Share

Bab 2

Penulis: Alya Feliz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-12 10:23:29

Luna dan Sofia langsung menoleh ke belakang, mendapati Peni, ART di rumah Kalingga yang bekerja sejak dua tahun lalu, menatap mereka dengan wajah terkejut bukan main.

"Eh, Bu Luna. Maaf, saya kira tadi ART rumah sebelah dan saudaranya yang datang ke sini waktu saya masih di luar. Soalnya tadi sempat mengirim pesan wa mau berkunjung ke sini sebentar. Maaf, Bu," kata Peni buru-buru sambil menunduk takut.

"Ssstt, jangan keras-keras. Ibu sama Mas Lingga masih di dalam?" peringat Luna sambil berbisik.

Peni mengerutkan kening, tapi setelah itu membelalak. "Mereka masih di ruang keluarga, Bu. Lho, saya kira Bu Luna malah masih terapi di rumah sakit. Makanya saya pikir teman-teman saya lancang sekali masuk ke sini tanpa saya. Hampir saja jantung saya copot kalau sampai ketahuan. Bisa dipecat saya."

Luna berdecak sambil mengibaskan tangan.

"Jangan bilang sama Bu Devi kalau aku dan Sofia ada di sini. Kalau mereka sudah pergi, buruan bilang ke aku," pesan Luna masih sambil berbisik.

Peni mengangkat jempol.

"Peni! Mana kopinya? Bikin kopi aja lama banget?" teriak Bu Devi.

"Saya masuk dulu, Bu," pamit Peni dengan terburu-buru.

Setelah kepergian Peni, ponsel Sofia bergetar. Wanita itu menatap Luna tak enak. "Lun, aku ada jadwal kuliah satu jam lagi. Kamu nggak apa-apa kan, sendirian nungguin sampai mereka pergi?"

Luna menghela nafas panjang. Mau menahan Sofia pun rasanya tidak tahu diri, karena dia sudah berhutang banyak pada wanita itu.

"Pergi aja, Sof. Aku nggak apa-apa kok," ujarnya.

Sofia mengangguk. "Hubungi aku kalau ada apa-apa. Ingat, jangan bertindak gegabah."

Setelah mengatakan hal itu, Sofia pergi lewat samping rumah dan buru-buru keluar agar tidak dipergoki oleh Kalingga dan Bu Devi. Untung saja Sofia datang ke rumah ini dengan menaiki taksi online.

Sekarang hanya tinggal Luna sendirian sambil merenung. Memikirkan apa yang akan dia lakukan selanjutnya agar Kalingga tidak menceraikannya. Jangan sampai pria itu tahu bahwa dia sudah mulai bisa berjalan. Dia mungkin akan menghentikan pengobatannya di rumah sakit tempat sepupu Kalingga bekerja.

"Maafin aku, Mas. Kalau saja kamu nggak berubah lembut sama aku, aku nggak akan jatuh cinta sama kamu," gumamnya.

***

Selama hidupnya, Luna tidak pernah berhubungan dengan lawan jenis karena sadar akan statusnya. Ayahnya hanyalah seorang satpam perusahaan, sedangkan ibunya sudah lama meninggal.

Tidak ada waktu untuk memikirkan laki-laki, karena dia sibuk membantu ekonomi sang ayah dengan berjualan kue dan aneka jajanan lainnya.

Lalu sekarang, dia harus bisa menggoda suaminya agar tidak menceraikannya. Dia akan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya, karena Kalingga tidak lagi dingin padanya.

Pintu kamar terbuka, menampilkan Kalingga dengan wajah kusut dan masih memakai pakaian kerja. Jantung Luna berdebar tak karuan. Tanpa sadar dia mengeratkan genggaman tangannya pada piyama berbentuk jubah yang dikenakannya.

"Kok baru pulang, Mas?" tanya Luna dengan senyuman lembut di bibirnya.

Seandainya dia sudah lancar berjalan, dia akan menghampiri sang suami dan memeluk pria itu.

"Lembur," jawab Kalingga singkat. Pria itu melihat kursi roda di sebelah Luna, setelah itu melengos pergi menuju ke kamar mandi.

Luna menggigit bibir bawahnya. Kecewa dengan respon dingin pria itu. Padahal biasanya Kalingga bersikap lembut. Sekarang, laki-laki itu kembali seperti semula. Dingin padanya.

"Nggak, aku nggak boleh nyerah. Aku pasti bisa membuat Mas Lingga luluh lagi," ucapnya dengan percaya diri.

Sebelum Kalingga pulang, Luna sengaja melakukan perawatan pada tubuhnya. Dengan menahan sakit di kakinya yang masih kaku, dia menyiapkan semuanya demi sang suami. Dia melihat tutorial di internet tentu saja.

Sekarang, Luna melepaskan piyamanya untuk memperlihatkan apa yang tengah dipakainya. Lingerie dengan warna merah menyala, hadiah dari Irfan, sahabat Kalingga sekaligus dokter spesialis saraf yang menangani fisioterapinya.

Jantung Luna seperti ingin melompat dari tempatnya ketika pintu kamar mandi terbuka. Dia berbaring dengan gugup, tidak sanggup untuk berpose seksi seperti tutorial yang dilihatnya tadi saking malunya.

"Kenapa belum tidur? Nggak usah nunggu aku," ucap Kalingga.

"Mas..." panggilnya ragu.

Kalingga yang sejak tadi sibuk mengeringkan rambutnya akhirnya mendongak. Mata pria itu membelalak. Wajah Luna terasa panas ketika mata Kalingga menelusuri tubuhnya dengan liar. Bisa dia lihat pria itu menelan ludah.

Tanpa bicara apa-apa, Kalingga melemparkan handuk sembarangan dan bergegas menghampirinya dengan sorot mata penuh gairah. Hal yang mulai dihafal oleh Luna setelah dua bulan mereka "berbaikan".

"Mas..."

Luna hanya bisa mendesahkan nama pria itu setiap kali Kalingga menyentuhnya, dan kali ini pria itu melakukannya dengan bersemangat.

"Kamu wangi sekali," bisik Kalingga di sela-sela aktivitas panas mereka.

Luna tersenyum puas. Ternyata sangat mudah menaklukkan pria. Atau setidaknya itulah yang dia kira.

"Luna!"

Tidak ada yang lebih membahagiakan Luna selain mendengar namanya yang baru kali ini disebut oleh lelaki yang telah mengisi hatinya ketika mencapai puncak. Usahanya berhasil.

"Aku mencintaimu, Mas."

***

Pagi ini, Luna merasa sangat bahagia. Dia terus saja tersenyum sejak bangun tidur.

"Mbak Peni, jangan bilang sama Mas Lingga kalau aku udah bisa jalan dikit-dikit ya," pesan Luna sambil berbisik setelah mereka selesai masak.

"Loh, kenapa Bu? Bukannya malah bagus kalau Pak Lingga tahu?" tanya Peni heran.

Luna menggeleng. "Pokoknya jangan bilang siapa-siapa. Terutama Bu Devi."

Peni yang memang merasa senasib dengan Luna karena sama-sama dari kampung, mengangguk sambil mengangkat dua jempolnya. Luna menyerahkan urusan plating makanan pada Peni agar Kalingga tidak curiga.

Buru-buru dia duduk di kursi rodanya dan mengarahkannya pada ruang makan. Matanya langsung berbinar ketika mendapati Kalingga baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerja. Rambut pria itu basah, membuat Luna tersipu malu dan wajahnya memerah.

Aktivitas malam mereka kemarin benar-benar luar biasa dan membuat Luna merasa berbunga-bunga. Dia semakin yakin bahwa Kalingga juga mencintainya, karena pria itu terus bercinta dengannya setelah dia menyatakan cinta.

"Mas, ayo sarapan. Aku udah nyuruh Mbak Peni buat masak tumis udang kesukaan kamu," kata Luna antusias.

Tak berapa lama kemudian, Peni datang dengan membawa berbagai lauk dan secangkir kopi untuk Kalingga. Mereka sarapan dalam diam. Luna terus memperhatikan reaksi Kalingga yang tengah memakan tumis udang buatannya. Rasanya jelas berbeda dari buatan Peni.

Kalingga tidak berkomentar apa-apa. Pria itu hanya mengernyitkan alis dan sempat menghentikan kegiatan makannya, setelah itu kembali melanjutkan sarapannya.

"Nanti pulang jam berapa, Mas?" tanya Luna dengan lembut.

Kalingga yang tengah meminum kopi langsung berhenti. Pria itu menatapnya tajam dan dingin, membuat Luna kaget. Kenapa pria itu kembali seperti dulu?

"Kenapa..."

"Kamu sudah bisa berdiri kan?"

Luna terengah kaget. Sedikit panik, namun setelah itu pura-pura memasang wajah bingung. "Belum Mas."

Tiba-tiba saja, Kalingga berdiri dan berjalan mendekatinya. Tanpa diduga sama sekali oleh Luna, pria itu menarik tangannya kasar sampai dia berdiri. Karena tidak siap dan kakinya memang kembali sakit setelah lama berdiri, dia langsung terjatuh.

"Aduh! Mas, kamu kenapa sih?"

"Jangan berpura-pura di depanku, sialan! Kamu pasti udah bisa jalan, kan?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 3

    Luna memegangi kakinya yang sakit. Dia masih terduduk di lantai keramik yang dingin sambil meringis karena tangannya juga sakit akibat menahan beban tubuhnya.Kalingga langsung melepaskan tangannya setelah memaksa Luna untuk berdiri, sehingga Luna terjatuh dengan keras."Aku nggak berpura-pura Mas. Kakiku masih sakit," kata Luna sambil mendongak.Dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Kalingga benar-benar berubah menjadi dingin."Irfan bilang kamu udah bisa berdiri dan berjalan, jadi jangan berbohong!" hardik Kalingga.Luna menggeleng. "Enggak, Mas. Aku beneran belum bisa jalan. Kakiku aja masih sakit dan kaku."Dia tidak sepenuhnya berbohong. Kakinya masih terasa kaku dan sakit setiap kali dibuat berdiri. Sofia bilang, dia harus tetap menjalani fisioterapi sampai kakinya benar-benar bisa digunakan untuk berjalan sepenuhnya.Selain dengan Irfan, Luna memang diam-diam menjalankan terapi dengan Sofia agar bisa cepat sembuh. Tapi ternyata kesembuhannya justru akan membuat

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 4

    "Luna! Uang apa itu?"Luna buru-buru menyembunyikan uang itu di belakang punggungnya."Sofia? Hari ini jadwalku terapi ke dokter Irfan. Kenapa kamu ke sini?" tanya Luna gugup.Dia melirik Peni yang buru-buru pergi begitu Sofia semakin mendekat."Perasaanku nggak enak, jadi aku ke sini. Kamu habis nangis? Kalingga ngapain kamu lagi?" cecar Sofia dengan mata menyelidik."Eh? Nggak kok. Aku tadi cuma keinget almarhum ayah aja makanya nangis." Luna buru-buru mengusap air mata di wajahnya."Aku tadi melihat ibu mertuamu dari rumah ini, makanya aku nungguin dia keluar dulu. Kamu habis dimaki-maki lagi sama dia? Kali ini soal apalagi?"Luna langsung mengalihkan pandangannya dan kembali memakan sarapan yang belum habis."Sarapan dulu yuk. Mumpung Mbak Peni masak banyak lauk. Ini tumis udang buatanku loh," kata Luna mengalihkan perhatian.Dia hanya tidak mau Sofia histeris kalau tahu apa yang diucapkan oleh Kalingga dan Bu Devi tadi. Sudah bisa dipastikan bahwa Sofia akan memaksanya untuk berp

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 5

    "Kamu kenapa? Makanannya nggak enak? Apa perlu kita pindah restoran?" tanya Sofia dengan wajah khawatir.Luna buru-buru menggeleng. Tidak mungkin dia sangat tidak tahu diri meminta Sofia untuk pindah ke restoran lain, sedangkan restoran ini sudah yang paling mewah dan mahal."Enak kok. Seharusnya kamu nggak perlu membawaku ke tempat ini, Sof. Jangan buang-buang banyak uang cuma buat makan. Apalagi buat...aku," ucapnya lirih di akhir kalimat.Sofia tentu saja menatapnya tak suka. Wanita itu sangat membenci responnya yang seperti itu. "Bisa nggak sih kamu berhenti merendahkan diri kamu sendiri? Memangnya kenapa kalau aku buang-buang duit buat kamu? Bukan karena kamu sekarang yatim piatu. Dulu waktu Pak Sakur masih hidup, aku tetap beliin kamu ini itu kan? Itu nggak seberapa dibandingkan dengan kebaikan ibu kamu mendonorkan hati dan paru-parunya buat mama setelah meninggal."Luna menggenggam tangan Sofia yang matanya mulai berkaca-kaca. Ibunya memang sebaik itu. Sebelum meninggal dalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 6

    "Eh, sorry aku nggak sengaja denger percakapan kalian," ucap Renata.Luna langsung menunduk dan mencuci tangannya, tidak ingin melihat wanita itu lagi. Pantas saja Kalingga ingin cepat-cepat bercerai darinya. Renata benar-benar cantik karena make-up mahal dan perawatan tubuh yang pastinya juga mahal."It's okay," jawab Sofia dengan wajah datar.Mereka hanya diam ketika Renata pergi dari toilet."Cih! Yang kayak gitu digilai sama Kalingga? Tipe-tipe cewek terlalu friendly sama semua cowok. Kok mau sih suami kamu sama WC umum kayak dia?" cibir Sofia."Hush, jangan gitu, Sof. Aku memang nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia," ujar Luna. "Kita keluar dari sini ya. Aku mau istirahat di rumah. Kakiku masih belum bisa lama-lama berdiri."Sofia memutar matanya. "Dibandingkan dengan kamu, jelas lebih cantik kamu lah. Cantiknya Renata itu biasa aja, ketolong make-up mahal. Kamu nggak pake make-up aja udah cantik."Luna tidak mempedulikan ocehan Sofia. Dia menarik tangan wanita itu agar s

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 7

    "Bu, kok perasaan saya nggak enak ya?" kata Peni ketika mereka sampai di mansion keluarga Wisnuwardhana.Mansion yang dihuni oleh 3 pasang suami istri beserta anak-anaknya dan 1 kepala keluarga yang memimpin, kakek Ageng Wisnuwardhana."Nggak usah mikir yang aneh-aneh deh, Mbak," balas Luna dengan sikap tenang, padahal hatinya gelisah bukan main.Ada dua mobil yang terparkir di halaman mansion yang luas, mobil Kalingga dan entah mobil siapa lagi. Mungkin tamu. Tapi Luna tidak peduli. Tujuannya ke sini adalah untuk menemui suaminya.Peni mendorong kursi rodanya memasuki halaman mansion sampai akhirnya tiba di teras yang luas. Kedua paman Kalingga sedang berbincang di kursi dengan serius, sampai mereka menyadari kehadiran Luna.Om Anton dan Om Danu terlihat gugup dan salah tingkah. Mereka saling lirik sebelum akhirnya tersenyum pada Luna. Kedua pria itu memang tidak ikut campur dengan pernikahan keponakannya. Berbeda dengan istri-istri mereka."Eh, Luna? Tumben kamu datang ke sini, Nak?

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-20
  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 8

    Sudah jam 12 malam, tapi Luna belum bisa memejamkan mata. Dia sudah mondar-mandir untuk membunuh waktu sekaligus melatih kedua kakinya agar terbiasa berjalan, namun Kalingga tetap saja belum pulang.Dia teringat dengan adegan yang dilihatnya sebelum keluar dari mansion dengan hati hancur dan air mata berderai.Kalingga memeluk Renata dan mereka berciuman. Dia masih sangat ingat bagaimana tangan wanita itu mencengkeram lengan suaminya, sementara tangan lainnya mencengkeram rambut Kalingga.Bayangan bibir mereka saling melumat membuat hatinya perih bukan main. Dia menghentikan langkah sambil berpegangan pada sandaran sofa. Ternyata rasanya sesakit ini. Pantas saja banyak istri yang lepas kendali ketika mengetahui suami mereka berselingkuh.Apakah mereka sengaja pamer kemesraan di depannya? Apakah Kalingga sengaja ingin menunjukkan padanya bahwa wanita yang pria itu inginkan adalah Renata? Bahwa Luna hanyalah pengganggu bagi hubungan mereka dan seharusnya pergi?"Bu, kenapa belum tidur j

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 9

    Tubuh Luna langsung membeku. Teringat dengan pertemuan mereka di toilet restoran yang ada di Palace Hotel. Renata yang melihat reaksinya langsung tersenyum miring."Bagaimana jika Kalingga tahu kalau kamu berpura-pura lumpuh, padahal sebenarnya kamu udah bisa jalan?" Renata menatapnya dengan tatapan mencemooh, lalu berdecak. "Nggak nyangka ya, ternyata gadis miskin kayak kamu tuh aslinya licik. Aku jadi curiga kamu sama ayahmu udah merencanakan ini semua biar bisa masuk ke keluarga Kalingga.""Jaga mulut kamu, dasar jalang!" teriak Luna marah.Ingin sekali dia merobek mulut perempuan itu dan meninju wajah penuh make-up itu berkali-kali, tapi tentu saja akan membuatnya berada dalam masalah di kemudian hari."What? Kamu manggil aku jalang?" Renata pura-pura terkesiap sambil menutup mulut. "Nggak kebalik ya?"Kedua tangan Luna terkepal."Perlu aku ingatkan lagi siapa yang masuk ke dalam hubunganku dan Kalingga di sini? Siapa yang tiba-tiba datang dan merusak hubungan kami? Seharusnya aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 10

    Sudah 10 menit Luna duduk di hadapan dokter Irfan, namun pria itu hanya menatapnya dengan pandangan seperti menganalisis. Luna sendiri tidak bereaksi seperti sebelumnya ketika dia masih kukuh mempertahankan Kalingga dengan alasan cinta."Sepertinya kamu udah siap untuk meninggalkan keluarga Wisnuwardhana," ucap Irfan akhirnya.Luna tidak menanggapi. Dia hanya fokus pada kesembuhannya. Kedatangan Renata dan ketidakpulangan Kalingga membuat hatinya begitu sakit sekaligus marah.Dia akan membuktikan pada mereka bahwa dia bukanlah Luna yang bodoh hanya karena mencintai Kalingga. Dia tidak akan lagi mengemis-ngemis cinta pria itu. Jika Kalingga tidak menginginkannya, maka dia akan mengabulkannya. Meskipun hatinya masih perih karena rasa cinta itu masih tertanam di hatinya, dia tidak akan kalah. Dia bisa hidup tanpa bergantung pada Kalingga."Renata sering menginap di mansion. Sepertinya pernikahan itu memang akan terjadi.""Bisakah anda hanya fokus membahas tentang perkembangan kaki saya?

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23

Bab terbaru

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 121

    "Buk, saya udah nggak kuat. Saya keluar aja ya," mohon Kalingga dengan wajah pucat.Penampilannya berantakan karena menjadi sasaran Luna selama masa pembukaan jalan lahir. Rambutnya acak-acakan, lengannya ada bekas cakaran, dan kaosnya kusut bukan main. Dia lebih mirip seperti korban angin putih beliung ketimbang pemilik perusahaan makanan di Surabaya dan beberapa Indomei di kota Malang dan Batu."Hush! Iki yo bojomu dewe. Masa nemenin istri sendiri kok nggak kuat?" tegur Bu Sekar yang memegangi kaki Luna di sebelah kanan, sedangkan Kalingga memegangi kaki sebelah kiri."Saya nggak tega, Bu," jawab Kalingga dengan wajah memelas.Keringat dingin terus membasahi pelipis dan dahinya, sedangkan wajahnya semakin pucat. Dia sudah pernah melihat orang berdarah-darah sebelumnya. Jangan lupakan bahwa dia pernah mengalaminya juga waktu dihajar oleh Alek dan anak buahnya. Belum lagi melihat video Grigori dihajar.Tapi ini beda kasus. Dia menyesal kenapa penasaran melihat jalan lahir Luna saat is

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 120

    5 Bulan kemudian..."Mas, aku pengen makan mie level. Yang baru aja buka di Jalan Galunggung itu loh. Kayaknya enak makanya rame," pinta Luna sambil membayangkan nikmatnya makanan yang satu itu.Air liurnya bahkan hampir menetes saking inginnya merasakan mie yang digemari oleh para kaum muda tersebut."Jangan makan mie begituan. Kamu sebentar lagi melahirkan. Nanti kalau kenapa-napa gimana?" Kalingga menatapnya dengan wajah datar.Luna langsung cemberut. "Ya nggak usah pedes-pedes lah. Sambelnya sedikit aja. Nggak bakalan ngaruh ke bayi."Kalingga bergeming. Sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua mata Luna yang berkaca-kaca dan bibir cemberut. Biasanya, pria itu akan langsung luluh karena gemas dengan keimutan wajah Luna yang sedang merajuk."Nanti dedek bayi ngiler loh kalau nggak diturutin.""Itu cuma mitos," jawab Kalingga datar.Nafas Luna langsung keluar masuk dengan cepat. Tiba-tiba ingin menangis dan tantrum layaknya anak kecil yang tidak dituruti keinginannya. Bibirnya semak

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 119

    Kalingga menatap Luna yang masih terlelap, lalu menatap Alek yang masih memperhatikannya."Kenapa kamu melakukan ini?"Kening pria itu berkerut. "Pardon?""Perhatianmu pada Luna membuatku was-was. Kamu nggak ada maksud lain, kan?"Alek menatapnya seolah-olah dia gila. "Dia adikku."Kalingga mendengkus. "Aku tahu pergaulan orang barat. Nggak peduli pada aturan apapun, kalian bisa berhubungan dengan saudara sendiri.""Are you serious?" Alek menghampirinya dan mencengkeram kerah kaosnya dengan wajah memerah. "Jangan menggeneralisasi perbuatan rendahan itu seolah-olah kami semua juga melakukannya, you a**hole! Aku yakin di negaramu juga ada yang berbuat demikian. Bahkan ada kaum-kaum menyimpang lainnya, meskipun negaramu dikenal sebagai negara beragama. Jangan membuatku marah di rumahku sendiri."Kalingga langsung mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah, menyesal karena tidak berpikir dulu sebelum berkata."Maaf, Bro. Aku hanya takut kamu...merusak istriku. Dia gadis yang baik d

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 118

    "Gila! Ini benar-benar gila!" gumam Kalingga ketika bangunan tua di hadapan mereka saat ini meledak, sesaat setelah Ethan dan Lena sibuk menceritakan tentang masa lalu.Untung mobil mereka cukup jauh dari lokasi, jadi mereka tidak begitu terdampak. Banyak anak buah Dimitri dan Alek yang sudah pergi terlebih dulu sebelum bangunan itu meledak. Menyisakan mobil-mobil yang dikendarai oleh Angelica beserta anak buahnya.Kalingga melihat ke sekitarnya. Beberapa mobil yang melintas mulai berhenti. Para penumpang di dalamnya mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian itu."Guys, kita pergi dari sini. Suasananya nggak kondusif!" teriaknya, mencoba memberi peringatan.Dalam hati dia merasa jengkel karena tiga manusia itu justru sibuk dengan drama masa lalu di saat-saat seperti ini. Kenapa tidak sebelum-sebelumnya saja? Atau menunggu nanti ketika pergi dari lokasi ini?Belum sempat Kalingga masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Seorang pria bule turun dengan

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 117

    "Aku memanggilmu ke sini bukan untuk membahas tentang pekerjaan, Noah. Melainkan untuk meminta penjelasan."Tidak biasanya presiden berbicara secara langsung tanpa basa-basi dulu seperti ini. Perasaan Noah Wilson mendadak tidak enak. Dia kira, presiden memanggilnya karena kasus penembakan massal yang kerap terjadi di berbagai negara bagian."Penjelasan tentang apa, Mr. Presiden?" jawab Noah dengan tenang, namun sebenarnya jantungnya berdegup tak karuan. Kedua tangannya berkeringat.Mr. Presiden melepaskan kacamata bacanya, lalu menyesap kopi dengan tenang. Pria itu memutar laptop ke arah Noah setelah meletakkan cangkir di atas tatakan."Baca semuanya." Mr. Presiden memberi kode pada ajudannya untuk menyerahkan laptop itu pada Noah."Baik, Mr. Presiden," jawab Noah dengan tegas.Laptop itu terasa berat dan panas di pangkuannya. Darah seperti meninggalkan wajahnya ketika kata demi kata di barisan paling atas dokumen yang tertera di layar laptop terserap ke dalam otaknya.[DAFTAR SKANDAL

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 116

    Percakapan antara Alek dan Anastasia berlangsung cukup lama, namun Luna sama sekali tidak paham karena menggunakan bahasa Rusia. Ada satu orang lagi di sana, seorang pria. Mungkin Grigori seperti yang tadi disebutkan oleh Alek.Tapi setelah suara seperti dari telepon yang di-loudspeaker itu terdengar, Luna akhirnya mengerti duduk permasalahannya.Ternyata, Grigori bukanlah kakeknya, melainkan adik tiri dari kakeknya. Kakeknya yang asli bernama Boris kalau tadi dia tidak salah dengar. Jadi, sumber permasalahan sebenarnya kalau menurut Luna bukanlah Boris yang memperkosa Irina, sang nenek. Melainkan Grigori.Anak yang lahir di luar pernikahan tidaklah bersalah. Jadi, kejadian yang menimpa Luna dan ibu kandungnya bukanlah karena Lena anak haram. Banyak anak lahir di luar pernikahan, tapi tidak mengalami nasib seperti Lena yang terus-menerus hidup dalam ancaman pembunuhan, dan putrinya dibuang ke negara orang.Kesimpulannya, semua masalah yang terjadi di keluarganya adalah karena kedengki

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 115

    Luna langsung melepaskan tangannya dari tubuh Anastasia dan berpura-pura jatuh."Aduh! Nyonya! Saya salah apa? Padahal saya hanya ingin berkenalan dengan anda dan bertanya di mana Alek. Kenapa anda menampar saya?" pekik Luna sambil memegang pipinya dengan kedua mata berkaca-kaca.Dia mendongak dengan sorot mata terluka, menatap Anastasia yang menganga dengan kedua mata melotot."Apa-apaan...""Apa yang terjadi?" Suara Alek terdengar dingin.Luna langsung menoleh dan berdiri dengan susah payah. Air matanya berlinang. Dia menghampiri Alek dan langsung memeluk pria itu dengan erat."Kak, Ibu itu tiba-tiba aja nampar aku. Aku nggak tahu salahku apa. Tapi tadi dia bilang, aku cuma parasit yang mengganggu. Katanya aku sengaja masuk ke mansion ini buat mengeruk harta kamu dengan alasan anak dalam kandunganku. Dia juga bilang, kamu pasti sebentar lagi bakalan nendang aku dari sini dan nggak mau bertanggungjawab atas kehamilan aku."Anastasia terengah dengan wajah tak percaya. "Apa? Aku tidak

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 114

    Luna membuka mata dan melihat langit-langit ruangan yang terlihat asing. Terlalu mewah. Di mana dia? Otaknya memutar kejadian-kejadian sebelum ini, sampai pada kejadian penembakan di bandara yang hampir merenggut nyawanya.Dia menghela nafas panjang. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, hidup Luna benar-benar berubah 180°. Tidak ada lagi kehidupan yang tenang dan sederhana. Dia rindu kehidupannya yang dulu. Saat dia hanya memiliki Sofia sebagai sahabatnya, satu-satunya orang kaya dan berpengaruh yang mau berteman dengannya.Tapi sekarang, semuanya begitu rumit. Masuknya ia ke dalam keluarga Wisnuwardhana, mengantarkannya pada bahaya demi bahaya yang terus mengancam nyawanya. Hingga akhirnya dia mengetahui fakta yang membuatnya tidak bisa lagi kembali ke kehidupannya yang dulu."Mas Kalingga lagi ngapain ya sekarang? Dia kangen nggak sama aku?" Tangannya refleks mengelus perutnya yang membesar. Tiba-tiba merasakan tendangan yang mulai biasa ia dapatkan. "Kamu juga kang

  • BERLIAN YANG DICAMPAKKAN    Bab 113

    Nathan menatap datar perempuan tua yang seharusnya dia hormati. Perempuan yang melahirkan ibunya, tapi selalu menorehkan luka hingga sang ibu sering menangis secara diam-diam hingga terbawa ke dalam mimpi.Sejak berusia 5 tahun, Nathan sudah tahu ada yang salah dengan keluarganya. Meskipun dia masih belum bisa memahami apa yang dia lihat, dia masih ingat betul setiap momen yang terjadi di depan matanya. Hingga akhirnya dia paham begitu menginjak remaja.Ibunya tidak diinginkan oleh orangtuanya sendiri, dan sang ayah berkali-kali ingin melenyapkan sang ibu. How twisted is that?Tak ada yang tahu apa yang selama ini disimpan oleh Nathan. Dia bergerak dalam diam dan terus memupuk rasa marah, kecewa, tidak terima, kesal, dan putus asa. Hingga akhirnya hatinya menjadi dingin."Kau!" Nathan menodongkan sepucuk Desert Eagle ke arah pria muda yang masih memegang erat pistolnya dengan tangan gemetar. "Di mana ayah bajinganmu itu? Dialah sumber masalah di keluargaku. Aku harus menghentikannya."

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status