Sudah jam 12 malam, tapi Luna belum bisa memejamkan mata. Dia sudah mondar-mandir untuk membunuh waktu sekaligus melatih kedua kakinya agar terbiasa berjalan, namun Kalingga tetap saja belum pulang.
Dia teringat dengan adegan yang dilihatnya sebelum keluar dari mansion dengan hati hancur dan air mata berderai. Kalingga memeluk Renata dan mereka berciuman. Dia masih sangat ingat bagaimana tangan wanita itu mencengkeram lengan suaminya, sementara tangan lainnya mencengkeram rambut Kalingga. Bayangan bibir mereka saling melumat membuat hatinya perih bukan main. Dia menghentikan langkah sambil berpegangan pada sandaran sofa. Ternyata rasanya sesakit ini. Pantas saja banyak istri yang lepas kendali ketika mengetahui suami mereka berselingkuh. Apakah mereka sengaja pamer kemesraan di depannya? Apakah Kalingga sengaja ingin menunjukkan padanya bahwa wanita yang pria itu inginkan adalah Renata? Bahwa Luna hanyalah pengganggu bagi hubungan mereka dan seharusnya pergi? "Bu, kenapa belum tidur juga? Pak Lingga sudah jelas nggak pulang," kata Peni sambil mendekati Luna yang kini menunduk. Kedua bahunya bergetar. Air mata yang sejak tadi ditahannya, kini keluar. Lagi. Entah sudah berapa kali dia menangis hari ini gara-gara orang yang sama. "Kenapa menikah bisa sesakit ini ya mbak? Kukira pernikahanku bakalan seperti ayah dan ibuku," gumam Luna sambil memukul-mukul dada kirinya. Bayangan Kalingga menghabiskan malam bersama Renata di mansion itu membuatnya kesakitan. Dia tidak sanggup membayangkan adegan yang membuat hatinya hancur. Mungkin sekarang Kalingga mendesah puas setelah mereguk kenikmatan bersama Renata. "Antarkan aku ke kamar, Mbak. Aku mau tidur," pinta Luna dengan suara bergetar. Peni buru-buru mendekat dan menuntun Luna menuju ke kamarnya. Dia tersenyum getir. Bahkan dia hanya mendapatkan rumah yang tidak seberapa besar. Sedangkan Renata, wanita itu malah boleh menginap di mansion Wisnuwardhana. Hal yang tidak pernah dialaminya selama menikah dengan Kalingga. "Apa aku menyerah saja ya, Mbak? Aku jujur aja kalau aku udah bisa berjalan. Mas Lingga udah menemukan cinta sejatinya, jadi aku seharusnya tahu diri," ucap Luna begitu mereka sampai di kamar. Peni tidak menjawab. Wanita itu tahu kapan harus ikut campur, kapan harus diam. "Kamu tahu, selama dua bulan terakhir ini, kami sudah berhubungan badan." Luna tertawa pahit. "Dan yang selalu disebut oleh Mas Lingga setiap kali dia mencapai puncak adalah nama Renata. Perempuan yang tadi." Tawa Luna tidak membuat Peni ikut tertawa. Wanita itu malah mengusap matanya yang berair berkali-kali. "Ternyata aku se-menyedihkan itu ya. Memang benar seperti pelacur. Ragaku dinikmati, tapi dia membayangkan bercinta dengan wanita pujaannya. Apa aku semenjijikkan itu, sampai-sampai dia bahkan nggak sudi menyebut namaku?" "Lebih baik anda tidur, Bu. Besok dipikir lagi. Sekarang istirahat biar besok bisa latihan berjalan lagi," bujuk Peni. "Benar kata Bu Devi, Mbak. Aku memang nggak tahu diri. Masih untung aku dinikahi dan dikasih nafkah setiap bulan. Kalau Mas Kalingga nggak menikahi aku, siapa laki-laki yang mau sama perempuan lumpuh kayak aku?" "Bu, saya mohon, jangan bicara yang aneh-aneh. Silahkan tidur, Bu. Coba besok bicara dengan Mbak Sofia," bujuk Peni lagi. Luna menurut ketika Peni membantunya untuk berbaring. Dia memejamkan mata saat wanita itu menyelimuti tubuhnya. Benar-benar menyedihkan. Dia seperti orang yang dikasihani atas dasar kemanusiaan alih-alih istri dari seorang konglomerat. Tidak ada penjaga maupun satpam, bahkan pengawal pun tidak ada. Hanya ada Peni yang setia menemani dia kemanapun. Kalingga benar-benar memperlakukannya seperti sampah. Sepertinya memang tidak ada alasan lagi untuk bertahan di rumah ini. Cintanya hanya akan dijadikan bahan tertawaan. Kalingga akan memandangnya rendah karena mengemis cinta, sedangkan pria itu sudah kembali pada mantan kekasihnya dan sebentar lagi akan menikah. Luna baru sadar bahwa dia memang bodoh dan naif. Mana mungkin Kalingga tiba-tiba berubah mencintainya? Dia hanyalah orang miskin yang kebetulan masuk ke keluarga Wisnuwardhana karena kecelakaan. "Selamat tidur, Bu. Semoga Allah memberikan anda kebahagiaan cepat atau lambat," bisik Peni. Setelah yakin wanita itu benar-benar keluar dari kamarnya, Luna membuka mata. Dia bangkit dan menurunkan kakinya dari atas ranjang. Dengan langkah yang masih sangat lambat, dia berjalan menuju ke laci di bagian bawah lemari pakaian. Tangannya menarik laci yang selama ini dikunci dan tidak pernah dibuka. Tangannya sedikit gemetar ketika mengambil map berwarna merah dan membukanya. Selembar surat perjanjian pranikah yang sudah disahkan oleh notaris dan ditandatangani oleh Kalingga serta Luna. Isinya membuat hatinya serasa jatuh ke tanah. Kenapa dia dulu mau menandatangani surat perjanjian itu? Meletakkan kembali map itu ke dalam laci dan menguncinya, Luna kembali ke tempat tidur dan merebahkan tubuhnya. Haruskah dia menyerah? Dia tahu cinta bodohnya tidak akan membuatnya bertahan di keluarga ini. Justru dia akan semakin diinjak-injak seperti tadi pagi. "Aku bingung. Jalan mana yang harus kupilih?" gumamnya. *** "Bu, ada tamu di depan," ucap Peni ketika Luna baru saja selesai sedikit merias wajahnya. Rencananya hari ini dia akan ke rumah Sofia untuk mengunjungi Bu Citra. "Siapa?" Tidak ada orang yang tahu dia tinggal di sini setelah menikah dengan Kalingga kecuali Sofia. "Perempuan yang kemarin di mansion," jawab Peni dengan wajah tak enak. Ekspresi Luna langsung berubah. Yang awalnya tersenyum bahagia karena akan bertemu dengan Bu Citra, langsung berubah menjadi dingin. "Bawa aku ke ruang tamu sekarang, Mbak," ucapnya dengan mood yang hancur. Peni menuruti perintahnya. Mendorong kursi roda keluar kamar menuju ke ruang tamu. Ketika sampai di sana, Luna melihat perempuan yang sudah berdandan total seolah-olah tidak pernah melepaskan riasannya sepanjang waktu. "Ada perlu apa?" tanyanya langsung. Dia sangat membenci wanita di hadapannya ini. Gara-gara wanita itu, Kalingga menjadikannya sebagai pelampiasan. "Hai, kita ketemu lagi. Nggak nyangka ya?" kata wanita itu sambil tersenyum ramah yang penuh dengan kepalsuan. "Nggak usah basa-basi. Kamu pasti udah tahu aku siapa, kan? Mau mencari Mas Lingga?" tanya Luna dingin. Sikap ramah yang ditunjukkan oleh Renata langsung lenyap, digantikan dengan senyum sinis dan meremehkan. Wanita itu menatap kaki Luna dengan sebelah alis terangkat. "Berhubung kamu juga pasti udah tahu siapa aku, berarti aku langsung saja ya biar nggak buang-buang waktu," kata Renata sebelum mengibaskan rambutnya yang terlihat terawat. Luna tidak menanggapi. Dia menatap Renata dan langsung teringat dengan kejadian kemarin malam di mansion. Ternyata hubungan mereka nyata, bukan hanya mengada-ada seperti yang selama ini dia kira. "Jadi, Luna, kamu sebenarnya udah bisa jalan, kan? Kenapa masih berpura-pura lumpuh?" Luna terkesiap, tidak menyangka bahwa Renata benar-benar to the point. "Bagaimana kalau aku bilang ke Kalingga soal kondisi kamu?"Tubuh Luna langsung membeku. Teringat dengan pertemuan mereka di toilet restoran yang ada di Palace Hotel. Renata yang melihat reaksinya langsung tersenyum miring."Bagaimana jika Kalingga tahu kalau kamu berpura-pura lumpuh, padahal sebenarnya kamu udah bisa jalan?" Renata menatapnya dengan tatapan mencemooh, lalu berdecak. "Nggak nyangka ya, ternyata gadis miskin kayak kamu tuh aslinya licik. Aku jadi curiga kamu sama ayahmu udah merencanakan ini semua biar bisa masuk ke keluarga Kalingga.""Jaga mulut kamu, dasar jalang!" teriak Luna marah.Ingin sekali dia merobek mulut perempuan itu dan meninju wajah penuh make-up itu berkali-kali, tapi tentu saja akan membuatnya berada dalam masalah di kemudian hari."What? Kamu manggil aku jalang?" Renata pura-pura terkesiap sambil menutup mulut. "Nggak kebalik ya?"Kedua tangan Luna terkepal."Perlu aku ingatkan lagi siapa yang masuk ke dalam hubunganku dan Kalingga di sini? Siapa yang tiba-tiba datang dan merusak hubungan kami? Seharusnya aku
Sudah 10 menit Luna duduk di hadapan dokter Irfan, namun pria itu hanya menatapnya dengan pandangan seperti menganalisis. Luna sendiri tidak bereaksi seperti sebelumnya ketika dia masih kukuh mempertahankan Kalingga dengan alasan cinta."Sepertinya kamu udah siap untuk meninggalkan keluarga Wisnuwardhana," ucap Irfan akhirnya.Luna tidak menanggapi. Dia hanya fokus pada kesembuhannya. Kedatangan Renata dan ketidakpulangan Kalingga membuat hatinya begitu sakit sekaligus marah.Dia akan membuktikan pada mereka bahwa dia bukanlah Luna yang bodoh hanya karena mencintai Kalingga. Dia tidak akan lagi mengemis-ngemis cinta pria itu. Jika Kalingga tidak menginginkannya, maka dia akan mengabulkannya. Meskipun hatinya masih perih karena rasa cinta itu masih tertanam di hatinya, dia tidak akan kalah. Dia bisa hidup tanpa bergantung pada Kalingga."Renata sering menginap di mansion. Sepertinya pernikahan itu memang akan terjadi.""Bisakah anda hanya fokus membahas tentang perkembangan kaki saya?
Luna tidak tahu kenapa Ajeng dan wanita yang dipanggil "Mami" itu terkejut bukan main begitu dia menyebutkan nama ibu mertuanya. Dia mendongak untuk meminta penjelasan pada Elang yang bersikap biasa saja."Mi, kok aku kayaknya pernah denger nama itu ya?" tanya Ajeng bingung."Ck, Devi temennya Widya. Masa kamu lupa sih? Dulu pasti dia ikut-ikutan jelek-jelekin kamu kan karena hasutan Widya?" jawab wanita itu, Dahlia Braun, ibu mertua Ajeng.Sementara mereka sibuk mengobrol, Luna memilih untuk duduk di sofa karena kakinya terasa capek. Baru seperti ini aja sudah lelah, bagaimana bisa Irfan memaksanya untuk pergi jauh dari kota ini?"Sebentar, maksudnya gimana kok Devi bisa dipanggil ibu mertua?" Bu Dahlia menatap Luna yang sedang memijit kakinya. Wanita itu menyipitkan mata."Luna ini kan menantunya, Mi.""Yang bener kamu? Berarti istrinya Kalingga dong? Kok bisa?" tanya Bu Dahlia tak percaya, lalu kembali menatap Luna. "Bukannya Kalingga baru mau menikah ya? Tadi aja aku ketemu Devi s
"Mas, maaf aku udah ngerepotin kamu," kata Luna sambil menyembunyikan wajahnya di leher Elang.Tentu saja mereka menjadi pusat perhatian di sepanjang lorong rumah sakit."Ck, kayak sama siapa aja. Kamu ini udah dibilangin ke rumah sakit jangan sendirian, kenapa masih ngeyel sih? Begini kan jadinya?" omel Elang.Mereka sampai di tempat parkir yang lumayan ramai. Elang membawa Luna ke sebuah mobil mewah milih majikannya dan mendudukkannya di kursi depan, setelah itu memutari mobil untuk masuk ke kursi pengemudi."Aku nggak mau ngerepotin Mbak Peni. Dia seharusnya fokus dengan pekerjaan rumah, bukan malah nganterin aku kemana-mana," ujarnya.Elang membuka kaca jendela mobil dan melihat kerumunan orang yang masih belum pergi dari tempat parkir. Mungkin mereka adalah pengunjung atau ada yang kecelakaan."Jadi, kamu udah positif mau cerai dari Kalingga? Udah nggak ngemis-ngemis cinta lagi ke dia?"Luna tidak menghiraukan nada sarkas pria itu. Dia menatap pemandangan di luar jendela dengan p
"Beneran nggak perlu diantar sampai depan pintu, Mbak?" tanya ajudan Pak Erwin, jenderal yang sudah resmi menjadi ayah angkatnya setelah pengadilan mengabulkan permohonan adopsi.Luna menatap rumah yang baginya besar dan mewah, namun bagi keluarga Wisnuwardhana adalah gubuk kecil yang jelek."Nggak usah, Mas. Udah di depan rumah kok," tolak Luna."Mbak Luna beruntung sekali diadopsi oleh Pak Erwin. Beliau kelihatan sekali menyayangi Mbak seperti menyayangi Sofia. Kalian memang sedekat itu ya?" tanya ajudan itu, Fajar, dengan wajah penasaran."Ya, kami memang sedekat itu." Luna tersenyum. Mengingat kebaikan Pak Erwin dan Bu Citra sejak dia kecil, padahal status sosial keluarga mereka berbeda jauh. "Ayah Erwin memang sangat baik orangnya. Begitu juga dengan Ibu Citra."Luna tidak peduli mereka mengadopsinya sebagai bentuk balas budi atas pengorbanan ibunya yang mendonorkan organnya pada Bu Citra. Toh, tanpa ibunya mendonorkan organnya pun, Bu Citra sudah berjanji pada ibunya untuk menja
Dua tahun menikah, Kalingga sudah terbiasa melihat ekspresi takut dari istri yang tidak diinginkannya. Dia tidak peduli, bahkan sampai di titik muak.Kalingga menginginkan istri seperti Renata. Anggun, percaya diri, cerdas, pintar berbaur, dan yang pasti tidak akan membuatnya malu. Itulah kenapa dia tidak pernah mengumumkan pernikahannya dengan Luna.Dan dia berpura-pura baik pada gadis itu agar semakin bersemangat melakukan fisioterapi. Semakin cepat Luna sembuh dan bisa berjalan, semakin cepat dia menceraikan gadis itu.Dia tidak perlu lagi terikat dengan wasiat dari laki-laki yang dia tabrak, dan Luna tidak akan menang jika suatu saat gadis itu menuntutnya di pengadilan. Surat perjanjian pranikah mereka benar-benar membuat Luna tidak akan bisa berkutik, karena gadis itu menyetujui upaya damai dari keluarganya atas kematian ayahnya."Sepertinya kamu menyadari sesuatu." Irfan menyodorkan sekaleng soda dingin ke hadapannya.Kalingga membuka kaleng itu dan meminum isinya sampai tersisa
Kalingga menghentikan gerakan tangannya yang ingin menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Matanya menatap Renata yang terlihat panik sambil memelototi pembantu yang masih muda itu."Makasih ya, Rin. Kamu boleh kembali ke dapur," kata Bu Devi, lalu menepuk lengan Renata dengan lembut. "Ibu hamil harus minum susu biar janinnya sehat.""Eh, i-iya, Ma," jawab Renata gugup dan menghindari pandangan Kalingga."Oh iya, Ngga. Ini yang mama bilang kejutan tadi siang. Renata ternyata hamil! Pernikahan kalian harus dipercepat. Kalau bisa minggu depan. Mama seneng banget bisa mendapatkan keturunan dari keluarga terpandang dan terhormat. Nggak kayak si lumpuh miskin itu," cibir Bu Devi dengan raut wajah jijik ketika membicarakan tentang Luna.Kalingga tidak bereaksi apapun. Dia hanya menatap Renata yang sibuk dengan makanannya dan terlihat salah tingkah."Kok nggak dimakan nasinya, Ngga? Keburu dingin nanti nggak enak," tegur Bu Devi.Tanpa berniat untuk menanggapi ocehan ibunya, Kalingga menyuapkan n
"Mau ke mana kamu?"Luna menganga tak percaya ketika melihat Kalingga yang saat ini tengah menatapnya tajam."Bukan urusan kamu!" jawabnya ketus. Dia berusaha untuk melepaskan tangannya dari cengkeraman Kalingga, namun tenaga pria itu lebih kuat."Lepasin! Pak, tolong saya! Dia mau menculik saya!" jeritnya panik.Sopir taksi yang langsung keluar dan menatap mereka bingung akhirnya maju hendak menghampiri Luna, namun Kalingga menatap pria itu tajam."Dia istri saya. Jangan ikut campur!"Sopir itu langsung mengangkat kedua tangannya dan kembali ke tempatnya semula."Ini, ambil uang ini. Istri saya batal pergi," kata Kalingga sambil mengulurkan uang berwarna merah sebanyak dua lembar. "Cepat pergi dari sini."Sopir itu buru-buru mengambil uang dari Kalingga dan bergegas masuk ke dalam mobil sambil berteriak, "Maafkan saya, Non!"Luna tercengang ketika taksi online itu tancap gas meninggalkannya. Dia menoleh ke arah Kalingga dengan rahang mengetat dan mata melotot marah."Apa sih maksud
"Buk, saya udah nggak kuat. Saya keluar aja ya," mohon Kalingga dengan wajah pucat.Penampilannya berantakan karena menjadi sasaran Luna selama masa pembukaan jalan lahir. Rambutnya acak-acakan, lengannya ada bekas cakaran, dan kaosnya kusut bukan main. Dia lebih mirip seperti korban angin putih beliung ketimbang pemilik perusahaan makanan di Surabaya dan beberapa Indomei di kota Malang dan Batu."Hush! Iki yo bojomu dewe. Masa nemenin istri sendiri kok nggak kuat?" tegur Bu Sekar yang memegangi kaki Luna di sebelah kanan, sedangkan Kalingga memegangi kaki sebelah kiri."Saya nggak tega, Bu," jawab Kalingga dengan wajah memelas.Keringat dingin terus membasahi pelipis dan dahinya, sedangkan wajahnya semakin pucat. Dia sudah pernah melihat orang berdarah-darah sebelumnya. Jangan lupakan bahwa dia pernah mengalaminya juga waktu dihajar oleh Alek dan anak buahnya. Belum lagi melihat video Grigori dihajar.Tapi ini beda kasus. Dia menyesal kenapa penasaran melihat jalan lahir Luna saat is
5 Bulan kemudian..."Mas, aku pengen makan mie level. Yang baru aja buka di Jalan Galunggung itu loh. Kayaknya enak makanya rame," pinta Luna sambil membayangkan nikmatnya makanan yang satu itu.Air liurnya bahkan hampir menetes saking inginnya merasakan mie yang digemari oleh para kaum muda tersebut."Jangan makan mie begituan. Kamu sebentar lagi melahirkan. Nanti kalau kenapa-napa gimana?" Kalingga menatapnya dengan wajah datar.Luna langsung cemberut. "Ya nggak usah pedes-pedes lah. Sambelnya sedikit aja. Nggak bakalan ngaruh ke bayi."Kalingga bergeming. Sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua mata Luna yang berkaca-kaca dan bibir cemberut. Biasanya, pria itu akan langsung luluh karena gemas dengan keimutan wajah Luna yang sedang merajuk."Nanti dedek bayi ngiler loh kalau nggak diturutin.""Itu cuma mitos," jawab Kalingga datar.Nafas Luna langsung keluar masuk dengan cepat. Tiba-tiba ingin menangis dan tantrum layaknya anak kecil yang tidak dituruti keinginannya. Bibirnya semak
Kalingga menatap Luna yang masih terlelap, lalu menatap Alek yang masih memperhatikannya."Kenapa kamu melakukan ini?"Kening pria itu berkerut. "Pardon?""Perhatianmu pada Luna membuatku was-was. Kamu nggak ada maksud lain, kan?"Alek menatapnya seolah-olah dia gila. "Dia adikku."Kalingga mendengkus. "Aku tahu pergaulan orang barat. Nggak peduli pada aturan apapun, kalian bisa berhubungan dengan saudara sendiri.""Are you serious?" Alek menghampirinya dan mencengkeram kerah kaosnya dengan wajah memerah. "Jangan menggeneralisasi perbuatan rendahan itu seolah-olah kami semua juga melakukannya, you a**hole! Aku yakin di negaramu juga ada yang berbuat demikian. Bahkan ada kaum-kaum menyimpang lainnya, meskipun negaramu dikenal sebagai negara beragama. Jangan membuatku marah di rumahku sendiri."Kalingga langsung mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah, menyesal karena tidak berpikir dulu sebelum berkata."Maaf, Bro. Aku hanya takut kamu...merusak istriku. Dia gadis yang baik d
"Gila! Ini benar-benar gila!" gumam Kalingga ketika bangunan tua di hadapan mereka saat ini meledak, sesaat setelah Ethan dan Lena sibuk menceritakan tentang masa lalu.Untung mobil mereka cukup jauh dari lokasi, jadi mereka tidak begitu terdampak. Banyak anak buah Dimitri dan Alek yang sudah pergi terlebih dulu sebelum bangunan itu meledak. Menyisakan mobil-mobil yang dikendarai oleh Angelica beserta anak buahnya.Kalingga melihat ke sekitarnya. Beberapa mobil yang melintas mulai berhenti. Para penumpang di dalamnya mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian itu."Guys, kita pergi dari sini. Suasananya nggak kondusif!" teriaknya, mencoba memberi peringatan.Dalam hati dia merasa jengkel karena tiga manusia itu justru sibuk dengan drama masa lalu di saat-saat seperti ini. Kenapa tidak sebelum-sebelumnya saja? Atau menunggu nanti ketika pergi dari lokasi ini?Belum sempat Kalingga masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Seorang pria bule turun dengan
"Aku memanggilmu ke sini bukan untuk membahas tentang pekerjaan, Noah. Melainkan untuk meminta penjelasan."Tidak biasanya presiden berbicara secara langsung tanpa basa-basi dulu seperti ini. Perasaan Noah Wilson mendadak tidak enak. Dia kira, presiden memanggilnya karena kasus penembakan massal yang kerap terjadi di berbagai negara bagian."Penjelasan tentang apa, Mr. Presiden?" jawab Noah dengan tenang, namun sebenarnya jantungnya berdegup tak karuan. Kedua tangannya berkeringat.Mr. Presiden melepaskan kacamata bacanya, lalu menyesap kopi dengan tenang. Pria itu memutar laptop ke arah Noah setelah meletakkan cangkir di atas tatakan."Baca semuanya." Mr. Presiden memberi kode pada ajudannya untuk menyerahkan laptop itu pada Noah."Baik, Mr. Presiden," jawab Noah dengan tegas.Laptop itu terasa berat dan panas di pangkuannya. Darah seperti meninggalkan wajahnya ketika kata demi kata di barisan paling atas dokumen yang tertera di layar laptop terserap ke dalam otaknya.[DAFTAR SKANDAL
Percakapan antara Alek dan Anastasia berlangsung cukup lama, namun Luna sama sekali tidak paham karena menggunakan bahasa Rusia. Ada satu orang lagi di sana, seorang pria. Mungkin Grigori seperti yang tadi disebutkan oleh Alek.Tapi setelah suara seperti dari telepon yang di-loudspeaker itu terdengar, Luna akhirnya mengerti duduk permasalahannya.Ternyata, Grigori bukanlah kakeknya, melainkan adik tiri dari kakeknya. Kakeknya yang asli bernama Boris kalau tadi dia tidak salah dengar. Jadi, sumber permasalahan sebenarnya kalau menurut Luna bukanlah Boris yang memperkosa Irina, sang nenek. Melainkan Grigori.Anak yang lahir di luar pernikahan tidaklah bersalah. Jadi, kejadian yang menimpa Luna dan ibu kandungnya bukanlah karena Lena anak haram. Banyak anak lahir di luar pernikahan, tapi tidak mengalami nasib seperti Lena yang terus-menerus hidup dalam ancaman pembunuhan, dan putrinya dibuang ke negara orang.Kesimpulannya, semua masalah yang terjadi di keluarganya adalah karena kedengki
Luna langsung melepaskan tangannya dari tubuh Anastasia dan berpura-pura jatuh."Aduh! Nyonya! Saya salah apa? Padahal saya hanya ingin berkenalan dengan anda dan bertanya di mana Alek. Kenapa anda menampar saya?" pekik Luna sambil memegang pipinya dengan kedua mata berkaca-kaca.Dia mendongak dengan sorot mata terluka, menatap Anastasia yang menganga dengan kedua mata melotot."Apa-apaan...""Apa yang terjadi?" Suara Alek terdengar dingin.Luna langsung menoleh dan berdiri dengan susah payah. Air matanya berlinang. Dia menghampiri Alek dan langsung memeluk pria itu dengan erat."Kak, Ibu itu tiba-tiba aja nampar aku. Aku nggak tahu salahku apa. Tapi tadi dia bilang, aku cuma parasit yang mengganggu. Katanya aku sengaja masuk ke mansion ini buat mengeruk harta kamu dengan alasan anak dalam kandunganku. Dia juga bilang, kamu pasti sebentar lagi bakalan nendang aku dari sini dan nggak mau bertanggungjawab atas kehamilan aku."Anastasia terengah dengan wajah tak percaya. "Apa? Aku tidak
Luna membuka mata dan melihat langit-langit ruangan yang terlihat asing. Terlalu mewah. Di mana dia? Otaknya memutar kejadian-kejadian sebelum ini, sampai pada kejadian penembakan di bandara yang hampir merenggut nyawanya.Dia menghela nafas panjang. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, hidup Luna benar-benar berubah 180°. Tidak ada lagi kehidupan yang tenang dan sederhana. Dia rindu kehidupannya yang dulu. Saat dia hanya memiliki Sofia sebagai sahabatnya, satu-satunya orang kaya dan berpengaruh yang mau berteman dengannya.Tapi sekarang, semuanya begitu rumit. Masuknya ia ke dalam keluarga Wisnuwardhana, mengantarkannya pada bahaya demi bahaya yang terus mengancam nyawanya. Hingga akhirnya dia mengetahui fakta yang membuatnya tidak bisa lagi kembali ke kehidupannya yang dulu."Mas Kalingga lagi ngapain ya sekarang? Dia kangen nggak sama aku?" Tangannya refleks mengelus perutnya yang membesar. Tiba-tiba merasakan tendangan yang mulai biasa ia dapatkan. "Kamu juga kang
Nathan menatap datar perempuan tua yang seharusnya dia hormati. Perempuan yang melahirkan ibunya, tapi selalu menorehkan luka hingga sang ibu sering menangis secara diam-diam hingga terbawa ke dalam mimpi.Sejak berusia 5 tahun, Nathan sudah tahu ada yang salah dengan keluarganya. Meskipun dia masih belum bisa memahami apa yang dia lihat, dia masih ingat betul setiap momen yang terjadi di depan matanya. Hingga akhirnya dia paham begitu menginjak remaja.Ibunya tidak diinginkan oleh orangtuanya sendiri, dan sang ayah berkali-kali ingin melenyapkan sang ibu. How twisted is that?Tak ada yang tahu apa yang selama ini disimpan oleh Nathan. Dia bergerak dalam diam dan terus memupuk rasa marah, kecewa, tidak terima, kesal, dan putus asa. Hingga akhirnya hatinya menjadi dingin."Kau!" Nathan menodongkan sepucuk Desert Eagle ke arah pria muda yang masih memegang erat pistolnya dengan tangan gemetar. "Di mana ayah bajinganmu itu? Dialah sumber masalah di keluargaku. Aku harus menghentikannya."