Eric berada di belakang untuk melaporkan rincian investasi. Dia pun memasuki kantor.Daniel melepaskan jas hitamnya, kemudian meletakkannya di sandaran sofa dengan asal. Dia menuju ke meja kantornya sambil membuka kancing kemejanya.Melihat Daniel tidak mengatakan apa-apa, itu berarti dia lumayan puas dengan laporan Eric.Kemudian, Eric diam sejenak sebelum berkata, "Nona Yasmin sudah ... berhenti dari Rumah Sakit Bedah Plastik Jelita. Keluarga Kezia nggak bisa memaafkan Nona Yasmin, jadi saya hanya bisa memecatnya."Begitu Eric selesai berbicara, dia merasa takut karena Daniel diam saja.Meskipun Daniel juga tidak menanggapi laporannya yang sebelumnya, saat ini Eric berkeringat dingin karena tekanan yang dirasakan di dalam kantor.Saat Eric mengira dia telah melakukan sesuatu yang bodoh, dia mendengar Daniel berkata dengan cuek, "Oke."Eric pun menganggukkan kepalanya dengan waswas sebelum dia keluar.Begitu Eric menutup pintu, dia baru merasakan jantungnya berdebar.Daniel terlihat t
Klara berjalan ke depan pintu kamar. Setelah ragu sejenak, pada akhirnya dia juga tidak berani masuk. "Yasmin, kamu beristirahatlah. Ibu pergi, ya."Ketika Yasmin keluar, Klara sudah tiada. Akan tetapi, kartu tersebut ditinggalkan Klara di meja kopi.Yasmin menatap kartu tersebut dengan hati yang berat.Sebenarnya, dia sudah tidak marah dengan Klara. Bagaimanapun, dia menyayangi "tante"-nya, hanya saja dia belum terbiasa berbicara dengan "ibu"-nya.Klara adalah ibu kandungnya. Bagaimana Yasmin bisa membencinya?Terlebih lagi, sekarang Yasmin juga punya anak.Nada dering ponsel di kamar membuyarkan pikiran Yasmin.Dia berdiri, lalu pergi ke kamar untuk mengambil ponselnya. Penelepon itu adalah Martin.Yasmin tidak ingin mengangkatnya, tapi Martin tidak berhenti menelepon. Dia seolah akan menelepon sampai ponsel Yasmin meledak kalau Yasmin tidak menjawab panggilannya."Apa kamu sudah mau mati?" kata Yasmin dengan kesal."Dengar-dengar kamu bahkan nggak ada pekerjaan sekarang?" Terdengar
Yasmin merasakan pandangan Martin, kemudian dia kembali duduk dengan benar. Ekspresi Yasmin tampak kesal.Martin juga tidak tampak bersalah setelah ketahuan. Dia berkata dengan santai, "Apa yang nggak baik jadi asistenku?""Gantikan. Aku mau jauh-jauh darimu," kata Yasmin."Sekarang kamu hanya bisa menurutiku." Satu tangan Martin memegang setir mobil, sedangkan satu lagi diletakkan di sebelah jendela mobil."Kalau begitu, ayo saling terbuka! Kamu beri tahu Daniel aku menyembunyikan anak-anaknya. Aku akan memberitahunya kalau pelaku pembunuhan waktu itu adalah kamu." Yasmin pasti tidak akan berkompromi. "Aku sudah mundur satu langkah. Jangan memaksaku."Martin mengetuk setir mobil beberapa kali. Dia seakan-akan sedang berpikir. Pada akhirnya, dia berkata, "Baiklah. Aku akan memberimu pekerjaan yang nyaman dan nggak perlu bertemu dengan orang .... Jadi teller, bagaimana?""Oke." Yasmin sudah puas.Seorang teller memang tidak perlu banyak berhubungan dengan orang luar. Pekerjaannya juga t
Setelah mengetuk pintu ruang rapat, Yasmin masuk.Suasana di ruang rapat terasa serius dan berat.Yasmin menggigit bibirnya, kemudian dia mencari direktur keuangannya dengan hati-hati.Akan tetapi, matanya tiba-tiba bertemu dengan sepasang mata yang tajam. Yasmin pun berhenti dan wajahnya memucat.Daniel sedang bersandar di sandaran kursinya dan menghadap ke pintu. Wajahnya terlihat tegas dan auranya kuat. Daniel sedang menatap Yasmin dengan sinis.Michelle Diliman, si direktur keuangan, memanggil, "Yasmin?"Yasmin tersadar, kemudian dia memberanikan dirinya untuk menghampiri Michelle. Setelah dia menyerahkan dokumen Michelle, dia buru-buru pergi.Begitu Yasmin keluar dari ruang rapat, dia baru menghela napas.Dia tidak pergi ke Departemen Keuangan, melainkan kamar mandi.Dia perlu menenangkan dirinya!Di kamar mandi, Yasmin berdiri di depan kaca dan melihat wajahnya yang kaget.Benaknya terasa kacau.Kenapa Daniel bisa menghadiri rapat di sini?Bahkan pada hari pertama Yasmin bekerja?
Ketika Yasmin hampir kehilangan oksigen, tubuhnya dilepaskan. Yasmin pun merosot ke lantai dengan lemas dan duduk.Dia menundukkan kepalanya dan terengah-engah.Kalau telat sedetik, sepertinya dia akan mati karena tidak bisa bernapas.Lalu, rahang Yasmin dicengkeram dan diangkat. Mata linglung Yasmin menatap mata Daniel yang sinis."Kenapa? Apa kamu sangat menyukainya?" Suara Daniel yang serak terdengar berbahaya. "Apa kamu mau aku melanjutkannya?"Yasmin ingin menggelengkan kepalanya, tapi rahangnya dipegang dengan erat sehingga dia tidak bisa bergerak. Dia hanya bisa berkata, "Dari tadi bukan itu maksudku. Kalau kamu benar-benar nggak ingin melihatku, biarkan aku pergi dari Kota Imperial. Kamu tahu aku sangat ingin pergi ... Ugh!"Tulang rahang Yasmin hampir retak karena genggaman Daniel mendadak menguat. Yasmin pun mengerang dan alisnya berkerut."Apa kamu sedang berpura-pura?" kata Daniel sambil tersenyum sinis.Yasmin ingin membantah, tapi sekarang dia berada di Grup Guntur dan it
"Apa kamu bisa menjaminnya? Kamu juga melihat apa yang tadi terjadi di ruang rapat. Pasti ada sesuatu di antara mereka berdua!"Martin berpikir apa dia bisa menjaminnya? Bisa!Tiga anak Yasmin benar-benar sebuah kejutan!Ketika Yasmin baru saja tiba di kantor, seorang rekan kerja memberitahunya kalau ada yang menelepon ponselnya.Yasmin meletakkan ponselnya di atas meja.Pada saat ini, ponselnya berdering lagi.Dia melihat layar ponsel. Peneleponnya adalah Klara.Dengan pasrah, dia mengambil ponselnya untuk mengangkat telepon di luar.Suara Klara terdengar ceria ketika dia berkata, "Yasmin, kamu bekerja di Grup Guntur? Bagaimana bisa? Jason yang mencarimu?""Bukan.""Jadi, siapa?""Aku sendiri yang melamar," jawab Yasmin dengan cuek.Untungnya Klara tidak benar-benar menginginkan jawaban. Bagi Klara, Yasmin bisa bekerja di Grup Guntur sungguh sebuah kejutan besar. Klara juga menjadi berambisi.Misalnya, Yasmin bisa menaklukkan Grup Guntur.Saat itu tiba, meskipun Klara tidak punya Jaso
Setelah Yasmin mendapatkan nomor ponselnya, dia merasa familier. Ketika dia meneleponnya, sebuah nama muncul. Ekspresinya pun menjadi sangat masam.Beberapa nada sambung kemudian, telepon Yasmin diangkat. Dia langsung berteriak dengan marah, "Martin, di mana anak-anakku?!""Sama aku."Yasmin menarik napas dalam-dalam beberapa kali, lalu dia bersabar dan memutuskan untuk tidak marah-marah karena dia ingin melihat anak-anaknya dulu. "Beri aku alamatmu. Aku akan pergi ke sana."Setelah Martin mengakhiri panggilan, dia melihat tiga anak kecil di depannya yang terlihat marah itu.Julian sedang mengangkat pedang mainannya sambil melindungi Julius dan Julia yang berdiri di belakang. Dia berkata dengan galak, "Kalau kamu berani mendekat, aku akan menusukmu!""Ah .... Aku sangat takut ..." kata Martin sambil memegang dadanya. Setelah itu, dia berkata, "Mama kalian mau kemari.""Kamu adalah orang jahat!" ucap Julia sambil menatap Martin dengan waswas."Kami nggak boleh memercayaimu!" kata Julius
"Ya, dia adalah adik sepupu Daniel. Dia nggak memberi tahu Daniel. Seharusnya dia punya tujuan lain. Hubungannya dengan Daniel juga kurang baik," jelas Yasmin."Akan makin banyak orang yang tahu," ucap Raymond.Yasmin menggigit bibirnya. Dia tahu, tapi apa yang bisa dia lakukan?Apa yang harus dilakukan baru ketiga anaknya bisa aman?Sekarang Daniel juga mempunyai wanita yang disukainya. Bukankah perihal anak-anak akan merusak hubungan itu?Yasmin tidak bisa membayangkan konsekuensinya."Kalau kamu nggak keberatan, anak-anak boleh tidur di tempatku," kata Raymond."Tidur ... di tempatmu?" Yasmin kaget. "Mana boleh begitu? Nggak boleh.""Aku tinggal sendirian dan di rumah ada Bibi yang bisa menjaga mereka. Kamu kapan saja boleh datang untuk melihat anak-anak. Nggak masalah," kata Raymond.Yasmin tahu dia tidak boleh merepotkan Raymond dan dia tidak bisa melakukannya.Raymond adalah kepala sekolah anak-anak, jadi wajar baginya menyukai anak kecil. Ketiga anaknya bahkan makin lancar meman