Luna membuka mata dan melihat langit-langit ruangan yang terlihat asing. Terlalu mewah. Di mana dia? Otaknya memutar kejadian-kejadian sebelum ini, sampai pada kejadian penembakan di bandara yang hampir merenggut nyawanya.Dia menghela nafas panjang. Sejak kecelakaan yang merenggut nyawa ayah angkatnya, hidup Luna benar-benar berubah 180°. Tidak ada lagi kehidupan yang tenang dan sederhana. Dia rindu kehidupannya yang dulu. Saat dia hanya memiliki Sofia sebagai sahabatnya, satu-satunya orang kaya dan berpengaruh yang mau berteman dengannya.Tapi sekarang, semuanya begitu rumit. Masuknya ia ke dalam keluarga Wisnuwardhana, mengantarkannya pada bahaya demi bahaya yang terus mengancam nyawanya. Hingga akhirnya dia mengetahui fakta yang membuatnya tidak bisa lagi kembali ke kehidupannya yang dulu."Mas Kalingga lagi ngapain ya sekarang? Dia kangen nggak sama aku?" Tangannya refleks mengelus perutnya yang membesar. Tiba-tiba merasakan tendangan yang mulai biasa ia dapatkan. "Kamu juga kang
Luna langsung melepaskan tangannya dari tubuh Anastasia dan berpura-pura jatuh."Aduh! Nyonya! Saya salah apa? Padahal saya hanya ingin berkenalan dengan anda dan bertanya di mana Alek. Kenapa anda menampar saya?" pekik Luna sambil memegang pipinya dengan kedua mata berkaca-kaca.Dia mendongak dengan sorot mata terluka, menatap Anastasia yang menganga dengan kedua mata melotot."Apa-apaan...""Apa yang terjadi?" Suara Alek terdengar dingin.Luna langsung menoleh dan berdiri dengan susah payah. Air matanya berlinang. Dia menghampiri Alek dan langsung memeluk pria itu dengan erat."Kak, Ibu itu tiba-tiba aja nampar aku. Aku nggak tahu salahku apa. Tapi tadi dia bilang, aku cuma parasit yang mengganggu. Katanya aku sengaja masuk ke mansion ini buat mengeruk harta kamu dengan alasan anak dalam kandunganku. Dia juga bilang, kamu pasti sebentar lagi bakalan nendang aku dari sini dan nggak mau bertanggungjawab atas kehamilan aku."Anastasia terengah dengan wajah tak percaya. "Apa? Aku tidak
Percakapan antara Alek dan Anastasia berlangsung cukup lama, namun Luna sama sekali tidak paham karena menggunakan bahasa Rusia. Ada satu orang lagi di sana, seorang pria. Mungkin Grigori seperti yang tadi disebutkan oleh Alek.Tapi setelah suara seperti dari telepon yang di-loudspeaker itu terdengar, Luna akhirnya mengerti duduk permasalahannya.Ternyata, Grigori bukanlah kakeknya, melainkan adik tiri dari kakeknya. Kakeknya yang asli bernama Boris kalau tadi dia tidak salah dengar. Jadi, sumber permasalahan sebenarnya kalau menurut Luna bukanlah Boris yang memperkosa Irina, sang nenek. Melainkan Grigori.Anak yang lahir di luar pernikahan tidaklah bersalah. Jadi, kejadian yang menimpa Luna dan ibu kandungnya bukanlah karena Lena anak haram. Banyak anak lahir di luar pernikahan, tapi tidak mengalami nasib seperti Lena yang terus-menerus hidup dalam ancaman pembunuhan, dan putrinya dibuang ke negara orang.Kesimpulannya, semua masalah yang terjadi di keluarganya adalah karena kedengki
"Aku memanggilmu ke sini bukan untuk membahas tentang pekerjaan, Noah. Melainkan untuk meminta penjelasan."Tidak biasanya presiden berbicara secara langsung tanpa basa-basi dulu seperti ini. Perasaan Noah Wilson mendadak tidak enak. Dia kira, presiden memanggilnya karena kasus penembakan massal yang kerap terjadi di berbagai negara bagian."Penjelasan tentang apa, Mr. Presiden?" jawab Noah dengan tenang, namun sebenarnya jantungnya berdegup tak karuan. Kedua tangannya berkeringat.Mr. Presiden melepaskan kacamata bacanya, lalu menyesap kopi dengan tenang. Pria itu memutar laptop ke arah Noah setelah meletakkan cangkir di atas tatakan."Baca semuanya." Mr. Presiden memberi kode pada ajudannya untuk menyerahkan laptop itu pada Noah."Baik, Mr. Presiden," jawab Noah dengan tegas.Laptop itu terasa berat dan panas di pangkuannya. Darah seperti meninggalkan wajahnya ketika kata demi kata di barisan paling atas dokumen yang tertera di layar laptop terserap ke dalam otaknya.[DAFTAR SKANDAL
"Gila! Ini benar-benar gila!" gumam Kalingga ketika bangunan tua di hadapan mereka saat ini meledak, sesaat setelah Ethan dan Lena sibuk menceritakan tentang masa lalu.Untung mobil mereka cukup jauh dari lokasi, jadi mereka tidak begitu terdampak. Banyak anak buah Dimitri dan Alek yang sudah pergi terlebih dulu sebelum bangunan itu meledak. Menyisakan mobil-mobil yang dikendarai oleh Angelica beserta anak buahnya.Kalingga melihat ke sekitarnya. Beberapa mobil yang melintas mulai berhenti. Para penumpang di dalamnya mengeluarkan ponsel untuk merekam kejadian itu."Guys, kita pergi dari sini. Suasananya nggak kondusif!" teriaknya, mencoba memberi peringatan.Dalam hati dia merasa jengkel karena tiga manusia itu justru sibuk dengan drama masa lalu di saat-saat seperti ini. Kenapa tidak sebelum-sebelumnya saja? Atau menunggu nanti ketika pergi dari lokasi ini?Belum sempat Kalingga masuk ke dalam mobil, tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di hadapannya. Seorang pria bule turun dengan
Kalingga menatap Luna yang masih terlelap, lalu menatap Alek yang masih memperhatikannya."Kenapa kamu melakukan ini?"Kening pria itu berkerut. "Pardon?""Perhatianmu pada Luna membuatku was-was. Kamu nggak ada maksud lain, kan?"Alek menatapnya seolah-olah dia gila. "Dia adikku."Kalingga mendengkus. "Aku tahu pergaulan orang barat. Nggak peduli pada aturan apapun, kalian bisa berhubungan dengan saudara sendiri.""Are you serious?" Alek menghampirinya dan mencengkeram kerah kaosnya dengan wajah memerah. "Jangan menggeneralisasi perbuatan rendahan itu seolah-olah kami semua juga melakukannya, you a**hole! Aku yakin di negaramu juga ada yang berbuat demikian. Bahkan ada kaum-kaum menyimpang lainnya, meskipun negaramu dikenal sebagai negara beragama. Jangan membuatku marah di rumahku sendiri."Kalingga langsung mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah, menyesal karena tidak berpikir dulu sebelum berkata."Maaf, Bro. Aku hanya takut kamu...merusak istriku. Dia gadis yang baik d
5 Bulan kemudian..."Mas, aku pengen makan mie level. Yang baru aja buka di Jalan Galunggung itu loh. Kayaknya enak makanya rame," pinta Luna sambil membayangkan nikmatnya makanan yang satu itu.Air liurnya bahkan hampir menetes saking inginnya merasakan mie yang digemari oleh para kaum muda tersebut."Jangan makan mie begituan. Kamu sebentar lagi melahirkan. Nanti kalau kenapa-napa gimana?" Kalingga menatapnya dengan wajah datar.Luna langsung cemberut. "Ya nggak usah pedes-pedes lah. Sambelnya sedikit aja. Nggak bakalan ngaruh ke bayi."Kalingga bergeming. Sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua mata Luna yang berkaca-kaca dan bibir cemberut. Biasanya, pria itu akan langsung luluh karena gemas dengan keimutan wajah Luna yang sedang merajuk."Nanti dedek bayi ngiler loh kalau nggak diturutin.""Itu cuma mitos," jawab Kalingga datar.Nafas Luna langsung keluar masuk dengan cepat. Tiba-tiba ingin menangis dan tantrum layaknya anak kecil yang tidak dituruti keinginannya. Bibirnya semak
"Buk, saya udah nggak kuat. Saya keluar aja ya," mohon Kalingga dengan wajah pucat.Penampilannya berantakan karena menjadi sasaran Luna selama masa pembukaan jalan lahir. Rambutnya acak-acakan, lengannya ada bekas cakaran, dan kaosnya kusut bukan main. Dia lebih mirip seperti korban angin putih beliung ketimbang pemilik perusahaan makanan di Surabaya dan beberapa Indomei di kota Malang dan Batu."Hush! Iki yo bojomu dewe. Masa nemenin istri sendiri kok nggak kuat?" tegur Bu Sekar yang memegangi kaki Luna di sebelah kanan, sedangkan Kalingga memegangi kaki sebelah kiri."Saya nggak tega, Bu," jawab Kalingga dengan wajah memelas.Keringat dingin terus membasahi pelipis dan dahinya, sedangkan wajahnya semakin pucat. Dia sudah pernah melihat orang berdarah-darah sebelumnya. Jangan lupakan bahwa dia pernah mengalaminya juga waktu dihajar oleh Alek dan anak buahnya. Belum lagi melihat video Grigori dihajar.Tapi ini beda kasus. Dia menyesal kenapa penasaran melihat jalan lahir Luna saat is
Sofia terduduk di lantai ruangan tempat menyimpan barang-barang tak terpakai di dekat tangga menuju ke rooftop hotel. Seluruh tubuhnya gemetaran. Dadanya berdegup dua kali lebih cepat dan rasanya begitu sesak. Niatnya tadi ke rooftop adalah untuk mencari Luna, untuk mengadu pada sahabatnya itu mengenai ulah kakaknya. Saat Nathan pamit ke toilet dan tak kunjung kembali, teman-teman kuliahnya mulai curiga. Mereka mengatakan hal-hal yang membuat Sofia kesal. "Sof, kamu yakin suami kamu beneran cinta sama kamu? Kok sejak tadi kayak lempeng-lempeng aja gitu nggak senyum sama sekali?" "Dia kan emang dingin dan cuek orangnya," balas Sofia. "Tapi nggak gitu juga kali. Masa di pernikahan sendiri kok kayak lagi takziah gitu?" "Iya ya bener. Sebenarnya aku udah lama mau bilang gini, tapi aku nggak enak sama kamu, Sof. Nathan...kayaknya nggak begitu cinta deh sama kamu. Cintamu bertepuk sebelah tangan. Kelihatan banget cuma kamu yang berjuang dalam hubungan ini." Saat itu, Sofia benar-
"Kenapa sih kakak tega? Kalau memang kamu belum selesai dengan masa lalu, kenapa deketin sahabatku? Jangan pernah menyakiti orang lain hanya untuk mencari pelarian kak," ucap Luna dengan lirih.Dia benar-benar kecewa dengan kakak sulungnya itu. Sama sekali tidak menyangka bahwa lelaki itu ternyata mewarisi sifat ayah mereka. Padahal, selama ini Luna begitu bahagia karena mengira bahwa Nathan serius dengan Sofia.Sahabatnya itu selalu terlihat bahagia setiap kali dia membahas soal Nathan. Luna sampai yakin bahwa Nathan sudah benar-benar move on. Tapi ternyata dia salah besar. Rasa cinta itu terlalu besar, sampai-sampai Nathan tidak tertolong lagi."Please, aku mohon sama kamu Kak. Please, please banget. Berhenti aja sampai di sini. Jangan menyakiti sahabatku, atau siapapun itu. Sebelum terlalu jauh. Jangan sampai kamu menunggu semuanya hancur seperti apa yang dilakukan oleh ayah kita. Dan aku yang akhirnya menjadi korban."Kedua mata Luna berkaca-kaca. Hatinya terasa sakit sekali melih
"Siapa Yang?" Kalingga melihat ke sekeliling ballroom dan tidak melihat ada seseorang yang aneh, yang berpotensi untuk mengganggu istrinya. Kecuali Alek tentu saja."Itu Mas, cewek yang barusan masuk. Sama cowok bule. Setahuku tuh cowok dulu bosnya Kak Nathan," bisik Luna.Kalingga menoleh ke arah pintu masuk dan langsung membelalak. "Buset!" pekiknya tanpa sadar.Luna langsung menoleh dan menatap Kalingga dengan tajam. "Apa maksudnya bilang kayak gitu?"Kalingga langsung membeku. Terlihat seperti baru saja ketahuan tengah berbuat salah. "Eh...i-itu, Yang. Tuh cewek yang rambutnya hitam terus tinggi langsing kayak model itu kan?""Iya? Terus? Mau bilang dia cantik?" cecar Luna dengan sebelah alis terangkat.Kalingga buru-buru menggeleng. "Nggak, nggak! Tetep kamu yang paling cantik, Yang. Serius. Kamu sendirian udah bisa bikin Mas puas kok. Nggak ada yang lain.""Terus?""Eh, itu...si cewek yang kamu bilang itu...dia lagi deketin kakakmu. Terus...si Nathan malah bengong."Gantian mata
"Bestieee!" Luna memeluk Sofia dengan sangat erat dan girang bukan main. "Akhirnya kamu nikah juga!"Sofia tertawa kecil sambil membalas pelukannya. Setelah penantian selama lima tahun, akhirnya sang sahabat menikah dengan sang kakak sulung, Nathan Wilson. Luna bahagia karena akhirnya mereka benar-benar menjadi saudara."Maaf ya aku baru bisa dateng. Kemarin lusa aja aku harus ngeyel sama Kak Ethan biar bisa ngambil penerbangan habis meeting. Tahu sendiri kakakku yang satu itu gimana overprotektifnya kalau sama aku," keluh Luna dengan wajah memelas."Ck, kayak sama siapa aja kamu. Masih bagus kamu sempat dateng. Aku malah udah legowo waktu denger dari Mas Nathan kalau kamu mungkin nggak bisa dateng, mengingat di Rusia sana lagi musim salju."Luna tersenyum senang melihat betapa cantiknya Sofia dengan riasan sederhana namun terlihat mewah dan elegan. Tidak terlalu menor dan tebal seperti riasan pengantin Indonesia pada umumnya."Sayang banget aku nggak bisa menyaksikan akad nikah kalia
Luna benar-benar tak bisa berkata-kata mendengar perkataan ketus suaminya. Lelaki itu bahkan menutupi bagian atas payudaranya yang kelihatan ketika Kala sedang menyusu. Berkali-kali memelototi pria asing yang terlihat salah tingkah saat terpergok sedang terpana melihatnya."Gimana kalau kita makan aja? Udah siang juga ini. Kalian pasti belum makan kan tadi?" Suara Lena memecahkan kecanggungan yang terjadi, membuat Luna lega dan bersyukur ibunya begitu supel. "Ethaan! Sini bantu mama, Nak! Alek, jangan cuma main hape. Sini bantu mama bikin es sama kopi. Eh, kalian mau es kan? Saya selalu gerah dan haus sejak tinggal di sini."Luna meringis ketika melihat tamu-tamu itu tersenyum paksa. Mungkin heran dengan ibunya yang kegerahan, padahal mereka sedang berada di Malang bagian perumahan yang hawanya masih dingin. Mungkin karena ibunya terbiasa menghadapi musim salju, jadi kota sedingin Malang dan Batu pun bagi Lena justru gerah."Kalian nggak makan juga? Kenalin, Tante ini adik iparnya ibu
Entah sudah berapa lama Kalingga menatap tajam Alek yang terus saja menempel pada istrinya di ruang keluarga. Keningnya seperti berkerut permanen, karena rasa kesal yang terus bertambah setiap kali melihat Alek yang selalu mencari alasan agar bisa melayani Luna. Termasuk menyuapi makan dan mengambilkan air minum."Jangan korbankan bayi yang baru lahir hanya karena rasa cemburumu."Kerutan di antara kedua alis Kalingga langsung hilang, digantikan dengan rasa kaget. Tangannya refleks menjauh dari paha anaknya. Dia menoleh ke sumber suara, mendapati Ethan yang sedang menatapnya datar."Sejak kapan kamu di situ?" tanyanya heran."Sejak kau terus mengawasi istrimu seperti seorang penguntit."Kalingga mendengkus. Dia menatap anaknya yang masih kemerahan dan malah tidur dengan nyenyak dalam gendongannya, padahal seharusnya anak itu bangun dan meraung-raung minta ASI untuk mengalihkan perhatian ibunya.Diamatinya wajah itu. Begitu mirip dengan Luna. Bulu matanya panjang dan lentik, hidungnya
"Buk, saya udah nggak kuat. Saya keluar aja ya," mohon Kalingga dengan wajah pucat.Penampilannya berantakan karena menjadi sasaran Luna selama masa pembukaan jalan lahir. Rambutnya acak-acakan, lengannya ada bekas cakaran, dan kaosnya kusut bukan main. Dia lebih mirip seperti korban angin putih beliung ketimbang pemilik perusahaan makanan di Surabaya dan beberapa Indomei di kota Malang dan Batu."Hush! Iki yo bojomu dewe. Masa nemenin istri sendiri kok nggak kuat?" tegur Bu Sekar yang memegangi kaki Luna di sebelah kanan, sedangkan Kalingga memegangi kaki sebelah kiri."Saya nggak tega, Bu," jawab Kalingga dengan wajah memelas.Keringat dingin terus membasahi pelipis dan dahinya, sedangkan wajahnya semakin pucat. Dia sudah pernah melihat orang berdarah-darah sebelumnya. Jangan lupakan bahwa dia pernah mengalaminya juga waktu dihajar oleh Alek dan anak buahnya. Belum lagi melihat video Grigori dihajar.Tapi ini beda kasus. Dia menyesal kenapa penasaran melihat jalan lahir Luna saat is
5 Bulan kemudian..."Mas, aku pengen makan mie level. Yang baru aja buka di Jalan Galunggung itu loh. Kayaknya enak makanya rame," pinta Luna sambil membayangkan nikmatnya makanan yang satu itu.Air liurnya bahkan hampir menetes saking inginnya merasakan mie yang digemari oleh para kaum muda tersebut."Jangan makan mie begituan. Kamu sebentar lagi melahirkan. Nanti kalau kenapa-napa gimana?" Kalingga menatapnya dengan wajah datar.Luna langsung cemberut. "Ya nggak usah pedes-pedes lah. Sambelnya sedikit aja. Nggak bakalan ngaruh ke bayi."Kalingga bergeming. Sama sekali tidak terpengaruh oleh kedua mata Luna yang berkaca-kaca dan bibir cemberut. Biasanya, pria itu akan langsung luluh karena gemas dengan keimutan wajah Luna yang sedang merajuk."Nanti dedek bayi ngiler loh kalau nggak diturutin.""Itu cuma mitos," jawab Kalingga datar.Nafas Luna langsung keluar masuk dengan cepat. Tiba-tiba ingin menangis dan tantrum layaknya anak kecil yang tidak dituruti keinginannya. Bibirnya semak
Kalingga menatap Luna yang masih terlelap, lalu menatap Alek yang masih memperhatikannya."Kenapa kamu melakukan ini?"Kening pria itu berkerut. "Pardon?""Perhatianmu pada Luna membuatku was-was. Kamu nggak ada maksud lain, kan?"Alek menatapnya seolah-olah dia gila. "Dia adikku."Kalingga mendengkus. "Aku tahu pergaulan orang barat. Nggak peduli pada aturan apapun, kalian bisa berhubungan dengan saudara sendiri.""Are you serious?" Alek menghampirinya dan mencengkeram kerah kaosnya dengan wajah memerah. "Jangan menggeneralisasi perbuatan rendahan itu seolah-olah kami semua juga melakukannya, you a**hole! Aku yakin di negaramu juga ada yang berbuat demikian. Bahkan ada kaum-kaum menyimpang lainnya, meskipun negaramu dikenal sebagai negara beragama. Jangan membuatku marah di rumahku sendiri."Kalingga langsung mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah, menyesal karena tidak berpikir dulu sebelum berkata."Maaf, Bro. Aku hanya takut kamu...merusak istriku. Dia gadis yang baik d