"Hubungan kita seperti apa? Ya, seperti ini, sama-sama membuat sesuatu yang menyenangkan."
Sambil bicara demikian, Ronan kembali menarik tengkuk Bella, namun lagi-lagi, Bella mempertahankan jarak, karena merasa tidak puas dengan apa yang sudah diucapkan oleh Ronan."Jadi, selamanya aku cuma partner senang-senang kamu? Hubungan kita enggak punya masa depan? Gitu?""Bella, meskipun begitu, kau juga aku berikan uang untuk kebutuhan kamu, kan? Kau mau apa, aku berikan, apakah itu tidak cukup?""Bagaimana kalau istri kamu tidak pernah melahirkan anak laki-laki selamanya?"Ronan menyentakkan tubuh sintal Bella yang tadinya sudah duduk di pangkuannya ketika perempuan itu bicara demikian.Ini membuat Bella terkejut. Tidak suka dengan perbuatan kasar Ronan yang seperti tadi."Kamu kebiasaan, deh! Kasar! Aku enggak suka!" rajuk Bella, dan itu tidak membuat Ronan jadi merasa bersalah pada perempuan tersebut.Ia menatap tajam ke arah sang sekretaris, seolah ingin menegaskan bahwa ia memang sedang marah sekarang ini."Ingat, aku tidak suka kamu bicara seperti itu untuk Riska, dia tidak boleh tidak melahirkan anak laki-laki untukku, bagaimanapun caranya, dia harus memberikan aku keturunan laki-laki, jadi kau tidak boleh sembarangan bicara, Bella!"Bella jadi geram karena kalimat itu, terdengar sekali bos-nya memang masih condong mempertahankan pernikahannya dengan sang isteri meskipun kesal belum diberikan keturunan.Wanita seksi itu ingin merespon perkataan sang bos, tapi niatnya terhenti saat pintu diketuk seseorang dari luar.Reflek, Ronan memberikan isyarat pada Bella untuk menjauh dan memperbaiki penampilannya, karena akibat tangannya tadi, kemeja perempuan itu sedikit berantakan dengan kancing bagian atas terlepas.Dengan dongkol, Bella menurut, ia berbalik sembari mengingatkan pada sang atasan untuk tidak lupa mengirimkan uang yang ia minta tadi, tidak peduli Ronan suka atau tidak karena ciuman pria itu belum sempat terealisasi.Setelah menegaskan hal demikian, ia beranjak dan melangkah meninggalkan Ronan yang sebenarnya tidak mau ia keluar dari ruangannya lantaran hasratnya belum terpenuhi.Pikirnya, setelah orang di luar selesai berurusan dengan dirinya, ia ingin melanjutkan aktivitas intim tadi, namun, Bella yang terlanjur kesal karena diperlakukan kasar oleh Ronan sudah tidak peduli lagi dengan keinginan sang bos.Ditambah lagi dengan keteguhan Ronan yang tetap ingin mempertahankan istrinya, bertambah dongkol-lah wanita seksi itu sekarang.Pria egois! Aku mau lihat, mau sampai kapan dia mempertahankan istrinya itu, anak sudah beberapa tapi tetap tidak bisa memberikan apa yang diminta, bukankah itu sesuatu yang harusnya jadi pertimbangan dia untuk tidak mempertahankan pernikahan dia itu?Hati Bella mengomel, seiring langkahnya yang mendekati pintu ruangan tersebut, dan ketika ia membuka pintu, ia sedikit terkejut karena ternyata orang itu adalah Rifky yang berdiri di hadapannya sambil membawa map.Spontan, jantung Bella seolah berhenti berdenyut menyadari jarak antara ia dan Rifky begitu dekat hingga aroma tubuh maskulin Rifky tercium olehnya.Bella memberikan tatapan menggoda pada Rifky, tapi diabaikan Rifky yang langsung melewatinya tanpa bicara sepatah katapun.Sombong sekali kamu, Rifky? Aku akan pastikan, kamu akan takluk padaku suatu hari nanti....Wanita itu bicara demikian sambil melirik ke arah Rifky yang sudah masuk ke ruangan bos-nya, setelah itu ia keluar perlahan dan Bella masih mendengar Ronan yang menghardik Rifky karena lagi-lagi membuat pria itu tidak puas dengan kinerja yang dilakukan oleh adik istrinya tersebut.Sebenarnya, Ronan marah bukan karena pekerjaan Rifky yang berantakan, tapi karena Rifky muncul di waktu yang menurutnya sangat mengganggu, itu sebabnya Ronan jadi marah pada adik iparnya itu."Kerjakan lagi!" lanjutnya setelah menghardik Rifky usai memeriksa pekerjaan sang adik ipar yang dinilainya masih tidak memuaskan."Bisa Bapak katakan, di mana letak kesalahannya, saya sudah memperbaiki sedikit hal yang Bapak katakan minus, jika masih ada lagi yang tidak memuaskan, saya akan berusaha untuk merevisinya."Kesal karena kakak iparnya hanya mempersulit pekerjaannya saja, Rifky bicara demikian tapi Ronan bukannya menyadari sikapnya yang keterlaluan, justru semakin membabi buta meminta sang adik ipar untuk mengulang pekerjaan.Alhasil, Rifky mengalah. Ia akhirnya mengambil kembali map yang dibanting sang kakak ipar di hadapannya itu dan berbalik keluar setelah berjanji akan memeriksa kembali pekerjaannya.Ketika Rifky membuka pintu, ia terkejut karena ada Bella di dekat pintu dan menghalanginya saat ia ingin melewati wanita itu untuk kembali ke ruangannya."Kesulitan? Butuh bantuan?" katanya dengan nada menggoda, dan itu membuat Rifky muak mendengarnya."Apa yang kau masukan di otak Pak Ronan sampai di mata dia aku selalu salah?" tanya Rifky dengan sorot matanya yang tajam."Kamu menuduh aku yang menghasut bos?""Perkara malam itu, kamu tidak suka karena aku memergoki kalian sedang melakukan hal yang tidak senonoh, kan?""Jaga ucapan kamu! Ini kantor, kalau sampai itu diketahui oleh orang-orang di sini, kamu pikir siapa yang akan malu? Keluarga kamu, Rifky!"Telapak tangan Rifky mengepal ketika mendengar ancaman yang dikatakan oleh sang sekretaris kakak iparnya tersebut."Jaga sikap kamu, kalau sampai kejadian tidak senonoh itu aku lihat kembali, aku tidak akan tinggal diam, Bella!"Rifky tidak lagi menyebut Bella dengan embel-embel ibu seperti yang diinginkan wanita itu ketika menjadi sekretaris sang atasan, karena sebutan itu akan membuat dirinya seperti berubah menjadi istri Ronan.Dan ketika Rifky bicara seperti itu, Bella jadi geram, namun sebelum ia mendamprat Rifky, pria itu sudah berlalu dari hadapan Bella yang kesal dengan sikapnya."Awas kamu, Rifky Takizawa Rizmawan! Kamu tidak tahu sedang menyinggung siapa, kamu pikir aku akan takut dengan ancaman kamu, aku pastikan setiap perkataan menusuk kamu, aku lampiaskan pada kakakmu yang tidak berguna itu!"Bella komat-kamit sendiri sambil menatap punggung Rifky yang hilang dibalik pintu ruang kerja pria tersebut!***Rifky baru saja keluar dari kantor ketika Pasha sahabatnya melambai ke arahnya.Sebenarnya, Pasha tidak tinggal di Yogyakarta di mana Rifky dan keluarganya menetap, pemuda imut itu dari Samarinda yang kebetulan sedang mengunjungi kota Yogyakarta sebelum dikirim ke pusat pelatihan anggota pasukan khusus angkatan laut.Di pesan pribadi, Pasha sudah mengatakan akan menemui Rifky langsung di kantor karena pria itu memang belum tahu rumah Rifky pasca menikah dengan Aoi istri Rifky.Itu sebabnya, Pasha memutuskan untuk ke kantor Rifky saja yang dahulu setahunya adalah kantor yang dipimpin oleh ayah Rifky, Pak Rudy Leonard Rizmawan, namun karena pengkhianatan, kantor itu nyaris bangkrut dan pernikahan Ronan dengan Riska-lah yang menyelamatkan perusahaan tersebut."Lama amat? Gue sampe dikedipin ibu-ibu yang lewat berdiri di sini kelamaan, lu saban hari lembur macam ini? Belum punya anak banyak aja lu udah lembur, gimana punya anak banyak?"Pertanyaan Pasha terlontar bertubi-tubi, ketika Rifky sudah tiba di hadapannya. Membuat Rifky jadi semakin lelah menerimanya dan bingung mau menjawab yang mana."Maaf, ya. Atasan gue hari ini benar-benar bikin gue nyaris mabuk ngerjain tugas, ada aja yang dikatain salah, padahal gue udah ngerjain benar-benar, tapi di mata dia selalu salah!""Sejak kapan? Sejak kakak lu kagak jadi pemimpin lagi di perusahaan ini? Lu di perusahaan bokap lu sendiri jadi karyawan biasa lho, padahal lu punya skill yang bagus untuk menjabat posisi tertinggi, tapi sekarang liat? Lu malah jadi karyawan biasa, dikritik selalu salah pula, ini kagak wajar, Rif!""Apa yang sedang kalian bicarakan?"Rifky dan Pasha spontan berpaling ketika dari arah samping terdengar seseorang bicara demikian ke arah mereka!Ronan, melangkah ke arah mereka dengan wajah yang dingin seolah marah pada keduanya."Coba ulangi apa yang sedang kalian bicarakan?" katanya pada Rifky terutama pada Pasha, yang tidak dikenal oleh Ronan.Pasha menundukkan kepalanya sesaat ke arah Ronan meskipun itu tidak ditanggapi oleh pria tersebut."Maaf, bukan bermaksud untuk kurang ajar, tapi begitulah menurut saya, rekan saya ini cerdas, awalnya juga posisinya bukan sebagai karyawan biasa, begitu saya ke sini, sudah berganti posisi, wajar, jika saya mempertanyakan hal itu.""Wajar? Wajar dari mana? Sudahlah, kau ini orang luar, karyawanku juga bukan, kenapa ikut campur? Hanya karena kau teman Rifky? Kau pikir, bisa memberikan pendapat terkait masalah perusahaan? Jangan bermimpi!"Setelah bicara demikian, Ronan beralih menatap ke arah Rifky yang saat itu berusaha untuk membuat Pasha tidak lagi meladeni sang kakak ipar."Kau tahu cara menjaga nama baik keluarga, bukan?" katanya dengan nada dingin pada Rifky. Rifky tersenyum getir
Setelah bicara demikian, Ronan berlalu dari hadapan sang istri, lalu beranjak masuk ke kamarnya, tapi, sebelum ia masuk ke kamar, pria itu berbalik dan menatap ke arah sang istri dengan sorot mata menuntut."Bersihkan diri kamu, layani aku, aku tidak mau kamu masuk kamar dengan penampilan bikin mata sakit seperti itu!" katanya lalu masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras, seolah ingin menegaskan bahwa ia sedang emosi sekarang ini.Riska menghela napas panjang. Sesak. Bukannya mengkhawatirkan anak-anak mereka yang sedang sakit, sang suami justru melakukan hal yang tidak pernah ia pikirkan sebelumnya, benar-benar di luar perkiraan.Wanita itu melangkah menuju kamar sang anak yang bersebelahan dengan kamarnya dengan sang suami, untuk memeriksa keadaan anak-anak mereka yang sedang sakit apakah aman-aman saja?Ketika Riska membuka pintu kamar sang anak, Reva, anak sulungnya terlihat duduk di atas tempat tidurnya, membuat Riska buru-buru masuk dan menghampiri."Ada, apa Kakak
Riska menulikan telinganya. Mau bagaimana? Bukan bermaksud kurang ajar, namun jika ia menanggapi ucapan sang suami, yang ada pasti hanya pertengkaran mereka yang semakin meruncing.Akan berdampak tidak baik bagi fisik dan psikis sang anak, itu sebabnya, Riska memilih untuk tidak merespon, ia segera beranjak keluar sambil menggendong Rara yang masih saja terus menangis.Kembali masuk ke kamar sang anak, dan buru-buru membaringkan Rara ke atas tempat tidurnya. Kedatangan Riska dengan sang adik membuat Reva yang tadinya sudah mulai tidur terbangun lagi.Bocah perempuan itu, menatap ke arah ibunya, lalu ke arah adiknya, memperhatikan sang ibu yang sibuk menenangkan adiknya yang masih menangis.Karena Rara tidak juga kunjung berhenti, Reva perlahan bangkit, turun dari tempat tidur lalu melangkah tertatih ke arah tempat tidur sang adik di mana ada ibunya dan Rara di sana.Tertatih, karena tubuhnya sendiri masih belum banyak energi, hingga untuk berjalan, Reva harus demikian."De, udah jang
"Kamu benar-benar tidak peduli dengan anak-anak kamu, Ron? Darah daging kamu sendiri? Reva aja peduli dengan kamu, tapi kenapa kamu bersikap kasar sama dia?"Riska bukannya melakukan apa yang diperintahkan sang suami untuk membersihkan dirinya, tapi justru mencoba untuk membuka hati dan pikiran suaminya itu bahwa apa yang dilakukan sang suami sudah sangat keterlaluan."Kamu tahu alasannya? Buat apa aku menjawab pertanyaan kamu itu lagi!""Pi, apakah kalau aku hamil lagi, kamu akan berhenti bersikap kasar pada anak-anak?" "Asalkan anak yang kau kandung dan lahirkan nanti anak laki-laki, aku tidak akan mempersoalkan kehadiran Reva dan Rara lagi."Wajah Riska berubah mendengar janji yang diucapkan oleh sang suami. Sebuah harapan terbersit di benak Riska. Jika hamil lagi membuat Rara dan Reva akhirnya mendapat perhatian dan kasih sayang oleh ayah mereka, kenapa ia menolak untuk hamil kembali?Sebenarnya, Riska bukan menolak. Hanya saja jarak anak-anaknya sedikit dekat, hingga ia sedikit
"Keterlaluan kamu!" Ronan tidak peduli dengan umpatan yang dilancarkan oleh sang istri. Ia tetap menjalankan hasratnya yang sudah membubung sejak tadi. Meskipun sudah mencapai puncak, tetap saja Ronan meminta lebih. Tidak peduli Riska yang lelah dan memikirkan anak-anak mereka yang sedang sakit, pria itu tetap bergairah saat menyentuh sang istri untuk yang kesekian, hingga akhirnya, mereka benar-benar terkulai ketika Ronan untuk yang kesekian kembali mencapai pelepasan puncaknya lagi.Setelah beberapa saat hanya diam dengan tubuh tanpa sehelai benangpun, Riska perlahan bangkit. Sambil meraih pakaian handuk yang dilepaskan oleh sang suami sebelum mereka berhubungan intim tadi.Dipandanginya Ronan yang terbaring kelelahan di sebelahnya. Perlahan, ditepuknya punggung sang suami."Kamu enggak mandi dulu, baru tidur?" tanyanya pada Ronan dengan suara perlahan."Entar saja, aku tidur dulu."Pria itu menyahut malas, sambil memperbaiki posisi tidurnya."Tapi, lebih baik bersihkan diri dulu,
Adit yang mendengar ucapan polos Rara jadi tersenyum. Ia mengacak puncak kepala bocah itu dengan gemas."Iya, rumah Om Rizky jadi bagus ya, biar om tidurnya tenang, iya?"Rara mengangguk malu-malu. Membuat Adit semakin gemas dengan tingkah anak Riska tersebut."Anak lu lucu, pinter, cantik kayak nyokapnya."Riska tersenyum getir mendengar pujian yang dilontarkan oleh Adit. Andai saja ucapan itu keluar dari mulut Ronan, aku bahagia sekali, nyatanya, ayahnya sendiri aja ngerasa anak ini justru beban buat dia....Hati Riska bicara demikian sambil menatap Adit yang mengajak Rara bicara dengan gayanya yang lucu. Sebagai sahabat almarhum Rizky, Adit memang sudah sangat akrab dengan Riska dan keluarganya. Adit juga sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh keluarga Riska hingga jika kebetulan bertandang ke Yogyakarta, Adit justru diminta menginap di rumah. Itu dilakukan ketika Riska dan Rifky belum menikah hingga Adit merasa asyik saja menginap ketika anggota keluarga Riska berkumpul
Riska diam mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Adit. Rasanya hati dan perasaannya jadi sesak, dan ia sulit untuk menguasai diri. Sebelah hatinya meronta ingin mencurahkan segalanya pada sahabatnya tersebut, namun sebelah hatinya yang lain menahan agar ia tidak gegabah siapa tahu apa yang sekarang menimpanya adalah ujian kecil dan sikap Ronan akan kembali seperti awal mereka menikah nantinya."Kagak papa, gue baik-baik aja kok, Rara lagi kurang sehat, dia emang kagak demam lagi, tapi sekarang Rara masih pemulihan, gue ngajak dia keluar buat cari udara segar, jadi kagak ada yang harus dikhawatirkan."Adit menghela napas. Rasanya ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Riska, tapi untuk mendesak, Adit sadar, itu juga bukan sikap yang baik.Akhirnya, Adit menyerah. Ia hanya berpesan agar Riska tidak memendam masalah sendiri, karena meskipun sekarang mereka sudah sama-sama sudah berumah tangga, tetap saja hubungan persahabatan tidaklah akan dilupakan begitu saja, apalagi me
"Apa yang kalian tertawakan?" tanya Aoi sambil menatap semua yang ada di ruang tamu dengan wajah penuh tanda tanya."Ini, Pasha, ajarin masak sayur bening daun katuk! Ribet, katanya!" sahut Adit masih disela tawanya, dan Aoi, istri Rifky tertawa kecil mendengar penjelasan itu.Pasha memajukan bibirnya, karena ia ditertawakan sedemikian rupa oleh semua yang ada di situ. "Ya, gue kagak pernah masak di rumah, wajarlah gue kagak tau.""Ya, nanti kalau lu masuk kamp pelatihan, lu pasti diminta masak sama ketua lu, jadi gue yakin pas jadi anggota angkatan laut, udah pinter aja lu masak."Rifky menjelaskan masih dengan sisa tawanya."Ya, katanya begitu, tapi kalo masak mie sama air sih gue bisa, buat nyeduh kopi dan teh.""Ya, udah, selamanya lu makan mie sama air itu doang kagak usah menu yang lain.""Ogah!""Tapi, sayur katuk ini favorit lu?"Pasha terdiam untuk sesaat ketika mendengar pertanyaan serius Adit."Tiba-tiba saja, aura di sekitar mereka jadi suram, hingga membuat semua yang ad