"Apa? Bikin subur rahim? Memangnya aku perlu melakukan itu? Aku baik-baik, aja, Ma...."Riska menanggapi apa yang dikatakan oleh sang ibu mertua dengan kening berkerut.Sementara itu, Rara sang anak mulai merengek karena tidak ditanggapi oleh sang nenek karena, setiap kali ingin memeluk kaki sang nenek dan minta digendong, setiap kali itu pula sang nenek menjauhkan kakinya dan mundur tidak mau didekati.Ini membuat Riska jadi merasa kasihan dengan sang anak hingga ia yang menggendong anaknya agar Rara tidak menangis."Benarkah? Kalau begitu, bagus, dong. Bisa hamil lagi, kan? Kamu tidak menunda kehamilan kamu, kan? Rara juga sudah besar, kok. Jangan ditunda-tunda lagi!""Tapi, Ma, aku-""Tidak ada tapi-tapian, Mama rasa Ronan juga sudah kasih tau kamu tentang hal ini, kan? Kami ingin cucu laki-laki, Riska, bukan perempuan! Ingat itu!"Setelah bicara demikian, sang ibu mertua berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalkan kamar itu tanpa mempedulikan keinginan sang cucu yang ingin disa
Rifky langsung memundurkan kursinya, karena bibir Bella nyaris mengenai daun telinganya.Ia mendongak dan menatap wajah Bella dengan sorot mata tidak suka."Wanita murahan!"PLAKK!!Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut ketika Bella tiba-tiba menampar wajah Rifky, saat Rifky mengucapkan kata itu walau tidak terlalu tegas karena sadar banyak orang di ruangan tersebut. Bella berdiri dengan tegak setelah menampar Rifky, lalu melotot ke arah beberapa karyawan satu ruangan Rifky pertanda ia tidak suka diperhatikan."Apa yang kalian lihat? Kerja dengan benar!" bentaknya, lalu mengarahkan pandangannya kepada Rifky kembali."Jaga mulut kamu, kalau kamu tidak menjaganya, kamu akan menyesal, Rifky!" ancamnya, dan ia berbalik dari hadapan Rifky setelah itu keluar dari ruang itu dengan perasaan kesal yang membara."Kamu tidak apa-apa?" Salah satu teman satu ruangan Rifky bertanya demikian sesaat ketika Bella sudah pergi. "Tidak apa-apa," sahut Rifky sambil mengusap sebelah pipinya."Lag
"Hubungan kita seperti apa? Ya, seperti ini, sama-sama membuat sesuatu yang menyenangkan."Sambil bicara demikian, Ronan kembali menarik tengkuk Bella, namun lagi-lagi, Bella mempertahankan jarak, karena merasa tidak puas dengan apa yang sudah diucapkan oleh Ronan."Jadi, selamanya aku cuma partner senang-senang kamu? Hubungan kita enggak punya masa depan? Gitu?""Bella, meskipun begitu, kau juga aku berikan uang untuk kebutuhan kamu, kan? Kau mau apa, aku berikan, apakah itu tidak cukup?""Bagaimana kalau istri kamu tidak pernah melahirkan anak laki-laki selamanya?"Ronan menyentakkan tubuh sintal Bella yang tadinya sudah duduk di pangkuannya ketika perempuan itu bicara demikian.Ini membuat Bella terkejut. Tidak suka dengan perbuatan kasar Ronan yang seperti tadi."Kamu kebiasaan, deh! Kasar! Aku enggak suka!" rajuk Bella, dan itu tidak membuat Ronan jadi merasa bersalah pada perempuan tersebut.Ia menatap tajam ke arah sang sekretaris, seolah ingin menegaskan bahwa ia memang sedang
Ronan, melangkah ke arah mereka dengan wajah yang dingin seolah marah pada keduanya."Coba ulangi apa yang sedang kalian bicarakan?" katanya pada Rifky terutama pada Pasha, yang tidak dikenal oleh Ronan.Pasha menundukkan kepalanya sesaat ke arah Ronan meskipun itu tidak ditanggapi oleh pria tersebut."Maaf, bukan bermaksud untuk kurang ajar, tapi begitulah menurut saya, rekan saya ini cerdas, awalnya juga posisinya bukan sebagai karyawan biasa, begitu saya ke sini, sudah berganti posisi, wajar, jika saya mempertanyakan hal itu.""Wajar? Wajar dari mana? Sudahlah, kau ini orang luar, karyawanku juga bukan, kenapa ikut campur? Hanya karena kau teman Rifky? Kau pikir, bisa memberikan pendapat terkait masalah perusahaan? Jangan bermimpi!"Setelah bicara demikian, Ronan beralih menatap ke arah Rifky yang saat itu berusaha untuk membuat Pasha tidak lagi meladeni sang kakak ipar."Kau tahu cara menjaga nama baik keluarga, bukan?" katanya dengan nada dingin pada Rifky. Rifky tersenyum getir
Setelah bicara demikian, Ronan berlalu dari hadapan sang istri, lalu beranjak masuk ke kamarnya, tapi, sebelum ia masuk ke kamar, pria itu berbalik dan menatap ke arah sang istri dengan sorot mata menuntut."Bersihkan diri kamu, layani aku, aku tidak mau kamu masuk kamar dengan penampilan bikin mata sakit seperti itu!" katanya lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras, seolah ingin menegaskan bahwa ia sedang emosi sekarang ini.Riska menghela napas panjang. Sesak. Bukannya mengkhawatirkan anak-anak mereka yang sedang sakit, sang suami justru melakukan hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya, benar-benar di luar perkiraan.Wanita itu melangkah menuju kamar sang anak yang bersebelahan dengan kamarnya dengan sang suami, untuk memeriksa keadaan anak-anak mereka yang sedang sakit apakah aman-aman saja?Ketika Riska membuka pintu kamar sang anak, Reva, anak sulungnya terlihat duduk di atas tempat tidurnya, membuat Riska buru-buru masuk dan menghampiri."Ada, apa Kakak