"Luna! Uang apa itu?"
Luna buru-buru menyembunyikan uang itu di belakang punggungnya. "Sofia? Hari ini jadwalku terapi ke dokter Irfan. Kenapa kamu ke sini?" tanya Luna gugup. Dia melirik Peni yang buru-buru pergi begitu Sofia semakin mendekat. "Perasaanku nggak enak, jadi aku ke sini. Kamu habis nangis? Kalingga ngapain kamu lagi?" cecar Sofia dengan mata menyelidik. "Eh? Nggak kok. Aku tadi cuma keinget almarhum ayah aja makanya nangis." Luna buru-buru mengusap air mata di wajahnya. "Aku tadi melihat ibu mertuamu dari rumah ini, makanya aku nungguin dia keluar dulu. Kamu habis dimaki-maki lagi sama dia? Kali ini soal apalagi?" Luna langsung mengalihkan pandangannya dan kembali memakan sarapan yang belum habis. "Sarapan dulu yuk. Mumpung Mbak Peni masak banyak lauk. Ini tumis udang buatanku loh," kata Luna mengalihkan perhatian. Dia hanya tidak mau Sofia histeris kalau tahu apa yang diucapkan oleh Kalingga dan Bu Devi tadi. Sudah bisa dipastikan bahwa Sofia akan memaksanya untuk berpisah dari Kalingga. Sofia menghela nafas panjang, lalu ikut duduk di seberang Luna. Wanita itu terus mengamati Luna, sampai-sampai Luna tersedak. "Aku nggak akan tinggal diam kalau Kalingga dan ibunya ngapa-ngapain kamu, Lun. Kamu tahu papaku pekerjaannya apa. Begitu juga dengan Mas Elang. Mamaku juga udah nganggep kamu sebagai anaknya sendiri. Kami nggak akan melupakan kebaikan ibu kamu," kata Sofia dengan wajah serius. Luna mengangguk. Dia tidak ingin melibatkan keluarga Sofia dalam menghadapi masalahnya. Masuk ke keluarga Kalingga bukanlah keinginannya, melainkan wasiat dari sang ayah sebelum meninggal. Pria itu terus memohon agar dia mau menikah dengan Kalingga, anak dari pemilik perusahaan tempat sang ayah bekerja. Meskipun awalnya Luna menolak mentah-mentah karena merasa terintimidasi, tapi dengan sangat terpaksa dia menerimanya karena paksaan dari keluarga Kalingga. Dan sekarang, entah kenapa Kalingga justru ingin segera mengakhiri pernikahan ini. Kenapa mereka memaksanya menikah dengan Kalingga jika pada akhirnya memaksanya juga untuk berpisah dari lelaki itu? Ada yang aneh di sini. Tapi apa? Apa sebenarnya tujuan dari pernikahan ini? "Lun, kamu nggak apa-apa? Kakimu masih sakit?" Luna mengerjap. Dia mendongak dan tersenyum tipis. "Iya, Sof. Kakiku masih sakit dan kaku. Belum bisa dibuat berdiri dalam waktu yang lama." Sofia mengangguk. "Setelah ke dokter Irfan, nanti ke tempatku ya. Aku mau mengajak kamu jalan-jalan habis itu." *** "Pak, ada tamu yang ingin bertemu." Kalingga mendongak dan menatap Celine, sekretarisnya, dengan kening berkerut. "Siapa? Sudah buat janji dengan saya sebelumnya?" "Katanya mantan kekasih anda, Pak," jawab Celine takut-takut. Mata Kalingga langsung membelalak. Dia menegakkan punggungnya. "Renata maksud kamu?" Celine mengangguk. "Iya, Pak. Disuruh masuk atau menunggu di lobi?" "Suruh dia masuk," perintahnya. "Baik, Pak." Kalingga merapikan pakaian dan rambutnya. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan sang mantan. Tidak, sebenarnya mereka adalah sepasang kekasih sebelum akhirnya dia terpaksa harus menikah dengan Luna Gayatri. Pintu terbuka, menampilkan wanita cantik dan anggun dengan pakaian mahal dan berkelas. Rambutnya berwarna hitam berkilau dan keriting gantung di ujungnya. Seperti rambut Luna. Tunggu! Kenapa juga dia malah memikirkan perempuan miskin itu? "Kalingga! Aku kangen!" pekik Renata sambil berlari lalu melompat ke dalam pelukannya. Rambut Renata begitu wangi, tapi entah kenapa malah terlalu menusuk hidungnya. Berbeda dengan wangi rambut Luna yang lembut dan... Kalingga mengerjap sambil menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali untuk mengusir bayangan Luna yang memakai lingerie merah kemarin malam. Sialan! "Kamu bilang akan menceraikan perempuan miskin itu setelah dua tahun. Kamu udah bercerai kan dari dia? Aku mau kita kembali dan menikah. Nggak masalah kalau kamu statusnya duda," kata Renata setelah pelukan mereka terlepas, namun tangan wanita itu masih memegang kedua lengannya. Kalingga tertegun. Keinginan untuk menceraikan Luna yang sebelumnya begitu kuat, entah kenapa perlahan memudar. Dia sudah yakin akan menceraikan perempuan itu setelah Irfan bilang bahwa Luna sudah mulai bisa berdiri dan melangkah, tapi kemarin malam dia merasa ada yang aneh. "Lingga? Kamu udah bercerai dari dia kan?" tanya Renata curiga. Kalingga menelan ludah. Tidak menjawab pertanyaan itu. "Kamu belum bercerai dari dia?" pekik Renata marah. Wanita itu menatapnya tajam. "Mau menunggu apalagi? Atau jangan-jangan kamu udah tidur sama dia?" Kali ini, Kalingga melengos dan kembali duduk di kursi kerjanya. Dia tidak tahu kenapa tidak bisa jujur pada wanita itu. Dua bulan yang lalu, dia melakukan hal yang gila dengan berpura-pura baik pada Luna, hingga akhirnya mereka melakukan malam pertama. Plak! "Brengsek! Kamu bilang nggak bakalan menyentuh dia, tapi apa? Kamu udah mengkhianati cinta kita!" jerit Renata dengan wajah memerah dan mata melotot setelah menampar pipinya. "Renata, aku bisa jelasin. Aku sebenarnya cuma berpura-pura baik sama dia biar dia mau menjalani fisioterapi secara rutin. Kalau dia sembuh dari lumpuhnya, kami akan bercerai sesuai perjanjian pranikah yang udah kami buat sebelum menikah." Kening Kalingga mengernyit. Rasanya ada yang mengganjal ketika dia mengatakan tentang hal itu. Perasaannya mengatakan untuk tidak menceritakan tentang perjanjian pranikah itu pada Renata, tapi dia menepis pemikiran itu. "Benarkah?" Mata Renata membulat tidak percaya. "Kamu serius? Kamu nggak bohong, kan?" Kalingga mengangguk ragu. Kenapa perasaannya menjadi begini? Seharusnya dia yakin dengan keputusannya. Dia sudah berjanji pada Renata untuk menikahi perempuan itu setelah dia menceraikan Luna. Ya, seharusnya dia lebih fokus pada Renata. Perempuan itu sudah berkorban perasaan untuknya. Rela sakit hati melepaskan dirinya untuk menikah dengan perempuan lain. Bukankah Renata berhak untuk mengambil posisinya kembali? *** "Kenapa kamu berbohong pada Kalingga?" Luna melengos ketika Irfan, sahabat sekaligus sepupu Kalingga bertanya dengan tatapan penuh intimidasi. "Bukan urusan kamu," jawabnya dengan wajah datar. Tapi tiba-tiba dia tersadar akan sesuatu. Wajahnya menoleh ke arah pria itu dengan tatapan curiga. "Kenapa kamu bilang kalau aku udah bisa berjalan? Kamu tahu sendiri aku baru sampai pada tahap berdiri. Kamu...sengaja kan?" Ya, masuk akal. Tentu saja Kalingga akan menceritakan tentang perjanjian pranikah mereka pada Irfan. Pantas saja laki-laki itu memberikan pelayanan ekstra dan perhatian penuh selama dua bulan terakhir. Bersamaan dengan Kalingga yang tiba-tiba bersikap baik dan hangat padanya. "Kukira kamu berbeda. Satu-satunya orang baik di keluarga Mas Kalingga yang setidaknya bisa aku harapkan," ucapnya dengan hati kecewa. Irfan tersenyum miring. Pria berkulit putih itu menatapnya dengan ekspresi dingin. "Jangan pernah berharap pada manusia, Luna Gayatri." Irfan mencondongkan tubuh ke arahnya. "Lebih baik kamu cepat bisa berjalan dan pergi dari keluarga Wisnuwardhana sejauh mungkin." Luna menatap Irfan dengan dagu terangkat. "Aku mencintai Mas Lingga. Kamu atau keluarga besarmu nggak akan bisa menjauhkan aku dari dia." Pria itu mendengkus, lalu menggeleng dua kali. "Trust me, Luna. Kamu akan mencariku suatu saat nanti untuk meminta penjelasan." Luna menatap Irfan bingung. Apa maksudnya? "Dan ketika saat itu tiba, pastikan kamu dalam keadaan siap.""Kamu kenapa? Makanannya nggak enak? Apa perlu kita pindah restoran?" tanya Sofia dengan wajah khawatir.Luna buru-buru menggeleng. Tidak mungkin dia sangat tidak tahu diri meminta Sofia untuk pindah ke restoran lain, sedangkan restoran ini sudah yang paling mewah dan mahal."Enak kok. Seharusnya kamu nggak perlu membawaku ke tempat ini, Sof. Jangan buang-buang banyak uang cuma buat makan. Apalagi buat...aku," ucapnya lirih di akhir kalimat.Sofia tentu saja menatapnya tak suka. Wanita itu sangat membenci responnya yang seperti itu. "Bisa nggak sih kamu berhenti merendahkan diri kamu sendiri? Memangnya kenapa kalau aku buang-buang duit buat kamu? Bukan karena kamu sekarang yatim piatu. Dulu waktu Pak Sakur masih hidup, aku tetap beliin kamu ini itu kan? Itu nggak seberapa dibandingkan dengan kebaikan ibu kamu mendonorkan hati dan paru-parunya buat mama setelah meninggal."Luna menggenggam tangan Sofia yang matanya mulai berkaca-kaca. Ibunya memang sebaik itu. Sebelum meninggal dalam
"Eh, sorry aku nggak sengaja denger percakapan kalian," ucap Renata.Luna langsung menunduk dan mencuci tangannya, tidak ingin melihat wanita itu lagi. Pantas saja Kalingga ingin cepat-cepat bercerai darinya. Renata benar-benar cantik karena make-up mahal dan perawatan tubuh yang pastinya juga mahal."It's okay," jawab Sofia dengan wajah datar.Mereka hanya diam ketika Renata pergi dari toilet."Cih! Yang kayak gitu digilai sama Kalingga? Tipe-tipe cewek terlalu friendly sama semua cowok. Kok mau sih suami kamu sama WC umum kayak dia?" cibir Sofia."Hush, jangan gitu, Sof. Aku memang nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan dia," ujar Luna. "Kita keluar dari sini ya. Aku mau istirahat di rumah. Kakiku masih belum bisa lama-lama berdiri."Sofia memutar matanya. "Dibandingkan dengan kamu, jelas lebih cantik kamu lah. Cantiknya Renata itu biasa aja, ketolong make-up mahal. Kamu nggak pake make-up aja udah cantik."Luna tidak mempedulikan ocehan Sofia. Dia menarik tangan wanita itu agar s
"Bu, kok perasaan saya nggak enak ya?" kata Peni ketika mereka sampai di mansion keluarga Wisnuwardhana.Mansion yang dihuni oleh 3 pasang suami istri beserta anak-anaknya dan 1 kepala keluarga yang memimpin, kakek Ageng Wisnuwardhana."Nggak usah mikir yang aneh-aneh deh, Mbak," balas Luna dengan sikap tenang, padahal hatinya gelisah bukan main.Ada dua mobil yang terparkir di halaman mansion yang luas, mobil Kalingga dan entah mobil siapa lagi. Mungkin tamu. Tapi Luna tidak peduli. Tujuannya ke sini adalah untuk menemui suaminya.Peni mendorong kursi rodanya memasuki halaman mansion sampai akhirnya tiba di teras yang luas. Kedua paman Kalingga sedang berbincang di kursi dengan serius, sampai mereka menyadari kehadiran Luna.Om Anton dan Om Danu terlihat gugup dan salah tingkah. Mereka saling lirik sebelum akhirnya tersenyum pada Luna. Kedua pria itu memang tidak ikut campur dengan pernikahan keponakannya. Berbeda dengan istri-istri mereka."Eh, Luna? Tumben kamu datang ke sini, Nak?
Sudah jam 12 malam, tapi Luna belum bisa memejamkan mata. Dia sudah mondar-mandir untuk membunuh waktu sekaligus melatih kedua kakinya agar terbiasa berjalan, namun Kalingga tetap saja belum pulang.Dia teringat dengan adegan yang dilihatnya sebelum keluar dari mansion dengan hati hancur dan air mata berderai.Kalingga memeluk Renata dan mereka berciuman. Dia masih sangat ingat bagaimana tangan wanita itu mencengkeram lengan suaminya, sementara tangan lainnya mencengkeram rambut Kalingga.Bayangan bibir mereka saling melumat membuat hatinya perih bukan main. Dia menghentikan langkah sambil berpegangan pada sandaran sofa. Ternyata rasanya sesakit ini. Pantas saja banyak istri yang lepas kendali ketika mengetahui suami mereka berselingkuh.Apakah mereka sengaja pamer kemesraan di depannya? Apakah Kalingga sengaja ingin menunjukkan padanya bahwa wanita yang pria itu inginkan adalah Renata? Bahwa Luna hanyalah pengganggu bagi hubungan mereka dan seharusnya pergi?"Bu, kenapa belum tidur j
Tubuh Luna langsung membeku. Teringat dengan pertemuan mereka di toilet restoran yang ada di Palace Hotel. Renata yang melihat reaksinya langsung tersenyum miring."Bagaimana jika Kalingga tahu kalau kamu berpura-pura lumpuh, padahal sebenarnya kamu udah bisa jalan?" Renata menatapnya dengan tatapan mencemooh, lalu berdecak. "Nggak nyangka ya, ternyata gadis miskin kayak kamu tuh aslinya licik. Aku jadi curiga kamu sama ayahmu udah merencanakan ini semua biar bisa masuk ke keluarga Kalingga.""Jaga mulut kamu, dasar jalang!" teriak Luna marah.Ingin sekali dia merobek mulut perempuan itu dan meninju wajah penuh make-up itu berkali-kali, tapi tentu saja akan membuatnya berada dalam masalah di kemudian hari."What? Kamu manggil aku jalang?" Renata pura-pura terkesiap sambil menutup mulut. "Nggak kebalik ya?"Kedua tangan Luna terkepal."Perlu aku ingatkan lagi siapa yang masuk ke dalam hubunganku dan Kalingga di sini? Siapa yang tiba-tiba datang dan merusak hubungan kami? Seharusnya aku
Sudah 10 menit Luna duduk di hadapan dokter Irfan, namun pria itu hanya menatapnya dengan pandangan seperti menganalisis. Luna sendiri tidak bereaksi seperti sebelumnya ketika dia masih kukuh mempertahankan Kalingga dengan alasan cinta."Sepertinya kamu udah siap untuk meninggalkan keluarga Wisnuwardhana," ucap Irfan akhirnya.Luna tidak menanggapi. Dia hanya fokus pada kesembuhannya. Kedatangan Renata dan ketidakpulangan Kalingga membuat hatinya begitu sakit sekaligus marah.Dia akan membuktikan pada mereka bahwa dia bukanlah Luna yang bodoh hanya karena mencintai Kalingga. Dia tidak akan lagi mengemis-ngemis cinta pria itu. Jika Kalingga tidak menginginkannya, maka dia akan mengabulkannya. Meskipun hatinya masih perih karena rasa cinta itu masih tertanam di hatinya, dia tidak akan kalah. Dia bisa hidup tanpa bergantung pada Kalingga."Renata sering menginap di mansion. Sepertinya pernikahan itu memang akan terjadi.""Bisakah anda hanya fokus membahas tentang perkembangan kaki saya?
Luna tidak tahu kenapa Ajeng dan wanita yang dipanggil "Mami" itu terkejut bukan main begitu dia menyebutkan nama ibu mertuanya. Dia mendongak untuk meminta penjelasan pada Elang yang bersikap biasa saja."Mi, kok aku kayaknya pernah denger nama itu ya?" tanya Ajeng bingung."Ck, Devi temennya Widya. Masa kamu lupa sih? Dulu pasti dia ikut-ikutan jelek-jelekin kamu kan karena hasutan Widya?" jawab wanita itu, Dahlia Braun, ibu mertua Ajeng.Sementara mereka sibuk mengobrol, Luna memilih untuk duduk di sofa karena kakinya terasa capek. Baru seperti ini aja sudah lelah, bagaimana bisa Irfan memaksanya untuk pergi jauh dari kota ini?"Sebentar, maksudnya gimana kok Devi bisa dipanggil ibu mertua?" Bu Dahlia menatap Luna yang sedang memijit kakinya. Wanita itu menyipitkan mata."Luna ini kan menantunya, Mi.""Yang bener kamu? Berarti istrinya Kalingga dong? Kok bisa?" tanya Bu Dahlia tak percaya, lalu kembali menatap Luna. "Bukannya Kalingga baru mau menikah ya? Tadi aja aku ketemu Devi s
"Mas, maaf aku udah ngerepotin kamu," kata Luna sambil menyembunyikan wajahnya di leher Elang.Tentu saja mereka menjadi pusat perhatian di sepanjang lorong rumah sakit."Ck, kayak sama siapa aja. Kamu ini udah dibilangin ke rumah sakit jangan sendirian, kenapa masih ngeyel sih? Begini kan jadinya?" omel Elang.Mereka sampai di tempat parkir yang lumayan ramai. Elang membawa Luna ke sebuah mobil mewah milih majikannya dan mendudukkannya di kursi depan, setelah itu memutari mobil untuk masuk ke kursi pengemudi."Aku nggak mau ngerepotin Mbak Peni. Dia seharusnya fokus dengan pekerjaan rumah, bukan malah nganterin aku kemana-mana," ujarnya.Elang membuka kaca jendela mobil dan melihat kerumunan orang yang masih belum pergi dari tempat parkir. Mungkin mereka adalah pengunjung atau ada yang kecelakaan."Jadi, kamu udah positif mau cerai dari Kalingga? Udah nggak ngemis-ngemis cinta lagi ke dia?"Luna tidak menghiraukan nada sarkas pria itu. Dia menatap pemandangan di luar jendela dengan p
Baru kali ini Luna merasa malu bukan main. Wajahnya memerah sampai ke telinga. Dia terus menunduk dan enggan menatap ke arah Kalingga yang tengah menatapnya dengan senyum menggoda meskipun wajahnya mulai bengap.Jadi...jadi percintaan mereka itu bukanlah mimpi? Ternyata memang benar terjadi, namun Luna dengan bodohnya malah menganggap itu semua cuma mimpi. Dia menggigit bibir bawahnya karena malu luar biasa. Teringat betapa liar dan nakalnya dia terhadap tubuh Kalingga.Dia bahkan masih ingat betul dengan kata-kata kotor yang dia ucapkan ketika pria itu memasuki tubuhnya. Siapa sangka? Ternyata Luna diam-diam begitu nakal dan tak segan-segan untuk memuji barang berukuran ekstra itu..."Kamu tetap nggak bisa lagi menyentuh adikku. Aku melarangmu untuk mendekatinya lagi!" ucap Nathan untuk yang kesekian kalinya."Lho, kan Luna yang minta. Aku tadi cuma menuruti keinginan dia yang minta dipeluk sampai nangis-nangis semaleman. Ya aku turutin lah. Terus dia yang minta dikelo...""Mas Lingg
Luna tidak mengerti kenapa dia sangat merindukan Kalingga, padahal dia begitu membenci laki-laki itu. Dia tidak mau terus-terusan memikirkan pria bajingan yang telah menabrak ayahnya sampai meninggal, tapi hatinya tidak bisa berbohong.Semakin dia membenci Kalingga, semakin dia merasa rindu pada pria itu. Apakah dia termasuk masokis? Padahal Kalingga telah menghina dan merendahkannya."Mas Lingga...hiks...aku kangen," gumamnya di sela-sela mimpinya.Dia bermimpi bertemu dengan pria itu. Sejak kemarin malam setelah pulang dari mall, Luna terus menangis karena perasaan yang tidak dia mengerti. Rasanya rindu, tapi juga benci. Tapi dia ingin dipeluk oleh lelaki itu. Kenapa ribet sekali?Dalam mimpi itu, Kalingga begitu baik dan murah senyum. Berbeda sekali dengan aslinya yang dingin dan cuek. Benar-benar menyebalkan. Luna menyambut Kalingga versi mimpi dengan senang hati. Tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, karena dia bisa berbuat sesuka hati tanpa perlu dimarahi atau dibentak-bentak.Ke
Renata menggigil ketakutan mengingat sorot mata abu-abu dingin yang seakan-akan hendak membekukannya. Pria kaukasoid yang entah siapa tiba-tiba datang dan hanya mengucapkan beberapa kalimat, namun mampu meruntuhkan segala keangkuhan yang selama ini menjadi ciri khasnya."Semua perbuatan ada konsekuensinya. Tapi balasan yang kamu tanggung, akan berkali-kali lipat lebih menyakitkan..." Pria itu berucap, lalu mencondongkan tubuhnya. "Daripada sekedar goresan di lengan perempuan yang kamu anggap pengganggu."Brak!Renata memekik ketakutan sambil menutupi kepalanya. Dia meringkuk di pojokan sel. Setelah kedatangan pria berkulit putih itu, tiba-tiba saja Renata dipindahkan ke kamar lain yang lebih sempit dan hanya dihuni oleh dirinya dan satu orang lain.Satu orang napi dengan wajah dingin dan judes, seorang wanita yang lebih muda dari Renata, terlihat seperti ingin memakannya hidup-hidup."Seharusnya kamu menggunakan otakmu sebelum bertindak. Katanya kamu lulusan S2?" Wanita itu mendengkus
"Lebih cepat lagi bisa Ron?" tanya Kalingga tak sabar."Jalannya rame begini, Bos. Kalo nabrak, malah makin lama kejebak di sini," jawab Roni santai.Setelah mendapatkan peringatan dari Kakek Ageng, Kalingga tidak mau lagi menunda-nunda waktu untuk menjemput Luna.Ternyata, masalah yang mereka hadapi tidaklah sesederhana itu. Kelakuan Arjuna yang membuat Luna lumpuh dijadikan sebagai alasan oleh Ethan Wilson, keponakan Noah Wilson, untuk menyerang keluarga Wisnuwardhana."Sejak awal, Kakek tidak sesantai seperti yang kamu kira, Nak. Ada banyak harga yang harus kakek bayar untuk mempertahankan perusahaan yang kakek rintis dari nol. Termasuk mengasuh Luna. Tapi sayang, kakek terlalu sibuk dengan perkembangan pesat perusahaan, sampai-sampai kakek lalai terhadap Luna," ucap Kakek Ageng sebelum Kalingga menyusul Luna."Si Wahyu sama Firman udah ngasih kabar lagi belum? Laki-laki Rusia itu belum ketemu Luna kan?" tanya Kalingga dengan hati was-was.Mereka kini memasuki jalan tol. Roni menam
Kalingga langsung memasuki mobil karena sudah tidak sabar untuk segera menjemput perempuan muda yang semakin lama semakin memenuhi hati dan pikirannya.Sejak kepergian Luna setelah penyerangan Renata, Kalingga merasa hatinya terus saja gelisah. Dia sudah akan menyusul perempuan itu, tapi Irfan terus menghalanginya."Jika kamu nekat menemui Luna dan belum menyelesaikan masalahmu dengan Renata, maka seumur hidup mantan kekasihmu itu akan terus menjadi batu sandungan. Wanita bisa menghancurkanmu dengan fitnahnya, dan publik akan lebih percaya pada omongan perempuan."Kalingga mendadak takut. Sudah banyak kasus salah tangkap karena perempuan, padahal orang tersebut tidak mengenal si perempuan. "Sialan! Kenapa juga aku berhubungan dengan Renata dulu? Apes bener hidupku," maki Kalingga waktu itu.Terpaksa dia harus membiarkan Luna dibawa pergi darinya. Ditambah dengan penjelasan dari Kakek Ageng, sekarang Kalingga semakin tidak ingin melepaskan Luna. Bukan karena ada harta ayah kandung Lun
"Ampun! Ampuni aku! Tolong jangan lukai kakiku! Aku mohon! Mamaaaaaaa!"Jeritan Arjuna tidak membuat sosok tinggi besar bermata abu-abu itu berbelas kasihan sedikitpun. Wajahnya datar dan sorot matanya dingin. Sebelah tangannya memegang tongkat pemukul baseball dadi besi."Tolong jangan sakiti anak saya, Tuan. Anak saya nggak bersalah," mohon Sinta dengan air mata berderai.Wanita itu tidak berdaya karena sekujur tubuhnya babak belur dan wajahnya sudah tidak karuan bentuknya. Pengawal Kakek Ageng hanya berdiri diam mengamati, sama sekali tidak menolong dua orang yang dulu begitu jumawa karena menyandang nama belakang Wisnuwardhana."Kaki dibalas kaki. Mata dibalas mata. Kalian tertawa bahagia ketika Luna bersimbah darah tak berdaya dengan kedua kaki tak berfungsi," ucap sosok itu dingin."Aarrggghhhh!"Arjuna menjerit sekuat tenaga ketika tongkat besi itu kembali dipukulkan ke kedua pergelangan kakinya. Tulang-tulangnya patah dan darah keluar dari luka yang tercipta akibat hujaman ton
Berbicara mengenai Renata, wanita itu kini tampak menyedihkan dengan baju tahanan berwarna oranye. Setiap hari, dia terus mengumpati Luna, Kakek Ageng, dan Kalingga karena menggagalkan rencana yang sudah disusun matang.Harapannya untuk dibantu oleh Bagas agar secepatnya keluar dari sini pupus sudah, karena pria itu juga ikut ditangkap. Pengacara yang dikirimkan oleh ayahnya pun tidak becus untuk membebaskannya dari sini."Ada bukti dan saksi mata yang memberatkan mu. Selain itu, di tubuh Luna ternyata dipasang kamera tersembunyi yang merekam semua percakapan dan perbuatanmu di toilet perusahaan. CCTV kantor juga menangkap keberadaanmu di sana setelah Luna masuk ke toilet dan keluar dalam keadaan tak sadarkan diri di gendongan Bagas. Kamu ceroboh, Renata."Perkataan pengacara itu masih terus terngiang di telinganya. Dia terlalu gegabah dan terburu-buru, padahal seharusnya dia tidak perlu ikut campur. Cukup Bagas saja yang mengeksekusi, dan dia tetap bersikap manis di depan Kalingga.T
Luna menerima panggilan dari nomor asing yang ada di ponsel yang masih terlihat baru. Dengan ragu mendekatkan ponsel itu ke telinganya."Halo?"[Mbak Luna? Saya Cokro, pengacara keluarga Bapak Erwin. Mau memberitahu soal perkembangan gugatan cerai mbak ke Pak Kalingga Wisnuwardhana.]"Eh? Iya, Pak Cokro. Jadi gimana?" tanya Luna penasaran. Dia sudah mengenal Pak Cokro, dan semakin akrab setelah proses adopsi yang dilakukan oleh ayah Erwin.[Begini, Mbak. Gugatan Mbak Luna ditolak oleh hakim karena bukti-bukti perselingkuhan Pak Kalingga bisa dipatahkan oleh pengacara Pak Kalingga. Suami anda tidak terbukti berselingkuh.]"Apa? Ya nggak bisa gitu dong! Udah jelas-jelas dia menghamili Renata terus nikahin perempuan itu. Kok bisa bukti sejelas itu malah ditolak sama hakim?"[Ya karena memang buktinya tidak valid, Mbak. Selain tuduhan berselingkuh, tidak ada alasan lain untuk menggugat Pak Kalingga, karena selama ini beliau memenuhi kebutuhan lahir dan batin anda serta tidak pernah melaku
"Mbak Rita kemana, Bu?" tanya Luna ketika tidak mendapati siapapun saat keluar dari kamar sehabis sarapan.Nathan terpaksa harus kembali ke ibukota karena banyaknya pekerjaan yang menuntut kehadirannya, sedangkan Teguh sibuk melapor lewat telepon kepada atasannya."Panggil Mbok Tini aja, Mbak. Non Rita masih ke minimarket beli susunya Axel," jawab Mbok Tini, perempuan yang Luna kira ibunya Rita.Luna meregangkan tangannya dan menghirup udara segar yang terasa menyejukkan."Ini daerah mana ya, Mbok? Kok masih adem dan seger gitu udaranya.""Batu, Mbak. Di sini memang agak jauh dari kota, jadi nggak terlalu rame. Tapi kalau mau beli sesuatu atau makanan, banyak yang jualan kok di depan gang. Jaman sekarang, semua orang jadi ikut-ikutan jualan. Maklum, banyak yang kena PHK gara-gara covid dulu," jelas Mbok Tini sambil terus mengawasi Axel yang asyik bermain tanah di depan teras.Luna manggut-manggut. Memang benar apa yang dikatakan oleh wanita seumuran Bu Citra itu. Jaman sekarang, menca