PoV Ratna“Setelah melihat dari bukti dan saksi yang ada akhirnya kami memutuskan untuk memberikan hukuman selama satu tahun penjara dan denda satu milyar. Mereka mendapatkan keringanan karena berkelakuan baik selama berada di dalam penjara. Hal itu lah yang digunakan sebagai pertimbangan.”Aku tidak mungkin bisa melupakan kalimat yang membuat hidupku berubah. Anakku satu-satunya di penjara padahal dia sama sekali tidak bersalah. Ini semua gara-gara Wati, wanita yang dinikahi oleh Marno, anakku. Kalau saja mereka tidak menikah, pasti kejadian ini tidak akan pernah terjadi kepadaku. Setiap hari aku hanya bisa menangis di dalam kamar yang sempit ini menunggu mereka berdua keluar dari hotel prodeo itu.Brak!Pintu kamar dibuka dengan keras, membuatku sampai berjingkat karena kaget. Rupanya yang melakukannya Devi, adiknya Linda yang menggantikan usaha kakaknya berjualan warung kopi yang lumayan ramai dikunjungi pembeli.“Bu, aku udah bilang berapa kali? Di sini tuh bukan hotel jadi jangan
Sudah enam bulan berlalu sejak aku memberi tahu Melati kalau ayahnya sekarang berada di penjara. Mungkin dia memang masih kecil tapi aku tidak mungkin membohonginya sehingga aku pun mengatakan hal yang sebenarnya kepadanya. Mas Marno di penjara karena perbuatannya menyakiti Melati, secara tidak langsung aku mengajari Melati kalau kekerasan itu tidak boleh dilakukan. Awalnya Melati merasa sedih karena bagaimanapun dia adalah ayahnya tapi kini senyum ceria di wajahnya sudah kembali.“Wat, usahamu sudah berkembang dengan pesat, gimana kalau kamu mulai buat beli rumah? Ucap Ibu di sela-sela memasak. “Boleh juga, Bu tapi aku belum nemu yang cocok. Ibu ada rekomendasi gak pengen tinggal dimana?”“Sebenarnya ada sih.” Ibu menaruh pisau yang dipegangnya kemudian mulai bercerita.“Bu Intan yang dulu tinggal gak jauh dari rumah mertuamu nawarin tanahnya. Dia mau jual karena butuh biaya buat berobat anaknya. Katanya sih mau dijual murah.”“Murahnya berapa, Bu?” tanyaku mulai tertarik. Aku meman
“Halo, Wat? Aku butuh uang dua puluh lima juta untuk bayar uang pangkal sekolahnya Melati,” ucap mas Marno, suamiku begitu panggilan tersambung. Selalu saja seperti ini, ia menelpon kalau sedang membutuhkan uang dan tak pernah sekalipun menanyakan kabarku di sini. Padahal aku disini bekerja menjadi TKW di Arab demi kehidupan keluargaku menjadi lebih baik. “Wati! Kok kamu malah diem aja sih? Buruan kirim uangnya, Senen besok udah batas terakhir bayar. Kalau gak segera dilunasin, nama Melati bisa dicoret dan gak bisa masuk sekolah ini!” lanjut suamiku lagi. “Kok mahal banget sih, Mas? Bukannya Melati itu baru masuk SD? Kenapa biayanya udah sama kayak SMA?” keluhku kepada suamiku yang sedang berada di rumah. “Ya aku kan pengen Melati dapat pendidikan yang bagus, Wat. Ini kan demi masa depannya juga. Dia itu masuk ke SD Az Zahra sekolah Internasional, makanya uang masuknya mahal tapi kan sebanding sama apa yang didapat nanti!” “Tapi, Mas. Aku gak ada uang segitu banyaknya. Uang gajiku
“Halo, Wat? Gimana kamu? Aku sengaja gak nelpon kamu karena tahu kalo kamu butuh waktu buat nerima kabar itu. Tega banget ya suami kamu! Istrinya kerja di negara orang, dia malah enak-enakan kawin ama janda!” cerocos Santi begitu panggilan tersambung. “Janda?” “Iya! Aku aja geram liatnya, makanya nyari tahu dari ibuku yang dapet undangan nikahannya. Kata ibuku, wanita itu namanya Linda, janda anak satu. Gak tahu laki sebelumnya itu mati apa cerai. Yang jelas Ibu bilang kalo dia itu janda yang buka warung kopi di pinggir jalan kampung.” Santi menceritakan sendiri padahal aku tidak bertanya tentang hal itu. Lucu sekali kamu, Mas. menjandakan istri sendiri demi seorang janda. Memang ya, kalo udah selingkuh itu pasti gak punya otak! Atau otaknya sama-sama dipindah ke dengkul? “Aduh, sorry banget, Wat. Aku jadi ceritain hal ini sama kamu. Pasti malah buat kamu sedih ya! Betewe kamu mau minta tolong apa?” “Gak papa, San. Aku malah mau bilang makasih sama kamu karena kamu udah nunjukin b
“Aminah! Sini kamu!” teriak sebuah suara lagi yang sangat kukenal. Suara itu milik ibu mertuaku, aku tidak tahu apa yang terjadi disana yang jelas teriakan itu menandakan kalau ibuku melakukan suatu kesalahan sehingga teriakan ibu mertuaku sekeras itu. “Kamu itu gimana sih? Dapur berantakan malah ditinggal santai-santai buruan beresin!” hardik Ibu mertuaku. Aku menahan amarah, wanita yang sudah melahirkanku diperlakuan seperti babu oleh mereka. Benar-benar keterlaluan! “San, ntar tanyain ya apa yang terjadi sampe ibuku bisa jadi pembantu di rumah ini!” ucapku kepada Santi. Seperti tadi, Santi tidak menjawab, karena pasti akan dikira gila karena berbicara sendiri. “Selamat pagi, Pak, Bu!” “Pagi. Ana ya?” “Iya, Pak. Saya dimintai tolong sama Wati buat ngurus pertukaran mobil. Katanya Wati, dia udah DP buat beli lamborghini, makanya dia minta saya buat ngambil semua surat-surat mobil yang mau ditukar tambah. Sekalian bpkb nya saya bawa nanti bapak dapat mobil Lamborghini nya atas n
“Apa maksudnya, Bu? Melati kenapa?” Aku sangat shock mendengar penuturan ibu. “Ibu sudah menduga kalau kamu pasti tidak tahu apa-apa. Baiklah, Ibu akan ceritakan semuanya dari awal. Setelahnya mau seperti apa, Ibu mendukung semua keputusanmu nanti.” Aku mendengarkan dengan seksama saat Ibu menceritakan semuanya kalau ternyata sudah satu tahun ini Linda tinggal bersama dengan mereka meskipun saat itu mereka belum menikah. Saat itu Ibu yang sudah sangat merindukan cucunya nekat datang ke rumah Mas Marno untuk bertemu dengan Melati. Untuk itu Ibu nekat meminjam uang dengan menggadaikan rumah kami kepada salah seorang saudaranya karena ongkos pesawat Sumatra-jawa tidaklah murah. Begitu Ibu datang, ia mendengar suara tangisan Melati dan saat itu Ibu tahu kalau Melati sedang dipuk*li oleh Mas Marno. Ibu ingin membawa Melati kembali ke Sumatera tapi tidak diizinkan oleh Mas Marno, untuk itulah Ibu memilih untuk memaksa tinggal disana karena takut cucunya kenapa-kenapa. Karena di sana tidak
Aku mematung sesaat, bagaimana pun, lelaki yang sedang bergumul diatas ranjang itu adalah suamiku. Aku menikah dengannya karena cinta, bukan perjodohan yang dilakukan kedua orang tua kami. Sakiiit sekali rasanya saat melihat dengan mata kepalaku sendiri kalau lelaki yang selama ini mencintaiku sedang memeluk tubuh wanita lain di ranjang tempat kami berdua memadu kasih.“Wat–ti? Kok kamu bisa ada di sini? Kapan kamu pulangnya?” Mas Marno mengambil sarung untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Perlahan ia mendatangiku berusaha untuk memelukku tapi dengan cepat aku mendorong tubuhnya agar menjauh.Mana mungkin aku mau disentuh oleh pria yang baru saja tidur dengan wanita lain di ranjang kami berdua? Dan dengan wajah tanpa berdosa wanita itu kembali berpakaian seakan merasa kalau aku ini tidak ada di sini. Sentuhan itu membuatku tersadar kalau Mas Marno sama sekali tidak pantas untuk ditangisi, apalagi mengingat perakuannya kepada Melati membuatku teringat tujuanu datang ke sini. “Ini gak
Melihat wanita mur4han itu memeluk suamiku, aku tak merasa cemburu sama sekali. Yang ada aku malah jijik saat melihatnya. Apalagi wajahnya yang dibuat-buat membuatku semakin muak saat melihatnya. Saat ini, Aku sangat ingin menampar keduanya. Apalagi saat tangan Mas Marno naik bersiap untuk menamparku hingga sebuah suara menghentikan pertikaian kami berdua.“Ada apa ini?” tanya Ratna, Ibu mertuaku yang sepertinya baru saja pulang dari arisan. Ia mengenakan pakaian yang bagus dan juga memakai make up. Tidak mungkin kalau dia pergi ke pasar dengan dandanan begitu mentereng.Aku melihat Ibuku berjalan di belakangnya dengan menenteng belanjaan di kedua tangannya. Melihat sorot wajah ibuku yang kelelahan aku yakin kalau barang bawaan sangatlah berat. Apalagi wajahnya kelihatan berkilat karena keringat yang terus mengalir dari keningnya. Aku hanya bisa mengepalkan kedua tanganku. Ibuku sudah tua, tapi masih harus dipaksa membawa belanjaan begitu banyak. Apa mereka sama sekali tidak merasa ka