"Dia siapa?"
Riska menunjukkan sebuah foto seorang wanita seksi yang ada di dalam galeri ponsel, Ronan, sang suami.Wajahnya terlihat tidak suka, tapi sang suami tidak terkejut sama sekali ketika sang istri memperlihatkan foto wanita itu di dalam galeri foto di ponselnya."Itu, Bella, wanita yang akan menggantikan kamu kalau kamu tidak patuh sama aku dan keluargaku.""Apa?"Riska benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut sang suami.Wanita cantik berambut panjang itu maju lebih mendekati sang suami, pertanda, ia ingin melancarkan aksi protes pada pria tersebut."Apa kamu bilang?" ulangnya setelah jarak mereka sudah semakin dekat.Ronan mengangkat wajahnya, dan menentang sorot mata sang istri dengan tatapan mata yang sama tajamnya seperti sang istri."Kurang jelas? Dia wanita cadangan yang akan gantiin kamu kalau kamu tidak mau menurut sama aku dan ayah ibuku!"Suara Ronan menggema di ruangan mewah itu sehingga membuat Riska mundur untuk beberapa langkah."Keterlaluan kamu! Apa salah aku? Selama kita menikah, aku selalu berusaha untuk jadi istri yang baik untuk kamu, terus, begini cara kamu membalas pengabdian aku?"Ronan bangkit dari tempat duduknya ketika mendengar sang istri bicara demikian."Pengabdian? Pengabdian apa? Lihat dua anak yang sudah kamu lahirkan! Semuanya perempuan! Aku mau anak laki-laki, bukan anak perempuan, Riska! Paham tidak?!""Kita sudah pernah membicarakan masalah ini, Pi, dan kamu juga tahu, masalah seperti itu bukan kuasa kita sebagai manusia, Allah yang atur semua, lagipula, semua anak itu anugrah! Jangan membedakan antara pria dan wanita!""Diam! Aku tidak mau tahu, kalau kamu tidak mau hamil lagi, jangan salahkan aku untuk mencari wanita lain yang bisa memberikan aku anak laki-laki! Ini bukan sebuah kata-kata saja, Riska! Ini serius, kamu harus tahu itu!"Setelah bicara demikian, Ronan merampas ponsel yang ada di tangan sang istri dengan kasar, lalu beranjak dari hadapan sang istri masih sambil menggerutu tidak jelas.Sarapannya belum habis, Ronan sudah tidak berselera untuk menghabiskannya.Semua karena istrinya yang selalu melahirkan anak perempuan, dan ketika ia ingin sang istri hamil lagi, sang istri meminta waktu untuk kosong dahulu dan itu membuat Ronan kesal setengah mati hingga belakangan ini ia mulai membuka akses pada seorang wanita teman kantornya yang bernama Bella tersebut.Sepeninggal sang suami, Riska tergugu di tempatnya.Tidak menyangka suaminya serius tidak mau tahu tentang kondisinya yang memang harus istirahat sejenak untuk alasan kesehatan setelah melahirkan anak kedua mereka.Umurnya saja masih kecil, masih satu tahun, tapi sang suami yang juga didukung oleh mertuanya selalu mendesak dirinya untuk melahirkan anak laki-laki.Perempuan cantik yang sedikit kucel karena terlalu repot dengan tanggung jawabnya sebagai istri di rumah sebesar itu, tanpa asisten rumah tangga tersebut perlahan duduk begitu saja di lantai.Entahlah, jika didesak hal lain, mungkin Riska masih bisa berusaha untuk merealisasikan.Tetapi, siapa yang bisa merealisasikan persoalan ingin memiliki anak laki-laki?Saat Riska sedang larut dalam rasa terpukulnya, terdengar teriakan anaknya di ruang tamu.Bergegas perempuan yang sebenarnya seorang wanita karir sebelum menikah dengan Ronan itu bangkit dari tempat duduknya, dan beranjak menuju ruang tamu dengan langkah setengah berlari.Khawatir, si bungsu sedang bermain permainan yang berbahaya, hingga Riska terburu-buru memeriksa.Ternyata, di ruang tamu, ia melihat anak keduanya sedang memeluk salah satu kaki sang suami yang terlihat tidak ingin dipeluk, hingga bocah itu menangis histeris."Pi, kamu enggak kasian anak kamu sampai menangis kayak gitu?" tegur Riska sambil berusaha membujuk Rara sang anak bungsu untuk ikut dengannya.Melepaskan satu kaki yang dipeluk sang bocah agar tubuh kecil itu tidak disentak kasar oleh Ronan karena sang suami tidak mau dipeluk seperti itu oleh si anak bungsu."Dia bukan anakku! Benihku itu jantan, bukan betina!" bentak pria itu menggema hingga suaranya yang nyaring membuat Rara, anak mereka semakin histeris dan ruang itu spontan menjadi gaduh."Keterlaluan kamu! Kamu mau bilang, Rara itu bukan darah daging kamu?! Terus, aku berhubungan intim dengan pria lain hingga melahirkan Rara?!"Jika tadi, Riska berusaha untuk tidak mau bicara keras di hadapan sang anak yang sedang menangis, kali ini karena kesal dan sakit hati, perempuan itu bicara demikian, tapi tidak membuat Ronan jadi merasa bersalah karena hal itu.Dengan kasar, Ronan menyentakkan tangan mungil sang anak yang memeluk kaki ayahnya hingga tubuh kecil itu terdorong dan terduduk di lantai.Riska buru-buru menggendong sang anak, karena akibat apa yang dilakukan oleh Ronan, bocah itu jadi ketakutan hingga semakin keras menangis.Sementara Ronan? Berbalik dan meninggalkan Riska dengan anak bungsunya itu tanpa menoleh lagi sambil memperbaiki dasi yang ia pakai karena sedikit miring akibat pertengkaran kecil tadi.Di luar, Ronan berpapasan dengan Rifky, adik kandung Riska sang istri.Rifky yang tergabung di sebuah komunitas nyata dan di dunia maya itu sebenarnya tidak begitu akur dengan Ronan.Semenjak kakaknya harus menikah dengan pria berdarah Indo-Australia karena menyelamatkan perusahaan sang ayah yang nyaris bangkrut, Rifky sudah was-was bahwa pernikahan sang kakak tidak akan berjalan dengan baik.Ronan datang membawa dana yang cukup besar, meskipun ayah mereka yang sakit-sakitan tidak memaksa Riska untuk menikah, tetap saja Riska sebagai anak sulung merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan usaha keluarga mereka karena ia tahu perjuangan ayahnya membesarkan perusahaan itu sangat-sangat tidak mudah.Namun ternyata, pernikahan itu bagai neraka bagi Riska, tepatnya ketika ia terus saja melahirkan anak perempuan, hingga Ronan dan kedua orangtuanya terus saja mendesaknya untuk bisa memberikan keturunan laki-laki."Apa?" katanya pada sang adik ipar ketika Rifky tidak juga menyingkir meskipun Ronan sudah memberikan isyarat padanya untuk memberikan ia jalan."Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, Kak."Rifky bicara demikian, sambil menundukkan kepalanya memberi hormat kepada sang kakak ipar."Bicara saja sekarang!" kata Ronan dengan nada terdengar malas."Kita bicara di sana saja, biar anak-anak Kakak tidak mendengar!" ajak Rifky namun ajakan itu ditolak Ronan mentah-mentah."Aku tidak mau ke mana-mana! Kalau kau ingin bicara, bicara saja sekarang! Aku sudah mau berangkat ke kantor!"Nada tidak suka sangat terdengar kental ketika Ronan melontarkan kata-kata itu pada Rifky.Membuat Rifky menghela napas, dan akhirnya mengalah."Apa yang Kakak lakukan di belakang Kak Riska?" katanya setelah beberapa saat terdiam untuk mengatur kata.Rifky meneliti keadaan di belakang mereka, tidak mau jika sekiranya sang kakak ternyata mendengar apa yang diucapkannya tadi dengan suara perlahan.Namun, jika sikap Rifky terdengar khawatir akan didengar orang lain di belakang mereka terlebih Riska sang kakak, Ronan terlihat santai saja."Memangnya apa yang aku lakukan? Aku tidak melakukan kesalahan apapun.""Aku melihatnya, Kak! Kakak sama sekretaris Kakak itu, si Bella! Kakak selingkuh di belakang Kak Riska!" tuding Rifky, merasa tidak sanggup untuk membuang waktu lagi untuk membongkar kebusukan kakak iparnya."Kalau iya, kau mau apa? Aku hanya ingin membuat kakak kamu yang tidak patuh itu jadi sedikit patuh padaku!""Dengan cara selingkuh? Kesalahan apa yang kakakku buat hingga kau melakukan ini pada Kak Riska?""Masuk, dan tanyakan sendiri hal itu padanya! Jangan padaku, aku tidak punya waktu!"Habis bicara demikian pada sang adik ipar, Ronan segera berlalu sambil mempermainkan kunci mobil di tangannya.Pria itu segera masuk ke mobilnya tanpa mempedulikan Rifky yang terdiam menatapnya untuk sementara.Setelah mobil itu berlalu, Rifky melangkah menuju pintu rumah besar sang kakak.Memutar handlenya, dan melongokkan kepalanya ke dalam.Tampak ruangan yang sangat berantakan terlihat mata Rifky. Perlahan, Owner salah satu komunitas bernama COMIC BOYZ itu masuk ke dalam sambil mengucapkan salam. Terdengar suara tangisan anak kecil di dalam dan bergegas Rifky melangkahkan kakinya agar tahu apa yang terjadi.Di ruang keluarga, Rifky melihat sang kakak duduk begitu saja di lantai sambil memeluk dua ponakannya Rara dan Reva. Melihat Rifky, Riska yang tadinya sudah meneteskan air mata akibat pertengkaran dengan sang suami buru-buru menyeka sudut matanya dan berusaha membujuk anak-anaknya untuk melanjutkan permainan mereka.Rifky menghampiri sang kakak, dan berjongkok di hadapan sang
"Cukup, Rif! Aku tahu, kamu enggak pernah suka dengan Ronan, tapi please jangan begini, kamu orang yang paling aku dengar selama ini, tapi kalau kamu mengatakan hal buruk tentang Ronan, aku juga enggak akan terima!" Suara Riska terdengar gemetar ketika mengucapkan kalimat tersebut, pertanda ia sendiri berusaha untuk mengatasi perasaannya kala mengucap kata-kata itu lantaran foto di galeri ponsel sang suami didukung pengakuan suaminya tersebut bahwa ia memiliki wanita cadangan yang lain bertolak belakang dengan apa yang ia ucapkan.Namun, jika ia membicarakan hal itu pada sang adik, pasti akan membuat perasaan adiknya dengan sang suami semakin buruk saja. Riska tidak mau.Ia memiliki harapan, suatu hari nanti akan membuat adiknya bisa menerima sang suami bagaimana pun caranya.Rifky menghela napas mendengar perkataan sang kakak, niatnya yang ingin mengatakan tentang apa yang dilakukan oleh Ronan di luar, terpaksa diurungkannya.Sekarang, sang kakak terlihat sedang tidak baik. Ia yak
"Kak, oke, oke. Sekarang, Kakak tarik napas dulu, tenangkan pikiran Kakak. Kakak sekarang lagi banyak mikir, pasti juga Kakak sedang berhalusinasi, meskipun aku tidak percaya dengan apa yang Kakak katakan, tapi aku tahu, Kak Rizky tetap ada bersama kita, kalaupun dia ada, mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu bahwa, dia keberatan Kakak hidup seperti sekarang....""Hidup seperti sekarang? Apa maksud kamu?""Kakak terlalu memaksakan diri, Kakak yang sekarang beda sama yang dulu, yang sekarang, terlalu banyak berpura-pura....""Berpura-pura apa? Kamu pikir aku tadi akting liat almarhum?""Kecuali itu!""Udahlah. Aku lagi badmood, kamu boleh kerja sekarang, aku akan bersihin rumah."Secara halus, Riska mengusir adiknya, karena apa yang dibahas Rifky lagi-lagi tentang apa yang ia rasakan pada sang suami. Pura-pura kuat. Entahlah, seharusnya ia suka, ada adik yang peka mengetahui apa yang ia rasakan, tapi kenyataannya, Riska justru tidak nyaman. Riska hanya ingin Ronan bisa diterima baik
"Apa? Bikin subur rahim? Memangnya aku perlu melakukan itu? Aku baik-baik, aja, Ma...."Riska menanggapi apa yang dikatakan oleh sang ibu mertua dengan kening berkerut.Sementara itu, Rara sang anak mulai merengek karena tidak ditanggapi oleh sang nenek karena, setiap kali ingin memeluk kaki sang nenek dan minta digendong, setiap kali itu pula sang nenek menjauhkan kakinya dan mundur tidak mau didekati.Ini membuat Riska jadi merasa kasihan dengan sang anak hingga ia yang menggendong anaknya agar Rara tidak menangis."Benarkah? Kalau begitu, bagus, dong. Bisa hamil lagi, kan? Kamu tidak menunda kehamilan kamu, kan? Rara juga sudah besar, kok. Jangan ditunda-tunda lagi!""Tapi, Ma, aku-""Tidak ada tapi-tapian, Mama rasa Ronan juga sudah kasih tau kamu tentang hal ini, kan? Kami ingin cucu laki-laki, Riska, bukan perempuan! Ingat itu!"Setelah bicara demikian, sang ibu mertua berbalik dan melangkahkan kakinya meninggalkan kamar itu tanpa mempedulikan keinginan sang cucu yang ingin disa
Rifky langsung memundurkan kursinya, karena bibir Bella nyaris mengenai daun telinganya.Ia mendongak dan menatap wajah Bella dengan sorot mata tidak suka."Wanita murahan!"PLAKK!!Semua orang yang ada di ruangan itu terkejut ketika Bella tiba-tiba menampar wajah Rifky, saat Rifky mengucapkan kata itu walau tidak terlalu tegas karena sadar banyak orang di ruangan tersebut. Bella berdiri dengan tegak setelah menampar Rifky, lalu melotot ke arah beberapa karyawan satu ruangan Rifky pertanda ia tidak suka diperhatikan."Apa yang kalian lihat? Kerja dengan benar!" bentaknya, lalu mengarahkan pandangannya kepada Rifky kembali."Jaga mulut kamu, kalau kamu tidak menjaganya, kamu akan menyesal, Rifky!" ancamnya, dan ia berbalik dari hadapan Rifky setelah itu keluar dari ruang itu dengan perasaan kesal yang membara."Kamu tidak apa-apa?" Salah satu teman satu ruangan Rifky bertanya demikian sesaat ketika Bella sudah pergi. "Tidak apa-apa," sahut Rifky sambil mengusap sebelah pipinya."Lag
"Hubungan kita seperti apa? Ya, seperti ini, sama-sama membuat sesuatu yang menyenangkan."Sambil bicara demikian, Ronan kembali menarik tengkuk Bella, namun lagi-lagi, Bella mempertahankan jarak, karena merasa tidak puas dengan apa yang sudah diucapkan oleh Ronan."Jadi, selamanya aku cuma partner senang-senang kamu? Hubungan kita enggak punya masa depan? Gitu?""Bella, meskipun begitu, kau juga aku berikan uang untuk kebutuhan kamu, kan? Kau mau apa, aku berikan, apakah itu tidak cukup?""Bagaimana kalau istri kamu tidak pernah melahirkan anak laki-laki selamanya?"Ronan menyentakkan tubuh sintal Bella yang tadinya sudah duduk di pangkuannya ketika perempuan itu bicara demikian.Ini membuat Bella terkejut. Tidak suka dengan perbuatan kasar Ronan yang seperti tadi."Kamu kebiasaan, deh! Kasar! Aku enggak suka!" rajuk Bella, dan itu tidak membuat Ronan jadi merasa bersalah pada perempuan tersebut.Ia menatap tajam ke arah sang sekretaris, seolah ingin menegaskan bahwa ia memang sedang
Ronan, melangkah ke arah mereka dengan wajah yang dingin seolah marah pada keduanya."Coba ulangi apa yang sedang kalian bicarakan?" katanya pada Rifky terutama pada Pasha, yang tidak dikenal oleh Ronan.Pasha menundukkan kepalanya sesaat ke arah Ronan meskipun itu tidak ditanggapi oleh pria tersebut."Maaf, bukan bermaksud untuk kurang ajar, tapi begitulah menurut saya, rekan saya ini cerdas, awalnya juga posisinya bukan sebagai karyawan biasa, begitu saya ke sini, sudah berganti posisi, wajar, jika saya mempertanyakan hal itu.""Wajar? Wajar dari mana? Sudahlah, kau ini orang luar, karyawanku juga bukan, kenapa ikut campur? Hanya karena kau teman Rifky? Kau pikir, bisa memberikan pendapat terkait masalah perusahaan? Jangan bermimpi!"Setelah bicara demikian, Ronan beralih menatap ke arah Rifky yang saat itu berusaha untuk membuat Pasha tidak lagi meladeni sang kakak ipar."Kau tahu cara menjaga nama baik keluarga, bukan?" katanya dengan nada dingin pada Rifky. Rifky tersenyum getir
Setelah bicara demikian, Ronan berlalu dari hadapan sang istri, lalu beranjak masuk ke kamarnya, tapi, sebelum ia masuk ke kamar, pria itu berbalik dan menatap ke arah sang istri dengan sorot mata menuntut."Bersihkan diri kamu, layani aku, aku tidak mau kamu masuk kamar dengan penampilan bikin mata sakit seperti itu!" katanya lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras, seolah ingin menegaskan bahwa ia sedang emosi sekarang ini.Riska menghela napas panjang. Sesak. Bukannya mengkhawatirkan anak-anak mereka yang sedang sakit, sang suami justru melakukan hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya, benar-benar di luar perkiraan.Wanita itu melangkah menuju kamar sang anak yang bersebelahan dengan kamarnya dengan sang suami, untuk memeriksa keadaan anak-anak mereka yang sedang sakit apakah aman-aman saja?Ketika Riska membuka pintu kamar sang anak, Reva, anak sulungnya terlihat duduk di atas tempat tidurnya, membuat Riska buru-buru masuk dan menghampiri."Ada, apa Kakak
"Tidak! Apa maksudmu?" Wajah Ronan terlihat tidak senang ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Bella."Hanya ingin membuktikan apakah aku ini bermasalah atau tidak!""Aku tidak mau!""Ya, sudah! Aku tidak tahan jika didesak ayah dan ibu kamu, lalu aku yang disalahkan, kita periksa bersama, kita buktikan bahwa kita memang benar-benar sehat.""Jika memang kita sehat, lalu kenapa kau tidak bisa hamil?""Berarti Tuhan ingin kamu istighfar, introspeksi diri, kamu sudah punya anak tiga perempuan dahulu tapi kau menelantarkan mereka, mungkin dengan minta maaf, dan mereka mau memaafkan kamu, kita bisa mendapatkan keturunan.""Kau percaya hal semacam itu? Yang benar saja. Itu hanya mitos. Tidak perlu dipermasalahkan. Lagipula, mereka selalu bilang kalau mereka sudah memaafkan aku, apalagi?""Mungkin memaafkan tapi masih sakit hati.""Sudahlah, kalau memang kamu tidak percaya aku tidak bermasalah, ayo kita periksa, aku berani menjamin, aku itu tidak bermasalah, aku berani bertaruh akan hal
"Bicara apa? Masalah kehamilan itu takdir dari Tuhan, kalau kita belum dikasih, artinya ada sesuatu yang indah dipersiapkan Allah untuk kita."Dengan bijak Rifky mengatakan hal itu pada sang istri dan ini membuat Aoi terenyuh. Meskipun mereka menikah bukan karena saling cinta, tapi hari demi hari Aoi merasa perlakuan Rifky semakin lembut dan perhatian. Tanpa kata-kata saja, Aoi sudah merasa perlahan tapi pasti hati sang suami mulai melunak. Aoi berdoa semoga saja ketika hati mereka sudah semakin bertaut erat, anugrah itu akan mereka dapatkan. Begitu doa Aoi setiap hari.***Kabar kelahiran anak Riska dengan Mark yang berjenis kelamin laki-laki membuat Ronan kesal dan marah. Berulang kali ia memastikan bahwa kabar itu tidak benar, namun bagaimana mungkin itu bisa ditampik, karena anak Riska dan Mark memang laki-laki.Sekarang, Ronan sedang menunggu Reva pulang dari sekolah, ketika ia habis bertengkar dengan Bella karena masalah sang istri yang belum hamil juga. Pertengkaran yang sa
"Ya, tidak bisa dong, Sayang. Kita menikah memang tujuannya itu, kau paham, kan? Aku bercerai dari Riska, karena aku tidak mendapatkan anak laki-laki dari dia, jadi aku tidak mau kejadian serupa juga terjadi padamu.""Kejadian serupa?""Iya.""Kalo gitu, ayo dong ikut aku periksa! Kita periksa bareng-bareng! Aku sudah menunjukkan hasil pemeriksaan aku, sekarang tinggal kamu, beres, kan?""Aku bilang jangan bahas masalah itu lagi di hadapan aku! Aku sehat, Bella ingat itu! Tidak perlu periksa, kau saja yang harus ketat konsultasi dengan dokter!Kemarahan Ronan kembali terpancing.Ia meninggalkan Bella dan melangkah masuk ke kamar mandi, membanting pintunya membuat Bella hanya mengusap dada. Ronan benar-benar sudah membuat dirinya kesal.***"Mau kopi?" tanya Tedi, teman Ari ketika melihat Ari mampir ke rumahnya."Boleh."Tedi segera masuk ke dalam rumahnya setelah mempersilakan leader fans club GSB itu untuk duduk.Beberapa saat kemudian, Tedi keluar dengan kopi di tangan. Kopi itu i
Ronan bicara demikian dan itu membuat Riska mengerutkan keningnya."Kamu ini bicara apa?" katanya dengan wajah tidak mengerti. "Kamu ke klinik ini agar kamu bisa hamil, kan? Lihat istriku, sudah hamil, anak kami laki-laki, tidak perlu program, karena aku dan dia sama-sama sehat, kamu hanya membuang waktu saja mengikuti program hamil, Riska. Buang uang."Ronan masih mengira Riska datang untuk mengikuti program kehamilan, hingga ia bicara demikian.Riska geleng-geleng kepala. "Aku ke sini untuk cek kandungan sudah jadwal, jadi bukan untuk ikut program kehamilan.""Apa? Kamu hamil?"Ronan seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Riska hingga pria itu bicara demikian sambil menatap ke arah perut Riska yang masih ramping. "Iya, alhamdulillah, baru dua Minggu, bagaimana kandungan istrimu? Sehat? Jangan sering kau tinggalkan, cukup aku yang kamu perlakukan seperti itu Ronan, belajarlah untuk bertanggung jawab dengan anakmu sendiri.""Bohong! Kamu hanya akting bahwa sedang ham
Ia ingin marah, tapi Riska segera menggamit lengan sang anak untuk mengikuti dirinya naik ke atas motor. Riska tidak peduli dengan wajah Ronan yang terlihat marah. Ia tidak mau terpancing kemarahan lagi, meskipun ia sudah dinyatakan sembuh oleh sang dokter setelah beberapa waktu lamanya berjuang melawan penyakit, Riska tetap harus menjaga kesehatannya jangan stress dan banyak pikiran karena dua hal itu akan memicu penyakit yang dideritanya kambuh kembali. Akhirnya, Ronan hanya bisa membiarkan Riska dan Reva meninggalkan dirinya. Kemarahan yang dirasakan oleh Ronan membuat pria itu bertekad akan hidup lebih bahagia bersama Bella, agar ia bisa memamerkan kebahagiaannya itu pada sang mantan istri. ***Beberapa bulan setelah Ronan menikah, Riska akhirnya menikah dengan Mark. Pernikahan mereka digelar tidak besar-besaran karena menurut Riska lantaran sekarang mereka sedang berusaha untuk membuat kehidupan mereka bangkit lagi, uangnya lebih baik digunakan untuk kehidupan mereka setelah
"Aku akan berusaha, kau bisa percaya padaku, Bella."Ronan memberikan janji meskipun ia sendiri tidak yakin apakah ia bisa mengembalikan kehidupan seperti saat sebelum ia masuk penjara pada Bella, namun yang jelas Bella tidak boleh meninggalkan dirinya. Riska sudah tidak menerima dirinya kembali, jadi Ronan tidak boleh kehilangan Bella, jadi meskipun sedikit tidak yakin apakah ia bisa mengabulkan keinginan Bella yang menuntutnya tetap memberikan kehidupan yang mewah, Ronan tetap optimis ia bisa asalkan Bella tidak meninggalkan dirinya.***Pernikahan Ronan akhirnya berlangsung beberapa bulan kemudian semenjak Ronan keluar dari penjara. Meskipun dibantu orang tuanya yang kembali memberikan Ronan kesempatan untuk membangkitkan perusahaan bermodalkan pinjaman dan beberapa harta yang dijual namun, kembali hidup mewah memang belum bisa dilakukan lagi oleh Ronan dan Bella. "Bella, terima kasih, kamu mau menikah dengan Ronan, meskipun Ronan tidak sekaya dulu lagi, tapi kau harus percaya, s
"Aku tahu, aku berjanji jika aku diperkenankan untuk kembali dengan Riska, aku akan berubah.""Sudah terlambat, Riska sudah banyak menderita karena keegoisan kamu, sekarang mending kamu belajar menata hidup lagi, nikah saja dengan selingkuhan kamu itu, Riska tidak bisa aku biarkan untuk kembali bersama dengan kamu, Ronan!"Setelah bicara demikian sang ibu meminta Rico untuk meminta Ronan untuk pergi. Wanita itu berbalik dan tidak mempedulikan lagi Ronan yang memintanya untuk mendengar apa yang dikatakannya.Rico segera meminta Ronan untuk pergi tanpa peduli pria itu bicara apa untuk membujuknya agar Rico mau berpihak padanya.Rico sudah tidak peduli dengan kata-kata mantan kakak iparnya itu karena sekarang yang terpenting baginya adalah mengejar mimpinya bukan lagi tentang yang lain.Dalam rasa kecewanya, Ronan berbalik dan ingin melangkah pergi meninggalkan rumah orang tua Riska, namun motor Mark masuk ke pekarangan rumah itu, dan berhenti tepat di hadapannya.Mark baru saja membawa
Riska menghela napas mendengar apa yang dikatakan oleh Rifky. Perempuan itu mengusap wajahnya perlahan, dan Rifky sangat tahu sekarang sang kakak sangat merasa tertekan."Aku nolak Mark karena aku rasa aku tidak cukup baik untuk dia.""Siapa bilang? Kakak itu sudah sangat baik untuk Kak Mark, dia juga masih sangat mencintai Kakak, dan yang paling penting dia itu tulus sama Kakak, beda sama Ronan yang selalu menuntut Kakak ini dan itu."Rifky merespon perkataan Riska dengan sangat yakin dan tegas."Aku tahu, Mark baik, sejak dulu sampai sekarang, dia enggak pernah menyakiti, justru aku yang menyakiti dia dengan menikah bersama Ronan, tapi, aku benar-benar tidak percaya diri untuk menerima dia kembali, Rifky, kamu tahu sendiri, meskipun sekarang dokter bilang aku sembuh, aku tetap enggak bisa punya anak lagi, bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan dia sementara aku enggak bisa memberikan keturunan buat dia?""Emangnya, dia mempermasalahkan hal itu? Aku lihat, dia akrab dengan Reva,
Setelah bicara demikian, Bella berlalu pergi meninggalkan Ronan yang hanya bisa terdiam tanpa bisa mengatakan sepatah katapun karena tidak tahu harus bicara apa.Meskipun marah, tetap saja Ronan harus berterima kasih pada Bella sebab, perempuan itu tidak menuntutnya hingga hukumannya menjadi ringan. Apakah ia bisa hidup di penjara? Mau tidak mau, Ronan harus bisa karena memang tidak ada cara lain untuk membebaskan ia sebab bukti tidak bisa membuat ia lepas dari hukuman.***Riska dan Rifky akhirnya bahu membahu untuk membuat perusahaan ayah mereka bangkit kembali, meskipun harus berhutang banyak untuk menutupi dana yang digelapkan oleh Ronan.Mark adalah orang yang paling banyak membantu Riska untuk dana meskipun ia sendiri bukan orang kaya. Namun, karena Mark seorang pekerja keras, ia bisa meminjamkan tabungannya untuk Riska yang digunakan Riska untuk membiayai perusahaan sang ayah agar bisa kembali beroperasi.Akan tetapi, tentu saja itu tidak mudah. Karena beberapa pemegang saham