Dua tahun menikah, Kalingga sudah terbiasa melihat ekspresi takut dari istri yang tidak diinginkannya. Dia tidak peduli, bahkan sampai di titik muak.Kalingga menginginkan istri seperti Renata. Anggun, percaya diri, cerdas, pintar berbaur, dan yang pasti tidak akan membuatnya malu. Itulah kenapa dia tidak pernah mengumumkan pernikahannya dengan Luna.Dan dia berpura-pura baik pada gadis itu agar semakin bersemangat melakukan fisioterapi. Semakin cepat Luna sembuh dan bisa berjalan, semakin cepat dia menceraikan gadis itu.Dia tidak perlu lagi terikat dengan wasiat dari laki-laki yang dia tabrak, dan Luna tidak akan menang jika suatu saat gadis itu menuntutnya di pengadilan. Surat perjanjian pranikah mereka benar-benar membuat Luna tidak akan bisa berkutik, karena gadis itu menyetujui upaya damai dari keluarganya atas kematian ayahnya."Sepertinya kamu menyadari sesuatu." Irfan menyodorkan sekaleng soda dingin ke hadapannya.Kalingga membuka kaleng itu dan meminum isinya sampai tersisa
Kalingga menghentikan gerakan tangannya yang ingin menyuapkan nasi ke dalam mulutnya. Matanya menatap Renata yang terlihat panik sambil memelototi pembantu yang masih muda itu."Makasih ya, Rin. Kamu boleh kembali ke dapur," kata Bu Devi, lalu menepuk lengan Renata dengan lembut. "Ibu hamil harus minum susu biar janinnya sehat.""Eh, i-iya, Ma," jawab Renata gugup dan menghindari pandangan Kalingga."Oh iya, Ngga. Ini yang mama bilang kejutan tadi siang. Renata ternyata hamil! Pernikahan kalian harus dipercepat. Kalau bisa minggu depan. Mama seneng banget bisa mendapatkan keturunan dari keluarga terpandang dan terhormat. Nggak kayak si lumpuh miskin itu," cibir Bu Devi dengan raut wajah jijik ketika membicarakan tentang Luna.Kalingga tidak bereaksi apapun. Dia hanya menatap Renata yang sibuk dengan makanannya dan terlihat salah tingkah."Kok nggak dimakan nasinya, Ngga? Keburu dingin nanti nggak enak," tegur Bu Devi.Tanpa berniat untuk menanggapi ocehan ibunya, Kalingga menyuapkan n
"Mau ke mana kamu?"Luna menganga tak percaya ketika melihat Kalingga yang saat ini tengah menatapnya tajam."Bukan urusan kamu!" jawabnya ketus. Dia berusaha untuk melepaskan tangannya dari cengkeraman Kalingga, namun tenaga pria itu lebih kuat."Lepasin! Pak, tolong saya! Dia mau menculik saya!" jeritnya panik.Sopir taksi yang langsung keluar dan menatap mereka bingung akhirnya maju hendak menghampiri Luna, namun Kalingga menatap pria itu tajam."Dia istri saya. Jangan ikut campur!"Sopir itu langsung mengangkat kedua tangannya dan kembali ke tempatnya semula."Ini, ambil uang ini. Istri saya batal pergi," kata Kalingga sambil mengulurkan uang berwarna merah sebanyak dua lembar. "Cepat pergi dari sini."Sopir itu buru-buru mengambil uang dari Kalingga dan bergegas masuk ke dalam mobil sambil berteriak, "Maafkan saya, Non!"Luna tercengang ketika taksi online itu tancap gas meninggalkannya. Dia menoleh ke arah Kalingga dengan rahang mengetat dan mata melotot marah."Apa sih maksud
Tubuh Luna membeku di depan pintu masuk yang juga dijaga oleh sekuriti. Apa tadi yang baru saja dia dengar?"Non, Nona perempuan yang biasanya disewa sama Pak Kalingga, kan? Tadi saya lihat semobil sama Mas Adit soalnya," tanya satpam yang sebenarnya tidak sopan, namun sayangnya sikap pria itu sopan.Luna berbalik sambil menggertakkan giginya menahan amarah dan kesal luar biasa. Bisa-bisanya karyawan di perusahaan ini bertanya sembarangan."Apa Pak Kalingga sering menyewa perempuan?" tanya Luna dengan wajah dingin.Kalau dulu Luna akan menangis dan menunduk karena merasa rendah diri akibat kelumpuhannya, maka sekarang dia berdiri dengan kepala tegak. Dia tidak akan diam saja ditindas oleh siapapun kali ini, seperti pesan dari ayah Erwin ketika dia berkunjung kemarin malam."E-eh...ti-tidak sih. Ta-tapi gosipnya seperti itu. Beliau katanya memiliki perempuan yang khusus untuk memuaskannya, jadi saya kira sekarang akhirnya beliau memintanya untuk datang ke sini," jawab satpam itu gelaga
Luna tidak mengerti kenapa dia bisa jatuh cinta pada Kalingga. Laki-laki itu dulu begitu dingin dan cuek, lalu berubah menjadi jahat, dan sekarang benar-benar menyebalkan.Lagi-lagi dia gagal pergi dari lelaki itu, dan rasa bencinya semakin besar mengalahkan rasa cinta. "Sudah kubilang, tunggu aku. Kenapa kamu jadi keras kepala begini?"Luna tidak menghiraukan ucapan pria sinting itu. Dia melengos dan menatap pemandangan di luar jendela. Adit mengikuti mereka dari belakang dengan mobil yang tadi digunakan untuk mengantar Luna."Kamu nggak akan bisa pergi sebelum aku mengizinkanmu, jadi percuma saja kamu terus berusaha untuk kabur."Kedua tangannya terkepal. Dia menoleh ke arah Kalingga dengan mata melotot."Kamu nganggep aku kayak sampah selama ini. Bahkan kamu udah nggak sabar untuk bercerai dariku demi perempuan itu. Lihat! Sekarang aku udah bisa berjalan dengan normal. Sebentar lagi kita akan bercerai.""Jangan bicara soal itu lagi!" bentak Kalingga dengan wajah murka.Luna memund
Luna tidak mengerti dengan pembicaraan Kalingga dan Bu Devi. Dia hanya sibuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah Kalingga bersikeras untuk menceraikannya demi agar bisa menikahi Renata? Lantas kenapa sekarang sikap pria itu aneh?Seharusnya Kalingga dengan senang hati melepaskannya karena berhasil membuat Renata hamil. Tapi lihatlah, bahkan pria itu sama sekali tidak melirik Renata yang terlihat kecewa."Lingga, jangan berantem di sini. Jangan mempermalukan ibumu," tegur Renata dengan lembut.Luna mengernyit jijik melihat sikap perempuan itu. Dia jadi teringat dengan para gadis sok kuasa di sekolahnya dulu. Berubah menjadi ibu peri ketika di depan pemuda yang mereka suka, tapi langsung menjadi monster begitu berhadapan dengan gadis lain yang dianggap saingan."Ingat posisimu di keluarga Wisnuwardhana, Ma. Mama yang paling tahu soal itu," ucap Kalingga sebelum menarik tangan Luna dan mengajaknya untuk keluar dari butik."Eh? Tapi kamu belum fitting baju pengantin," kata Luna
Dua jam sebelumnya....Luna sejak tadi terus menekuk wajahnya karena kesal tidak boleh pulang oleh Kalingga. Setelah pulang dari butik, pria itu malah membawanya ke perusahaan keluarga Wisnuwardhana."Keluar sendiri atau kugendong," kata Kalingga dengan wajah datar.Ingin rasanya dia menonjok wajah lelaki itu. Setelah berpura-pura mesra di hadapan Bu Devi dan Renata, kini Kalingga kembali ke setelan pabrik."Aku pulang aja. Kamu bilang udah muak sama aku dan nggak sabar untuk lepas dari aku? Aku kan cuma pelacur buat kamu. Seperti kata satpam..."Wajah Kalingga menggelap dan matanya menatapnya tajam. Jujur, Luna sebenarnya takut dengan Kalingga yang seperti ini."Jangan menguji kesabaranku, Luna. Kamu nggak tahu seberapa besarnya keinginanku untuk mencekik lehermu sekarang," desis Kalingga."Kalau begitu ceraikan saja aku. Jadi kamu udah nggak perlu repot-repot terus melihat aku yang sangat kamu benci...""Keluar!"Luna buru-buru membuka pintu mobil setelah melihat kedua tangan pria i
Tubuh Kalingga membeku. Dia menatap Evan dengan mata membelalak. Bagaimana bisa pria itu tahu mengenai hal itu? Atau jangan-jangan..."Bodyguard saya sangat menyayangi istri anda. Saya dengar, mereka sudah saling kenal sejak kecil. Bukankah mereka cocok? Daripada anda mencampakkan dia begitu saja selama menikah. Kasihan. Istri anda masih sangat muda. Masa depannya masih panjang. Elang sangat pintar membuat wanita nyaman."Kalau saja mereka tidak sedang melakukan kerja sama yang menjanjikan dan bertujuan untuk menyaingi salah satu produk milik Unismart, Kalingga akan menonjok Evan Braun saat ini juga. Kurang ajar sekali mulut lelaki itu!"Itu urusan saya. Mohon untuk tidak ikut campur," ucap Kalingga sambil menggertakkan gigi.Matanya menatap laki-laki yang ternyata bernama Elang itu dengan tajam, seolah-olah ingin mencincang tangan kurang ajar yang sedang menepuk bahu Luna.Sialan! Kenapa Kalingga malah membelikan gaun terbuka seperti itu? Awalnya dia melihat Luna begitu cantik dengan
Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam ketika Fandi mengetuk pintu ruang kerja Kakek Ageng. Setelah mendapatkan telepon dari Noah Wilson, Kakek Ageng memutuskan untuk pulang kembali ke mansion dan menyerahkan acara pesta pada Brama, Anton, dan Danu.Waktunya tidak untuk dibuang dengan percuma. Anak buahnya yang tersebar di mana-mana melaporkan semua tentang tingkah laku Devi selama dia tinggal ke luar negeri. Termasuk skandal memalukan yang diam-diam dilakukan oleh perempuan jalang itu."Kurang ajar!""Maaf, Tuan?""Kenapa bisa kecolongan selama puluhan tahun?" bentak Kakek Ageng pada seseorang di seberang telepon.Fandi yang mengira bahwa dirinya yang dimarahi langsung menghela nafas lega."Kali ini kumaafkan. Lanjutkan tugasmu."Kakek Ageng membanting ponselnya ke atas meja dengan wajah memerah dan bahu naik turun dengan cepat. Devi memang sudah keterlaluan dan bertindak kelewat batas. Selama ini dia tidak terlalu memperhatikan perempuan jalang itu karena dia pikir Brama sudah menga
Di sebuah rumah mewah di Washington DC, seorang wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak lagi muda, terlihat gelisah setelah menerima pesan dari orang yang sangat tidak dia harapkan.Dia menggigit bibir bawahnya dengan mata berkaca-kaca. Di satu sisi, dia bahagia karena akhirnya anaknya ditemukan. Tapi di sisi lain, dia takut karena anak dari mantan kekasihnya juga mengetahui di mana keberadaan putrinya, Luna Andreeva Wilson.Tidak perlu tes DNA untuk memastikan bahwa Luna adalah putrinya. Wajah Luna persis seperti wajahnya ketika masih remaja dulu.Tak berapa lama kemudian, sebuah pesan kembali masuk. Berisi foto Luna dengan gaun berwarna hitam di sebuah pesta. Foto itu diambil dari tangkapan layar dalam sebuah video di tiktak.[Aleksei Volkov : Kenapa menyembunyikan tunanganku, Mama? Bukankah kamu egois?]Lena Andreeva, wanita itu, melempar ponselnya sambil memekik ketakutan. Tidak boleh! Anak itu tidak boleh menemukan putrinya. Putri yang sengaja dibuat hilang oleh s
Malam semakin larut, namun jumlah kendaraan yang terparkir di sekitar gedung BAS masih belum berkurang. Semua karyawan selalu menyambut dengan sukacita acara ulang tahun perusahaan yang sudah pasti meriah dan seru.Kakek Ageng menatap beberapa karyawan Security Black yang sedang membereskan orang-orang suruhan Bu Devi dalam diam."Haruskah kita menyapa mereka, Tuan?" tanya Fandi, asisten pribadinya."Tidak perlu," jawab Kakek Ageng dengan gestur santai."Tapi mereka masuk ke wilayah perusahaan tanpa ijin," bantah Fandi.Kakek Ageng terkekeh kecil. Karyawan dari perusahaan keamanan asal Amerika Serikat itu memang benar-benar cekatan. Banyak yang memiliki wajah bule dan Asia Timur, membuat Kakek Ageng kagum dengan kinerja mereka.Semua orang tahu bagaimana kinerja orang-orang di negara ini. Gampang disuap, kurang disiplin, dan cenderung pemalas. Apalagi generasi muda. Sungguh sangat disayangkan. Padahal Security Black bisa dijadikan sebagai lahan empuk untuk mencari nafkah bagi penduduk
Suasana pesta begitu meriah meskipun tadi sempat kacau karena ibunya dan Renata membuat ulah yang jujur saja sangat memalukan. Tapi siapa yang berani mengolok-olok keluarga Wisnuwardhana secara terang-terangan? Mereka justru menjilat keluarganya demi bisa mendapatkan kerjasama yang menguntungkan.Beruntung pihak personalia bisa membuat suasana ulang tahun menjadi hidup dan santai. Mereka melupakan peristiwa tadi dengan cepat. Atau mungkin menyimpannya untuk sementara."Pak! Pak, gawat," seru Dewi di antara kerumunan tamu yang sebagian besar adalah karyawan BAS.Sekretaris kepercayaannya yang begitu setia dan patuh padanya itu menghampiri Kalingga dengan wajah panik dan pucat. Keringat membanjiri pelipis dan dahi wanita itu."Ada apa? Ada masalah dengan pestanya?" tanyanya sambil mengamati sekeliling aula. Tidak ada yang aneh."Pak, Bu Renata menyerang Bu Luna di toilet lantai satu. Ada banyak darah berceceran. Saya mau mendekat takut, soalnya banyak orang berpakaian serba hitam di lob
Tak ada yang tahu bahwa Luna sedang dibawa oleh seorang pria asing berpakaian serba hitam dan mengenakan penutup kepala. Renata menatap Luna dengan seringai sinis. "Ternyata semudah itu menyingkirkan dia." Renata mendengkus. "Kalingga benar-benar nggak peduli sama dia. Padahal seharusnya ada banyak pengawal yang menjaga si jalang itu." "Kamu nggak ikut?" tanya pria itu. "Nggak. Aku harus memperbaiki penampilanku dan kembali ke pesta. Aku nggak mau Kalingga dan yang lain curiga. Cepetan kamu bawa dia ke tempat yang udah aku siapin." Renata mengusir pria itu dan bergegas memperbaiki penampilannya yang berantakan. Dia mengutuk Luna berkali-kali karena penampilannya benar-benar sangat kacau. "Seharusnya wanita tua itu menyingkirkan dia waktu masih lumpuh. Ck! Merepotkan sekali. Katanya mau menculik Luna. Mana buktinya? Nyatanya tetap aku yang berhasil," gerutu Renata sambil memoleskan bedak untuk menutupi luka bekas cakaran Luna yang terasa perih. Renata mendesis. "Sialan emang
"Seharusnya kamu melawan. Kamu udah menyandang nama Bathara, jadi jangan diam aja seperti tadi," omel Elang dengan wajah ditekuk dan alis menukik.Luna menghela nafas lelah. "Aku cuma nggak mau semakin menjadi pusat perhatian, Mas. Udahlah biarin aja. Toh habis ini aku lepas dari keluarga itu."Rasanya Luna ingin segera pergi dan menjauh. Tidak lagi berhubungan dengan keluarga Wisnuwardhana. Dia tidak berharap akan dibela oleh Kakek Ageng atau Pak Brama. Tidak. Orang-orang seperti mereka tidak sepenuhnya tulus.Pasti ada sesuatu yang membuat Kakek Ageng begitu baik padanya yang tidak punya apa-apa dan hanyalah anak seorang satpam. Hidup ini tidak seperti dongeng Cinderella. Terlalu omong kosong."Aku mau ke toilet dulu, Mas. Maaf, gara-gara aku, kamu jadi melupakan tugas kamu dan meninggalkan Kak Ajeng," ucap Luna merasa tak enak.Belum apa-apa, dia sudah merepotkan orang yang baru dikenalnya."Kamu balik aja ke aula. Jangan sampai Kak Ajeng marah dan memecat kamu," paksanya sambil me
"Lingga, aku ditampar sama si jalang itu. Kenapa kamu cuma diam saja?" rengek Renata sambil menggoyangkan lengan Kalingga.Kalingga hanya diam saja. Hatinya terbakar ketika melihat pria sialan itu memeluk Luna di depan semua orang. Sialan! "Lingga, aku dipermalukan di depan semua orang. Kamu harus membalas perempuan jalang itu. Dia sudah membuat aku terjatuh. Gimana kalau aku keguguran?"Hampir saja Kalingga mendorong wanita itu karena terus menempelinya seperti lintah sejak tadi, namun dia urungkan. Semua orang tengah melihat mereka. Dia tersenyum pada Renata, menepuk-nepuk punggung tangan wanita itu untuk menenangkan."Nanti kita ke dokter untuk periksa," jawabnya dengan lembut, lalu melihat ke arah seluruh tamu yang sudah hadir."Maaf atas sedikit masalah tadi. Mari kita lanjutkan pestanya sambil menunggu Kakek Ageng." Kalingga memberikan pengumuman.Mereka semua kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing. Meskipun sebenarnya mereka tengah menggunjingkan keluarga Wisnuwardhana. K
Kalau dulu Luna akan diam saja dan menangis, maka sekarang tidak lagi. Sudah cukup! Dia tidak mau diinjak-injak lagi. Apalagi setelah dia sekarang menyandang nama Bathara di belakang namanya. Belum lagi Ayah Erwin dan Elang yang selalu mendoktrinnya untuk menjadi wanita tangguh.Tidak akan ada lagi yang meremehkan Luna begitu mereka tahu statusnya sekarang. Bukan lagi wanita miskin yatim piatu yang lumpuh dan menjadi beban di keluarga Wisnuwardhana, melainkan anak dari Erwin Bathara. Seorang jenderal bintang tiga yang dihormati oleh banyak orang."Saya tidak menyangka bahwa seorang nyonya Wisnuwardhana ternyata tidak cukup berpendidikan ketika berbicara. Untuk ukuran nyonya dari keluarga konglomerat, anda seperti tidak pernah mengenal apa itu sopan santun dan adab," ucap Luna sambil mengangkat dagunya.Mata Bu Devi membelalak. "Apa kamu bilang? Dasar kurang ajar! Orang miskin seperti kamu berani melawanku, hah?"Luna tersenyum miring. "Selama ini saya hanya diam saja ketika anda terus
Hati Luna semakin gelisah begitu mobil semakin mendekati kantor BAS. Seandainya saja dia ingat bahwa malam ini adalah acara itu, dia akan kabur dan berpura-pura lupa. Tapi sayangnya, dia benar-benar tidak bisa lari kemana-mana karena Irfan ternyata ikut satu mobil dengannya.Luna merasa seperti dijebak. Pintu mobil langsung dikunci begitu dia masuk dan melihat Irfan duduk di kursi depan."Bisa nggak sih aku nggak usah ikut aja? Toh sebentar lagi aku dan Kalingga bercerai," pinta Luna dengan wajah gelisah."Kamu mau membuat Kakek Ageng kecewa? Setidaknya datanglah untuk dia." Irfan menoleh ke belakang. "Untuk yang terakhir kalinya."Luna menggigit bibir bawahnya. Ingin langsung kabur, tapi dia juga tidak enak pada Kakek Ageng yang telah baik padanya. Tapi jika dipikir-pikir lagi, seharusnya dia memiliki hak untuk menolak datang dan pergi dari keluarga itu tanpa pamit.Tapi sekali lagi, dia merasa tidak enak pada Kakek Ageng. Ketika pikirannya masih sibuk, mobil sudah berhenti di pelata