"Kamu benar-benar tidak peduli dengan anak-anak kamu, Ron? Darah daging kamu sendiri? Reva aja peduli dengan kamu, tapi kenapa kamu bersikap kasar sama dia?"Riska bukannya melakukan apa yang diperintahkan sang suami untuk membersihkan dirinya, tapi justru mencoba untuk membuka hati dan pikiran suaminya itu bahwa apa yang dilakukan sang suami sudah sangat keterlaluan."Kamu tahu alasannya? Buat apa aku menjawab pertanyaan kamu itu lagi!""Pi, apakah kalau aku hamil lagi, kamu akan berhenti bersikap kasar pada anak-anak?" "Asalkan anak yang kau kandung dan lahirkan nanti anak laki-laki, aku tidak akan mempersoalkan kehadiran Reva dan Rara lagi."Wajah Riska berubah mendengar janji yang diucapkan oleh sang suami. Sebuah harapan terbersit di benak Riska. Jika hamil lagi membuat Rara dan Reva akhirnya mendapat perhatian dan kasih sayang oleh ayah mereka, kenapa ia menolak untuk hamil kembali?Sebenarnya, Riska bukan menolak. Hanya saja jarak anak-anaknya sedikit dekat, hingga ia sedikit
"Keterlaluan kamu!" Ronan tidak peduli dengan umpatan yang dilancarkan oleh sang istri. Ia tetap menjalankan hasratnya yang sudah membubung sejak tadi. Meskipun sudah mencapai puncak, tetap saja Ronan meminta lebih. Tidak peduli Riska yang lelah dan memikirkan anak-anak mereka yang sedang sakit, pria itu tetap bergairah saat menyentuh sang istri untuk yang kesekian, hingga akhirnya, mereka benar-benar terkulai ketika Ronan untuk yang kesekian kembali mencapai pelepasan puncaknya lagi.Setelah beberapa saat hanya diam dengan tubuh tanpa sehelai benangpun, Riska perlahan bangkit. Sambil meraih pakaian handuk yang dilepaskan oleh sang suami sebelum mereka berhubungan intim tadi.Dipandanginya Ronan yang terbaring kelelahan di sebelahnya. Perlahan, ditepuknya punggung sang suami."Kamu enggak mandi dulu, baru tidur?" tanyanya pada Ronan dengan suara perlahan."Entar saja, aku tidur dulu."Pria itu menyahut malas, sambil memperbaiki posisi tidurnya."Tapi, lebih baik bersihkan diri dulu,
Adit yang mendengar ucapan polos Rara jadi tersenyum. Ia mengacak puncak kepala bocah itu dengan gemas."Iya, rumah Om Rizky jadi bagus ya, biar om tidurnya tenang, iya?"Rara mengangguk malu-malu. Membuat Adit semakin gemas dengan tingkah anak Riska tersebut."Anak lu lucu, pinter, cantik kayak nyokapnya."Riska tersenyum getir mendengar pujian yang dilontarkan oleh Adit. Andai saja ucapan itu keluar dari mulut Ronan, aku bahagia sekali, nyatanya, ayahnya sendiri aja ngerasa anak ini justru beban buat dia....Hati Riska bicara demikian sambil menatap Adit yang mengajak Rara bicara dengan gayanya yang lucu. Sebagai sahabat almarhum Rizky, Adit memang sudah sangat akrab dengan Riska dan keluarganya. Adit juga sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh keluarga Riska hingga jika kebetulan bertandang ke Yogyakarta, Adit justru diminta menginap di rumah. Itu dilakukan ketika Riska dan Rifky belum menikah hingga Adit merasa asyik saja menginap ketika anggota keluarga Riska berkumpul
Riska diam mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Adit. Rasanya hati dan perasaannya jadi sesak, dan ia sulit untuk menguasai diri. Sebelah hatinya meronta ingin mencurahkan segalanya pada sahabatnya tersebut, namun sebelah hatinya yang lain menahan agar ia tidak gegabah siapa tahu apa yang sekarang menimpanya adalah ujian kecil dan sikap Ronan akan kembali seperti awal mereka menikah nantinya."Kagak papa, gue baik-baik aja kok, Rara lagi kurang sehat, dia emang kagak demam lagi, tapi sekarang Rara masih pemulihan, gue ngajak dia keluar buat cari udara segar, jadi kagak ada yang harus dikhawatirkan."Adit menghela napas. Rasanya ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh Riska, tapi untuk mendesak, Adit sadar, itu juga bukan sikap yang baik.Akhirnya, Adit menyerah. Ia hanya berpesan agar Riska tidak memendam masalah sendiri, karena meskipun sekarang mereka sudah sama-sama sudah berumah tangga, tetap saja hubungan persahabatan tidaklah akan dilupakan begitu saja, apalagi me
"Apa yang kalian tertawakan?" tanya Aoi sambil menatap semua yang ada di ruang tamu dengan wajah penuh tanda tanya."Ini, Pasha, ajarin masak sayur bening daun katuk! Ribet, katanya!" sahut Adit masih disela tawanya, dan Aoi, istri Rifky tertawa kecil mendengar penjelasan itu.Pasha memajukan bibirnya, karena ia ditertawakan sedemikian rupa oleh semua yang ada di situ. "Ya, gue kagak pernah masak di rumah, wajarlah gue kagak tau.""Ya, nanti kalau lu masuk kamp pelatihan, lu pasti diminta masak sama ketua lu, jadi gue yakin pas jadi anggota angkatan laut, udah pinter aja lu masak."Rifky menjelaskan masih dengan sisa tawanya."Ya, katanya begitu, tapi kalo masak mie sama air sih gue bisa, buat nyeduh kopi dan teh.""Ya, udah, selamanya lu makan mie sama air itu doang kagak usah menu yang lain.""Ogah!""Tapi, sayur katuk ini favorit lu?"Pasha terdiam untuk sesaat ketika mendengar pertanyaan serius Adit."Tiba-tiba saja, aura di sekitar mereka jadi suram, hingga membuat semua yang ad
"Apa?" Adit tidak bisa menahan rasa terkejutnya ketika mendengar bisikan Pasha. Ditatapnya wajah Pasha seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pemuda berwajah imut tersebut."Ya, coba deh, lu tanya sama Rifky atau kakaknya, gue sih diberi bocoran sama Aoi, belum bahas ini sama Rifky, karena Rifky susah waktunya, terlalu banyak dikasih lembur."Adit mengangguk, ada perasaan kesal sekarang menyelimuti hatinya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Pasha. Separah itu, kah Ronan merusak kebahagiaan keluarga besar Rizmawan?***Ronan baru saja mematikan laptopnya ketika ponselnya berdering. Dari sang istri. Pria itu menerima panggilan sang isteri. Semenjak Riska menyanggupi untuk hamil lagi, perangai Ronan sedikit berubah. Jika sebelumnya ia cuek dengan istrinya tersebut, sekarang, Ronan sedikit merubah sikap cueknya meskipun tidak keseluruhan, tapi minimal setiap kali Riska menghubunginya, Ronan menerima telpon wanita itu walaupun terkadang setengah hati.{Aku enggak bi
Rifky semakin geram mendengar Bella yang balik mengancamnya. Andai saja sekarang mereka tidak sedang di kantor, mungkin ia akan bersikap tegas dengan perempuan tersebut.Sayangnya, sekarang mereka sedang di kantor. Posisinya juga tidak memungkinkan untuk berlaku tegas pada perempuan di hadapannya ini, karena jika itu dilakukannya, Rifky akan membuat dirinya sendiri dikeluarkan dari perusahaan dan jika itu terjadi, akan membuat Ronan makin seenaknya untuk merusak perusahaan milik ayahnya tersebut."Kalau sampai perbuatan kamu itu semakin berlebihan, kamu akan menyesal, Bella!" Setelah bicara demikian, Rifky menyingkirkan Bella dari hadapannya dan melangkah ke arah pintu ruang kerja milik Ronan, namun gerakannya terhenti karena pintu ruangan itu terbuka. Muncul Ronan dengan wajah yang tidak karuan, hingga Bella yang tadinya ingin merespon apa yang dikatakan oleh Rifky mengurungkan niatnya dan segera pergi dari tempatnya berdiri, tidak mau berinteraksi dengan Ronan karena ia masih do
"Aku mau pulang, terimakasih untuk sarannya, tapi aku yakin Ronan tidak begitu."Tidak mau berdebat lebih lanjut, Riska akhirnya bicara demikian meskipun sekarang perasaannya tidak karuan. Namun, sebelum wanita itu masuk ke dalam mobil, Zeon kembali menghentikan gerakan Riska hingga Riska mengurungkan niatnya untuk masuk ke mobil meskipun di dalam mobil Reva sudah menunggu, Rara di dalam gendongannya juga mulai semakin rewel karena tidak merasa nyaman dalam situasi yang ia rasakan."Riska, Rico, adik kamu ada di rumahku, dan dia sulit untuk kembali ke rumah kalian karena merasa tidak ada alasan untuk kembali.""Apa?" "Ya! Rico pergi dari rumah, bukan? Kalian tidak perlu menutupi masalah itu dengan cara mengatakan kalau Rico pergi biasa, dia terluka, dan kamu mau tahu kenapa? Luka itu diciptakan oleh suami kamu yang ingin keluarga besar kalian hancur, jadi sebelum kamu menyesal, lebih baik pikirkan baik-baik, Riska, kamu harus pakai hatimu untuk menilai apakah Ronan itu tulus sama ka
"Tidak! Apa maksudmu?" Wajah Ronan terlihat tidak senang ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Bella."Hanya ingin membuktikan apakah aku ini bermasalah atau tidak!""Aku tidak mau!""Ya, sudah! Aku tidak tahan jika didesak ayah dan ibu kamu, lalu aku yang disalahkan, kita periksa bersama, kita buktikan bahwa kita memang benar-benar sehat.""Jika memang kita sehat, lalu kenapa kau tidak bisa hamil?""Berarti Tuhan ingin kamu istighfar, introspeksi diri, kamu sudah punya anak tiga perempuan dahulu tapi kau menelantarkan mereka, mungkin dengan minta maaf, dan mereka mau memaafkan kamu, kita bisa mendapatkan keturunan.""Kau percaya hal semacam itu? Yang benar saja. Itu hanya mitos. Tidak perlu dipermasalahkan. Lagipula, mereka selalu bilang kalau mereka sudah memaafkan aku, apalagi?""Mungkin memaafkan tapi masih sakit hati.""Sudahlah, kalau memang kamu tidak percaya aku tidak bermasalah, ayo kita periksa, aku berani menjamin, aku itu tidak bermasalah, aku berani bertaruh akan hal
"Bicara apa? Masalah kehamilan itu takdir dari Tuhan, kalau kita belum dikasih, artinya ada sesuatu yang indah dipersiapkan Allah untuk kita."Dengan bijak Rifky mengatakan hal itu pada sang istri dan ini membuat Aoi terenyuh. Meskipun mereka menikah bukan karena saling cinta, tapi hari demi hari Aoi merasa perlakuan Rifky semakin lembut dan perhatian. Tanpa kata-kata saja, Aoi sudah merasa perlahan tapi pasti hati sang suami mulai melunak. Aoi berdoa semoga saja ketika hati mereka sudah semakin bertaut erat, anugrah itu akan mereka dapatkan. Begitu doa Aoi setiap hari.***Kabar kelahiran anak Riska dengan Mark yang berjenis kelamin laki-laki membuat Ronan kesal dan marah. Berulang kali ia memastikan bahwa kabar itu tidak benar, namun bagaimana mungkin itu bisa ditampik, karena anak Riska dan Mark memang laki-laki.Sekarang, Ronan sedang menunggu Reva pulang dari sekolah, ketika ia habis bertengkar dengan Bella karena masalah sang istri yang belum hamil juga. Pertengkaran yang sa
"Ya, tidak bisa dong, Sayang. Kita menikah memang tujuannya itu, kau paham, kan? Aku bercerai dari Riska, karena aku tidak mendapatkan anak laki-laki dari dia, jadi aku tidak mau kejadian serupa juga terjadi padamu.""Kejadian serupa?""Iya.""Kalo gitu, ayo dong ikut aku periksa! Kita periksa bareng-bareng! Aku sudah menunjukkan hasil pemeriksaan aku, sekarang tinggal kamu, beres, kan?""Aku bilang jangan bahas masalah itu lagi di hadapan aku! Aku sehat, Bella ingat itu! Tidak perlu periksa, kau saja yang harus ketat konsultasi dengan dokter!Kemarahan Ronan kembali terpancing.Ia meninggalkan Bella dan melangkah masuk ke kamar mandi, membanting pintunya membuat Bella hanya mengusap dada. Ronan benar-benar sudah membuat dirinya kesal.***"Mau kopi?" tanya Tedi, teman Ari ketika melihat Ari mampir ke rumahnya."Boleh."Tedi segera masuk ke dalam rumahnya setelah mempersilakan leader fans club GSB itu untuk duduk.Beberapa saat kemudian, Tedi keluar dengan kopi di tangan. Kopi itu i
Ronan bicara demikian dan itu membuat Riska mengerutkan keningnya."Kamu ini bicara apa?" katanya dengan wajah tidak mengerti. "Kamu ke klinik ini agar kamu bisa hamil, kan? Lihat istriku, sudah hamil, anak kami laki-laki, tidak perlu program, karena aku dan dia sama-sama sehat, kamu hanya membuang waktu saja mengikuti program hamil, Riska. Buang uang."Ronan masih mengira Riska datang untuk mengikuti program kehamilan, hingga ia bicara demikian.Riska geleng-geleng kepala. "Aku ke sini untuk cek kandungan sudah jadwal, jadi bukan untuk ikut program kehamilan.""Apa? Kamu hamil?"Ronan seperti tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Riska hingga pria itu bicara demikian sambil menatap ke arah perut Riska yang masih ramping. "Iya, alhamdulillah, baru dua Minggu, bagaimana kandungan istrimu? Sehat? Jangan sering kau tinggalkan, cukup aku yang kamu perlakukan seperti itu Ronan, belajarlah untuk bertanggung jawab dengan anakmu sendiri.""Bohong! Kamu hanya akting bahwa sedang ham
Ia ingin marah, tapi Riska segera menggamit lengan sang anak untuk mengikuti dirinya naik ke atas motor. Riska tidak peduli dengan wajah Ronan yang terlihat marah. Ia tidak mau terpancing kemarahan lagi, meskipun ia sudah dinyatakan sembuh oleh sang dokter setelah beberapa waktu lamanya berjuang melawan penyakit, Riska tetap harus menjaga kesehatannya jangan stress dan banyak pikiran karena dua hal itu akan memicu penyakit yang dideritanya kambuh kembali. Akhirnya, Ronan hanya bisa membiarkan Riska dan Reva meninggalkan dirinya. Kemarahan yang dirasakan oleh Ronan membuat pria itu bertekad akan hidup lebih bahagia bersama Bella, agar ia bisa memamerkan kebahagiaannya itu pada sang mantan istri. ***Beberapa bulan setelah Ronan menikah, Riska akhirnya menikah dengan Mark. Pernikahan mereka digelar tidak besar-besaran karena menurut Riska lantaran sekarang mereka sedang berusaha untuk membuat kehidupan mereka bangkit lagi, uangnya lebih baik digunakan untuk kehidupan mereka setelah
"Aku akan berusaha, kau bisa percaya padaku, Bella."Ronan memberikan janji meskipun ia sendiri tidak yakin apakah ia bisa mengembalikan kehidupan seperti saat sebelum ia masuk penjara pada Bella, namun yang jelas Bella tidak boleh meninggalkan dirinya. Riska sudah tidak menerima dirinya kembali, jadi Ronan tidak boleh kehilangan Bella, jadi meskipun sedikit tidak yakin apakah ia bisa mengabulkan keinginan Bella yang menuntutnya tetap memberikan kehidupan yang mewah, Ronan tetap optimis ia bisa asalkan Bella tidak meninggalkan dirinya.***Pernikahan Ronan akhirnya berlangsung beberapa bulan kemudian semenjak Ronan keluar dari penjara. Meskipun dibantu orang tuanya yang kembali memberikan Ronan kesempatan untuk membangkitkan perusahaan bermodalkan pinjaman dan beberapa harta yang dijual namun, kembali hidup mewah memang belum bisa dilakukan lagi oleh Ronan dan Bella. "Bella, terima kasih, kamu mau menikah dengan Ronan, meskipun Ronan tidak sekaya dulu lagi, tapi kau harus percaya, s
"Aku tahu, aku berjanji jika aku diperkenankan untuk kembali dengan Riska, aku akan berubah.""Sudah terlambat, Riska sudah banyak menderita karena keegoisan kamu, sekarang mending kamu belajar menata hidup lagi, nikah saja dengan selingkuhan kamu itu, Riska tidak bisa aku biarkan untuk kembali bersama dengan kamu, Ronan!"Setelah bicara demikian sang ibu meminta Rico untuk meminta Ronan untuk pergi. Wanita itu berbalik dan tidak mempedulikan lagi Ronan yang memintanya untuk mendengar apa yang dikatakannya.Rico segera meminta Ronan untuk pergi tanpa peduli pria itu bicara apa untuk membujuknya agar Rico mau berpihak padanya.Rico sudah tidak peduli dengan kata-kata mantan kakak iparnya itu karena sekarang yang terpenting baginya adalah mengejar mimpinya bukan lagi tentang yang lain.Dalam rasa kecewanya, Ronan berbalik dan ingin melangkah pergi meninggalkan rumah orang tua Riska, namun motor Mark masuk ke pekarangan rumah itu, dan berhenti tepat di hadapannya.Mark baru saja membawa
Riska menghela napas mendengar apa yang dikatakan oleh Rifky. Perempuan itu mengusap wajahnya perlahan, dan Rifky sangat tahu sekarang sang kakak sangat merasa tertekan."Aku nolak Mark karena aku rasa aku tidak cukup baik untuk dia.""Siapa bilang? Kakak itu sudah sangat baik untuk Kak Mark, dia juga masih sangat mencintai Kakak, dan yang paling penting dia itu tulus sama Kakak, beda sama Ronan yang selalu menuntut Kakak ini dan itu."Rifky merespon perkataan Riska dengan sangat yakin dan tegas."Aku tahu, Mark baik, sejak dulu sampai sekarang, dia enggak pernah menyakiti, justru aku yang menyakiti dia dengan menikah bersama Ronan, tapi, aku benar-benar tidak percaya diri untuk menerima dia kembali, Rifky, kamu tahu sendiri, meskipun sekarang dokter bilang aku sembuh, aku tetap enggak bisa punya anak lagi, bagaimana mungkin aku bisa menikah dengan dia sementara aku enggak bisa memberikan keturunan buat dia?""Emangnya, dia mempermasalahkan hal itu? Aku lihat, dia akrab dengan Reva,
Setelah bicara demikian, Bella berlalu pergi meninggalkan Ronan yang hanya bisa terdiam tanpa bisa mengatakan sepatah katapun karena tidak tahu harus bicara apa.Meskipun marah, tetap saja Ronan harus berterima kasih pada Bella sebab, perempuan itu tidak menuntutnya hingga hukumannya menjadi ringan. Apakah ia bisa hidup di penjara? Mau tidak mau, Ronan harus bisa karena memang tidak ada cara lain untuk membebaskan ia sebab bukti tidak bisa membuat ia lepas dari hukuman.***Riska dan Rifky akhirnya bahu membahu untuk membuat perusahaan ayah mereka bangkit kembali, meskipun harus berhutang banyak untuk menutupi dana yang digelapkan oleh Ronan.Mark adalah orang yang paling banyak membantu Riska untuk dana meskipun ia sendiri bukan orang kaya. Namun, karena Mark seorang pekerja keras, ia bisa meminjamkan tabungannya untuk Riska yang digunakan Riska untuk membiayai perusahaan sang ayah agar bisa kembali beroperasi.Akan tetapi, tentu saja itu tidak mudah. Karena beberapa pemegang saham